PENERAPAN METODE SOCRATES PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DITINJAU DARI PROSES BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS (Penelitian Deskriptif Kualitatif pada Siswa Kelas X SMA Negeri 15 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran

(1)

PEN ERAPAN METODE SOCRATES PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KON TEKSTUAL DITINJAU D ARI

PROSES BELAJAR DAN KEMAMPUAN BER PIKIR KRITIS (Penelitian Deskriptif Kualitatif pada Siswa Kelas X

SMA Negeri 15 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

Oleh

Arifan Al Qhomairi Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2014


(2)

ABSTRAK

PEN ERAPAN METODE SOCRATES PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KON TEKSTUAL DITINJAU D ARI

PROSES BELAJAR DAN KEMAMPUAN BER PIKIR KRITIS (Penelitian Deskriptif Kualitatif pada Siswa Kelas X

SMA Negeri 15 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

Oleh

ARIFAN AL QHOMAIRI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran matematika menggunakan metode socrates dengan pendekatan kontekstual. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan s ubjek penelitian yaitu siswa kelas X6 SMA Negeri 15 Bandarlampung sebanyak 39 siswa. Pembelajaran menggunakan metode socrates dengan pendekatan kontekstual memuat dialog atau diskusi yang dipimpin oleh guru dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dari suatu masalah untuk menguji validitas keyakinan siswa atas jawaban dari suatu permasalahan yang diberikan agar dapat memberikan kesimpulan yang benar secara konstruktif yang dikaitkan dengan permasalahan aktual. Hasil analisis data menunjukkan bahwa pem-belajaran menggunakan metode socrates dengan pendekatan kontekstual berlangsung dengan baik, hal tersebut ditunjukkan dari kelengkapan ke-terlaksanaan pembelajaran hasil observasi aktifitas guru mulai dari pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup serta lebih dari 75% siswa aktif pada setiap pertemuan. Hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa menunjukkan bahwa kriteria kemampuan berpikir kritis yang mendominasi terdapat pada kriteria baik yaitu sebanyak 30,77% siswa dan kriteria cukup sebanyak 69,23% siswa. Sedangkan nilai rata-rata seluruh siswa adalah 66,28 yang dapat dikategorikan dalam kriteria cukup. Secara umum penerapan metode socrates pada pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual berjalan cukup baik jika ditinjau dari proses dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas X6 SMA Negeri 15 Bandarlampung Tahun Ajaran 2012/2013.

Kata Kunci : kemampuan berpikir kritis, metode socrates, pendekatan kontekstual, proses belajar


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Ruang Lingkup ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Socrates... 9

B. Pendekatan Kontekstual ... 14

C. Kemampuan Berpikir Kritis ... 18

D. Proses Belajar ... 23

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 24

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 25

D. Teknik Pengumpulan Data... 25

E. Instrumen Penelitian... 26

F. Tahap-Tahap Penelitian ... 28

G. Keabsahan dan Keajegan Penelitian ... 30

H. Teknik Analisis Data ... 32

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 36

1. Deskripsi Proses Belajar ... 36 Halaman


(7)

3. Analisis Hasil Data Wawancara Siswa ... 104 4. Analisis Hasil Data Uji Blok ... 109 B. Pembahasan ... 117 V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 120 B. Saran ... 121 DAFTAR PUSTAKA


(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern sehingga mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia. Oleh karena itu, dalam Permendiknas tahun 2006 dijelaskan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama.

Sesuai dengan Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) matematika, tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yaitu:

1. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif, dan efisien.

2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari- hari, dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.


(9)

Berdasarkan tujuan umumnya, adanya pelajaran matematika di sekolah dimaksud-kan sebagai sarana untuk melatih para siswa agar dapat memiliki kemampuan berpikir kritis. Ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis merupakan kompetensi yang sangat penting untuk dikembangkan. Berpikir kritis merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif.

Kemampuan berpikir kritis tidak hanya bermanfaat pada saat siswa belajar, tetapi dapat menjadi bekal bagi siswa di masa yang akan datang. Berdasarkan penjelasan di atas, jelaslah bahwa kemampuan berpikir kritis sangatlah penting. Namun faktanya, menurut Marpaung (Gunowibowo, 2008) bahwa pendidikan matematika kita selama ini tidak berhasil meningkatkan pemahaman matematika yang baik pada siswa. Hal ini disebabkan upaya pengembangan kema mpuan berpikir kritis di sekolah-sekolah jarang dilakukan.

Selain itu, ketika peneliti melakukan pengamatan dan wawancara terhadap siswa dan guru dalam rangka penelitian pendahuluan, kebanyakan siswa menganggap bahwa matematika hanya mata pelajaran menghitung dan menggunakan rumus sehingga sulit untuk dipelajari. Kebanyakan siswa tidak tahu dan bingung manfaat dari mempelajari matematika. Hal ini menyebabkan respon siswa terhadap mata pelajaran matematika tergolong rendah. Salah satu penyebab rendahnya respon siswa yaitu pembelajaran matematika yang tidak menarik dan membosankan. Rendahnya respon siswa terhadap mata pelajaran matematika ini akan menghambat proses dan hasil belajar serta menyebabkan siswa kurang terlatih


(10)

untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya dalam memecahkan permasalahan dan mengaplikasikan konsep-konsep yang telah dipelajari dalam kehidupan nyata, sehingga kemampuan berpikir kritis siswa kurang dapat berkembang dengan baik.

Agar kemampuan berpikir kritis siswa berkembang dengan optimal dan matema-tika mendapat respon yang baik dari siswa, maka diperlukan strategi pembelajaran matematika yang tepat. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Syukur (2004) bahwa untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis, diperlukan pembelajaran yang memberikan keleluasaan berpikir kritis siswa. Namun yang sering menjadi masalah adalah bila siswa tidak termotivasi atau bahkan tidak ada ide untuk memperoleh jalan menuju pemecahan masalah yang dihadapi. Guru diharapkan memberikan umpan untuk memancing siswa mengembangkan pola berpikir kritis, salah satunya adalah dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan atau masalah, dimulai dari pertanyaan yang sederhana sampai pertanyaan yang kompleks.

Pentingnya memberi pertanyaan atau masalah dalam pembelajaran didasari oleh kenyataan bahwa seseorang akan berpikir dan menentukan sikap jika dihadapkan oleh suatu pertanyaan seperti yang dikatakan oleh para pemikir dari The Critical Thinking Community (Yunarti, 2011: 12) bahwa ”Thinking is not driven by answers but by questions.” Agar dapat berpikir, seseorang harus berhadapan

dengan pertanyaan-pertanyaan yang merangsang pemikirannya. Dalam pem-belajaran, pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa dimunculkan baik oleh guru maupun siswa.


(11)

Salah satu metode pembelajaran yang memuat pertanyaan-pertanyaan kritis adalah metode socrates yang dijelaskan dalam Yunarti (2011), dijelaskan juga bahwa metode ini berisi pengajaran-pengajaran ala Socrates (469-399 SM) yang merupakan filsuf dari Athena, Yunani dan menjadi salah satu figur filsuf Barat yang paling penting. Dengan kata lain metode socrates memuat dialog yang menggunakan pertanyaan-pertanyaan kritis untuk memandu siswa dalam berpikir dan mengambil kesimpulan. Pertanyaan yang diajukan harus berdasarkan pengalaman siswa sehingga siswa dapat menjawab pertanyaan dan meng-konstruksi pengetahuan berdasarkan dialog yang terjadi. Urutan pertanyaan harus terstruktur sehingga penanaman konsep kepada siswa pun lebih terarah. Metode ini pun dapat dikombinasikan dengan berbagai metode atau model pembelajaran lain sebagai variasi bentuk pembelajaran. Dengan mengaplikasikan metode ini, secara tidak langsung guru melatih dirinya sendiri untuk menjadi pemikir yang kritis. Selain itu, guru pun dapat membagi perhatian kepada siswa-siswanya serta mendorong siswa-siswa yang lemah untuk lebih aktif berpikir.

Pertanyaan-pertanyaan socrates yang diajukan oleh guru dapat memperbaiki sikap siswa dalam belajar dan berpikir. Sebagai contoh, perhatikan pertanyaan ini. “Bagaimana anda bisa yakin bahwa yang dikatakan teman anda tadi benar?” Ketika siswa berusaha menjelaskan apa yang diketahuinya tersebut, sesungguhnya saat itu ia sedang berusaha pula untuk mencari kebenaran, bersikap analitis dan sistematis, dan mencoba terbuka untuk menerima pendapat lain jika ia merasa yang diketahuinya itu belum cukup.


(12)

Pendekatan pembelajaran dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kontekstual. Dengan pendekatan ini pembelajaran akan dikaitkan dengan dunia nyata yaitu diawali dengan bercerita atau tanya-jawab lisan tentang kondisi aktual dalam kehidupan siswa, sehingga matematika yang bersifat abstrak akan lebih mudah dipahami dan dimengerti oleh siswa. Hal ini sejalan dengan anjuran pemerintah Indonesia untuk melakukan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem) dalam pembelajaran matematika. Anjuran pemerintah ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006. Selain itu, menurut Johnson (2002) dalam pembelajaran kontekstual para siswa dilatih untuk bersosialisasi dengan kelompok-kelompok kerja mereka. Sehingga akan membuat pembelajaran menggunakan metode socrates lebih efektif, dinamis, demokratis, mendidik, memotivasi, mendorong kreativitas, dan dialogis.

