Dasar Hukum Gadai Emas Syariah

Muhammad Saw tersebut, ketika beliau beralih dari yang biasanya bertransaksi kepada para sahabat yang kaya kepada seorang, Yahudi, bahwa hal itu tidak lebih sebagai sikap Nabi Muhammad Saw yang tidak mau memberatkan para sahabat yang biasanya enggan mengambil ganti ataupun harga yang diberikan oleh Nabi Muhammad Saw kepada mereka. 30 4. Ijtihad Berkaitan dengan pembolehan perjanjian gadai ini, jumhur ulama juga berpendapat boleh dan mereka tidak pernah berselisih pendapat mengenai hal ini. Jumhur ulama berpendapat bahwa disyariatkannya pada waktu tidak berpergian maupun pada waktu berpergian, berargumentasi kepada perbuatan Rasulullah SAW terhadap riwayat hadis tentang orang Yahudi tersebut di Madinah. 31 Adapun keadaan dalam perjalanan seperti ditentukan dalam QS. Al-Baqarah: 283, karena melihat kebiasaan dimana pada umumnya rahn dilakukan pada waktu berpergian. Ad-Dhahak dan penganut madzhab Az- Zahiri berpendapat bahwa rahn tidak disyariatkan kecuali pada waktu berpergian, berdalil pada ayat tadi. Pernyataan mereka telah terbantahkan dengan adanya hadits tersebut. 5. Fatwa Dewan Syariah Nasional DSN dan Undang Undang UU 30 Adrian Sutedi, Hukum Gadai Syariah, Bandung: Alfabeta, 2011 Cet. 1, hal 185. 31 Abdul Ghofur Anshori, Gadai Syariah di Indonesia: Konsep, Implementasi dan Institusionalisasi,Cet. 1, hal 91 Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia DSN- MUI menjadi salah satu rujukan yang berkenaan gadai syariah, di antaranya dikemukan sebagai berikut: Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 25DSNMUIIII2002, tentang Rahn. Kententuan Umum: 1. Murtahin penerima barang mempunyai hak untuk menahan Marhum barang sampai semua hutang Rahin yang menyerahkan barang dilunasi. 2. Marhum dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya, Marhum tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seijin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai Marhum dan pemanfaatannya itu sekedar mengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya. 3. Pemeliharaan dan penyimpanan Marhum pada dasarnya menjadi kewajiban Rahin, namun dapat dilakukan juga oleh Murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban Rahin. 4. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhum tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman. 5. Penjualan Marhum a. Apabila jatuh tempo, Murtahin harus memperingatkan Rahin untuk segera melunasi hutangnya. b. Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi hutang, maka Marhum dijual paksa atau dieksekusi melalui lelang sesuai dengan syariah. c. Hasil penjualan Marhum digunakan untuk melunasi hutang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan. d. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban Rahin. 6. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Muamalah Indonesia BAMUI setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 26DSN-MUIIII2002 tentang Rahn Emas Kentetuan pokok dalam Fatwa DSN ini adalah sebagai berikut: a. Rahn Emas dibolehkan berdasarkan prinsip Rahn lihat Fatwa DSN nomor: 25DSN-MUIIII2002 tentang Rahn. b. Ongkos dan biaya penyimpanan barang marhum ditanggung oleh penggadai rahin. c. Ongkos didasarkan pada pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan. d. Biaya penyimpanan barang gadai dilakukan berdasarkan akad Ijarah. 32 UU NO. 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN Pemegang hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang. Pemberian hak tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang diutangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut. 33 UU NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG FIDUSIA SEBAGAI JAMINAN Lembaga Jaminan Fidusia memungkinkan kepada kepada pemberi fidusia untuk menguasai benda yang dijaminkan, untuk melakukan kegiatan usaha yang dibiayai dari pinjaman dengan menggunakan jaminan fidusia. Pada awalnya, benda yang menjadi objek fidusia terbatas pada kekayaan benda bergerak yang berwujud dalam bentuk peralatan. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, benda yang menjadi objek fidusia termasuk juga kekayaan benda bergerak yang tak berwujud, maupun benda tak bergerak. 32 Adrian Sutedi, Hukum Gadai Syariah, hal 186-187 33 Abdul Ghofur Anshori, Gadai Syariah di Indonesia: Konsep, Implementasi dan Institusionalisasi, hal 109-111.

