Cara Kerja Penelitian METODE PENELITIAN

18

4.2 Pembahasan

Pengujian secara kualitatif dengan menggunakan uji warna kertas tumerik, asam borat pro analisis P.A. dan pijer nama lain boraks di pasarnya sebagai kontrol positif menghasilkan warna jingga dan warna merah kecoklatan. Dari 9 sampel tahu yang dianalisis tidak didapatkan adanya perubahan warna. Pengujian secara kuantitatif dengan titrasi asam basa berupa pemberian HCl 37 pekat bertujuan agar terjadi reaksi antara asam klorida pekat dengan boraks. Hasil dari penambahan HCl pekat menghasilkan produk-produk, salah satunya berupa asam borat Adapun reaksinya sebagai berikut: Na 2 B 4 O 7 + 2HCl + 5H 2 O → 4H 3 BO 3 + 2NaCl Asam borat H 3 BO 3 merupakan asam lemah. Dalam melakukan proses titrasi diperlukan penambahan manitol agar dapat melepaskan ion H + sehingga dapat dititrasi dengan larutan NaOH. Hasil reaksi ini berupa larutan jernih yang tidak berwarna sehingga diperlukan penambahan fenolftalein sebagai indikator agar dapat diamati secara visual. 21 Campuran asam borat, manitol, dengan fenolftalein, jika dititrasi dengan NaOH akan menimbulkan warna merah muda. Larutan merah muda tersebut akan cepat menghilang jika labu erlenmeyer digerakkan atau diputar. Proses titrasi dihentikan sampai tercapai titik ekuivalen, yaitu ditandai dengan adanya warna merah muda yang menetap. Berdasarkan pada uji kuantitatif yang dilakukan dengan titrasi asam basa tersebut, didapatkan kadar boraks pada tahu daerah Ciputat berkisar antara 103,05 ± 10,44 – 123,66 ± 10,44 ppm Tabel 4.1.. Pada penelitian yang dilakukan oleh Raisani R 2009 didapatkan kadar boraks berkisar antara 3,76 – 117,94 ppm dengan menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis dan tidak terlihat perubahan warna pada uji kualitatif. Hal ini kemungkinan disebabkan kadar boraks yang terkandung pada sampel makanan terlalu sedikit. Jika ikatan yang terjadi antara kurkumin dengan asam borat kurang kuat, maka senyawa rososianin hasil dari reaksi tersebut kurang terbentuk. Oleh sebab itu pada pengujian kualitatif tidak menghasilkan warna merah kecoklatan. Selain 19 kadar atau konsentrasi boraks yang sedikit, faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya perubahan warna adalah temperatur dan keseimbangan pH. Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Triastuti 2013 menyatakan bahwa tahu Kota Manado yang dianalisis dengan beberapa metode, terutama uji warna kertas tumerik tidak terdeteksi adanya boraks. Setelah dilakukan konfirmasi uji menggunakan spektrofotometri UV- Vis juga terbukti tidak terdeteksi adanya kandungan boraks. 17 Hal tersebut diperkuat penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Riset dan Teknologi di Universitas Negeri Yogyakarta 2013 melaporkan bahwa paper test kit atau uji warna kertas tumerik dapat mendeteksi kandungan boraks pada makanan jika kadar minimalnya adalah 200 ppm. 11 Penelitian lain dalam mendeteksi boraks yang dilakukan pada kurma oleh Azas QS 2013, uji warna kertas kunyit menggunakan HCl yang ditambahkan pada larutan sampel dapat mengidentifkasi adanya boraks pada konsentrasi lebih dari 20 μgmL. Hal ini dikarenakan sifat HCl yang dapat melepaskan boraks dari ikatannya dan membentuk kompleks kelat rososianin yang berwarna merah. 6 Berdasarkan uji yang telah dilakukan, tahu yang beredar di daerah Ciputat memiliki kadar boraks yang relatif rendah, yaitu berkisar antara 103,05 ± 10,44 – 123,66 ± 10,44 ppm. Dari beberapa literatur didapatkan bahwa konsumsi boraks dalam jangka panjang dapat mengakibatkan akumulasi di jaringan organ dalam seperti otak, hati, ginjal dan sistem reproduksi pria. Dari penelitian Ang Swi See 2010 melaporkan bahwa asam borat dapat menyebabkan degenerasi epitelium spermatogonia dengan menghambat pembentukan DNA pada sel sperma. Oleh karena itu, dapat mengakibatkan infertilitas pada pria. Asam borat dapat menurunkan konsentrasi metabolik seperti glukosa, glikogen, dan laktat yang terkait dengan pembentukan kompleks boron dan hidroksi. Selain itu, asam borat dapat merusak beberapa bagian dari mitokondria. Metabolisme mitokondria terganggu menyebabkan produksi ATP berkurang. Sehingga berdampak buruk pada fungsi dan 20 kelangsungan hidup sel itu sendiri, terutama pada jaringan yang bergantung pada energi yang tinggi seperti otot skelet. Menurut Ang Swi See 2010 Asam borat dapat menyebabkan keracunan jika kadarnya mencapai 2 gKg pada jaringan hati dan otak, dan bersifat letal jika melebihi 5 gkg pada dewasa dan 3 gkg pada neonatus. Walau demikian, pemerintah tetep melarang penggunaan boraks sebagai zat tambahan makanan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.033 tahun 2012 tentang bahan tambahan makanan.