Konsep Diri Anak Usia 10-14 Tahun yang Menderita Asma di Poliklinik Anak RSU. Dr. Pirngadi Medan

(1)

KONSEP DIRI ANAK USIA 10-14 TAHUN YANG MENDERITA ASMA DI POLIKLINIK ANAK

RSU.Dr. PIRNGADI MEDAN

SKRIPSI

Oleh :

FRISKA ELIDA. M. SITANGGANG 081121055

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Judul : Konsep Diri Anak Usia 10-14 Tahun yang Menderita Asma di Poliklinik Anak RSU.Dr. Pirngadi Medan.

Nama Mahasiswa : Friska Elida. M. Sitanggang

Nim : 081121055

Jurusan : Sarjana Keperawatan

Tahun : 2008

Tanggal lulus : 06 Januari 2010

Pembimbing Penguji I

Farida Linda Sari Siregar, M.Kep Erniyati, S.Kp, MNS

NIP: 19780320 2005 01 2003 NIP: 19671208 1999 03 2001

Penguji II

Mula Tarigan, S.Kp

NIP: 19741002 2001 12 1001

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara telah menyetujui Skripsi ini sebagai bagian dari persyaratan kelulusan Sarjana Keperawatan (S.Kep).

Medan, Januari 2010 Pembantu Dekan I,

Erniyati, S.Kp, MNS


(3)

Judul : Konsep Diri Anak Usia 10-14 Tahun yang Menderita asma di Poliklinik Anak RSU. Dr. Pirngadi Medan. Nama Mahasiswa : Friska Elida M. Sitanggang

Nim : 081121055

Jurusan : Sarjana Keperawatan Tahun : 2009

ABSTRAK

Asma merupakan gangguan inflamasi kronis pada jalan napas tempat banyak sel ( sel mast, eosinofil, dan limposit T) memegamg peranan. Pada penderita asma dapat terjadi perubahan baik fisik maupun psikologi. Perubahan fisik dan psikologis yang dialami anak penderita asma dapat menyebabkan perubahan konsep diri yaitu citra tubuh, identitas diri, harga diri, ideal diri dan gangguan peran.

Tujuan penelitian untuk mendapatkan gambaran tentang konsep diri anak usia 10-14 tahun yang menderita asma yang dilakukan mulai bulan September hingga November 2009 di Poliklinik RSU. Dr. Pirngadi Medan. Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, untuk mengidentifikasi gambaran konsep diri anak usia 10 – 14 tahun yang menderita asma di Poliklinik Anak RSU.Dr. Pirngadi Medan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari kuesioner data demografi dan kuesioner konsep diri anak yang menderita asma. Jumlah sampel sebanyak 35 responden yang dipilih dengan menggunakan teknik Total Sampling.

Hasil penelitian mengenai karakteristik responden yaitu paling banyak anak yang menderita asma berusia 10 tahun ada sebanyak 10 orang (28,6%), dan paling sedikit anak berusia 14 tahun ada sebanyak 4 orang (11,4%). Konsep diri anak yang menderita asma pada usia 10-14 tahun paling banyak bersikap negatif ada sebanyak 22 orang (37,1%) dan yang bersikap positif ada sebanyak 13 orang (62,9%), tetapi salah satu komponen konsep diri yaitu ideal diri termasuk memuaskan. Artinya bahwa penyakit asma tidak mempengaruhi persepsi orang lain tentang dirinya.

Untuk disarankan bagi praktek keperawatan agar dapat memberikan motivasi dan semangat bagi anak yang menderita asma agar mempunyai konsep diri yang positif, juga menjaga kondisi kesehatannya dengan melakukan pengobatan yang intensif dan dapat memberikan penanganan dari segi kuratif, juga interaksi anak penderita asma dengan lingkungan sosialnya di masyarakat. Kata Kunci : Anak Usia 10-14 Tahun, Menderita Asma, Konsep Diri


(4)

PRAKATA

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Konsep Diri Anak Usia 10-14 Tahun yang Menderita Asma di Poliklinik Anak RSU.Dr. Pirngadi Medan”.

Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan S1 Keperawatan. Selama proses pembuatan skripsi ini, saya banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih kepada ibu Farida Lindasari Siregar, S.Kp, M.Kep selaku dosen pembimbing yang senantiasa meneyediakan waktu, masukan, dan saran yang berharga bagi saya.Terima kasih kepada Ibu Jenni M. Purba, S.Kp, MNS dan Ibu Reni Asmara A. S.kp, MARS selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan bagi saya. Terima kasih kepada Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan, Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku PD I, Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS selaku PD II dan Bapak Ikhsanuddin A Harahap S.Kp, MNS selaku PD III serta seluruh dosen, staf pengajar, staf administrasi di Fakultas Keperawatan USU yang telah mempermudah proses penyelesaian skripsi ini.

Terima kasih kepada orang tua dan saudara-saudari saya yang telah mendoakan dan memberikan dorongan kepada saya. Terima kasih juga kepada teman dekat dan teman-teman Fakultas Keperawatan angkatan 2008 atas dorongan semangat kalian kepada saya, serta kepada semua pihak yang telah membantu saya baik secara moril dan materil, saya ucapkan terima kasih.

Mudah-mudahan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan peneliti sendiri. Semoga Tuhan memberkati kerja keras kita semua, Amin.

Medan, Januari 2010 Penulis,


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Persetujuan...i

Abstrak……….……..ii

Prakata………...iii

Daftar Isi...iv

Daftar Skema………...vii

Daftar Tabel……….viii

BAB I Pendahuluan...1

1.1.Latar Belakang...1

1.2.Tujuan Penelitian...3

1.3.Pertanyaan Penelitian...4

1.4.Manfaat Penelitian...4

BAB II Tinjauan Pustaka...5

2.1. Asma...5

2.1.1. Defenisi Asma...5

2.1.2. Klasifikasi Asma...5

2.1.3. Faktor Pencetus...6

2.1.4. Patofisiologi...6

2.1.5. Manifestasi Klinis...7

2.1.6. Penatalaksanaan Terapeutik...8

2.2. Konsep Diri...11

2.2.1. Defenisi Konsep Diri...11


(6)

2.2.3. Konsep Diri Anak yang Menderita Asma...14

BAB III Kerangka Penelitian...18

3.1. Kerangka Konsep...18

3.2. Defenisi Operasional...19

BAB IV Metodologi Penelitian...22

4.1. Desain Penelitian...22

4.2. Populasi dan Sampel...22

4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian...23

4.4. Pertimbngan Etik...23

4.5. Instrumen Penelitian...24

4.5.1. Kuesioner Penelitian...24

4.5.2. Validasi dan Reliabitas Instrumen...24

4.6. Pengumpulan Data...25

4.7. Analisa data...26

BAB V Hasil Penelitian dan Pembahasan...27

5.1. Hasil Penelitian...27

5.1.1 Karakteristik Demografi...27

5.1.2 Gambaran ... 28

5.1.3 Ideal Diri... 29

5.1.4 Harga Diri ...30

5.1.5 Peran... 30

5.1.6 Identitas Diri...31

5.1.7 Konsep Diri ...31


(7)

BAB VI Kesimpulan dan Saran...41 6.1 Kesimpulan ...41 6.2 Saran ...42 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. Lembar Persetujuan jadi Responden 2. Kuesioner Penelitian

3. Surat ijin Penelitian 4. Tabel Hasil Penelitian 5. Daftar Riwayat Hidup


(8)

Daftar Skema

1. Kerangka Konsep Penelitian Konsep Diri Anak Usia 10-14 Tahun yang Menderita Asma


(9)

Daftar Tabel

Halaman

Tabel 1 Distribusi Karakteristik Demografi Responden...27

Tabel 2 Distribusi Gambaran Diri... 29

Tabel 3 Distribusi Ideal Diri ...29

Tabel 4 Distribusi Harga Diri ...30

Tabel 5 Distribusi Peran Diri...30

Tabel 6 Distribusi Identitas Diri ...31


(10)

Judul : Konsep Diri Anak Usia 10-14 Tahun yang Menderita asma di Poliklinik Anak RSU. Dr. Pirngadi Medan. Nama Mahasiswa : Friska Elida M. Sitanggang

Nim : 081121055

Jurusan : Sarjana Keperawatan Tahun : 2009

ABSTRAK

Asma merupakan gangguan inflamasi kronis pada jalan napas tempat banyak sel ( sel mast, eosinofil, dan limposit T) memegamg peranan. Pada penderita asma dapat terjadi perubahan baik fisik maupun psikologi. Perubahan fisik dan psikologis yang dialami anak penderita asma dapat menyebabkan perubahan konsep diri yaitu citra tubuh, identitas diri, harga diri, ideal diri dan gangguan peran.

Tujuan penelitian untuk mendapatkan gambaran tentang konsep diri anak usia 10-14 tahun yang menderita asma yang dilakukan mulai bulan September hingga November 2009 di Poliklinik RSU. Dr. Pirngadi Medan. Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, untuk mengidentifikasi gambaran konsep diri anak usia 10 – 14 tahun yang menderita asma di Poliklinik Anak RSU.Dr. Pirngadi Medan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari kuesioner data demografi dan kuesioner konsep diri anak yang menderita asma. Jumlah sampel sebanyak 35 responden yang dipilih dengan menggunakan teknik Total Sampling.

Hasil penelitian mengenai karakteristik responden yaitu paling banyak anak yang menderita asma berusia 10 tahun ada sebanyak 10 orang (28,6%), dan paling sedikit anak berusia 14 tahun ada sebanyak 4 orang (11,4%). Konsep diri anak yang menderita asma pada usia 10-14 tahun paling banyak bersikap negatif ada sebanyak 22 orang (37,1%) dan yang bersikap positif ada sebanyak 13 orang (62,9%), tetapi salah satu komponen konsep diri yaitu ideal diri termasuk memuaskan. Artinya bahwa penyakit asma tidak mempengaruhi persepsi orang lain tentang dirinya.

