Pembahasan 1. Gambaran Diri Anak Usia 10-14 Tahun Yang Menderita Asma Di

maupun psikologi, sehingga perubahan tersebut dalam kesehatan dapat menjadi stressor yang mempengaruhi konsep dirinya. Perubahan fisik yang terjadi akibat penyakit asma yang berulang yaitu dada berbentuk barrel, bahu meninggi, tulang zigomatik mendatar, lingkaran disekeliling mata, hidung mengecil dan gigi atas menonjol. 5.2. Pembahasan 5.2.1. Gambaran Diri Anak Usia 10-14 Tahun Yang Menderita Asma Di Poliklinik Anak RSU dr.Pirngadi Medan Gambaran diri anak yang menderita asma pada usia 10-14 tahun di poliklinik anak RSU dr.Pirngadi yang paling banyak adalah gambaran diri yang negatif ada sebanyak 20 orang 57,1 dan gambaran diri yang positif ada sebanyak 15 orang 42,9. Anak mengganggap negatif terhadap gambaran dirinya disebabkan karena adanya perubahan fisik sehingga anak merasa gambaran dirinya merupakan cerminan dari kondisi fisiknya. Menurut Wong 2003, perubahan dalam kesehatan seseorang dapat menjadi stressor yang mempengaruhi konsep diri manusia. Perubahan fisik yang terjadi akibat penyakit asma yang berulang yaitu dada berbentuk barrel, bahu meninggi, tulang zigomatik mendatar, lingkaran disekeliling mata, hidung mengecil dan gigi atas menonjol. Gejala klinis yang terjadi pada anak asma berupa batuk kering, sesak nafas, bunyi mengi dapat terdengar, rasa lelah dan berbicara dengan frase yang singkat, terpatah-patah, dan terengah-engah Wong, 2003. Perubahan fisik tersebut dapat menyebabkan perubahan gambaran diri dan peran pada anak yang menderita asma. Perubahan psikologis pada anak Universitas Sumatera Utara diantaranya merasa minder dan rendah diri karena merasa tidak dapat bergerak dan hidup dengan bebas dan wajar, akibat dari larangan dan kekhawatiran orangtua sehingga anak merasa tidak dapat melakukan aktifitas, dan merasa malu karena memakai obat inhalasi dan takut di tertawakan oleh teman-temannya. Graha, 2008 Hal ini sesuai dengan penjelasan menurut Potter dan Perry 2005 bahwa perubahan fisik tersebut dapat menyebabkan perubahan gambaran diri dan peran pada anak yang menderita asma dalam keluarga maupun masyarakat karena kemampuan untuk beraktifitas atau bekerja yang merupakan bagian penting dalam konsep diri. 5.2.2. Ideal Diri Anak Usia 10-14 Tahun Yang Menderita Asma Di Poliklinik Anak RSU dr.Pirngadi Medan Ideal diri anak yang menderita asma pada usia 10-14 tahun di poliklinik anak RSU dr.Pirngadi yang paling banyak bersikap positif ada sebanyak 22 orang 62,9 dan yang bersikap negatif ada sebanyak 13 orang 37,1. Anak-anak yang menderita asma menganggap meskipun dirinya mempunyai penyakit tetapi masih merasa mampu untuk melakukan hal-hal yang dianggap bisa dilakukan oleh anak-anak yang tidak menderita asma. Anak-anak itu tidak merasa cemas dengan kondisi dirinya, karena mereka Perasaan positif inilah yang menyebabkan adanya perkembangan komunikasi maupun identitas diri yang lebih baik. Tingkat percaya diri yang tinggi memiliki pengertian bahwa pada diri seseorang tersebut dapat menerima dirinya tentu akan mengevaluasi dirinya secara positif Puspasari, 2007. Universitas Sumatera Utara Merasa yakin bahwa penyakit tersebut dapat diobati dan sembuh serta dapat melakukan aktivitas tanpa harus merasa rendah diri. Anak-anak merasa bahwa ada latihan fisik yang dapat bermanfaat bagi anak-anak penderita asma, sehingga sebagian besar anak dapat berpartisipasi dalam aktivitas di sekolah dan olahraga dengan kesulitan minimal agar asma tetap dapat dikendalikan. Perasaan positif inilah yang menyebabkan adanya perkembangan komunikasi maupun identitas diri yang lebih baik. Tingkat percaya diri yang tinggi memiliki pengertian bahwa pada diri seseorang tersebut dapat menerima dirinya tentu akan mengevaluasi dirinya secara positif Puspasari, 2007. Hal ini sesuai dengan pendapat Keliat 1992 bahwa individu mampu berfungsi dan mendemonstrasikan kecocokan antara persepsi diri dan ideal diri, sehingga ia tampak menyerupai apa yang diinginkan. Ideal diri hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi, tetapi masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai individu dengan kepribadian yang sehat mempunyai ideal diri yang realistik. 