“Ibu” adalah simbol, artinya ditentukan oleh konvensi masyarakat bahasa Indonesia. Orang Inggris menyebutnya mother.
Gagasan-gagasan Pierce menjadi dasar semiotik dan dapat berlaku bagi sistem tanda manapun. Namun, dalam penelitian karya sastra, khususnya puisi
masih diperluan teori yang mengkhususkan dalam analisis puisi karena bahasa dalam puisi menggunakan bahasa yang tidak lazim. Untuk itulah penaturalan
bahasa menjadi sangat penting, dan teori semiotika Pierce dinilai masih kurang membantu.
b. Roland Barthes
Ahli semiotik lainnya yang dikenal luas sebagai penulis yang menggunakan analisis semiotik dan pengembang pemikiran pendahulunya, Ferdinand de
Saussure adalah Roland Barthes. Tulisan- tulisan Barthes yang disebutnya dengan mitos banyak dipublikasikan dalam majalah Perancis Les Leures Nouvelles
Iswidayati.2000.Roland Barthes dan Mitologi.www.fisip-unmil.ac.id. Dalam konteks mitologi lama, mitos bertalian dengan sejarah dan bentukan
masyarakat pada masanya, tetapi Barthes memandangnya sebagai bentuk pesan atau tuturan yang harus diyakini kebenarannya walau tidak dapat dibuktikan.
Bagi Barthes, tuturan mitos bukan saja berbentuk tuturan oral melainkan dapat berbentuk tulisan, fotografi, film, laporan ilmiah, dan lukisan. Barthes
menamakan pesan-pesan tersebut sebagai mitos bahasa Yunani : muthos, artinya tuturan yang mempunyai makna pesan.
Mitos bukan konsep atau ide tetapi merupakan suatu pemberian. Secara etimologis, mitos merupakan suatu jenis tuturan, tentunya bukan sembarang
tuturan. Iswidayati menambahkan satu hal yang harus diperhatikan bahwa mitos adalah suatu sistem komunikasi yakni suatu pesan. Mitos pada dasarnya adalah
semua yang mempunyai modus representasi di mana juga merupakan interpretasi untuk mendapatkan maknanya.
Barthes mengembangkan semiotika menjadi 2 tingkatan pertandaan, yaitu tingkat denotasi dan tingkat konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang
menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang
menjelaskan hubungan penandaan dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung dan pasti. Jika ditelaah melalui
kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi yang disebut sebagai mitos serta berfungsi mengungkapkan dan memberikan pambenaran bagi
nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu Rafiek, 2012: 105.
Sunardi 2002: 99 juga menjelaskan bahwa mitos yang berurusan dengan semiologi telah berkaitan dengan 2 istilah yakni penanda signifier, petanda
signified dan kemudian bertambah lagi dengan istilah tanda sign. Misalnya satu karangan bunga menandakan cinta. Dalam hal ini signifier adalah suatu
konsep bahasa bunga, signified adalah gambaran dari mental bunga, dan sign merupakan hubungan antara konsep dan gambaran mental yang melahirkan suatu
arti, yakni cinta.
Jika diperhatikan bahwa ada 2 lapisan dalam sistem semiologi yakni ada sistem linguistik dan sistem mitos. Hal ini oleh Barthes dibedakan menjadi 2
istilah. Dalam lapisan bahasa, signifier disebut meaning tetapi dalam lapisan mitos disebut bentuk. Untuk kasus signified tetap sama karena tidak
menimbulkan keambiguan yakni konsep. Di dalam bahasa linguistik sign dipakai dalam hubungan antara signifier dan signified. Tetapi dalam mitos sign
merupakan keseluruhan dari hasil sistem semiologi terdahulu, jadi bagi mitos disebut signifikasi atau signification.
Iswidayati menjelaskan bahwa dalam mitos mempunyai sistem yang unik. Hal ini karena semiologisnya dikonstruksi dari semiologis sebelumnya yakni
tanda. Secara kasat mata mitos sulit untuk dideteksi dan tumbuh dari opini-opini yang sudah diyakini. Pada prinsipnya menurut Barthes konsumen mitos hanya
berhenti pada bahasa linguistik sehingga ia menerima fakta sebagai fakta, yang benar-benar
terjadi tanpa
melihat mitos
sebagai sistem
semilogis Iswidayati.2000.Roland Barthes dan Mitologi.www.fisip-unmil.ac.id.
Teori Barthes dapat berlaku bagi pengkajian semiotik dalam bidang seni rupa, periklanan dan sistem tanda manapun. Namun, seperti halnya dengan teori
semiotika Pierce, bahwa dalam penelitian karya sastra khususnya puisi, diperlukannya penaturalan bahasa dan analisis obyek yang mendetail membuat
teori mitos Barthes dinilai kurang berfungsi dalam penelitian ini. Selain itu, teori Barthes menekankan pada penguraian mitos, karena pada dasarnya penutur hanya
berhenti pada tataran linguistik tanpa melihat esensinya, menjadikan pesan yang ingin disampikan oleh penulis kepada pembaca mengalami keterbatasan,
dikarenakan adanya keterbatasan pemahaman kultur yang tidak sama. Untuk itulah masih diperlukan teori semiotika lain yang secara khusus melakukan
pembahasan lengkap terhadap puisi.
c. Michael Riffaterre