Terkait dengan hal-hal di atas, peneliti mencoba untuk memperkenalkan pem-belajaran matematika dengan metode socrates dengan pendekatan kontekstual pada seluruh SMA di Bandarlampung. Oleh karena berbagai keterbatasan, dipilih SMA negeri untuk dijadikan subjek penelitian, yang dalam hal ini adalah SMAN 15 Bandarlampung. Dengan demikian, diharapkan mereka siap secara fisik, mental, dan akademik untuk menerima berbagai perlakuan dalam penelitian ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka penulis me-rumuskan masalah yang dijadikan pokok pembahasan agar menjadi lebih terarah, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimana proses pembelajaran menggunakan metode socrates dengan pendekatan kontekstual dalam


(13)

pem-belajaran matematika pada siswa kelas X6 SMA Negeri 15 Bandarlampung Tahun Ajaran 2012/2013 dan bagaimana kemampuan berpikir kritis siswa kelas X6 SMA Negeri 15 Bandarlampung Tahun Ajaran 2012/2013 pada pembelajaran matematika menggunakan metode socrates dengan pendekatan kontekstual dengan materi pokok statistika matematika dan trigonometri?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi deskriptif tentang penerapan metode Socrates dengan pendekatan Kontekstual ditinjau dari proses belajar dan kemampuan berpikir kritis matematis dalam pembelajaran matematika pada siswa kelas X6 SMA Negeri 15 Bandarlampung.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yang berarti bagi siswa, guru, sekolah, dan peneliti sendiri sebagai suatu cara untuk mendukung peningkatan proses belajar siswa.

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi atau masukan kepada guru untuk menyelesaikan persoalan dalam pembelajaran matematika yang dinilai sulit dipahami oleh siswa. Metode pembelajaran socrates dengan pendekatan kontekstual memberikan cara belajar yang membawa siswa kedalam suasana yang lebih nyama dan membuat pembelajaran lebih bermakna, sehingga siswa akan lebih banyak menemukan pengalaman baru dalam proses belajar.


(14)

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian untuk membantu mengevaluasi penerapan metode pemebelajaran socrates dengan pendekatan kontekstual terhadap proses belajar dan kemampuan berpikir siswa serta dapat mengantisipasi masalah pada objek yang diteliti.

E. Ruang Lingkup

Untuk menghindari kekeliruan pemahaman dari tujuan penelitian ini, istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini memiliki definisi sebagai berikut:

1. Metode Socrates (Socrates Method )

Metode Socrates (Socrates Method ) yaitu suatu cara menyajikan bahan/materi pelajaran, dimana siswa dihadapkan dengan suatu deretan pertanyaan yang bersifat menggali kemampuan berpikir kritis siswa dan diharapkan siswa dapat menemukan jawabannya atas dasar kecerdasan dan ke- mampuannya sendiri

2. Pendekatan Kontekstual

Pendekatan kontekstual merupakan suatu pendekatan dalam proses pembelajaran dengan cara guru memulai pembelajaran dikaitkan dengan dunia nyata yaitu diawali dengan bercerita atau tanya jawab lisan tentang kondisi actual dalam kehidupan siswa, questioning agar siswa berpikir, constructivism

agar siswa membangun pengertian, inquiry agar siswa bisa menemukan konsep dengan bimbingan guru, learning community agar siswa bisa berbagi pengetahuan dan pengalaman serta terbiasa berkolaborasi, reflection agar siswa bisa mereview kembali pengalaman belajarnya, serta authentic assess-ment agar penilaian yang diberikan menjadi sangat objektif.


(15)

3. Kemampuan Berpikir Kritis

Berpikir kritis adalah suatu proses berpikir berjenjang dengan tujuan untuk mempertimbangkan dan mengevaluasi informasi yang pada akhirnya me-mungkinkan siswa dapat membuat sebuah keputusan. Indikator berpikir kritis matematis yang dikembangkan dalam penelitian ini yaitu (1) Focus, mem-fokuskan pertanyaan, mengidentifikasi, merumuskan, dan mempertimbangkan jawaban yang mungkin (2) Reason, mampu memberikan alasan pada jawaban yang diberikan (3) Inference, membuat kesimpulan (4) Situation, mampu menjawab soal sesuai konteks, menerjemahkan situasi kedalam bahasa matematika (5) Clarify, mampu membuat klarifikasi atau membedakan konsep dengan jelas tanpa menimbulkan ambiguitas (6) Overview, melakukan tinjauan kembali atas jawaban, keputusan atau kesimpulan yang telah ditetapkan sebelumnya.

4. Proses Belajar

Proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi ke arah yang maju daripada keadaan sebelumnya.


(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Metode Socrates

Menurut Maxwell (Yunarti, 2011: 46), metode socrates dinamakan demikian untuk mengabadikan nama penciptanya. Socrates (469-399 BC) merupakan filsuf Yunani yang tinggal di Athena selama masa kejayaan Yunani. Socrates dikenal di Athena pada saat dia berusia empat puluhan tahun karena kebiasaannya terlibat dalam percakapan filosofi di lingkungan publik maupun swasta. Subjek per-cakapan yang sering diperbincangkan bergulir sekitar mendefinisikan hal- hal seperti, keadilan, keindahan, keberanian, kesederhanaan, persahabatan, dan ke-baikan. Pelacakan definisi difokuskan pada kebenaran alami dari sifat subjek melalui pertanyaan dan tidak hanya pada bagaimana kata tersebut digunakan dengan benar dalam kalimat. Gaya percakapan Socrates sendiri melibatkan penolakan/penyangkalan pengetahuan. Dalam percakapan-percakapan tersebut, Socrates bersikap sebagai siswa dan lawan bicaranya dianggap sebagai guru. All I know is that I know nothing. Itulah salah satu filosofi Socrates.

Dalam pembelajaran, Jones (1994) mendefinisikan metode socrates sebagai “…a process of discussion led by the instructor to induce the learner to question the validity of his reasoning or to reach a sound conclusion”, yaitu sebuah proses


(17)

diskusi yang dipimpin guru untuk membuat siswa mempertanyakan validitas penalarannya atau untuk mencapai sebuah kesimpulan. Sementara Maxwell (Yunarti, 2011: 47) mendefinisikan metode socrates sebagai “…a process of inductive questioning used to successfully lead a person to knowledge through small steps.

Sedangkan menurut Sutrisno (2011) metode socrates adalah metode yang dibuat atau dirancang oleh seorang tokoh filsafat ulung Yunani yang hidup antara tahun 469-399 Sebelum Masehi, yaitu Socrates. Metode socrates (Socrates Method), yaitu suatu cara menyajikan bahan/materi pelajaran, dimana anak didik/siswa dihadapkan dengan suatu deretan pertanyaan, yang dari serangkaian pertanyaan itu diharapkan siswa mampu menemukan jawabannya, atas dasar kecerdasannya dan kemampuannya sendiri. Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat digambarkan bahwa dalam metode socrates memuat dialog atau diskusi yang dipimpin oleh guru melalui pertanyaan-pertanyaan induktif untuk menguji validitas keyakinan siswa akan suatu objek dan membuat kesimpulan yang benar secara konstruktif.

Ada dua hal pokok yang membedakan metode socrates dengan metode tanya-jawab lainnya. Pertama, metode socrates dibangun dengan anggapan bahwa pengetahuan sudah berada dalam diri siswa dan pertanyaan-pertanyaan atau komentar-komentar yang tepat dapat menyebabkan pengetahuan tersebut muncul ke permukaan (Jones, Bagford, dan Walen, 1997; Yunarti, 2011). Hal ini men-jelaskan, bahwa sebenarnya dalam diri siswa sudah memiliki pengetahuan yang dimaksud hanya saja belum menyadarinya. Disinilah tugas guru atau pendidik


(18)

untuk memancing keluar pengetahuan tersebut agar dapat dirasakan keberadaan-nya oleh siswa.

Kedua, pertanyaan-pertanyaan dalam metode socrates digunakan untuk menguji validitas keyakinan siswa mengenai suatu objek secara mendalam (Jones, Bagford, dan Walen, 1997; Yunarti, 2011). Hal ini menunjukkan jawaban yang diberikan siswa harus dipertanyakan lagi sehingga siswa yakin bahwa jawabannya benar atau salah.

Menurut Permalink (Yunarti, 2011: 48):

Richard Paul telah menyusun enam jenis pertanyaan socrates dan memberi contohnya. Keenam jenis pertanyaan tersebut adalah pertanyaan klarifikasi, asumsi-asumsi penyelidikan, alasan-alasan dan bukti penyelidikan, titik pandang dan persepsi, implikasi dan konsekuensi penyelidikan, dan pertanyaan tentang pertanyaan.

Jenis-jenis pertanyaan socrates, contoh-contoh pertanyaan, serta kaitannya dengan kemampuan berpikir kritis dapat dilihat pada tab le 2.1.

Tabel 2.1

Jenis-Jenis Pertanyan Socrates dan Kaitannya dengan Ke mampuan Berpikir Kritis

No Tipe

Pertanyaan Contoh Pe rtanyaan

Kemampuan Berpikir Kritis yang mungkin

muncul 1. Klarifikasi Apa yang anda maksud

dengan…?

Dapatkah dengan cara lain? Dapatkah anda memberikan saya sebuah contoh?

Interpretasi, analisis, evaluasi


(19)

No Tipe

Pertanyaan Contoh Pe rtanyaan

Kemampuan Berpikir Kritis yang mungkin

muncul 2.

Asumsi-asumsi penyelidikan

Apa yang anda asumsikan? Bagaimana anda bisa memilih asumsi-asumsi itu?

Interpretasi, analisis, evaluasi, pengambilan keputusan

3. Alasan-alasan dan bukti

penyelidikan

Bagaimana anda bisa tahu? Mengapa anda berpikir bahwa itu benar?

Apa yang dapat mengubah pemikiran anda?

Evaluasi, analisis

4. Titik

pandang dan persepsi

Apa yang anda bayangkan dengan hal tersebut?

Efek apa yang dapat diperoleh? Apa alternatifnya?

Analisis, evaluasi

5. Implikasi dan

Konsekuensi Penyelidikan

Bagaimana kita dapat menemukannya? Apa isu pentingnya?

Generalisasi apa yang dapat kita buat?

Analisis

6. Pertanyaan tentang pertanyaan

Apa maksudnya?

Apa yang menjadi poin dari pertanyaan ini?

Mengapa anda berpikir saya bisa menjawab pertanyaan ini?