Untuk disarankan bagi praktek keperawatan agar dapat memberikan motivasi dan semangat bagi anak yang menderita asma agar mempunyai konsep diri yang positif, juga menjaga kondisi kesehatannya dengan melakukan pengobatan yang intensif dan dapat memberikan penanganan dari segi kuratif, juga interaksi anak penderita asma dengan lingkungan sosialnya di masyarakat. Kata Kunci : Anak Usia 10-14 Tahun, Menderita Asma, Konsep Diri


(11)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran nafas yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam maupun luar tubuh. Akibat dari kepekaan yang berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran nafas secara menyeluruh. Asma pada anak terjadi pada bayi (kurang dari 1 tahun), pada anak usia dibawah 4-10 tahun dan pada anak usia 10-14 tahun (Abidin, 2002).

Penyakit Asma banyak ditemukan pada anak-anak, terutama yang tinggal di daerah perkotaan dan industri. Kejadian Asma hampir meningkat diseluruh dunia, baik negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Kira– kira sembilan juta anak Amerika Serikat dibawah 18 tahun menderita asma dan empat juta mangalami sekurang-kurangnya sekali serangan asma setiap tahun. Penelitian menunjukkan bahwa hanya 50%-nya telah diagnosis, dengan beberapa statistik yanng menyatakan bahwa jutaan anak penderita asma telah mengalami salah diagnosis dan dinyatakan mengalami bronkitis berulang atau pneumonia (Rachelefsky, 2006).

Berdasarkan data kesehatan dunia (WHO) sebanyak 300 juta orang didunia mengidap penyakit asma dan 225 ribu meninggal karena penyakit asma pada tahun 2005. Di Indonesia penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner International Study on Asthma and Alergies in Children (ISAAC) pada tahun 1995 menunjukkan bahwa prevalensi penyakit asma masih 2,1% meningkat tahun 2003 menjadi 5,2 %


(12)

Berdasarkan survei awal yang di lakukan di Poliklinik Anak RSU Dr. Pirngadi Medan mulai Maret s/d Mei 2009 dengan jumlah 36 orang anak yang menderita asma pada usia 10-14 tahun. Menurut Graha (2008) asma adalah salah satu penyakit kronis yang sering menyerang anak sekitar 10% dari anak-anak dan remaja menderita penyakit ini yang ditandai mulai dari batuk-batuk, rasa berat di dada, bunyi mengi dan sesak nafas. Selain menjadi masalah kesehatan, penyakit asma juga memiliki dampak sosial budaya. Banyak anak yang divonis menderita asma menjadi rendah diri karena banyaknya larangan yang ditetapkan orangtuanya seperti tidak boleh berolah raga, tidak boleh capek-capek bermain dengan temannya, dan banyak orang tua yang malu mempunyai anak yang menderita asma, sehingga anak menjadi semakin terisolir dari teman-temannya (Graha, 2008). Masalah yang ditimbulkan asma pada anak juga masih banyak yang tidak terdiagnosis (underdiagnosed) dan setelah terdiagnosis pun belum tentu mendapat pengobatan yang baik (Abidin, 2002)

Pada penderita asma dapat terjadi perubahan baik fisik maupun psikologi. Setiap perubahan dalam kesehatan dapat menjadi stressor yang mempengaruhi konsep diri anak. Perubahan fisik yang terjadi akibat penyakit asma yang berulang yaitu dada berbentuk barrel, bahu meninggi, tulang zigomatik mendatar, lingkaran disekeliling mata, hidung mengecil dan gigi atas menonjol. Gejala klinis yang terjadi pada anak asma berupa batuk kering, sesak nafas, bunyi mengi (dapat terdengar), rasa lelah dan berbicara dengan frase yang singkat, terpatah-patah, dan terengah-engah (Wong, 2003). Perubahan fisik tersebut dapat menyebabkan perubahan gambaran diri dan peran pada anak yang menderita asma dalam


(13)

keluarga maupun masyarakat karena kemampuan untuk beraktifitas atau bekerja yang merupakan bagian penting dalam konsep diri (Potter & Perry, 2005).

Penyakit asma juga menimbulkan masalah psikologis seperti merasa minder, masalah keuangan, perasaan tidak berdaya, tidak ada harapan, perasaan terkekang atau tidak dapat bergerak dan hidup dengan bebas dan wajar (Graha, 2008). Hal tersebut dapat menyebabkan anak merasa kehilangan harga diri. Perubahan fisik dan psikologis yang dialami anak penderita asma dapat menyebabkan perubahan konsep diri yaitu citra tubuh, identitas diri, harga diri, ideal diri dan gangguan peran seseorang krisis yang mengancam konsep diri ini terjadi ketika seseorang tidak dapat mengatasi hambatan dan metode pemecahan masalah dan adaptasi yang lazim digunakan (Potter & Perry ,2005). Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengetahui konsep diri anak usia 10-14 tahun yang menderita asma di RSU. Dr. Pirngadi Medan.

1.2. Tujuan Penelitian. 1.2.1. Tujuan Umum.

Mendapatkan gambaran tentang konsep diri anak usia 10-14 tahun yang menderita asma di Poliklinik Anak RSU. Dr. Pirngadi Medan. 1.2.2. Tujuan Khusus.

1. Mengidentifikasi gambaran diri anak usia 10-14 tahun yang menderita asma.

2. Mengidentifikasi ideal diri anak usia 10-14 tahun yang menderita asma.


(14)

3. Mengidentifikasi harga diri anak usia 10-14 tahun yang menderita asma.

4. Mengidentifikasi peran diri anak usia 10-14 tahun yang menderita asma.

5. Mengidentifikasi identitas diri anak usia 10-14 tahun yang menderita asma.

1.3. Pernyataan Penelitian

Bagaimana konsep diri anak usia 10-14 tahun yang menderita asma di Poliklinik Anak RSU.Dr. Pirngadi Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1.Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil ini dapat menambah informasi dan pengetahuan kepada mahasiswa mengenai konsep diri anak yang menderita Asma .

1.4.2. Bagi praktek keperawatan

Sebagai informasi yang penting dan tambahan pengetahuan bagi perawat dalam memahami konsep diri anak yang menderita asma dapat memberikan motivasi kepada anak yang menderita asma untuk dapat meningkatkan konsep diri yang positif .

1.4.3. Bagi Peneliti keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan informasi atau sumber data bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai konsep diri anak


(15)

BAB II

TUJUAN TEORITIS 2.1. ASMA

2.1.1 Defenisi

Asma adalah gangguan inflamasi kronis pada jalan nafas tempat banyak sel (sel mast, eosinofil, dan limfosit T) memegang peranan. Pada anak yang rentan, inflamasi menyebabkan episode mengi kekambuhan, sesak nafas, dada sesak dan batuk, terutama pada malam hari atau pagi hari (Wong, 2003).

Asma pada anak adalah gangguan pernafasan yang disertai berbagai gejala hambatan aliran udara dalam saluran nafas paru berupa tarikan nafas pendek, dan serangan batuk berulang. Asma merupakan penyakit keturunan yang penyebabnya masih belum jelas (Ngastiyah, 2005). Asma didefenisikan sebagai penyakit obstruk jalan nafas yang reversibel yang ditandai oleh serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan napas hiperaktif (Rudolph, 2006).

2.1.2 Klasifikasi

Pada 1995 National Heart, Lung, and Blood Institute membuat klasifikasi asma berdasarkan indikator gejala dari keparahan penyakit. Klasifikasi ini mencakup empat kategori yaitu: (1). Asma Intermiten Ringan; dengan gejala ≤ 2 kali seminggu, eksaserbasi singkatan (dari beberapa jam sampai beberapa minggu): intensitas dapat bervariasi. Gejala di malam hari ≤ 2 kali sebulan. PEF / FEV1 ≥ 80 % dari nilai yang sudah diperkirakan, variabilitas PEF > 30 %, (2). Asma Persisten Ringan; gejala > 2 kali seminggu, namun < 1 kali seminggu dimana eksaserbasi dapat mempengaruhi aktifitas dan gejala di malam hari > 2 kali seminggu. PEF / FLV1 > 80 % dari nilai yang sudah diperkirakan dan


(16)

variabilitas PEF > 30 %, (3). Asma Persisten Sedang; gejala setiap hari, penggunaan inhalasi agonis β2 kerja singkat. Eksaserbasi mempengaruhi aktifitas dan dapat berlangsung berhari – hari. Gejala di malam hari > 1 kali seminggu, PEF / FEV1 > 60 % sampai < 80 % dari nilai yang sudah diperkirakan dan variabilitas PEF < 20 %, (4). Asma Persisten Berat; gejala kontinue, eksaserbasi sering, gejala fisik di malam hari, dan aktivitas fisik terbatas. Aliran ekspirasi puncak (peak pxpiratory flow) atau volume ekspiratori kuat dalam 1 detik (FEV1) ≤ 60 dari nilai yang sudah diperkirakan. Variabilitas PEF > 30 % (Wong 2003).

2.1.3.Faktor Pencetus Serangan Asma

Penyebab penyakit asma belum jelas. Diduga, ada beberapa faktor pencetus yaitu faktor Ekstrinsik, terdiri dari reaksi antigen antibodi dan alergen (debu, serbuk – serbuk, bulu – bulu binatang) dan faktor Interistik, yang meliputi (1). Infeksi berupa Influenza virus, pnemonia, mycoplasma, (2). Fisik (cuaca dingin, perubahan temperatur), (3). Iritan: Kimia, polusi udara (co, asap rokok, parfum/ minyak wangi), (4). Emosional termasuk rasa takut, cemas dan tegang dan aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor (Suriadi, 2006).

2.1.4.Patofisiologi

Inflamasi berperan dalam peningkatan reaktifitas jalan napas. Mekanisme yang menyebabkan inflamasi jalan napas cukup beragam, dan peran setiap mekanisme tersebut bervariasi dan satu anak ke anak lain serta selama perjalanan penyakit.

Komponen penting asma lainnya adalah bronkosplasma dan obstruksi. Mekanisme yang menyebabkan gejala obstruktif meliputi: Inflamasi dan udema


(17)

membran mukosa, akumulasi sekresi yang berlebihan dari kelenjar mukosa, spasma otot – otot halus dan bronkiolus yang menurunkan diameter bronkiolus.

Konstriksi bronkus merupakan reaksi normal terhadap stimulus asing, namun pada anak yang menderita asma biasanya sangat parah hingga menyebabkan gangguan fungsi pernapasan: otot halus, berbentuk kumparan spiral disekeliling jalan napas, menyebabkan penyempitan dan pemendekan jalan napas, yang secara signifikan meningkatkan resistensi jalan napas terhadap aliran udara. Pada saat inspirasi dan berkontraksi serta memendek selama ekspresi. Oleh karena itu, kesulitan bernapas lebih berat terjadi selama fase ekspresi.

Peningkatan tahanan dalam jalan napas menyebabkan ekspresi yang dipaksakan melewati lumen sempit. Volume udara yang terjebak dalam paru meningkat pada saat jalan napas secara fungsional menutup di titik antara alveoli dan bronkus lobucus. Gas yang terjebak ini mendorong individu untuk bernapas pada volume paru yang semakin tinggi. Akibatnya orang yang menderita asma harus berjuang untuk menginspirasi jumlah udara yang cukup. Upaya keras untuk bernapas ini akan menyebabkan keletihan, penurunan efektivitas pernapasan, dan peningkatan konsumsi oksigen.

Inspirasi yang terjadi ketika volume paru lebih tinggi akan menginflasi alveoli secara berlebihan dan menurunkan efektivitas batuk. Jika obstruksi semakin parah, terjadi penurunan ventilasi alveolus disertai retensi karbon dioksida, hipoksemia, asidosis pernapasan dan akhirnya gagal napas (Wong, 2003).


(18)

2.1.5.Manifestasi Klinis Asma Batuk

Batuk kering, paroksismal, iritatif, dan non produktif, kemudian menghasilkan sputum yang berbusa, jernih dan kental.

Tanda-Tanda Terkait Pernapasan

Sesak napas, fase ekspresi memanjang, mengi dapat terdengar, tulang zigomatik memerah dan telinga merah, bibir berwarna merah gelap, dapat berkembang menjadi sianosis pada dasar kuku dan/sianosis sirkumoral, dengan berkembangnya serangan asma. Pada anak yang sudah besar dapat duduk tegak dengan bahu dibukungkukkan, tangan berada di atas meja atau kursi dan lengan menahan. Berbicara dengan frasa yang singkat, terpatah-patah dan terengah-engah.

Dada

Hiperesonansi pada perkusi, bunyi napas kasar dan keras.Mengi di bidang seluruh bidang paru, ekspirasi memanjang, ronki kasar serta mengi pada saat inspirasi dan ekspirasi: nada meninggi.

Pada episode berulang

Dapat berupa dada barrel, bahu meninggi dan penggunaan otot-otot pernapasan aksesori. Tampilan wajah: tulang zigomatik mendatar, lingkaran di sekeliling mata, hidung mengecil, gigi atas menonjol (Wong, 2003).

2.1.6.Penatalaksanaan Terapeutik Pengendalian Alergen.

Tujuan terapi nonfarmalogik adalah pencegahan dan pengurangan pejanan anak terhadap alergen dan iritan yang ada di udara.


(19)

Terapi obat

Bertujuan untuk mencegah dan mengendalikan asma, mengurangi frekuensi dan keparahan ekserbasi dan menghilangkan obstruksi aliran udara. Kortikosteroid

Obat anti-inflamasi yang digunakan untuk mengatasi obstruksi jalan napas yang reversibel dan mengendalikan gejala serta mengurangi hiperaktifitas bronkus pada asma kronis. Kortikosteroid dapat diberikan secara parenteral, oral atau dengan aerosol. Steroid oral dapat diberikan untuk periode singkat (misalnya 3 atau 10 hari), harus diberikan dengan dosis efektif paling rendah.

Natrium kromolim

Obat nonsteroid ini menstabilkan membran sel mast, menghambat aktivitas dan pelepasan mediator dari eosinofil dan sel-sel epitelial dn menghambat penyempitan jalan napas akut setelah pejanan akibat latihan fisik, udara dingin yang kering dan sulfur dioksida, dapat diberikan melalui nebuliser atau Metered Dose Inhaler (MDI).

Natrium nedokromil adalah obat lain yang bersifat antialergik dan anti inflamasi.

Agonis adrenergik-β (terutama albuterol, metaproterenol, dan terbutalin).

Digunakan untuk pengobatan eksaserbasi akut dan untuk pencegahan bronkospasme akibat latihan. Dapat diberikan sebagai obat inhalasi, oral atau parenteral. Agonis adrenergik-β inhalasi tidak boleh digunakan lebih dari tiga sampai empat kali sehari untuk gejala akut.


(20)

Telah digunakan bertahun-tahun untuk mengurangi gejala dan mencegah serangan asma. Dapat diberikan melalui intravena, intramuskular, oral atau rektum (jarang digunakan) dosis teofilin harus diatur untuk mencapai konsentrasi serum 5 sampai 15 Mg/ml (National Asthma Education dan Prevention Program, 1997).

Modifer Leukotrien

Leukotrien adalah mediator inflamasi yang menyebabkan hyperesponsivitas jalan napas. Modifer leukotrien (seperti zafirlukast, zileuton dan natrium montelukast) menyekat efek inflamasi dan bronkospasme. Obat-obat ini diberikan secara oral dalam kombinasi dengan agonis –β dan steroid untuk memberikan pengendalian jangka panjang dan mencegah untuk memberikan pengendalian jangka panjang dan mencegah gejala pada asma persisten ringan (Fost and Sphan, 1998).

Latihan Fisik

Bronkospasme akibat latihan fisik (Exercise-induced Bronchospasma [EIB] ) adalah obstruksi jalan napas akut reversibel yang biasanya sembuh sendiri terjadi selama atau setelah aktivitas berat mencapai puncak 5-10 menit setelah aktivitas berhenti dan biasanya berhenti 20-30 menit, kemudian pasien menderita EIB mengalami batuk, sesak napas, nyeri dada atau dada sesak, mengi, dan masalah ketahanan fisik.

Berenang dapat ditoleransi oleh anak yang menderita EIB, karena mereka menghirup udara yang bersaturasi penuh dengan kelembaban dan karena jenis pernapasan yang diperlukan dalam berenang.

Latihan fisik bermanfaat bagi anak-anak penderita asma dan sebagian besar anak dapat berpartisipasi dalam aktivitas di sekolah dan olahraga dengan kesulitan


(21)

minimal agar asma tetap dapat dikendalikan. Pengobatan profilaktik yang tepat dengan agens adrenergik-β atau natrium kromolin sebelum latihan fisik biasanya memungkinkan anak berpartisipasi penuh dalam latihan fisik yang berat.

Fisioterapi dada.

Mencakup latihan bernapas dan latihan fisik, terapi ini membantu relaksasi fisik dan mental, memperbaiki postur, pola pernapasan yang lebih efisien. Akan tetapi, fisioterapi dada tidak dianjurkan selama eksaserbasi asma akut tanpa komplikasi (Wong, 2003).

2.2. Konsep Diri 2.2.1. Defenisi

Konsep diri dapat didefenisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Orang dengan konsep diri negatif akan cenderung bersifat pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Ia tidak melihat tantangan sebagai kesempatan namun sebagai halangan. Orang dengan konsep diri negatif akan mudah menyerah sebelum berperang dan jika gagal akan ada dua pihak yang disalahkan, entah itu menyalahkan diri sendiri (secara negatif ) atau menyalahkan orang lain (Rini, 2002).

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, perasaan, kepercayaan dan pendirian yang tidak diketahui individu dalam berhubungan dengan orang lain (Suliswati ,dkk, 2005). Konsep diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak


(22)

lahir, melainkan faktor yang dipelajari dan terbentuk melalui pengalaman individu dalam berhubungan dengan orang lain. Dalam berinteraksi setiap individu akan menerima tanggapan. Tanggapan yang diterima tesebut akan dijadikan cermin bagi individu untuk menilai dan memandang dirinya sendiri. Jadi konsep diri terbentuk karena suatu proses umpan balik dari individu yang lain .

2.2.2 Komponen Konsep Diri.

Menurut Stuart & Sundden (1998),konsep diri terdiri dari citra tubuh / gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran dan identitas diri .

A. Citra tubuh / gambaran diri

Citra tubuh / gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar, termasuk persepsi masa lalu dan sekarang serta perasaan tentang, ukuran, fungsi, penampilan dan potensi yang berkesinambungan dimodifikasi dengan persepsi dan pengalaman yang baru (Stuart & Sundden, 1998). Citra tubuh sangat dinamis karena secara konstan berubah seiring dengan persepsi dan pengalaman-pengalaman baru. Citra tubuh harus realistis karena semakin dapat menerima dan menyukai tubuhnya individu akan lebih bebas dan merasa aman dari kecemasan (Suliswati dkk, 2005). Gambaran diri berhubungan dengan kepribadian, cara individu memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologisnya. Pandangan yang realistis terhadap dirinya, menerima dan mengukur bagian tubuhnya akan memberi rasa aman, sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri (Keliat, 2002). Individu dengan kepribadian yang sehat mempunyai citra tubuh yang positif dan sesuai (Stuart & Sudden, 1998).


(23)

B. Ideal diri.

Ideal diri adalah penilaian persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan atau nilai personal tertentu (Stuart & Sudden, 1998). Individu mampu berfungsi dan mendemonstrasikan kecocokan antara persepsi diri dan ideal diri, sehingga ia tampak menyerupai apa yang diinginkan. Ambisi dan keinginan untuk mengklaim diri dari kegagalan, perasaan cemas dan rendah diri dapat mempengaruhi ideal diri seseorang. Ideal diri hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi, tetapi masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai individu dengan kepribadian yang sehat mempunyai ideal diri yang realistik (Keliat, 1992).

C. Harga diri.

Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan manganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri (Stuart & Sundden, 1998). Harga diri dapat diperoleh melalui penghargaan dari diri sendiri maupun orang lain. Perkembangan harga diri juga oleh peranan diterima, dicintai, dihormati oleh orang lain, serta keberhasilan yang pernah dicapai individu dalam hidupnya (Hidayat, 2006). Individu akan merasa berhasil atau hidupnya bermakna apabila diterima dan diakui orang lain atau merasa mampu menghadapi kehidupan dan mampu mengontrol dirinya (Sunaryo, 2004). Frekwensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang tinggi. Jika individu selalu sukses, maka cenderung memiliki harga diri yang tinggi, tetapi sebaliknya jika individu sering gagal maka


(24)

cenderung memiliki harga diri yang rendah (Keliat, 1992). Harga diri yang diterapkan adalah harga diri yang tinggi .

D. Peran Diri.

Peran diri adalah serangkaian perilaku yang diharapkan oleh masyarakat sesuai dengan fungsi yang ada dalam masyarakat atau suatu pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya dimasyarakat (Hidayat, 2006). Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau peran yang dipilih individu (Stuart & Sudden, 1998). Posisi dibutuhkan individu sebagai aktualisasi diri. Posisi di masyarakat dapat merupakan stressor terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan, posisi yang tidak mungkin dilaksanakan. Stres peran terdiri dari konflik peran yang tidak jelas, peran yang tidak sesuai dan peran yang terlalu banyak (Keliat, 1992). Peran yang diharapkan adalah peran yang memuaskan .

E. Identitas Diri.

Identitas adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sendiri sebagai suatu kesatuan yang utuh (Stuart and Sudden, 1998). Identitas yang mencakup konsistensi seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai keadaan serta menyiaratkan perbedaan atau keunikan dibandingkan dengan orang lain. Pembentukan identitas sangat diperlukan demi hubungan yang intim karena identitas seseorang dinyatakan dalam hubungan dengan orang lain (Hidayat,


(25)

2006). Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri uang kuat akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain.

2.2.3 Konsep Diri Anak yang Menderita Asma.

Setiap perubahan dalam kesehatan dapat menjadi stressor yang mempengaruhi konsep diri. Stressor konsep diri adalah segala perubahan nyata yang mengancam identitas, citra tubuh, harga diri, atau perilaku peran. Perubahan fisik dalam tubuh menyebabkan perubahan citra tubuh dimana identitas dan harga diri juga dapat dipengaruhi (Potter dan Perry, 2005).

Penyakit asma yang berulang dapat menimbulkan perubahan fisik dan psikologis. Perubahan fisik yang dapat dilihat salah satunya dada berbentuk barrel, bahu meninggi, sesak napas, mengi, dan berbicara dengan frase yang singkat, terpatah-patah dan terengah-rengah. Perubahan fisik tersebut dapat menyebabkan perubahan gambaran diri dan peran pada anak yang menderita asma. Perubahan psikologis pada anak diantaranya merasa minder dan rendah diri karena merasa tidak dapat bergerak dan hidup dengan bebas dan wajar, akibat dari larangan dan kekhawatiran orangtua sehingga anak merasa tidak dapat melakukan aktifitas, dan merasa malu karena memakai obat inhalasi dan takut di tertawakan oleh teman-temannya. (Graha, 2008)

Perubahan psikologis yang terjadi dapat menyebabkan yang menderita asma menjadi rendah diri dan merasa tidak dapat mencapai ideal diri yang realistis. Proses mencerna pengalaman yang dimiliki seseorang dapat mempengaruhi pengenalan diri seseorang. Tidak terbatas pada pengalaman istimewa dengan orang- orang tertentu, kadangkala pengalaman khusus dengan


(26)

suatu tempat atau kondisi tertentu dapat mempengaruhi konsep diri seseorang. Konsep diri dalam penerapan sehari- hari dapat terlihat melalui proses terbentuknya percaya diri. Seseorang anak yang memiliki konsep diri positif, tentu akan memiliki perasaan positif dalam dirinya. Perasaan positif inilah yang menyebabkan adanya perkembangan komunikasi maupun identitas diri yang lebih baik. Tingkat percaya diri yang tinggi memiliki pengertian bahwa pada diri seseorang tersebut dapat menerima dirinya tentu akan mengevaluasi dirinya secara positif. Sebaliknya, konsep diri yang rendah pada seorang anak akan memunculkan persepsi negatif, yang tentunya akan menimbulkan rendahnya percaya diri (Puspasari, 2007).

Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya serta mudah menyerah (Rini, 2002). Konsep diri dan citra tubuh anak didasarkan pada sikap orang tua. Di sekolah orang lain menunjang terbentuknya konsep diri dan citra diri. Hal ini akan memberi penyelaras bagi anak-anak yang keluarganya sangat kritis atau akan menjadi negatif, jika anak mengalami lingkungan pendidikan yang negatif. Melalui permainan, literatur, gambar, olahraga dan musik anak-anak berinteraksi dengan teman sebaya, mengembangkan keterampilan motorik dan intelektual tambahan yang dapat meningkatkan konsep diri anak-anak.

Perkembangan konsep diri dan citra tubuh sangat erat berkaitan dengan pembentukan identitas (Erikson, 1963 dalam Potter dan Perry, 2005). Pengalaman yang positif pada masa kanak-kanak memberdayakan masa remaja untuk merasa


(27)

baik tentang diri mereka. Pengalaman negatif sebagai anak dapat mengakibatkan konsep diri yang buruk. Konsep diri berkembang secara bertahap dimulai dari bayi dapat mengenali dan membedakan orang lain. Proses yang berkesinambungan dari perkembangan konsep diri dipengaruhi oleh pengalaman interpersonal dan kultural yang memberikan perasaan positif dan dipelajari melalui kontak dan perjalanan dengan orang lain.


(28)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kerangka konsep dan defenisi operasional yang digunakan dalam penelitian. Area penelitian ini adalah konsep diri anak usia 10-14 tahun yang terdiri dari citra tubuh/ gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran dan identitas diri sebagai variabel bebas. Secara skematis kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

Keterangan :

= Variabel yang diteliti

Skema 1. Kerangka konsep penelitian konsep diri anak usia 10-14 tahun yang menderita asma di Poliklinik Anak RSU.Dr. Pirngadi Medan.

Konsep diri; • Gambaran diri • Ideal diri • Harga diri • Peran • Identitas diri Anak yang menderita


(29)

3.2 Defenisi Operasional.

No. Variabel Defenisi Operasional

Alat Ukur

Hasil Ukur Skala Ukur 1. Konsep diri Cara pandang anak

usia 10-14 tahun yang menderita asma terhadap diri sendiri secara keseluruhan baik mengenai perubahan yang terjadi pada fisik dan psikisnya yang dapat mempengaruhi hubungan dengan orang lain. Kuisioner no. 1-25 Positif (skor 64-100). Negatif (25-63). Ordinal 2. Gambaran diri

Persepsi anak usia 10-14 tahun yang menderita asma tentang keadaan fisiknya baik bentuk tubuh, fungsi tubuh, dan penampilan sehari-hari.

Kuisioner no. 1-5

Positif ( skor 14-20). Negatif (5-13)


(30)

3. Ideal diri Persepsi anak usia 10-14 tahun yang menderita asma terhadap diri sendiri secara keseluruhan yang berhubungan dengan cita-cita, tujuan hidup dan nilai- nilai sesuai harapan hidupnya di masyarakat. Kuisioner no. 6-10 Positif (skor 26-40) Negatif (10-25) Ordinal

4. Harga diri Tanggapan dan penilaian anak usia 10-14 tahun yang menderita asma terhadap perilaku dirinya yaitu apakah sudah sesuai dengan apa yang diharapkan oleh diri sendiri dan orang lain. Kuisioner no.11-15 Positif (skor 39-60) Negatif (15-38 ) Ordinal


(31)

5. Peran Persepsi anak usia 10-14 tahun yang menderita asma tentang posisi dan peran di keluarga dan masyarakat.

Kuisioner no. 16-20

Positif (skor 51-80) Negatif (20-50)

Ordinal

6. Identitas diri Kesadaran anak usia 10-14 tahun yang menderita asma akan sifat dan keunikan dirinya sendiri yang berbeda dengan orang lain.

Kuisioner no. 21-25

Positif

(skor 64-100) Negatif (25-63)


(32)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yaitu metode penelitian yang digunakan dengan tujuan untuk mengidentifikasi gambaran konsep diri anak usia 10 – 14 tahun yang menderita asma di Poliklinik Anak RSU.Dr. Pirngadi Medan.

4.2. Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi.

Populasi dari penelitian ini adalah anak usia 10-14 tahun yang menderita Asma yang berobat ke Poliklinik Anak RSU.Dr. Pirngadi Medan pada bulan Oktober- Desember 2009 sebanyak 35 orang.

4.2.2 Sampel

Berdasarkan survey awal yang telah dilakukan di poliklinik Anak RSU. Dr. Pirngadi Medan, menurut Arikunto (2006) apabila jumlah populasi kurang dari seratus, maka besar sampel dapat diambil seluruhnya (total sampling).

Adapun kriteria yang digunakan adalah kriteria inklusi yaitu karakteristik sampel yang dapat dimasukkan atau yang layak diteliti yaitu:

1. Mampu berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. 2. Dapat membaca dan menulis.


(33)

4.3 Lokasi dan waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Anak RSU.Dr. Pirngadi Medan. Adapun Rumah Sakit ini dipilih peneliti karena rumah sakit ini merupakan salah satu rumah sakit umum milik Pemerintah di Sumatera Utara dan terletak di tengah kota yang memudahkan masyarakat untuk berobat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai Desember 2009.