5.2.3. Harga Diri Anak Usia 10-14 Tahun Yang Menderita Asma Di Poliklinik Anak RSU dr.Pirngadi Medan Harga diri anak yang menderita asma pada usia 10-14 tahun di poliklinik anak RSU dr.Pirngadi yang paling banyak bersikap negatif ada sebanyak 25 orang 71,4 dan dan yang bersikap positif ada sebanyak 10 orang 28,6. Anak menganggap negatif terhadap harga dirinya karena, orang lain menganggap bahwa anak yang menderita asma tidak dapat melakukan aktivitas yang berat, dan tidak dapat berbuat sesuatu yang berarti bagi dirinya sendiri maupun orang lain karena penyakit yang diderita. Selain itu banyak menganggap dan memvonis penderita asma karena banyaknya larangan yang ditetapkan Universitas Sumatera Utara orangtuanya seperti tidak boleh berolah raga, tidak boleh capek-capek bermain dengan temannya, dan banyak orang tua yang malu mempunyai anak yang menderita asma, sehingga anak menjadi semakin terisolir dari teman-temannya Graha, 2008. Hal ini dianggap anak menjadi sesuatu yang merendahkan harga dirinya karena ketidakmampuannya. Anak merasa minder dan tidak mempunyai dukungan atas sesuatu yang dilakukannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunaryo 2004 bahwa individu akan merasa berhasil atau hidupnya bermakna apabila diterima dan diakui orang lain atau merasa mampu menghadapi kehidupan dan mampu mengontrol dirinya. Hal ini juga ditegaskan oleh pendapat Keliat 1992 bahwa frekwensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang tinggi. Jika individu selalu sukses, maka cenderung memiliki harga diri yang tinggi, tetapi sebaliknya jika individu sering gagal maka cenderung memiliki harga diri yang rendah. 5.2.4. Peran Diri Anak Usia 10-14 Tahun Yang Menderita Asma Di Poliklinik Anak RSU dr.Pirngadi Medan Peran diri anak yang menderita asma pada usia 10-14 tahun di poliklinik anak RSU dr.Pirngadi yang paling banyak bersikap negatif ada sebanyak 21 orang 60 dan yang bersikap positif ada sebanyak 14 orang 40. Anak menganggap bahwa peran dirinya kurang diperhitungkan keberadaanya karena ketidakmampuannya untuk melakukan aktivitas yang berat tidak tahan letih. Hal ini sesuai dengan pendapat Suart dan Sudden 1998 yang mengemukakan bahwa peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau peran yang dipilih individu. Universitas Sumatera Utara Peran anak yang menderita asma kurang dianggap mampu untuk melakukan aktivitas yang membutuhkan energi yang lebih karena ketidakmampuannya sehingga dianggap sebagai individu yang perlu mendapat perawatan dan perhatian khusus agar tidak memperberat kondisi kesehatan fisiknya. Pendapat tersebut dikuatkan oleh Keliat 1992 bahwa posisi di masyarakat dapat merupakan stressor terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan, posisi yang tidak mungkin untuk dilaksanakan. 5.2.5. Identitas Diri Anak Usia 10-14 Tahun Yang Menderita Asma Di Poliklinik Anak RSU dr.Pirngadi Medan Identitas diri anak yang menderita asma pada usia 10-14 tahun di poliklinik anak RSU dr.Pirngadi yang paling banyak bersikap negatif ada sebanyak 22 orang 37,1 dan yang bersikap positif ada sebanyak 13 orang 62,9. Identitas diri anak yang bersikap negatif dikarenakan anak belum banyak mengetahui kondisi kesehatannya dan dampak yang akan terjadi bila melakukan suatu aktivitas yang memerlukan banyak energi, sehingga anak merasa direndahkan bila tidak melakukan aktivitas yang dianggapnya berarti. Sehingga anak merasa kurang percaya diri dan merasa mendapat