Interpretasi, analisis, pengambilan keputusan

Permalink (Yunarti, 2011: 48)

Menurut Maxwell (Yunarti, 2011: 59), agar berhasil melaksanakan pembelajaran dengan metode socrates, ada beberapa sikap yang harus dimiliki guru. Sikap-sikap tersebut adalah (1) sikap terbuka guru dalam menerima kesalahan dan ke-kurangan diri sendiri (2) sikap tidak menerima begitu saja jawaban siswa (3) sikap rasa ingin tahu yang tinggi (4) sikap tekun dan fokus dalam penyelidikan.


(20)

Disamping itu, dalam Yunarti (2011: 60) guru harus menyusun strategi agar pembelajaran dengan metode socrates dapat berjalan dengan baik. Strategi-strategi yang dimaksud adalah:

a. Menyusun pertanyaan sebelum pembelajaran dimulai b. Menyatakan pertanyaan dengan jelas dan tepat c. Memberi waktu tunggu

d. Menjaga diskusi agar tetap fokus pada permasalahan utama e. Menindaklanjuti respon-respon siswa

f. Melakukan scaffolding

g. Menulis kesimpulan-kesimpulan siswa di papan tulis h. Melibatkan semua siswa dalam diskusi

i. Tidak memberi jawaban “Ya” atau “Tidak” melainkan menggantinya dengan pertanyaan-pertanyaan yang menggali pemahaman siswa.

j. Memberi pertanyaan yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode socrates adalah metode yang di dalamnya terjadi dialog antara guru dengan siswa yang memuat pertanyaan-pertanyaan kritis dengan tujuan membangun pola berpikir kritis siswa, menuntun pada suatu penemuan baru, membuat siswa ingin tahu lebih jauh dan memahami lebih dalam, menguji validitas keyakinan siswa dan membuat kesimpulan yang benar akan suatu objek.


(21)

B. Pendekatan Kontekstual

Salah satu pendekatan pembelajaran yang dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan dengan produktif dan bermakna bagi siswa adalah pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) yang selanjutnya disebut CTL. Dalam Depdiknas (2002: 15) bahwa pendekatan CTL fokus pada siswa sebagai pelajar yang aktif dan memberikan rentang yang luas tentang peluang belajar bagi mereka yang menggunakan kemampuan-kemampuan akademik mereka untuk memecahkan masalah- masalah kehidupan nyata yang kompleks.

Menurut Krismanto (2003) dalam proses pendekatan kontekstual siswa dipacu untuk berpikir bagaimana caranya mengkonstruksi informasi yang diterimanya dengan informasi yang telah dimilikinya. Selanjutnya Siswono (2004: 94) merumuskan bahwa didalam pendekatan kontekstual memiliki ciri bahwa di dalam pembelajarannya siswa menggunakan kemampuan berpikir kritis dan kreatif dalam pengumpulan data, pemahaman terhadap isu-isu atau pemecahan masalah.

Terdapat tujuh komponen utama pada pembelajaran kontekstual yaitu konstruk-tivisme (contructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan asesmen otentik (authentic assesment). Berikut uraian ketujuh komponen tersebut menurut Masnur (2007: 44).


(22)

1. Konstruktivisme (contructivism)

Pembelajaran yang berciri konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif berdasarkan pe-ngetahuan dan pepe-ngetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna. Pengetahuan bukanlah serangkaian fakta, konsep, dan kaidah yang siap dipraktekkannya. Manusia harus mengkonstruksinya terlebih dahulu pengetahuan tersebut dan memberikan makna melalui pengalaman nyata. Oleh karena itu siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan mengembangkan ide- ide yang ada pada dirinya.

2. Bertanya (questioning)

Komponen ini merupakan strategi pembelajaran CTL. Belajar dalam pem-belajaran CTL dipandang sebagai upaya guru yang bisa mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, sekaligus mengetahui perkembangan kemampuan berpikir siswa. Pada sisi lain, kenyataan menunjukkan bahwa pemerolehan pengetahuan seseorang selalu bermula dari bertanya.

3. Menemukan (inquiry)

Komponen menemukan merupakan kegiatan inti CTL. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa. Dengan demikian, pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta yang dihadapinya.


(23)

4. Masyarakat Belajar (learning community)

Konsep ini menyarankan bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hal ini berarti bahwa hasil belajar bisa diperoleh dengan sharing antarteman, antarkelompok, dan antara yang tahu kepada yang tidak tahu, baik di dalam maupun di luar kelas.

5. Pemodelan (modelling)

Komponen ini menyarankan bahwa pembelajaran keteramp ilan dan penge-tahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru siswa. Model yang dimaksud bisa berupa pemberian contoh tentang misalnya cara meng-operasikan sesuatu, menunjukkan hasil karya, mempertontonkan suatu pe-nampilan. Cara pembelajaran semacam ini akan lebih cepat dipahami siswa daripada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada siswa tanpa ditunjukkan modelnya atau contohnya.

6. Refleksi (reflection)

Komponen yang merupakan bagian terpenting dari CTL adalah perenungan kembali atas pengetahuan yang baru dipelajari, menelaah dan merespons semua kejadian, aktivitas, atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, bahkan memberikan masukan atau saran jika diperlukan, siswa akan menyadari bahwa pengetahuan yang baru diperolehnya merupakan pengayaan bahkan revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Kesadaran semacam ini penting ditanamkan kepada siswa agar ia bersikap terbuka terhadap pengetahuan-pengetahuan baru.


(24)

7. Asesmen Otentik (authentic assesment)

Komponen ini merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi terhadap perkembangan pengalaman belajar siswa. Dengan demikian penilaian autentik diarahkan pada proses mengamati, menganalisis, dan menafsirkan data yang telah terkumpul ketika atau dalam proses pembelajaran siswa berlangsung, bukan semata- mata pada hasil pembelajaran.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa. Selain itu kontekstual membantu para siswa menemukan makna dalam pelajaran mereka dengan cara menghubungkan materi dengan konteks kehidupan keseharian. Mereka membuat hubungan-hubungan penting yang menghasilkan makna dengan melaksanakan pembelajaran yang di-atur sendiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, menghargai orang lain, mencapai standar tinggi, dan berperan serta dalam tugas-tugas penilaian autentik.

Menurut Supinah (2008) terdapat kelebihan dari pendekatan kontekstual, yaitu: a. Siswa sebagai subyek belajar.

b. Siswa lebih memperoleh kesempatan meningkatkan hubungan kerja sama antar teman.

c. Siswa memperoleh kesempatan lebih untuk mengembangkan aktivitas, kreativitas sikap kritis, kemandirian, dan mampu mengkomunikasi dengan orang lain.


(25)

d. Siswa lebih memiliki peluang-peluang untuk menggunakan keterampilan-keterampilan dan pengetahuan baru yang diperlukan dalam kehidupan yang sebenarnya.

Tugas guru sebagai fasilitator, yaitu memfasilitasi siswa selama pembelajaran berlangsung sebagai contoh menyiapkan media pembelajaran.

C. Kemampuan Berpikir Kritis

Pada zaman modern ini, menjadi orang pintar saja belum cukup. Dibutuhkan orang yang mampu berpikir kritis agar mampu menghadapi persaingan ke depan. Saat ini studi tentang berpikir kritis sudah menghasilkan banyak definisi tentang berpikir kritis. Menurut Ennis (1996) berpikir kritis adalah suatu proses berpikir yang bertujuan untuk membuat keputusan yang rasional yang diarahkan untuk memutuskan apakah meyakini atau melakukan sesuatu. Berpikir kritis difokuskan ke dalam pengertian sesuatu yang penuh kesadaran dan mengarah kepada sebuah tujuan. Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk mempertimbangkan dan mengevaluasi informasi yang pada akhirnya memungk inkan seseorang untuk mengambil keputusan.

Schafersman (Khotimah, 2011: 22) berpendapat bahwa berpikir kritis adalah berpikir yang masuk akal (reasonable), mendalam (reflective), dapat dipertang-gungjawabkan (responsible), dan berpikir cerdas (skillfulthinking) yang difokus-kan pada kesimpulan apakah yang dipikirdifokus-kan itu dapat dipercaya atau dapat di-kerjakan. Dengan kata lain berpikir kritis adalah berpikir yang menekankan pada kegiatan mental secara benar dengan pengetahuan yang sesuai secara konsisten.


(26)

Begitu pula menurut Marjano (Fitria, 2010 : 24) berpikir kritis adalah proses penggunaan keterampilan berpikir secara efektif untuk membantu seseorang membuat, mengevaluasi, dan menggunakan keputusan tentang apa yang harus diyakini atau dikerjakan. Dalam pendidikan, berpikir kritis didefinisikan sebagai pembentukan kemampuan dalam aspek logika seperti kemampuan memberikan argumentasi, silogisme, dan penalaran yang proporsional.

Berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis pada matematika, dalam Fitria (2010: 25) dijelaskan bahwa pengembangan berpikir kritis di dalam kelas (sekolah) mulai dicetuskan oleh Harlod Fawcett pada tahun 1938. Pengembangan berpikir kritis yang dilakukan oleh Fawcett adalah mencoba mengajar kemampuan berpikir kritis yang aktivitasnya seperti membandingkan, membuat kontradiksi, membuat induksi, membuat generalisasi, membuat pengkhususan, meng-klarifikasikan, membuat kategori, mengurutkan, memvalidasi, membuktikan, mengait-kan, menganalisis, mengevaluasi, dan membuat pola, aktivitas-aktivitasnya di-rangkaikan secara berkesinambungan.

Berpikir kritis tidak sama dengan mengakumulasi informasi. Seorang dengan daya ingat baik dan memiliki banyak fakta tidak berarti seorang pemikir kritis. Seorang pemikir kritis mampu menyimpulkan dari apa yang diketahuinya dan mengetahui cara memanfaatkan informasi untuk memecahkan masalah, dan mencari sumber-sumber informasi yang relevan untuk dirinya. Seorang pemikir kritis tidak puas dengan hanya satu pendapat atau jawab tunggal tetapi akan selalu berusaha mencari hal- hal apa yang dihadapinya, sehingga menimbulkan motivasi yang kuat untuk belajar.


(27)

Jadi, berpikir kritis adalah proses berpikir dengan menggunakan logika dan proses pemecahan masalah yang terdiri dari kegiatan menganalisis ide atau gagasan ke arah yang lebih spesifik, membedakannya secara tajam, memilih, meng-identifikasi, mengkaji dan mengembangkannya ke arah yang lebih sempurna sehingga menghasilkan kesimpulan dan gagasan yang dapat memecahkan masalah yang dihadapi.

Dalam penelitian ini, kemampuan berpikir kritis yang dimaksud adalah ke-mampuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kompleks dalam aktivitas mental seperti interpretasi, analisis, evaluasi, dan pengambilan keputusan.

Halpern (Yunarti, 2011: 27) mengungkapkan bahwa pada umumnya manusia berpikir dalam langkah- langkah metode ilmiah, yaitu dalam pengujian hipotesis. Langkah- langkah tersebut merupakan langkah- langkah berpikir seseorang untuk memperoleh kesimpulan atau jawaban akan suatu masalah yang dihadapinya.

Kemudian untuk keperluan penelitian ini, peneliti menyusun model berpikir kritis dengan mengikuti langkah- langkah metode ilmiah yang dikemukakan oleh Dye (Yunarti, 2011: 34), yaitu (1) merasakan suatu masalah (wonder) (2) membuat dugaan-dugaan (hipotesis) (3) melakukan pengujian (4) menerima hipotesis yang dianggap benar. Langkah yang dilakukan bisa kembali ke langkah (3) jika akibat-akibat yang diprediksi tidak muncul melalui eksperimen (5) melakukan tindakan yang sesuai.

Tabel 2.2 menampilkan langkah- langkah berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini yang telah dikaitkan dengan langkah- langkah metode ilmiah dari Dye.


(28)

Tabel 2.2

Keterkaitan Langkah-Langkah Metode Socrates dengan Langkah-Langkah Berpikir Kritis

No

Langkah-Langkah dalam

Berpikir Kritis

Langkah-Langkah Metode Socrates dalam Penelitian

Langkah-Langkah Metode Socrates menurut

James Dye 1. Fokus pada suatu

masalah atau situasi kontekstual yang dihadapi

Menanyakan suatu fenomena, informasi, atau objek tertentu dengan: Apakah..?” atau ”Mengapa...?” atau ”Apa yang terjadi?”

Memunculkan pertanyaan bentuk ”Apakah ini?”

2. Membuat pertanyaan akan penyebab dan penyelesaiannya

Mengajak siswa memikirkan dugaan jawaban yang benar dengan pertanyaan ”Bagaimana...? Membuat hipotesis. Memunculkan kemungkinan-kemungkinan yang masuk akal

3. Mengumpulkan data atau informasi dan membuat hubungan antar data atau informasi tersebut. Membuat analisis dengan pertimbangan yang mendalam

Melakukan pengujian atas jawaban-jawaban siswa dengan

counter examples melalui pertanyaan-pertanyaan seperti, ”Mengapa bisa begitu?”, ”Bagaimana jika...?”

Melakukan uji silang atau counter examples

4. Melakukan

penilaian terhadap hasil analisis yang telah dilakukan. Penilaian dapat terus dievaluasi dengan kembali ke langkah (3)

a) Melakukan penilaian atas jawaban siswa melalui pertanyaan-pertanyaan seperti,”Apakah anda yakin ...?” atau ”Apa alasan ..?” (proses bisa kembali ke langkah (3)

b) Menyusun hasil analisis siswa di papan tulis dan meminta siswa lain

melakukan penilaian. Guru menguji jawaban siswa penilai dengan langkah (3) dan (4.a)

Menerima hipotesis untuk sementara waktu. Kembali ke langkah 3 jika anda merasa jawaban yang diberikan tidak sempurna


(29)

No

Langkah-Langkah dalam

Berpikir Kritis

Langkah-Langkah Metode Socrates dalam Penelitian

Langkah-Langkah Metode Socrates menurut James Dye Mengambil keputusan akan penyelesaian masalah yang terbaik.

a) Guru menyusun rangkaian analisis siswa dan meminta siswa mengoreksi kembali urutan rangkaian tersebut. Dalam tahap ini rangkaian analisis yang ditulis merupakan jawaban yang benar. Guru memberi bingkai untuk jawaban yang benar dan atau menghapus

Melakukan tindakan yang sesuai

b) jawaban lain yang salah. Pengambilan kesimpulan atau keputusan dengan pertanyaan, ”Apa

kesimpulan anda mengenai ...?” atau ”Apa keputusan anda?”

(Yunarti, 2011: 58)

Dalam penelitian ini kemampuan berpikir kritis yang dimaksud adalah kemampuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kompleks yang meliputi: interpretasi (kemampuan untuk memahami dan mengungkapkan makna dari berbagai kejadian atau informasi yang dihadapi), analisis (kemampuan untuk membuat rincian atau uraian serta mengidentifikasi hubungan yang berada di antara pernyataan, pertanyaan, atau konsep dari suatu representasi), evaluasi (kemampuan untuk menilai dan mengkritisi kredibilitas dari pernyataan-pernyataan atau representasi-representasi), dan pengambilan keputusan (kemampuan untuk mengidentifikasi unsur- unsur yang dibutuhkan untuk menarik kesimpulan yang masuk akal).


(30)

D. Proses Belajar

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa proses adalah runtunan perubahan atau peristiwa dalam perkembangan sesuatu. Sedangkan Surya (1981: 32) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Proses belajar merupakan jalan yang harus ditempuh oleh seorang pelajar untuk mengerti suatu hal yang sebelumnya tidak diketahui (Rooijakers, 1993: 15).

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa proses belajar merupakan tahapan-tahapan yang dilalui dalam mengembangkan kemampuan seseorang.


(31)

III. METODE PEN ELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkrip wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, reka man video, dan lain sebagainya. Jadi penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif.

Penelitian kualitatif dipandang lebih sesuai pada penelitian ini untuk mengetahui proses pembelajaran matematika menggunakan metode socrates dengan pendekatan kontekstual ditinjau dari kemampuan berpikir kritis siswa.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 15 Bandarlampung yang terletak di Jalan Padat Karya Sinar Harapan, Bandarlampung. SMA 15 Bandarlampung merupakan salah satu sekolah dengan rata-rata nilai UAN sedang, informasi tersebut peneliti peroleh dari hasil observasi di Dinas Pendidikan kota Bandarlampung.

Penelitian dilaksanakan mulai Januari 2013 hingga Mei 2013, dengan me-nyesuaikan jam pelajaran matematika di kelas X6 SMA Negeri 15 Bandarlampung.


(32)

C. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X6 SMA Negeri 15 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013 dengan banyak siswa 39 orang. Pemilihan subjek dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling.

2. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah proses belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitiaan ini peneliti menggunakan 4 teknik pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, dokumentasi, dan tes hasil belajar.

1. Observasi

Observasi dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung menggunakan lembar observasi yaitu melakukan pengamatan dan pencatatan mengenai pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan menggunakan metode socrates dengan pendekatan kontekstual, serta perilaku dan aktivitas yang ditunjukkan selama proses pembelajaran berlangsung tanpa mengganggu proses pembelajaran. Pengumpulan data selama observasi dibantu oleh seorang Observer.


(33)

2. Wawancara

Wawancara yang dilakukan oleh peniliti yaitu wawancara tidak terstruktur yang digunakan pada studi pendahuluan untuk menemukan pokok per-masalahan, dan wawancara terstruktur yang digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan metode socrates dengan pendekatan kontekstual.

Informan pada tahap wawancara terdiri dari:

a. Wakil Kepala Sekolah SMA Negeri 15 Bandarlampung. b. Guru Matematika kelas X6 SMA Negeri 15 Bandarlampung. c. Siswa Kelas X6 SMA Negeri 15 Banadarlampung.

3. Dokumentasi

Teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data berupa rekaman kejadian di kelas yang dianggap penting atau menggambarkan suasana kelas ketika aktivitas belajar berlangsung. Dapat berupa rekaman gambar, teks, ataupun rekaman video.

4. Tes Hasil Belajar

Tes dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan, dan dikerjakan oleh siswa secara individual. Soal tes berupa soal essay yang mencakup materi Logika Matematika dan Trigonometri.


(34)

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan sebagai pedoman selama melakukan pengamatan guna memperoleh data yang diinginkan. Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi pelaksa naan pembelajaran dengan metode socrates kontekstual, yang berisi tentang aktivitas siswa dan guru selama pelaksanaan pembelajaran. Lembar observasi ini berisi pedoman dalam melaksanakan pengamatan terhadap aktivitas siswa selama pem-belajaran, dan juga tentang aktivitas guru dalam melaksanakan langkah-langkah pembelajaran socrates dengan pendekatan kontekstual, meng-organisasikan, membimbing, memotivasi siswa, serta menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

2. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara disusun untuk menelusuri lebih lanjut tentang hal- hal yang tidak dapat diketahui melalui observasi. Selain itu juga untuk mempermudah peneliti melakukan tanya jawab tentang bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan. Secara umum isi pedoman wawancara ini untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi siswa dalam mengikuti pembelajaran dengan metode socrates kontekstual dan solusi apa yang diambil untuk mengatasi kendala tersebut, serta tanggapan siswa terhadap pembelajaran dengan metode socrates kontekstual.


(35)

3. Alat Perekam

Alat perekam berguna sebagai alat bantu pada saat penelitian, agar peneliti dapat berkonsentrasi pada proses pengambilan data. Alat perekam yang digunakan dalam penelitian ini adalah perekam foto, perekam video, dan catatan lapangan.

4. Soal Tes

Soal tes terdiri dari soal uraian, peneliti menggunakan soal tes uraian dengan alasan bahwa tes uraian dapat mengukur kemampuan memahami masalah, merencanakan strategi penyelesaian masalah, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya.

F. Tahap-tahap Penelitian

Tahapan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Tahap persiapan

a) Identifikasi Masalah

Pemilihan SMA Negeri 15 Bandarlampung sebagai lokasi penelitian dilihat dari rata-rata nilai UAN tahun pelajaran 2011/2012 yang tergolong sedang. Selanjutnya dilihat pengaruh dari penerapan metode socrates kontekstual terhadap proses belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa pada sekolah yang kemudian digolongkan dalam level sedang. Kemudian peneliti mengidentifikasi masalah yang dilakukan dengan melakukan wawancara dengan beberapa siswa dan guru matematika di SMA Negeri 15 Bandarlampung. Hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa secara umum siswa SMA Negeri 15 kelas X6 belum memiliki kemampuan


(36)

ber-pikir kritis yang baik, karena dalam pembelajaran matematika di kelas guru kurang mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa baik pada saat proses belajar atau dalam memberikan latihan soal.

b) Menyiapkan Instrumen Penelitian

Peneliti menyiapkan instrumen atau alat yang diperlukan dalam pe-laksanaan penelitian antara lain: pedoman wawancara, pedoman observasi, alat perekam, dan soal tes. Dalam rangka kepentingan pengumpulan data, teknik yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi.

c) Persoalan etika dalam lapangan

Dalam hal ini peneliti akan berhubungan dengan orang-orang, baik secara perorangan maupun secara kelompok atau masyarakat, akan bergaul, hidup, dan merasakan serta menghayati bersama tatacara dan interaksi dalam suatu latar penelitian. Persoalan etika akan muncul apabila peneliti tidak menghormati, mematuhi dan mengindahkan nilai- nilai masyarakat dan pribadi yang ada. Menghadapi persoalan tersebut, peneliti telah mempersiapkan diri baik secara fisik, psikologis maupun mental.

2. Tahap Pelaksanaan

a) Memahami dan memasuki lapangan

Pada tahap ini peneliti harus benar-benar telah mempersiapkan diri untuk mulai melakukan tahap mengumpulkan data/informasi dari subjek pe-nelitian. Diantaranya memahami latar penelitian, yaitu latar terbuka dimana secara terbuka siswa berinteraksi sehingga peneliti hanya mengamati maupun latar tertutup dimana peneliti berinteraksi secara


(37)

langsung dengan siswa. Selain itu peneliti juga menyesuaikan cara berpakaian sesuai dengan budaya latar penelitian.

b) Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawa ncara, teknik observasi, teknik dokumentasi, dan memberikan soal tes untuk mendapatkan informasi tentang berpikir kritis siswa.

3. Pengolahan Data

Selanjutnya peneliti melakukan analisis data dan interpretasi data sesuai dengan langkah- langkah yang dijabarkan pada bagian metode analisis data di akhir bab ini. setelah itu, peneliti membuat kesimpulan dan memberikan saran-saran untuk penelitian selanjutnya.

G. Keabsahan dan Keajegan Penelitian

Kriteria keabsahan dan keajegan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Keabsahan Konstruk (Construct Validity)

a. Triangulasi Data

Mengguanakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil wawancara, hasil observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu subjek yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda.

b. Triangulasi Pengamat

Adanya pengamat di luar peneliti yang turut memeriksa hasil pe-ngumpulan data. Pada penelitian ini, dosen pembimbing penelitian


(38)

bertindak Sebagai pengamat (expert judgement) yang memberikan masukan terhadap hasil pengumpulan data.

c. Triangulasi Teori

Penggunaan berbagai teori yang berlaianan untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan sudah memasuki syarat. Pada penelitian ini, berbagai teori telah dijelaskan pada bab II untuk dipergunakan dan menguji terkumpulnya data tersebut.

d. Triangulasi Metode

Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti metode wawancara, metode observasi, dan dokumentasi. Pada penelitian ini, peneliti melakukan metode wawancara yang ditunjang dengan metode observasi dan dokumentasi pada saat wawancra dilakukan.

2. Keajegan (Reabilitas)

Keajegan merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh penelitian berikutnya akan mencapai hasil yang sama apabila mengulang penelitian yang sama sekali lagi.

Keajegan mengacu pada kemungkinan peneliti selanjutnya memeperoleh hasil yang sama apabila penelitian dilakukan sekali lagi dengan subjek yang sama. Hal ini menujukan bahwa konsep keajegan penelitian kualitatif selain menekankan pada desain penelitian, juga pada cara pengumpulan data dan pengolahan data.


(39)

H. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data tentang keterlaksanaan pembelajaran matematika menggunakan metode socrates dengan pendekatan kontekstual dan kemampuan berpikir kritis siswa. Data yang terkumpul berupa data hasil wawancara, observasi, dokumentasi, dan tes. Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Reduksi data meliputi penyeleksian data melalui deskripsi atau gambaran singkat dan pengelompokan data dilakukan ke dalam kualifikasi yang telah ditentukan.

2. Penyajian Data

Penyajian data dilakukan dalam rangka mengorganisasikan data yang merupakan kegiatan penyusunan informasi secara sistematik dari reduksi data sehingga memudahkan membaca data.

3. Triangulasi Data

Triangulasi dilakukan untuk mengecek keabsahan data. Triangulasi data dilakukan dengan cara mencocokkan semua data yang diperoleh dari semua sumber yang telah diperoleh, yaitu hasil observasi, hasil wawancara, dokumentasi, serta tes hasil belajar untuk menarik kesimpulan.


(40)

4. Penarikan Kesimpulan

Penarikan simpulan adalah pemberian makna pada data yang diperoleh dari penyajian data. Penarikan simpulan dilakukan berdasarkan hasil dari semua data yang diperoleh.

Secara rinci, kegiatan analisis data dari sumber-sumber informasi hasil penelitian tersebut dilakukan sebagai berikut:

1. Analisis Data Hasil Observasi Pelaksanaan Pembelajaran

Analisis data tentang pelaksanaan pembelajaran menggunakan metode socrates dengan pendekatan kontekstual diperoleh dari data hasil observasi yang dilakukan selama proses pembelajaran. Data tentang keterlaksanaan pembelajaran dengan metode socrates kontekstual ini dianalisis secara deskriptif.

2. Data Hasil Wawancara

Aspek yang dinilai dari wawancara adalah sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dan pembelajaran menggunakan metode socrates dengan pendekatan kontekstual, yang ditunjukkan dari jawaban dengan respon positif dan negatif.

Analisis terhadap hasil wawancara dengan siswa diharapkan dapat membantu untuk mengetahui hal- hal apa saja yang dirasakan selama pembelajaran, hambatan- hambatan yang dialami, juga masukan yang positif guna memperbaiki pembelajaran berikutnya. Untuk menghitung persentase respon siswa pada hasil wawancara digunakan rumus sebagai berikut:


(41)

3. Analisis Data Hasil Tes

Analisis digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Analisis dilakukan terhadap data yang bersifat kuantitatif, yang diperoleh melalui tes (uji blok). Penskoran jawaban siswa terhadap soal kemampuan berpikir kritis matematis yang diberikan berpatokan pada sistem

holistic scoringrubrics yang dikemukakan oleh Scoen dan Ochmkel (Sudjana, 2004: 31). Adapun rentang skor yang digunakan adalah 0, 5, 10, 15, dan 20.

a. Nilai Rata-Rata Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Nilai rata-rata hasil tes dicari dengan menggunakan rumus:

Untuk keperluan mengkualifikasi kualitas kemampuan berpikir kritis matematis siswa dikelompokkan menjadi kategori sangat baik, baik, cukup, kurang, dan sangat kurang dengan menggunakan skala lima menurut Suherman dan Kusumah (1990: 272) yaitu pada tabel 3.1.

Tabel 3.1

Krite ria Penentuan Tingkat Kemampuan Sis wa Persentase skor total sis wa Kategori ke mampuan siswa

90% ≤ A ≤ 100% A (Sangat Baik)

75% ≤ B < 90% B (Baik)


(42)

Persentase skor total sis wa Kategori ke mampuan siswa

55% ≤ C < 75% C (Cukup)

40% ≤ D < 55% D (Kurang)

0% ≤ E < 40% E (Sangat Kurang)

b. Persentase Rata-Rata Tiap Indikator Kemampuan Berpikir Kritis

Untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis matematis siswa dari tiap indikator, dianalisis dengan tahapan sebagai berikut:

 Masing- masing butir soal dikelompokkan sesuai dengan indikator kemampuan berpikir kritis matematis.

 Berdasarkan pedoman pensekoran yang telah dibuat, kemudian dihitung jumlah skor tiap indikator. Selanjutnya dihitung persentase-nya dengan rumus sebagai berikut:

 Data hasil perhitungan di atas kemudian dikualifikasikan dengan ketentuan pada table 3.1.


(43)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Selama proses belajar di kelas, siswa tergolong aktif dan tidak lamban dalam pembelajaran menggunakan metode socrates. Hal tersebut ditunjukkan antusias siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari guru pada setiap pertemuan mulai dari pertanyaan yang sederhana sampai pertanyaan yang sifatnya lebih kompleks.

2. Kemampuan berpikir kritis siswa kelas X6 SMA Negeri 15 Bandarlampung tergolong ke dalam kriteria sedang. Hal ini terlihat dari rata-rata hasil belajar siswa sebesar 66,28 dari 39 siswa.

3. Secara umum siswa memberikan respon yang positif terhadap pembelajaran menggunakan metode socrates dengan pendekatan kontekstual yang ditunjukkan dari sikap siswa pada hasil wawancara terhadap pengalaman belajarnya.

4. Kemampuan berpikir kritis siswa sudah cukup baik, namun masih lemah dalam hal evaluasi dan penarikan kesimpulan. Dari pembahasan diperoleh juga penyebab siswa tidak bisa menjawab dengan benar soal yang diberikan,


(44)

antara lain: (a) kurangnya pemahaman terhadap masalah matematis, dan (b) kurangnya ketekunan dan kegigihan siswa dalam mempelajari matematika.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh serta proses yang telah dilakukan, dapat dikemukakan saran sebagai berikut:

1. Metode pembelajaran socrates dengan pendekatan kontekstual dapat dijadikan guru sebagai metode alternatif untuk mengajarkan matematika terlebih lagi materi yang bisa dikatkan dengan kehidupan nyata. Selain dapat mengasah kemampuan berpikitir kritis siswa, metode ini juga dapat meningkatkan minat belajar siswa.

2. Kepada para peneliti yang akan melakukan jenis penelitian yang sama, disarankan untuk melakukan pengkajian aspek-aspek lain seperti pengkajian terhadap lembar observasi, catatan lapangan, wawancara, jurnal harian, dan angket agar dalam mendeskripsikan proses pembelajaran terlihat lebih jelas tindakan yang dilakukan.

3. Peneliti diharapkan melakukan uji soal tes yang akan digunakan, sehingga soal tes lebih valid dan dapat benar-benar merepresentasikan kemampuan berpikir kritis siswa.

4. Dalam melakukan pengamatan terhadap proses belajar dan menilai sikap serta perkembangan siswa, sebaiknya peneliti sudah mengenal karakteristik objek yang akan diteliti sebelum memulai penelitian.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2002. Ringkasan Kegiatan Belajar Mengajar. Jakarta: Depdiknas. Ennis, R. H. 1996. Critical Thinking. New Jersey: Prentice Hall.

Fitria, R. 2010. Pengaruh Pembelajaran Melalui Strategi Heuristik Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA. Skripsi. Bandung: UPI.

Gunowibowo, Pentatito. 2008. Efektivitas Pendekatan Realistik dalam Me-ningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita dan Sikap Terhadap Matematika Ditinjau dari Kemampuan Awal Siswa Kelas IV SD di Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo. Tesis. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Johnson, David. W & Johnson, Robert, T. 2002. The Meaningful Assesing “A

Manageable and Cooperative Process”. Allyn and Bacon.

Jones, et al. , 1994. Socratic. The Expert Educator.________________

Khotimah, T. H. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Learning cycle 7EU ntuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP. Skripsi. Bandung: UPI.

Krismanto, AL. 2003. Beberapa Teknik Model dan Strategi Dalam Pembelajarn Matematika. Yogyakarta: Pusat Penataran Guru Matematika.

Lathifah, L. N. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CO-OP Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA Dalam Matematika. Skripsi. Bandung: UPI.

Miles, Matthew. B & Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI-Press.

Permendiknas. 2006. Standar Isi. [Online]. Tersedia: http://www.kemdiknas .go.id/list_link/produk-hukum/peraturanmenteri/2006. 23 Agustus 2011. Rosita, I. 2007. Penerapan Strategi Heuristik untuk Meningkatkan Kemampuan

generalisasi Matematis Siswa SMA (Studi Eksperimen terhadap Kelas X Siswa SMAN 10 Bandung). Skripsi. Bandung: UPI.


(46)

Siswa dalam Belajar Materi Bangun Ruang Sisi Tegak di Kelas 1 SLTP Negeri 6 Sidoarjo. Denpasar: Universitas Udayana.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Supinah. 2008. Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Kontekstual dalam Melaksanakan KTSP. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.

Surya, Moh .1981. Pengantar Psikologi Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung. Sutrisno, Bejo. 2011. Metode Socrates. [Online]. Tersedia:

http://mrbejo.com/page/39721/metode-socrates.html. 15 Maret2012.

Syukur, M. 2004. Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA dalam Pembelajaran Matematika. Thesis. Padang: UNP.

Wardhani, S. 2004. Pembelajaran Matematika Konstektual di SMP. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Yunarti, Tina. 2011. Pengaruh Metode Socrates Terhadap Kemampuan dan Disposisi Berpikir Kritis Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas. Tesis. Bandung: UPI.


(47)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

JENJANG PENDIDIKAN : SMA

KELAS : X

MATA PELAJARAN : MATEMATIKA

POKOK BAHASAN : LOGIKA MATEMATIKA

ALOKASI WAKTU : 2 x 45 MENIT

PERTEMUAN KE- : 1

STANDAR KOMPETENSI

Menggunakan logika matematika dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor.

KOMPETENSI DASAR

Memahami pernyataan dalam matematika dan ingkaran atau negasinya. A.TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Peserta didik dapat menjelaskan arti dan contoh dari pernyataan dan kalimat terbuka, serta menentukan nilai kebenaran suatu pernyataan.

2. Peserta didik dapat menentukan ingkaran atau negasi dari suatu pernyataan beserta nilai kebenarannya.

B.INDIKATOR

1. Menjelaskan arti dan contoh dari pernyataan dan kalimat terbuka, serta menentukan nilai kebenaran suatu pernyataan.

2. Menentukan ingkaran atau negasi dari suatu pernyataan beserta nilai kebenarannya

C.METODE DAN PENDEKATAN

Metode : Socrates

Pendekatan : Kontekstual D.KEGIATAN PEMBELAJARAN

1. Pendahuluan

a. Guru membuka pertemuan dengan mengucapkan salam.

b. Guru memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan pembelajaran. c. Guru memberikan motivasi mengenai materi Logika. Apabila materi ini

dikuasai dengan baik, maka peserta didik diharapkan dapat menjelaskan arti dan contoh dari pernyataan dan kalimat terbuka, menentukan nilai kebenaran suatu pernyataan, serta dapat menentukan ingkaran atau negasi dari suatu pernyataan beserta nilai kebenarannya.

2. Kegiatan Inti:

a. Guru memberikan kalimat sebagai berikut: Jakarta adalah Ibukota Indonesia


(48)

Jakarta kota yang indah

b. Guru memberi waktu 3 menit pada siswa untuk mendiskusikan apa yang dapat mereka simpulkan dari kalimat di atas. Hasil jawaban siswa diprediksi sebagai berikut.

Prediksi I : Siswa menyimpulkan sesuai jawaban yang diharapkan. Prediksi II : Siswa menyimpulkan dengan berbagai kalkulasi. Prediksi III : Siswa tidak menjawab sama sekali.

HLT I

Guru menggali keyakinan jawaban siswa untuk membuatnya lebih yakin akan hasil pemikirannya melalui pertanyaan-pertanyaan Socrates seperti:

Pertanyaan Klarifikasi:

 Bisakah anda memperjelas jawaban anda?  Apakah selalu tepat begitu?

Pertanyaan tentang asumsi:

 Bagaimana jika kalimat yang anda bilang benar itu belum tentu benar untuk orang lain?

HLT II

Guru menggali keyakinan jawaban siswa dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan Socrates yang diberikan sebagai berikut:

Pertanyaan Klarifikasi:

 Bisakah anda uraikan lagi hasil kesimpulan anda?  Kenapa anda bisa menyimpulkan demikian? HLT III

Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan Socrates untuk mengetahui berpikirnya siswa serta hal yang membuat ia tidak menjawab.

Pertanyaan Klarifikasi:

 Apa yang membuat anda bingung atau ragu untuk menjawab?  Apa saja yang anda ketahui dari kalimat tersebut?

 Menurut anda, apakah perbedaan dari setiap kalimat yang diberikan?

 Apakah pertanyaannya kurang jelas?

c. Guru bersama-sama siswa menyimpulkan apa yang dimaksud dengan pernyataan dan bukan pernyataan serta nilai kebenarannya.

d. Guru memberi persoalan yang berkaitan dengan kalimat terbuka sebagai berikut:

Siswa diberikan kesempatan untuk mendiskusikannya dengan teman sebangku apa yang dimaksud dengan kalimat terbuka dari soal di atas. e. Setelah selesai berdiskusi, guru memberikan pertanyaan-pertanyaan

Socrates untuk menguji keyakinan siswa sebagai berikut. Pertanyaan klarifikasi:


(49)

 Apakah kalimat tersebut punya nilai kebenaran?  Apa yang dimaksud kalimat terbuka?

 Bisakah dijelaskan lebih rinci lagi?  Mengapa anda mengatakan demikian? Pertanyaan tentang alasan atau bukti:

 Apa alasan anda sehingga memberi pernyataan seperti itu?  Hal apa yang memperkuat jawaban anda tadi?

Pertanyaan tentang asumsi:

 Bagaimana jika variable x diganti dengan nilai 1 dan 3?

f. Guru memberikan stimulus tentang negasi (ingkaran) suatu pernyataan. g. Guru memberikan persoalan sebagai berikut:

Siswa diminta untuk mencari negasi dari kalimat tanya di atas dengan teman sebangku.

h. Setelah selesai berdiskusi, guru memberi kesempatan pada siswa untuk bertanya dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan Socrates seperti langkah-langkah sebelumnya sebagai berikut.

Pertanyaan klarifikasi:

 Apa negasi dari kalimat tanya di atas?  Kenapa bisa begitu?

 Bisa anda jelaskan lagi apa itu negasi?

 Menurut anda, yang punya negasi itu kalimat atau nilainya? Pertanyaan asumsi:

 Apa kalimat tanya punya nilai kebenaran?

 Bagaimana jika pendapat anda tentang nilai kebenaran kalimat tanya tersebut tidak sama dengan pendapat orang lain?

i. Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan hasil diskusi.

j. Guru membentuk siswa menjadi beberapa kelompok heterogen berdasarkan nilai matematika yang diperoleh pada ujian semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013, yang masing-masing kelompok beranggotakan 4 orang.

k. Guru membagikan Lembar Aktifitas Siswa (LAS) dan siswa menjawab tugas-tugas pada lembar aktivitas siswa. Hasil diskusi tersebut ditulis dan di presentasikan di depan kelas.

Sebelum aktivitas siswa dilaksanakan, maka dibuat prediksi respon siswa yang mungkin muncul beserta antisipasi pembelajarannya. Prediksi respon siswa dan antisipasi pembelajaran itu dibedakan atas 3 kemampuan siswa, yaitu tinggi, sedang, dan rendah, yaitu:


(50)

Kemampuan siswa

Prediksi Respon Siswa

Tinggi Dapat menjelaskan pengertian dan ciri-ciri pernyataan, kalimat terbuka dan ingkaran suatu pernyataan. Serta dapat menyajikan data dalam berbagai cara yang mungkin.

Sedang Dapat menjelaskan pengertian dan ciri-ciri pernyataan, kalimat terbuka dan ingkaran suatu pernyataan tapi masih salah dalam menyajikan data dalam berbagai cara yang mungkin.

Rendah Dapat menjelaskan pengertian dan ciri-ciri pernyataan, kalimat terbuka dan ingkaran suatu pernyataan. Serta belum dapat menyajikan data dalam berbagai cara yang mungkin.

Guru membuat antisipasi pembelajarannya, yaitu: Kemampuan

siswa

Antisipasi Pembelajaran

Tinggi Memberikan penguatan kepada siswa akan pentingnya logika matematika dalam kehidupan sehari-hari

Sedang Memberikan penguatan kepada siswa akan pentingnya logika matematika dalam kehidupan sehari-hari

Rendah 1.Mengarahkan siswa melalui pertanyaan-pertanyaan Socrates untuk mengeksplor karakteristik data. 2.Mengarahkan siswa melalui pertanyaan-pertanyaan

Socrates agr dapat menyajikan data dalam berbagai cara yang mungkin.

3. Penutup

a. Guru meminta perwakilan kelompok untuk memberikan laporannya (lisan dan tertulis).

b. Guru membimbing siswa membuat rangkuman dari hasil-hasil yang diperoleh selama aktivitas pembelajaran.

c. Guru mengakhiri pembelajaran dengan mengucapkan salam. E.SUMBER/ ALAT/ MEDIA

Media : LCD atau OHP

Sumber : Lembar Aktivitas Siswa (LAS) dan Hand-Out, buku paket siswa Alat :

Bandarlampung, Januari 2013

Guru mitra, Praktikan,


(51)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

JENJANG PENDIDIKAN : SMA

KELAS : X

MATA PELAJARAN : MATEMATIKA

POKOK BAHASAN : LOGIKA MATEMATIKA

ALOKASI WAKTU : 2 X 45 MENIT

PERTEMUAN KE- : 2

STANDAR KOMPETENSI

Menggunakan logika matematika dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor.

KOMPETENSI DASAR

Menentukan nilai kebenaran dari suatu pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor.

A.TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Peserta didik dapat menentukan nilai kebenaran dari suatu pernyataan majemuk berbentuk konjungsi, disjungsi, implikasi, dan biimplikasi.

2. Peserta didik dapat menentukan ingkaran atau negasi dari suatu pernyataan majemuk berbentuk konjungsi, disjungsi, implikasi, dan biimplikasi.

B.INDIKATOR

1. Menentukan nilai kebenaran dari suatu pernyataan majemuk berbentuk konjungsi, disjungsi, implikasi, dan biimplikasi.

2. Menentukan ingkaran atau negasi dari suatu pernyataan majemuk berbentuk konjungsi, disjungsi, implikasi, dan biimplikasi.

C.METODE DAN PENDEKATAN

Metode : Socrates

D.KEGIATAN PEMBELAJARAN 1. Pendahuluan

a. Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam.

b. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan mengingat kembali tentang pengertian pernyataan dan nilai kebenarannya.

c. Guru memberikan motivasi mengenai materi Logika Matematika dalam kehidupan sehari - hari yang mempunyai keterkaitan dengan pernyataan majemuk.

2. Kegiatan Inti

a. Guru memberi sebuah pernyataan sebagai berikut: Saya suka berhitung.


(52)

b. Guru meminta siswa untuk menggabungkan dan dengan kata penghubung, “dan”, “atau”, “jika p maka q”, “sedemikian sehingga”. c. Guru memberi waktu pada siswa untuk menjawab masalah di atas.

Setelah selesai menuliskan jawabannya, siswa diminta menjelaskan makna setiap kalimat yang telah diberi kata hubung di atas.

d. Guru menguji keyakinan siswa dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan Socrates sebagai berikut.

Pertanyaan Klarifikasi:

 Bisakah anda menjelaskan makna pernyataan majemuk yang di-buat?

 Apakah selalu tepat begitu?

 Apakah perbedaan dari setiap pernyataan majemuk yang anda buat?

 Bagaimana anda bisa merumuskan seperti itu?

e. Guru memberi contoh data dalam bentuk informasi sebagai berikut: Pernyataan Konjungsi

jika dua pernyataan dan digabungkan dengan kata penghubung “dan” maka pernyataan yang terbentuk dinamakan konjungsi, misal : saya suka berhitung bernilai benar

saya suka matematika bernilai benar

Kemudian guru memberi penjelasan tentang nilai kebenaran pernyataan majemuk konjungsi dan bernilai benar (B) jika kedua komponennya bernilai benar. Dilanjutkan dengan penjelasan pernyataan majemuk disjungsi dan nilai kebenarannya.

f. Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok tugas untuk mengerjakan LAS.

g. Guru membagikan LAS dan membimbing siswa dalam menjawab tugas-tugas pada LAS.

Berikut salah satu persoalan yang diberikan:

h. Salah satu kelompok diberikan kesempatan untuk mempresentasikan hasil diskusinya.

i. Guru mengklarifikasi hasil diskusi siswa dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan Socrates sebagai berikut:

p : Hari hujan

q : Arya membawa payung

p q : Jika hari hujan, maka Arya membawa payung

Bilamanakah pernyataan di atas akan bernilai benar atau salah untuk empat kasus berikut jika setiap pernyataan di atas bernilai benar? Kasus 1: Hari benar-benar hujan dan Arya benar-benar membawa

payung.

Kasus 2: Hari benar-benar hujan namun Arya tidak membawa payung. Kasus 3: Hari tidak hujan namun Arya membawa paying


(53)

 Apa yang dapat anda simpulkan dari setiap kasus yang diberikan?  Apakah anda yakin?

 Apakah ada kesamaan dari setiap pernyataan majemuk yang diberikan?

j. Guru dan siswa bersama-sama menimpulkan hasil diskusinya, kemudian siswa diminta kembali mengerjakan LAS.

Sebelum aktivitas siswa dilaksanakan, maka dibuat prediksi respon siswa yang mungkin muncul beserta antisipasi pembelajarannya. Prediksi respon siswa dan antisipasi pembelajaran itu dibedakan atas 3 kemampuan siswa, yaitu tinggi, sedang, dan rendah, yaitu:

Kemampuan siswa

Prediksi Respon Siswa

Tinggi Dapat menjelaskan pengertian dan ciri-ciri pernyataan majemuk. Serta dapat membuktikan nilai kebenaran dari pernyataan majemuk.

Sedang Dapat menjelaskan pengertian dan ciri-ciri pernyataan majemuk tetapi masih salah dalam membuktikan nilai kebenaran dari pernyataan majemuk.

Rendah Dapat menjelaskan pengertian dan ciri-ciri pernyataan majemuk. Serta belum dapat membuktikan nilai ke-benaran dari pernyataan majemuk.

Guru membuat antisipasi pembelajarannya, yaitu: Kemampuan

siswa

Antisipasi Pembelajaran

Tinggi Memberikan penguatan kepada siswa akan pentingnya logika matematika dalam kehidupan sehari-hari

Sedang Memberikan penguatan kepada siswa akan pentingnya logika matematika dalam kehidupan sehari-hari

Rendah 1.Mengarahkan siswa melalui pertanyaan-pertanyaan Socrates. Mengarahkan siswa melalui pertanyaan-pertanyaan Socrates agar dapat membuktikan nilai kebenaran dari suatu pernyataan majemuk.

2. Penutup

a. Guru meminta perwakilan kelompok untuk memberikan laporannya (lisan dan tertulis).

b. Guru membimbing siswa membuat rangkuman dari hasil-hasil yang diperoleh selama aktivitas pembelajaran.


(54)

E.SUMBER/ ALAT/ MEDIA Media : LCD atau OHP

Sumber : Lembar Aktivitas Siswa dan Hand-Out, buku paket siswa Alat :

Bandarlampung, Januari 2013

Guru mitra, Praktikan,


(55)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

JENJANG PENDIDIKAN : SMA

KELAS : X

MATA PELAJARAN : MATEMATIKA

POKOK BAHASAN : LOGIKA MATEMATIKA

ALOKASI WAKTU : 2 X 45 MENIT

PERTEMUAN KE- : 3

STANDAR KOMPETENSI

Menggunakan logika matematika dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor.

KOMPETENSI DASAR

Menentukan nilai kebenaran dari suatu pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor.

A.TUJUAN PEMBELAJARAN

Peserta didik dapat menentukan konvers, invers, dan kontraposisi dari pernyataan berbentuk implikasi beserta nilai kebenarannya.

B.INDIKATOR

1. Menentukan ingkaran atau negasi dari suatu pernyataan majemuk berbentuk konjungsi, disjungsi, implikasi, dan biimplikasi.

2. Menyelidiki apakah suatu pernyataan majemuk merupakan suatu ekuivalensi, tautologi, kontradiksi, dan kontingensi.

C.METODE DAN PENDEKATAN

Metode : Socrates

Pendekatan : Kontekstual D.KEGIATAN PEMBELAJARAN

1. Pendahuluan

a. Guru membukan pertemuan dengan mengucapkan salam.

b. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan mengingat kembali tentang pengertian pernyataan majemuk dan nilai kebenarannya.

c. Guru memberikan motivasi mengenai materi Logika Matematika dalam kehidupan sehari - hari yang mempunyai keterkaitan dengan materi yang akan dibahas.

2. Kegiatan Inti:

a. Guru memberikan persoalan sebagai berikut:

Tentukanlah negasi dari pernyataan majemuk di atas! Ani pintar matematika dan Ani pandai berhitung


(56)

b. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan persoalan yang diberikan dengan teman sebangku.

c. Setelah selesai berdiskusi salah satu siswa diminta untuk menyampaikan hasil diskusinya.

d. Guru menguji keyakinan siswa atas jawaban dari persoalan yang diberikan.

e. Hasil jawaban siswa diprediksi sebagai berikut. Prediksi I : Siswa menjawab benar.

Prediksi II : Siswa menjawab salah.

Prediksi III : Siswa tidak menjawab sama sekali. HLT I

Guru menggali keyakinan jawaban siswa untuk membuatnya lebih yakin akan hasil pemikirannya melalui pertanyaan-pertanyaan Socrates seperti:

Pertanyaan Klarifikasi:

 Bisakah anda memperjelas jawaban anda?  Kenapa bisa demikian?

Pertanyaan tentang asumsi:

 Bagaimana nilai kebenaran pernyataan majemuk tersebut, apakah berubah? Kenapa demikian?

HLT II

Guru menggali keyakinan jawaban siswa untuk membuatnya menyadari bahwa pertanyaan dalam soal tidak ada relevansinya dengan data yang ada. Pertanyaan-pertanyaan Socrates yang diberikan:

Pertanyaan Klarifikasi:

 Bisakah anda uraikan lagi jawaban anda?

 Bagaimana anda bisa menjawab demikian seperti itu?

 Apakah hanya masing-masing pernyataan yang dinegasikan?  Bagaimana dengan kata hubungnya?

HLT III

Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan Socrates untuk mengetahui berpikirnya siswa serta hal yang membuat ia tidak menjawab.

Pertanyaan Klarifikasi:

 Apa yang membuat anda bingung atau ragu untuk menjawab?  Seperti apa nilai kebenaran masing-masing pernyataan tunggal jika

dinegasikan?

f. Guru dan siswa bersama-sama menyimpulka hasil diskusi. Kemudian guru melanjutkan dengan menjelaskan tentang negasi dari pernyataan implikasi dan biimplikasi serta memberikan stimulus tentang ekuivalensi, tautologi, kontradiksi, dan kontingensi.

g. Siswa diminta berkumpul dengan kelompoknya masing-masing untuk mengerjakan Lembar Aktifitas Siswa (LAS). Lalu guru membagikan LAS kemudian memantau jalannya diskusi.


(1)

DATA HAS IL TES S IS WA PER INDIKATOR

No. Nama Siswa Nomor Soal Nilai Kriteria

1a 1b 2a 2b 3a 3b 4 5a 5b

1 Aan Kurningsih 5 5 15 10 10 10 5 10 15 85 B 2 Adam Indra Sakti S. 5 5 5 10 10 5 10 10 5 65 C 3 Anggi Putri Pratiwi 5 5 0 5 10 10 5 10 5 55 C

4 Ari Pratama 5 5 5 5 10 5 10 10 5 60 C

5 Atlia Puspa Erawati 5 5 5 5 10 10 10 10 10 70 C 6 Ayu Silvia Lubis 5 5 0 5 5 10 10 10 15 65 C

7 Candra 5 0 5 10 5 5 5 10 10 55 C

8 Cindi Moniarti Alka Putri 5 0 10 5 0 5 10 10 10 55 C 9 Dewi Febriyani 5 5 15 10 10 10 10 10 5 80 B 10 Dian Cipta Dinanti 5 5 15 10 10 10 10 10 5 80 B

11 Dina Dinata 5 5 10 10 10 5 5 5 5 60 C

12 Donny Andhika 5 5 5 5 0 5 10 10 15 60 C 13 Eka Riski Amelia 5 5 10 5 10 15 10 10 5 75 B 14 Eko Wahyu Ramadhan 5 5 5 5 5 5 5 10 15 60 C 15 Fahreza Fahmi Pahlevi 5 5 5 5 10 15 5 10 10 70 C 16 Fransiska Maya Rantika 5 5 15 10 10 15 5 10 10 85 B 17 Hebron Sinurat 5 0 0 0 10 10 10 10 10 55 C 18 Juwita Anggarayani 5 5 10 5 10 10 10 10 20 85 B 19 Kun Pijar D. Dewantara 5 5 5 5 10 10 0 10 5 55 C 20 Lidia Puja Kusuma 5 5 5 0 10 10 5 10 10 60 C 21 Maria Fitri 5 5 5 0 10 15 10 10 0 60 C 22 Muhamad Keanu Adepati 0 0 5 5 10 10 10 10 5 55 C 23 Muhammad Gilang S. 5 5 5 10 10 10 5 10 15 75 B 24 Muhammad Tomi Al Fadjri 5 5 0 0 10 10 10 10 5 55 C 25 Nissa Tri Rahmadila 5 5 5 5 10 10 5 10 5 60 C 26 Nyoman Sekar Harum 5 5 5 5 5 15 10 10 5 65 C 27 Purwohadi Sudarman 5 5 15 10 0 0 10 10 20 75 B 28 Putri Fatrisia 5 0 10 10 10 5 10 10 15 75 B 29 Riansyah Ibrahim 5 5 10 10 5 5 10 10 10 70 C 30 Rika Lexstiani 5 0 5 5 10 5 5 10 10 55 C 31 Rizki Yuliansyah Barius 5 0 10 10 10 10 5 10 20 80 B

32 Rosimah 5 5 10 5 10 0 5 5 20 65 C

33 Sandy Yoga Ramadhan 5 5 5 5 5 10 10 10 5 60 C 34 Septiani Winda Sari 0 0 10 10 10 5 10 10 5 60 C 35 Siti Aisah 5 0 10 10 10 0 10 10 5 60 C 36 Siti Yunika Putri 5 0 5 10 10 10 5 10 0 55 C 37 Tri Setia Utami 5 5 5 5 10 15 5 10 20 80 B 38 Widya Ade Septesha 5 5 10 10 10 15 5 10 10 80 B 39 Yuniar Prima Hapsari 5 5 10 5 10 10 10 10 0 65 C

JUMLAH 185 145 285 255 330 340 300 380 365 2585 RATA-RATA 5 4 7 7 8 9 8 10 9 66.28 JUMLAH JAWABAN

BENAR 37 29 5 16 30 7 22 37 5

Ke terangan:

Kategori Kemampuan Siswa Banyak Siswa

A (Sangat Baik) 0 0

B (Baik) 12 30,77%

C (Cukup) 27 69,23%

D (Kurang) 0 0

E (Sangat Kurang) 0 0


(2)

198

REKAPITULASI LEMBAR OBSERVASI GURU

NO ASPEK YANG DIAMATI PERTEMUAN KE-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Persiapan

1 Memberikan apersepsi

2 Memberikan motivasi

Kegiatan Inti

1 Menunjukkan penguasaan materi pe laja ran

2 Mengaitkan materi dengan pengetahuan lain yang relevan

3 Menyampaikan materi dengan jelas dan runtut sesuai

dengan hirarki bela jar dan kara kteristik siswa

4 Menguasai kelas

5 Melaksanakan pembe laja ran yang bersifat kontekstual

-

-

-

-

-6 Melaksanakan pembe laja ran sesuai dengan alokasi wa ktu yang direncanakan

7 Melaksanakan pembe laja ran sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai

8 Menggunakan media secara efekt if dan efisien

9 Melibatkan siswa dala m pe manfaatan media

10 Menumbuhkan partisipasi aktif siswa dala m pe mbela jaran

11 Menumbuhkan kerjasama dan antusiasme siswa dala m

belajar

12 Memantau ke ma juan belaja r sela ma proses

13 Melakukan penila ian akh ir sesuai dengan kompetensi

(tujuan)

Penggunaan Me tode Socr ates

1 Merencanakan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan

2 Memberi waktu 3-5 detik untuk siswa berpikir

3 Mengulang jawaban siswa dengan kata-kata yang berbeda


(3)

199

NO ASPEK YANG DIAMATI PERTEMUAN

KE-1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

4 Mengikuti jalan p ikiran siswa

5 Memberi pertanyaan yang berantai

6 Memberi pertanyaan yang bersifat menyelidiki dan selalu me mbutuhkan penjelasan siswa

7 Memberi pertanyaan yang mendala m dan me lebar

8 Secara periodik menuliskan hasil-hasil sementara dari

jawaban siswa

9 Mendistribusikan pertanyaan secara adil ke seluruh siswa

10 Menunjukkan sikap terbuka terhadap respon siswa

11 Menunjukkan sikap yang ra mah

12 Menggunakan bahasa yang dimengerti siswa

13 Menggunakan pengala man-pengalaman siswa da la m mengaju kan pertanyaan

Penutup

1 Melakukan refleksi atau rangku man yang me libatkan siswa

2 Memberikan tindak lanjut: arahan atau tugas


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

PENERAPAN PEMBELAJARAN SOCRATES DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI PROSES BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS (Penelitian Deskriptif Kualitatif pada Siswa Kelas X SMA Negeri 17 Bandar Lampung Semester Genap Tahun P

0 16 42

PENERAPAN PEMBELAJARAN SOCRATES DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP PROSES BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA (Penelitian Deskriptif Kualitatif Pada Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 10 Bandar Lampung Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 7 57

PENERAPAN METODE SOCRATES PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DITINJAU DARI PROSES BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS (Penelitian Deskriptif Kualitatif pada Siswa Kelas X SMA Negeri 15 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran

8 52 122

ANALISIS DESKRIPTIF DISPOSISI BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL (Penelitian Kualitatif di SMP Al-Kautsar Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

2 13 89

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN LANGSUNG DENGAN PENDEKATAN PROBLEM POSING DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 20 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/ 2015)

0 4 68

ANALISIS SELF-EFFICACY BERPIKIR KRITIS SISWA DENGAN PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL (Penelitian Kualitatif pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 19 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

2 27 96

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA (Penelitian Kuantitatif pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 22 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 10 75

DESKRIPSI DISPOSISI BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL (Penelitian Kualitatif pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 19 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

3 19 81

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA(Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Al-Kautsar Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 6 67

ANALISIS DESKRIPTIF SELF-EFFICACY BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL (Penelitian Kualitatif pada Siswa Kelas VII-J SMP Negeri 8 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

3 34 86