4.4 Pertimbangan Etik

Etika penelitian bertujuan untuk melindungi hak-hak subjektif untuk menjamin kerahasiaan identitas responden dan kemungkinan terjadi ancaman terhadap responden. Sebelum pelaksanaan penelitian, peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu serta menjelaskan maksud dan tujuan kepada responden. Jika responden bersedia, maka responden menandatangani lembar persetujuan (informed concent) yang telah dipersiapkan oleh peneliti. Responden berhak menolak ataupun mengundurkan diri selama proses penelitian tanpa ada tekanan. Peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati haknya sebagai responden. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (kuisioner) yang diisi responden. Lembar tersebut hanya diberi nomor dan kode tertentu. Informasi yang diberi responden dijamin oleh peneliti dan hanya digunakan dalam penelitian ini.


(34)

4.5 Instrumen Penelitian 4.5.1 Kuesioner Penelitian.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner, yang dikembangkan berdasarkan kerangka penelitian yang telah disusun. Instrumen ini terdiri dari dua bagian yaitu data demografi dan kuisioner konsep diri.

Bagian pertama yaitu kuisioner tentang data demografi meliputi: umur, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan, pekerjaan orang tua dan penghasilan orang tua.

Bagian kedua yaitu kuisioner mengenai konsep diri terdiri dari 25 pertanyaan yaitu 5 peryataan gambaran diri (nomor 1 – 5 dengan nomor 1, 3, 4 penyataan negatif dan nomor 2, 5 pernyataan positif), 5 pernyataan ideal diri (nomor 6- 10 dengan nomor 6, 7, 8 pertanyaan negatif dan 9, 10 merupakan pernyataan positif), 5 pernyataan harga diri (nomor 11 – 15, dengan nomor 11, 14, 15 penyartaan negatif dan nomor 12, 13 peryataan positif), peryataan peran diri (nomor 16 – 20 dengan nomor 16, 17, 18, 19 pernyataan negatif dan nomor 20 pernyataan positif). Pernyataan identitas diri (nomor 21 – 25 dengan nomor 21, 22, 23 pernyataan negatif dan nomor 24, 25 pernyataan positif).

Bagian kedua ini bentuk pertanyaan menggunakan skala Likert dan pilihan jawaban dengan rentang skala 1-4 yaitu tidak pernah (skore 1), kadang (skore 2), sering (skore 3), dan selalu (skore 4) dengan total skore 25-100.

4.5.2 Validasi dan Reliabilitas Instrumen.

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui kemampuan instrumen untuk mengukur apa yang harus diukur, mendapatkan data yang relevan dengan apa yang diukur (Demsey & Dempsey, 2002).


(35)

Pada penelitian ini digunakan uji validitas yaitu apakah instrumen tersebut dapat mewakili faktor yang ingin di teliti, yang dilakukan oleh dosen Keperawatan USU yaitu Ibu Jenni M. Purba S.Kp, MNS, sehingga dapat diketahui instrumen penelitian ini valid.

Uji reliabilitas instrumen bertujuan untuk mengetahui seberapa besar derajat atau kemampuan alat ukur untuk mengukur secara konsisten sasaran yang akan diukur yang memberikan hasil yang sama bila digunakan beberapa kali pada kelompok sampel (Ritonga, 2003). Uji reabilitas ini dilakukan kepada 10 orang responden dengan kreteria yang sama dengan sampel (Nursalam, 2001). Menurut Broncopp (1999) reliabilitas suatu instrumen menggambarkan stabilitas dan konsistensi suatu instrumen. Kuesioner uji reliabilitas ini menggunakan analisis cronbach’s alpha dengan hasil uji reliabilitas 0,993. Hal ini dapat diterima sesuai dengan pendapat Polit dan Hungler (1995) bahwa suatu instrumen akan realiabel jika memiliki nilai relialibilitas lebih dari 0,70.

4.6 Pengumpulan Data.

Prosedur pengumpulan data dilakukan setelah terlebih dahulu peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan (Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara) dan kemudian permohonan izin penelitian yang telah diperoleh dikirim ke tempat penelitian (RSU.dr. Pirngadi Medan), kemudian peneliti menentukan responden berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.

Setelah mendapatkan responden, peneliti menjelaskan kepada responden yang didampingi oleh orang tua/wali tentang tujuan penelitian, manfaat dan proses


(36)

pengisian kuisioner. Bagi responden yang bersedia diminta untuk mendatangi surat persetujuan. Setelah mendapat persutujuan dari responden atau dari orang tua/wali responden peneliti membagikan kuisioner dan mendampingi responden saat mengisi kuisioner tersebut. Yang tidak dipahami, responden di berikan kesempatan untuk bertanya. Setelah mengisi, kuisioner dikumpulkan kembali oleh peneliti dan diperiksa kelengkapannya. Apabila ada yang tidak lengkap, dilengkapi saat itu juga, selanjutnya data dikumpulkan untuk di analisa.

Selama proses pengisian kuesiner dibutuhkan waktu lebih kurang 10 menit untuk setiap responden dan masalah yang timbul peneliti tidak menyadari sebelumnya bahwa pada anak usia 10 dan 11 tahun masih sulit untuk melakukan pengisian kuesioner secara sendiri sehingga peneliti harus menggunakan tehnik wawancara dengan kuesioner.

4.7 Analisa Data

Setelah data terkumpul, maka peneliti melakukan analisa data dengan cara diperiksa terlebih dahulu atau editing untuk memeriksa kelengkapan data dan memastikan semua jawaban telah diisi, kemudian data diberi kode (coding) untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisa data. Kemudian melakukan (entry) data kekomputer dan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan program komputerisasi dengan menggunakan deskriptif statistic.

Data demografi dipresentasikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase. Variabel konsep diri anak yang menderita Asma dianalisa dengan menggunakan metode statistik univariat dan ditabulasikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk tiap item pernyataan sesuai dengan instrumen penelitian.


(37)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul ”Konsep diri anak usia 10 – 14 tahun yang menderita asma di Poliklinik Anak RSU dr.Pirngadi Medan” sebanyak 35 responden dan didapat hasil distribusi responden berdasarkan usia, jenis kelamin, agama, suku bangsa, pendidikan dan penghasilan orang tua, yang diuraikan sebagai berikut :

5.1.1. Karakteristik Demografi

Karakteristik responden bervariasi yaitu usia, jenis kelamin, suku bangsa, pendidikan dan penghasilan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Demografi di Poliklinik Anak RSU dr. Pirngadi Medan

No. Karakteristik Jumlah Persentase

Usia

1. 10 tahun 10 28,6

2. 11 tahun 9 25,7

3. 12 tahun 7 20,0

4. 13 tahun 5 14,3

5. 14 tahun 4 11,4

Jumlah 35 100,0

Jenis Kelamin

1. Pria 22 62,9

2. Wanita 13 37,1

Jumlah 35 100,0

Agama

1. Islam 23 65,7

2. Kristen 12 34,3

3. Katolik 0 0,0

4. Budha 0 0,0

Jumlah 35 100,0


(38)

2. Batak 12 34,3

3. Melayu 4 11,4

4. Aceh 2 5,7

Jumlah 35 100,0

Pendidikan

1. SD 18 51,4

2. SMP 17 48,6

Jumlah 35 100,0

Penghasilan

1. < Rp.1.200.000,- 23 65,7

2. > Rp.1.200.000,- 12 34,3

Jumlah 35 100,0

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa paling banyak anak yang menderita asma berusia 10 tahun ada sebanyak 10 orang (28,6%), dan paling sedikit anak berusia 14 tahun ada sebanyak 4 orang (11,4%). Jenis kelamin anak yang menderita asma yaitu pria ada sebanyak 22 orang (62,9%), dan paling sedikit wanita ada sebanyak 13 orang (37,1%). Responden paling banyak beragama Islam ada sebanyak 23 orang (65,7%), dan paling sedikit beragama kristen sebanyak 12 orang (34,3%). Suku bangsa responden paling banyak suku Jawa ada sebanyak 17 orang (48,6%), dan paling sedikit suku Aceh sebanyak 2 orang (5,7%). Pendidikan responden paling banyak SD ada 18 orang (51,4%), dan paling sedikit berpendidikan SMP sebanyak 17 orang (48,6%). Penghasilan orangtua dari anak yang menderita asma paling banyak dibawah Rp.1.200.000,- sebanyak 23 orang (65,7%), dan paling sedikit diatas RP.1.200.000,-sebanyak 12 orang (34,3%).

5.1.2. Gambaran Diri

Gambaran diri anak yang menderita asma usia 10-14 tahun di Poliklinik RSU dr.Pirngadi dapat dilihat pada tabel berikut :


(39)

Tabel 4.2. Distribusi Gambaran Diri Anak Penderita Asma di Poliklinik RSU dr.Pirngadi Medan

No. Gambaran Diri Jumlah Persentase

1. Positif 15 42,9

2. Negatif 20 57,1

Jumlah 35 100,0

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa gambaran diri anak yang menderita asma pada usia 10-14 tahun di poliklinik anak RSU dr.Pirngadi yang paling banyak adalah gambaran diri yang negatif ada sebanyak 20 orang (57,1%) dan gambaran diri yang positif ada sebanyak 15 orang (42,9%).

5.1.3. Ideal Diri

Ideal diri anak yang menderita asma usia 10-14 tahun di Poliklinik RSU dr.Pirngadi dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.3. Distribusi Ideal Diri Anak Penderita Asma di Poliklinik RSU dr.Pirngadi Medan

No. Ideal Diri Jumlah Persentase

1. Positif 22 62,9

2. Negatif 13 37,1

Jumlah 35 100,0

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa ideal diri anak yang menderita asma pada usia 10-14 tahun di poliklinik anak RSU dr.Pirngadi yang paling banyak bersikap positif ada sebanyak 22 orang (62,9%) dan yang bersikap negatif ada sebanyak 13 orang (37,1%).


(40)

5.1.4. Harga Diri

Harga diri anak yang menderita asma usia 10-14 tahun di Poliklinik RSU dr.Pirngadi dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.4. Distribusi Harga Diri Anak Penderita Asma di Poliklinik RSU dr.Pirngadi Medan

No. Harga Diri Jumlah Persentase

1. Positif 10 28,6

2. Negatif 25 71,4

Jumlah 35 100,0

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa harga diri anak yang menderita asma pada usia 10-14 tahun di poliklinik anak RSU dr.Pirngadi yang paling banyak bersikap negatif ada sebanyak 25 orang (71,4%) dan yang bersikap positif ada sebanyak 10 orang (28,6%).

5.1.5. Peran

Peran diri anak yang menderita asma usia 10-14 tahun di Poliklinik RSU dr.Pirngadi dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.5. Distribusi Peran Anak Penderita Asma di Poliklinik RSU dr.Pirngadi Medan

No. Peran Jumlah Persentase

1. Positif 14 40,0

2. Negatif 21 60,0

Jumlah 35 100,0

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa peran anak yang menderita asma pada usia 10-14 tahun di poliklinik anak RSU dr.Pirngadi yang paling banyak bersikap negatif ada sebanyak 21 orang (60%) dan yang bersikap positif ada sebanyak 14 orang (40%).


(41)

5.1.6. Identitas Diri

Identitas diri anak yang menderita asma usia 10-14 tahun di Poliklinik RSU dr.Pirngadi dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.6. Distribusi Identitas Diri Anak Penderita Asma di Poliklinik RSU dr.Pirngadi Medan

No. Identitas Diri Jumlah Persentase

1. Positif 13 62,9

2. Negatif 22 37,1

Jumlah 35 100,0

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa identitas diri anak yang menderita asma pada usia 10-14 tahun di poliklinik anak RSU dr.Pirngadi yang paling banyak bersikap negatif ada sebanyak 22 orang (37,1%) dan yang bersikap positif ada sebanyak 13 orang (62,9%).

5.1.7. Konsep Diri

Konsep diri anak yang menderita asma usia 10-14 tahun di Poliklinik RSU dr.Pirngadi dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.7. Distribusi Konsep Diri Anak Penderita Asma di Poliklinik RSU dr.Pirngadi Medan

No. Konsep Diri Jumlah Persentase

1. Positif 17 48,6

2. Negatif 18 51,4

Jumlah 35 100,0

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa konsep diri anak yang menderita asma pada usia 10-14 tahun di poliklinik anak RSU dr.Pirngadi yang paling banyak bersikap negatif ada sebanyak 22 orang (37,1%) dan yang bersikap positif


(42)

maupun psikologi, sehingga perubahan tersebut dalam kesehatan dapat menjadi stressor yang mempengaruhi konsep dirinya. Perubahan fisik yang terjadi akibat penyakit asma yang berulang yaitu dada berbentuk barrel, bahu meninggi, tulang zigomatik mendatar, lingkaran disekeliling mata, hidung mengecil dan gigi atas menonjol.

5.2. Pembahasan

5.2.1. Gambaran Diri Anak Usia 10-14 Tahun Yang Menderita Asma Di Poliklinik Anak RSU dr.Pirngadi Medan

Gambaran diri anak yang menderita asma pada usia 10-14 tahun di poliklinik anak RSU dr.Pirngadi yang paling banyak adalah gambaran diri yang negatif ada sebanyak 20 orang (57,1%) dan gambaran diri yang positif ada sebanyak 15 orang (42,9%). Anak mengganggap negatif terhadap gambaran dirinya disebabkan karena adanya perubahan fisik sehingga anak merasa gambaran dirinya merupakan cerminan dari kondisi fisiknya. Menurut Wong (2003), perubahan dalam kesehatan seseorang dapat menjadi stressor yang mempengaruhi konsep diri manusia.

Perubahan fisik yang terjadi akibat penyakit asma yang berulang yaitu dada berbentuk barrel, bahu meninggi, tulang zigomatik mendatar, lingkaran disekeliling mata, hidung mengecil dan gigi atas menonjol. Gejala klinis yang terjadi pada anak asma berupa batuk kering, sesak nafas, bunyi mengi (dapat terdengar), rasa lelah dan berbicara dengan frase yang singkat, terpatah-patah, dan terengah-engah (Wong, 2003).

Perubahan fisik tersebut dapat menyebabkan perubahan gambaran diri dan peran pada anak yang menderita asma. Perubahan psikologis pada anak


(43)

diantaranya merasa minder dan rendah diri karena merasa tidak dapat bergerak dan hidup dengan bebas dan wajar, akibat dari larangan dan kekhawatiran orangtua sehingga anak merasa tidak dapat melakukan aktifitas, dan merasa malu karena memakai obat inhalasi dan takut di tertawakan oleh teman-temannya. (Graha, 2008)

Hal ini sesuai dengan penjelasan menurut Potter dan Perry (2005) bahwa perubahan fisik tersebut dapat menyebabkan perubahan gambaran diri dan peran pada anak yang menderita asma dalam keluarga maupun masyarakat karena kemampuan untuk beraktifitas atau bekerja yang merupakan bagian penting dalam konsep diri.

5.2.2. Ideal Diri Anak Usia 10-14 Tahun Yang Menderita Asma Di Poliklinik Anak RSU dr.Pirngadi Medan

Ideal diri anak yang menderita asma pada usia 10-14 tahun di poliklinik anak RSU dr.Pirngadi yang paling banyak bersikap positif ada sebanyak 22 orang (62,9%) dan yang bersikap negatif ada sebanyak 13 orang (37,1%).

Anak-anak yang menderita asma menganggap meskipun dirinya mempunyai penyakit tetapi masih merasa mampu untuk melakukan hal-hal yang dianggap bisa dilakukan oleh anak-anak yang tidak menderita asma. Anak-anak itu tidak merasa cemas dengan kondisi dirinya, karena mereka Perasaan positif inilah yang menyebabkan adanya perkembangan komunikasi maupun identitas diri yang lebih baik. Tingkat percaya diri yang tinggi memiliki pengertian bahwa pada diri seseorang tersebut dapat menerima dirinya tentu akan mengevaluasi dirinya secara positif (Puspasari, 2007).


(44)

Merasa yakin bahwa penyakit tersebut dapat diobati dan sembuh serta dapat melakukan aktivitas tanpa harus merasa rendah diri. Anak-anak merasa bahwa ada latihan fisik yang dapat bermanfaat bagi anak-anak penderita asma, sehingga sebagian besar anak dapat berpartisipasi dalam aktivitas di sekolah dan olahraga dengan kesulitan minimal agar asma tetap dapat dikendalikan. Perasaan positif inilah yang menyebabkan adanya perkembangan komunikasi maupun identitas diri yang lebih baik. Tingkat percaya diri yang tinggi memiliki pengertian bahwa pada diri seseorang tersebut dapat menerima dirinya tentu akan mengevaluasi dirinya secara positif (Puspasari, 2007).

Hal ini sesuai dengan pendapat Keliat (1992) bahwa individu mampu berfungsi dan mendemonstrasikan kecocokan antara persepsi diri dan ideal diri, sehingga ia tampak menyerupai apa yang diinginkan. Ideal diri hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi, tetapi masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai individu dengan kepribadian yang sehat mempunyai ideal diri yang realistik.

5.2.3. Harga Diri Anak Usia 10-14 Tahun Yang Menderita Asma Di Poliklinik Anak RSU dr.Pirngadi Medan

Harga diri anak yang menderita asma pada usia 10-14 tahun di poliklinik anak RSU dr.Pirngadi yang paling banyak bersikap negatif ada sebanyak 25 orang (71,4%) dan dan yang bersikap positif ada sebanyak 10 orang (28,6%).

Anak menganggap negatif terhadap harga dirinya karena, orang lain menganggap bahwa anak yang menderita asma tidak dapat melakukan aktivitas yang berat, dan tidak dapat berbuat sesuatu yang berarti bagi dirinya sendiri maupun orang lain karena penyakit yang diderita. Selain itu banyak menganggap dan memvonis penderita asma karena banyaknya larangan yang ditetapkan


(45)

orangtuanya seperti tidak boleh berolah raga, tidak boleh capek-capek bermain dengan temannya, dan banyak orang tua yang malu mempunyai anak yang menderita asma, sehingga anak menjadi semakin terisolir dari teman-temannya (Graha, 2008).

Hal ini dianggap anak menjadi sesuatu yang merendahkan harga dirinya karena ketidakmampuannya. Anak merasa minder dan tidak mempunyai dukungan atas sesuatu yang dilakukannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunaryo (2004) bahwa individu akan merasa berhasil atau hidupnya bermakna apabila diterima dan diakui orang lain atau merasa mampu menghadapi kehidupan dan mampu mengontrol dirinya. Hal ini juga ditegaskan oleh pendapat Keliat (1992) bahwa frekwensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang tinggi. Jika individu selalu sukses, maka cenderung memiliki harga diri yang tinggi, tetapi sebaliknya jika individu sering gagal maka cenderung memiliki harga diri yang rendah.

5.2.4. Peran Diri Anak Usia 10-14 Tahun Yang Menderita Asma Di Poliklinik Anak RSU dr.Pirngadi Medan

Peran diri anak yang menderita asma pada usia 10-14 tahun di poliklinik anak RSU dr.Pirngadi yang paling banyak bersikap negatif ada sebanyak 21 orang (60%) dan yang bersikap positif ada sebanyak 14 orang (40%). Anak menganggap bahwa peran dirinya kurang diperhitungkan keberadaanya karena ketidakmampuannya untuk melakukan aktivitas yang berat (tidak tahan letih). Hal ini sesuai dengan pendapat Suart dan Sudden (1998) yang mengemukakan bahwa peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau peran yang dipilih individu.


(46)

Peran anak yang menderita asma kurang dianggap mampu untuk melakukan aktivitas yang membutuhkan energi yang lebih karena ketidakmampuannya sehingga dianggap sebagai individu yang perlu mendapat perawatan dan perhatian khusus agar tidak memperberat kondisi kesehatan fisiknya. Pendapat tersebut dikuatkan oleh Keliat (1992) bahwa posisi di masyarakat dapat merupakan stressor terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan, posisi yang tidak mungkin untuk dilaksanakan.

5.2.5. Identitas Diri Anak Usia 10-14 Tahun Yang Menderita Asma Di Poliklinik Anak RSU dr.Pirngadi Medan

Identitas diri anak yang menderita asma pada usia 10-14 tahun di poliklinik anak RSU dr.Pirngadi yang paling banyak bersikap negatif ada sebanyak 22 orang (37,1%) dan yang bersikap positif ada sebanyak 13 orang (62,9%). Identitas diri anak yang bersikap negatif dikarenakan anak belum banyak mengetahui kondisi kesehatannya dan dampak yang akan terjadi bila melakukan suatu aktivitas yang memerlukan banyak energi, sehingga anak merasa direndahkan bila tidak melakukan aktivitas yang dianggapnya berarti. Sehingga anak merasa kurang percaya diri dan merasa mendapat perbedaan dengan anak yang sehat kondisi fisiknya.

Perasaan positif inilah yang menyebabkan adanya perkembangan komunikasi maupun identitas diri yang lebih baik. Tingkat percaya diri yang tinggi memiliki pengertian bahwa pada diri seseorang tersebut dapat menerima dirinya tentu akan mengevaluasi dirinya secara positif.

Hal ini sesuai dengan pendapat hidayat (2006) bahwa identitas yang mencakup konsistensi seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai keadaan


(47)

seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri kurang kuat akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain.

5.2.6. Konsep Diri Anak Usia 10-14 Tahun Yang Menderita Asma Di Poliklinik Anak RSU dr.Pirngadi Medan

Konsep diri bukan merupakan faktor pengalaman individu dalam berhubungan dengan orang lain. Menurut Suliswati dkk (2005) konsep diri merupakan semua ide, pikiran, perasaan, kepercayaan dan pendirian yang tidak diketahui individu dalam berhubungan dengan orang lain. Konsep diri anak yang menderita asma pada usia 10-14 tahun di poliklinik anak RSU dr.Pirngadi yang paling banyak bersikap negatif 22 orang (37,1%) dan yang bersikap positif ada sebanyak 13 orang (62,9%).

Dalam berinteraksi anak-anak yang menderita asma dianggap tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan aktivitas yang memerlukan energi banyak, sehingga banyaknya larangan yang ditetapkan orangtuanya sehingga anak menjadi semakin terisolir dari teman-temannya. Hal ini sesuai dengan pendapat konsep diri yang rendah pada seorang anak akan memunculkan persepsi negatif, yang tentunya akan menimbulkan rendahnya percaya diri (Puspasari, 2007).

Terjadinya perubahan psikologis disebabkan yang menderita asma menjadi rendah diri dan merasa tidak dapat mencapai ideal diri yang realistis. Proses mencerna pengalaman yang dimiliki seseorang dapat mempengaruhi pengenalan diri seseorang. Tidak terbatas pada pengalaman istimewa dengan orang- orang tertentu, kadangkala pengalaman khusus dengan suatu tempat atau kondisi tertentu dapat mempengaruhi konsep diri seseorang.


(48)

akan memiliki perasaan positif dalam dirinya. Perasaan positif inilah yang menyebabkan adanya perkembangan komunikasi maupun identitas diri yang lebih baik. Tingkat percaya diri yang tinggi memiliki pengertian bahwa pada diri seseorang tersebut dapat menerima dirinya tentu akan mengevaluasi dirinya secara positif. Sebaliknya, konsep diri yang rendah pada seorang anak akan memunculkan persepsi negatif, yang tentunya akan menimbulkan rendahnya percaya diri (Puspasari, 2007). Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya serta mudah menyerah (Rini, 2002). Hal tersebut sesuai dengan yang dijelaskan oleh Potter dan Perry (2005) yang menyatakan bahwa adanya perubahan fisik yang terjadi dapat menyebabkan perubahan gambaran diri dan peran pada anak yang menderita asma dalam keluarga maupun masyarakat karena kemampuan untuk beraktifitas atau bekerja yang merupakan bagian penting dalam konsep diri. Konsep diri dan citra tubuh anak didasarkan pada sikap orang tua. Di sekolah orang lain menunjang terbentuknya konsep diri dan citra diri. Hal ini akan memberi penyelaras bagi anak-anak yang keluarganya sangat kritis atau akan menjadi negatif, jika anak mengalami lingkungan pendidikan yang negatif. Melalui permainan, literatur, gambar, olahraga dan musik anak-anak berinteraksi dengan teman sebaya, mengembangkan keterampilan motorik dan intelektual tambahan yang dapat meningkatkan konsep diri anak-anak.


(49)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Penelitian yang dilakukan terhadap 35 orang anak usia 10-14 tahun yang menderita asma di poliklinik RSU. Dr. Pirngadi Medan yang menjadi responden menunnjukkan bahwa konsep diri termasuk dalam kategori negatif (37,1%), akan tetapi pada salah satu komponen dari konsep diri yaitu ideal diri adalah memuaskan. Walaupun empat dari komponen konsep diri lainnya yaitu gambaran diri, harga diri, peran dan identitas termasuk dalam katagori negatif.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran diri anak yang menderita asma pada usia 10-14 tahun di poliklinik anak RSU dr.Pirngadi yang paling banyak adalah gambaran diri yang negatif ada sebanyak 20 orang (57,1%). Hal ini disebabkan karena adanya perubahan fisik sehingga anak merasa gambaran dirinya merupakan cerminan dari kondisi fisiknya.

Pada komponen harga diri anak yang menderita asma pada usia 10-14 tahun di poliklinik anak RSU dr.Pirngadi memiliki harga diri yang rendah (71,4%). Anak menganggap harga dirinya rendah karena orang lain menganggap bahwa anak yang menderita asma tidak dapat melakukan aktivitas yang berat, dan tidak dapat berbuat sesuatu yang berarti bagi dirinya sendiri maupun orang lain karena penyakit yang diderita.

Dari hasil penelitian menunjukkan anak yang menderita asma pada usia 10-14 tahun di poliklinik anak RSU dr.Pirngadi memiliki peran diri yang kurang (60%). Hal ini terjadi karena anak menganggap bahwa peran dirinya kurang


(50)

diperhitungkan keberadaanya karena ketidakmampuannya untuk melakukan aktivitas yang berat (tidak tahan letih).

Dari hasil penelitian anak yang menderita asma pada usia 10-14 tahun di poliklinik anak RSU dr.Pirngadi memiliki identitas diri yang negatif (37,1%), dikarenakan anak belum banyak mengetahui kondisi kesehatannya dan dampak yang akan terjadi bila melakukan suatu aktivitas yang memerlukan banyak energi, sehingga anak merasa direndahkan bila tidak melakukan aktivitas yang dianggapnya berarti.

Salah satu komponen konsep diri yaitu ideal diri termasuk dalam kategori positif . Ideal diri anak yang menderita asma pada usia 10-14 tahun di poliklinik anak RSU dr.Pirngadi memuaskan (62,9%). Hal ini dikarenakan anak-anak yang menderita asma menganggap meskipun dirinya mempunyai penyakit tetapi masih merasa mampu untuk melakukan hal-hal yang dianggap bisa dilakukan oleh anak-anak yang tidak menderita asma.

6.2. Saran-saran

Saran-saran yang dapat penulis sampaikan padapenelitian ini adalah : 1. Bagi Pendidikan Keperawatan

Agar dapat menambah informasi dan pengetahuan perawat mengenai konsep diri anak yang menderita asma sehingga dapat memberikan penanganan dari segi kuratif, juga interaksi anak penderita asma dengan lingkungan sosialnya di masyarakat.


(51)

2. Bagi praktek keperawatan

Agar dapat memberikan motivasi dan semangat bagi anak yang menderita asma agar mempunyai konsep diri yang positif, juga menjaga kondisi kesehatannya dengan melakukan pengobatan yang intensif. 3. Bagi penelitian keperawatan

Sebagai bahan masukan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan menambah jumlah responden yang lebih besar.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, M. Angela (2002) Mengenal, Mencegah dan Mengatasi Asma pada Anak Plus Panduan Senam Asma. Jakarta : Puspa Swara

ALIMUL. A. A (2003) Riset Keperawatan & Teknik penulisan Ilmiah. Edisi 1. Jakarta : Salemba

Anonim, Asma Pada Anak,. Dibuka dari :

http ://www.conectique.com / Tips_Solution / Parenting /... / Artikel.php? Pada tanggal 20 Mei 2009

Arikunto, S. (2002) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi 5. Jakarta : Rineka Cipta

Broncupp, Dorothy (1999). Dasar-Dasar Riset Keperawatan. Jakarta : EGC Dempsey & Dempsey (2002), Riset Keperawatan : Buku Ajar dan Latihan. Edisi

4. Jakarta : EGC

Graha, Chairinniza (2008) Terapi Untuk Anak Asma, Panduan Bagi Orang Tua Mengenai Anak yang Menderita Asma. Jakarta : PT. Alex Media Komputindo

Hidayat, A. A. A (2006) Pengantar Kebutahan Dasar Manusia : Aplikasi, Konsep, dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Hendri, Seluk Beluk Asma. Dibuka dari : http// www. Ghtasia.com / Index.php?

Keliat, B. A (1992) Gangguan Konsep Diri. Jakarta : EGC

Notoadmodjo, S. (2002) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta


(53)

Nursalam (2006) Pendekatan Praktek Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : CV. Sagung Seto

Polit & Hungler (1995) Nursing Research Principles & Methods, Phliadelphia. Lippincot

Potter & Perry (2005) Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses & Praktek. Edisi 4. Vol 1. Jakarta : EGC

Puspasari, Amaryllia (2007) Mengukur Konsep Diri Anak. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Rini J. F (2002) Konsep Diri. Dibuka pada :

http://www. e-Psikologi.com /dewasa/ 16050L. htm Pada Tanggal 28 Februari 2009

Ritonga, A. R. (2003) Statistika : Untuk Peneliti Psikologi dan Pendidikan. Jakarta : Lembaga Pendidikan Fakultas Ekonomi UI

Rachelefsky, Gery, M. D. and Patricia Garrison (2006) Penanganan Asma pada Anak. Jakarta : PT. Buana Ilmu Populer

Stuart & Sundeen (1998) Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC Soetjiningsih (1995) Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC

Sundaru, Heru Apa yang Perlu Diketahui Tentang Asma? Dibuka dari :

http://www. Kompas.com / Kesehatan / News Pada Tanggal 15 April 2009 Santrock, J. W (2003) Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta : Erlangga Wong, Donna. L (2003) Nursing Care of Infants and Childern. 7 th Ed.By Mosby


(54)

KUISIONER PENELITIAN

I. Kuisioner Data Demografi

Petunjuk pengisian : Isilah data di bawah ini dengan tepat dan benar. Berilah tanda chek list/ contreng (√) pada pilihan jawaban yang tersedia.

1. Usia : Tahun.

2. Jenis kelamin :  Pria  Wanita 3. Agama :  Islam  Buddha  Kristen  Hindu

 Lain-lain, sebutkan ……….. 4. Suku bangsa :  Jawa  Melayu

 Batak  Aceh

 Lain-lain sebutkan………… 5. Pendidikan : kelas:

6. Penghasilan Orang tua :  < 1.200.000,00  > 1.200.000,00


(55)

II. Kuisioner Konsep Diri

Petunjuk pengisian : Berilah tanda chek list/ contreng (√) pada kolom pilihan yang tersedia sesuai dengan situasi dan kondisi yang pernah anda alami.

No Pertanyaan Tidak

pernah 1 Kadang 2 Sering 3 Selalu 4 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. GAMBARAN DIRI

Saya tidak suka dengan perubahan yang ada pada bentuk bahu saya yang meninggi.

Saya memiliki bentuk tubuh yang bagus. Saya merasa terjadi perubahan pada bentuk tubuh saya.

Kebanyakan teman saya memiliki penampilan yang lebih menarik dari saya. Saya menyukai semua bagian tubuh saya.

IDEAL DIRI

Saya berharap penyakit saya bisa sembuh. Saya ingin dapat bermain dan melakukan kegiatan sama dengan anak yang lainnya. Saya ingin bebas melakukan kegiatan


(56)

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

sekolah dan bermain walaupun saya menderita asma.

Saya berharap rasa sesak pada waktu bernapas hilang.

Saya ingin melakukan semua kegiatan tanpa larangan orang tua saya.

HARGA DIRI

Saya malu jika berbicara terengah- engah dengan teman saya.

Teman- teman saya menyukai saya walaupun saya menderita asma.

Saya mampu mengikuti pelajaran disekolah walaupun saya menderita asma. Saya tidak mempunyai teman sejak saya menderita asma.

Sejak menderita saya tidak mampu mengikuti pelajaran karena asma saya yang sering kambuh.

PERAN

Sejak menderita asma saya tidak dapat menyelesaikan pekerjaan atau tugas sekolah saya dengan baik


(57)

17.

18. 19.

20.

21.

22.

23.

24.

25.

Saya tidak dapat membantu orang tua mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti: menyapu, cuci piring karena tidak bisa capek.

Saya merasa merepotkan orang tua saya. Sejak menderita asma, prestasi sekolah saya menurun.

Walaupun saya menderita asma, saya masih dapat bermain dan beraktifitas di sekolah dan di rumah.

IDENTITAS DIRI

Saya menyesal dilahirkan ke dunia karena penyakit ini.

Saya tidak bisa melakukan pekerjaan yang saya senangi.

Sejak menderita asma saya merasa kesepian (tidak punya teman).

Saya bangga dengan diri saya walaupun mengalami sakit.

Informasi tentang asma saya dapat dari dokter, orang tua dan buku membuat saya dapat menerima perubahan yang terjadi karena penyakit ini.


(58)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Friska Elida M. Sitanggang Tempat/ tanggal lahir : Medan/ 18 Mei 1985 Jenis Kelamin : Wanita

Agama : Kristen Katolik

Alamat : Jl.Darmais III no.32 KCVRI Medan Estate

Riwayat Pendidikan

1. SD Neg. 064037 Medan 2. SMP Budi Murni IV Medan 3. SMU St.Maria Medan


(1)

Nursalam (2006) Pendekatan Praktek Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : CV. Sagung Seto

Polit & Hungler (1995) Nursing Research Principles & Methods, Phliadelphia. Lippincot

Potter & Perry (2005) Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses & Praktek. Edisi 4. Vol 1. Jakarta : EGC

Puspasari, Amaryllia (2007) Mengukur Konsep Diri Anak. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Rini J. F (2002) Konsep Diri. Dibuka pada :

http://www. e-Psikologi.com /dewasa/ 16050L. htm Pada Tanggal 28 Februari 2009

Ritonga, A. R. (2003) Statistika : Untuk Peneliti Psikologi dan Pendidikan. Jakarta : Lembaga Pendidikan Fakultas Ekonomi UI

Rachelefsky, Gery, M. D. and Patricia Garrison (2006) Penanganan Asma pada Anak. Jakarta : PT. Buana Ilmu Populer

Stuart & Sundeen (1998) Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC Soetjiningsih (1995) Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC

Sundaru, Heru Apa yang Perlu Diketahui Tentang Asma? Dibuka dari :

http://www. Kompas.com / Kesehatan / News Pada Tanggal 15 April 2009 Santrock, J. W (2003) Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta : Erlangga Wong, Donna. L (2003) Nursing Care of Infants and Childern. 7 th Ed.By Mosby


(2)

KUISIONER PENELITIAN

I. Kuisioner Data Demografi

Petunjuk pengisian : Isilah data di bawah ini dengan tepat dan benar. Berilah tanda chek list/ contreng (√) pada pilihan jawaban yang tersedia.

1. Usia : Tahun.

2. Jenis kelamin :  Pria  Wanita 3. Agama :  Islam  Buddha  Kristen  Hindu

 Lain-lain, sebutkan ……….. 4. Suku bangsa :  Jawa  Melayu

 Batak  Aceh

 Lain-lain sebutkan………… 5. Pendidikan : kelas:

6. Penghasilan Orang tua :  < 1.200.000,00  > 1.200.000,00


(3)

II. Kuisioner Konsep Diri

Petunjuk pengisian : Berilah tanda chek list/ contreng (√) pada kolom pilihan yang tersedia sesuai dengan situasi dan kondisi yang pernah anda alami.

No Pertanyaan Tidak

pernah 1

Kadang

2

Sering

3

Selalu

4

1.

2. 3.

4.

5.

6. 7.

8.

GAMBARAN DIRI

Saya tidak suka dengan perubahan yang ada pada bentuk bahu saya yang meninggi.

Saya memiliki bentuk tubuh yang bagus. Saya merasa terjadi perubahan pada bentuk tubuh saya.

Kebanyakan teman saya memiliki penampilan yang lebih menarik dari saya. Saya menyukai semua bagian tubuh saya.

IDEAL DIRI

Saya berharap penyakit saya bisa sembuh. Saya ingin dapat bermain dan melakukan kegiatan sama dengan anak yang lainnya. Saya ingin bebas melakukan kegiatan


(4)

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

sekolah dan bermain walaupun saya menderita asma.

Saya berharap rasa sesak pada waktu bernapas hilang.

Saya ingin melakukan semua kegiatan tanpa larangan orang tua saya.

HARGA DIRI

Saya malu jika berbicara terengah- engah dengan teman saya.

Teman- teman saya menyukai saya walaupun saya menderita asma.

Saya mampu mengikuti pelajaran disekolah walaupun saya menderita asma. Saya tidak mempunyai teman sejak saya menderita asma.

Sejak menderita saya tidak mampu mengikuti pelajaran karena asma saya yang sering kambuh.

PERAN

Sejak menderita asma saya tidak dapat menyelesaikan pekerjaan atau tugas sekolah saya dengan baik


(5)

17.

18. 19.

20.

21.

22.

23.

24.

25.

Saya tidak dapat membantu orang tua mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti: menyapu, cuci piring karena tidak bisa capek.

Saya merasa merepotkan orang tua saya. Sejak menderita asma, prestasi sekolah saya menurun.

Walaupun saya menderita asma, saya masih dapat bermain dan beraktifitas di sekolah dan di rumah.

IDENTITAS DIRI

Saya menyesal dilahirkan ke dunia karena penyakit ini.

Saya tidak bisa melakukan pekerjaan yang saya senangi.

Sejak menderita asma saya merasa kesepian (tidak punya teman).

Saya bangga dengan diri saya walaupun mengalami sakit.

Informasi tentang asma saya dapat dari dokter, orang tua dan buku membuat saya dapat menerima perubahan yang terjadi karena penyakit ini.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Friska Elida M. Sitanggang Tempat/ tanggal lahir : Medan/ 18 Mei 1985 Jenis Kelamin : Wanita

Agama : Kristen Katolik

Alamat : Jl.Darmais III no.32 KCVRI Medan Estate

Riwayat Pendidikan

1. SD Neg. 064037 Medan 2. SMP Budi Murni IV Medan 3. SMU St.Maria Medan