3. Mekanisme Gadai Emas Syariah

Mekanisme operasional gadai syariah sangat penting untuk diperhatikan, karena jangan sampai operasional gadai syariah tidak efektif dan efesien. Mekanisme operasional gadai syariah haruslah tidak menyulitkan calon nasabah yang akan meminjam uang atau akan melakukan akad utang piutang. 34 Mekanisme Produk Gadai Syari’ah 1. Produk Gadai Ar-Rahn Untuk mengajukan permohonan permintaan gadai, calon nasabah harus terlebih dahulu memenuhi ketentuan berikut : a. Membawa fotokopi KTP atau identitas lainnya SIM, Paspor, dan lain-lain b. Mengisi formulir permintaan rahn c. Menyerahkan barang jaminan marhun bergerak, seperti : a. Perhiasan emas, berlian. b. Kendaraan bermotor c. Barang-barang elektronik. 2. Produk Gadai Emas di Bank Syariah Prosedur pemberian pinjaman marhun bih dilakukan melalui tahapan berikut: a. Nasabah mengisi formulir permintaan rahn. 34 Adrian Sutedi, Hukum Gadai Syariah, hal 150. b. Nasabah menyerahkan formulir permintaan yang di fotokopi identitas serta barang jaminan ke loket. c. Petugas pegadaian menaksir marhun agunan yang diserahkan. d. Besarnya pinjaman atau marhun bih adalah sebesar 90 dari taksiran marhun. e. Apabila disepakati besarnya pinjaman, nasabah menandatangani akad dan menerima uang pinjaman. 35 Bagi calon nasabah yang ingin mengajukan permohonan dapat menandatangani bank-bank syariah yang menyediakan fasilitas pembiayaan gadai emas dengan memenuhi syarat sebagai berikut : a. Identitas diri KTP atau SIM yang masih berlaku b. Perorangan WNI c. Cakap secara hukum d. Mempunyai rekening giro atau tabungan di bank syariah tersebut e. Menyampaikan NPWP untuk pembiayaan sesuai dengan aturan yang berlaku f. Adanya barang jaminan berupa emas. Bentuk dapat emas batangan, emas perhiasan atau emas koin dengan kemurnian minimal 18 karat atau kadar emas 75. Sedangkan jenisnya adalah emas merah dan kuning. 35 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta:Rajawali Pers, 2009 , Cet.1 hal 270. g. Memberikan keterangan yang diperluakn dengan benar mengenai alamat, data penghasilan atau data lainnya. Selanjutnya pihak bank syari’ah akan melakukan analisis pinjaman yang meliputi: a. Petugas bank memeriksa kelengkapan dan kebenaran syarat-syarat calon pemohon peminjam. b. Penaksir melakukan analisis terdapat data pemohon, kaslian,dan karatese jaminan berupa emas, sumber pengembalian pinjaman, penampilan atau tingkah laku calon nasabah yang mencurigakan. c. Jika menurut analisis pemohon layak maka bank akan menerbitkan pinjaman qardh dengan gadai emas. Jumlah pinjaman disesuaikan dengan kebutuhan nasabah dengan maksimal pinjaman sebesar 80 dari taksiran emas yang disesuaikan dengan standar emas. d. Realisasi pinjaman dapat dicairkan setlah akad pinjaman qardh sesuai dengan ketentuan bank. e. Nasabah dikenakan biaya administrasi, biaya sewadari jumlah pinjaman. f. Pelunasan dilakukan sekaligus pada saat jatuh tempo. g. Apabila sampai dengan waktu yang ditetapkan nasabah tidak dapat melunasi dan proses kolektibilitas tidak dapat dilakukan, maka jaminan dijual di bawah tangan dengan ketentuan : 1. Nasabah tidak dapat melunasi pinjaman sejak tanggal jatuh tempo pinjaman dan tidak diperbaharui. 2. Diupayakan sepengetahuan nasabah dan kepada nasabah diberikan kesempatan untuk mencari calon pemilik. Apabila tidak dapat dilakukan, maka bank menjual berdasarkan harga tertinggi dan wajar karyawan bank tidak diperkenankan memliki agunan tersebut. 36 3. Rukun dan Syarat-syarat Gadai Emas Syariah Dalam menjalankan pegadaian syariah, bank syariah harus memenuhi rukun gadai syariah. Rukun gadai tersebut antara lain: 1. Ar-Rahin yang menggadaikan Orang yang telah dewasa, bisa dipercaya dan memiliki barang yang di gadaikan 2. Al-Murtahin yang menerima gadai Orang, bank, atau lembaga yang dipercaya oleh rahin untuk mendapatkan modal dengan jaminan barang gadai 3. Al-Marhun atau Rahn barang yang digadaikan Barang yang digunakan rahin untuk dijadikan jaminan dalam mendapatkan utang. 4. Al-Marhun bih utang Sejumlah dana yang diberikan murtahin kepada rahin atas dasar besarnya taksiran marhum. 36 Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Jakarta:Prenada Media Group, 2009, Cet.1 hal 391-392. 5. Shigat, Ijab, Qabul Kesepakatan antara rahin dan murtahin dalam melakukan transaksi gadai. 37 Adapun syarat-syarat yang diberlakukan bank syariah dalam produk gadai emasnya kepada nasabah atau murtahin, diantaranya adalah sebagai berikut: a Para pihak yang terlibat hukum mukkallaf berdasarkan lafadz ijab dan qabul sigah yang jelas. b Harta yang dijadikan agunan al-Marhun mempunyai nilai jual yang baik sehingga dapat untuk mencukupi untuk pelunasan kembali pinjaman atau utang milik sah nasabah arrahin atau tidak terkait dengan orang lain, dapat dimanfaatkan jelas dan tertentu bukan barang haram, sesuai kriteria syariah, utuh tidak tersebar di beberapa tempat serta dapat diserahkan baik materialnya fisik maupun manfaatnya. c Utang al-Marhun bih merupakan hak yang wajib dikembangkan kepada bank al-Murtahin yang jelas dan tertentu baik jumlah maupun rencana pengembalian. 38

4. Manfaat dan Keuntungan Gadai Emas Syariah

1. Manfaat Gadai Emas 37 Adrian Sutedi, Hukum Gadai Syariah, hal 27. 38 Abdul Ghofur Anshori, Gadai Syariah di Indonesia: Konsep, Implementasi dan Institusionalisasi, hal 130.