perbedaan dengan anak yang sehat kondisi fisiknya. Perasaan positif inilah yang menyebabkan adanya perkembangan komunikasi maupun identitas diri yang lebih baik. Tingkat percaya diri yang tinggi memiliki pengertian bahwa pada diri seseorang tersebut dapat menerima dirinya tentu akan mengevaluasi dirinya secara positif. Hal ini sesuai dengan pendapat hidayat 2006 bahwa identitas yang mencakup konsistensi seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai keadaan serta menyiaratkan perbedaan atau keunikan dibandingkan dengan orang lain, dan Universitas Sumatera Utara seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri kurang kuat akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain. 5.2.6. Konsep Diri Anak Usia 10-14 Tahun Yang Menderita Asma Di Poliklinik Anak RSU dr.Pirngadi Medan Konsep diri bukan merupakan faktor pengalaman individu dalam berhubungan dengan orang lain. Menurut Suliswati dkk 2005 konsep diri merupakan semua ide, pikiran, perasaan, kepercayaan dan pendirian yang tidak diketahui individu dalam berhubungan dengan orang lain. Konsep diri anak yang menderita asma pada usia 10-14 tahun di poliklinik anak RSU dr.Pirngadi yang paling banyak bersikap negatif 22 orang 37,1 dan yang bersikap positif ada sebanyak 13 orang 62,9. Dalam berinteraksi anak-anak yang menderita asma dianggap tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan aktivitas yang memerlukan energi banyak, sehingga banyaknya larangan yang ditetapkan orangtuanya sehingga anak menjadi semakin terisolir dari teman-temannya. Hal ini sesuai dengan pendapat konsep diri yang rendah pada seorang anak akan memunculkan persepsi negatif, yang tentunya akan menimbulkan rendahnya percaya diri Puspasari, 2007. Terjadinya perubahan psikologis disebabkan yang menderita asma menjadi rendah diri dan merasa tidak dapat mencapai ideal diri yang realistis. Proses mencerna pengalaman yang dimiliki seseorang dapat mempengaruhi pengenalan diri seseorang. Tidak terbatas pada pengalaman istimewa dengan orang- orang tertentu, kadangkala pengalaman khusus dengan suatu tempat atau kondisi tertentu dapat mempengaruhi konsep diri seseorang. Konsep diri dalam penerapan sehari-hari dapat terlihat melalui proses terbentuknya percaya diri. Seseorang anak yang memiliki konsep diri positif, tentu Universitas Sumatera Utara akan memiliki perasaan positif dalam dirinya. Perasaan positif inilah yang menyebabkan adanya perkembangan komunikasi maupun identitas diri yang lebih baik. Tingkat percaya diri yang tinggi memiliki pengertian bahwa pada diri seseorang tersebut dapat menerima dirinya tentu akan mengevaluasi dirinya secara positif. Sebaliknya, konsep diri yang rendah pada seorang anak akan memunculkan persepsi negatif, yang tentunya akan menimbulkan rendahnya percaya diri Puspasari, 2007. Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya serta mudah menyerah Rini, 2002. Hal tersebut sesuai dengan yang dijelaskan oleh Potter dan Perry 2005 yang menyatakan bahwa adanya perubahan fisik yang terjadi dapat menyebabkan perubahan gambaran diri dan peran pada anak yang menderita asma dalam keluarga maupun masyarakat karena kemampuan untuk beraktifitas atau bekerja yang merupakan bagian penting dalam konsep diri. Konsep diri dan citra tubuh anak didasarkan pada sikap orang tua. Di sekolah orang lain menunjang terbentuknya konsep diri dan citra diri. Hal ini akan memberi penyelaras bagi anak-anak yang keluarganya sangat kritis atau akan menjadi negatif, jika anak mengalami lingkungan pendidikan yang negatif. Melalui permainan, literatur, gambar, olahraga dan musik anak-anak berinteraksi dengan teman sebaya, mengembangkan keterampilan motorik dan intelektual tambahan yang dapat meningkatkan konsep diri anak-anak. Universitas Sumatera Utara

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN