PERCOBAAN COUNTING CHAMBER DAN STANDAR P

(1)

PERCOBAAN 15 : Menghitung Jumlah Sel Ragi dalam Bilik Hitung

I. Tujuan Percobaan

1. Mengetahui jumlah sel ragi dengan menggunakan bilik hitung (Counting Chamber) II. Prinsip Percobaan

Percobaan ini menggunakan bilik hitung hemasitometer yang biasa digunakan untuk menghitung sel darah. Penghitungan konsentrasi sel pada hemasitometer ini bergantung pada volume dibawah coverslip. Dalam conting chamber terdapat empat persegi besar dengan luas 1 mm2, sehingga volumenya 0,1 mm3 yang setara dengan 10-4 ml. Ada 25 kotak berukuran medium di dalam kotak besar, dimana kotak ini ekuivalen dengan 1/25 kotak besar. Setiap kotak berukuran medium dibagi menjadi 16 kotak persegi kecil. Jika di atas bagian atas tadi diletakkan suatu kaca tutup maka terbentuklah suatu ruangan yang tingginya sama dengan 0,1 mm..Adapun kotak yang paling kecil berfungsi untuk mempermudah perhitungan sel.

III. Teori Dasar

Hemasitometer adalah suatu alat yang terdiri dari sebuah slide mikroskop kaca tebal dengan lekukan persegi panjang yang menciptakan sebuah kamar. Ruangan ini adalah diukir dengan laser-grid tergores garis tegak lurus. Perangkat ini dibuat dengan hati-hati sehingga daerah yang dibatasi oleh garis diketahui, dan kedalaman ruang ini juga dikenal. Oleh karena itu mungkin untuk menghitung jumlah sel atau partikel dalam suatu volume tertentu cairan, dan dengan demikian menghitung konsentrasi sel dalam cairan secara keseluruhan. Perangkat ini awalnya dirancang untuk penghitungan sel darah. Sekarang juga digunakan untuk menghitung jenis sel serta partikel mikroskopis lainnya.

Hemasitometer terdiri dari beberapa kotak empat persegi besar dengan luas 1 mm2, sehingga volumenya 0,1 mm3 yang setara dengan 10-4 ml.Bila sel bakteri dihitung pada kotak besar, maka jumlah sel yang didapat dikalikan 104 untuk mendapatkan jumlah sel bakteri/ml. Ada 25 kotak berukuran medium di dalam kotak besar, dimana kotak ini mempunyai panjang 0,2 mm, lebar 0,2 mm dan kedalaman 0,1


(2)

mm sehingga memberikan volume 0,04 mm3 dan luas 0,04 mm2 yang ekuivalen dengan 1/25 kotak besar. Setiap kotak berukuran medium dibagi menjadi 16 kotak persegi kecil. Sisi dari persegi kecil panjangnya 50 mikrometer (0,05 mm). Jika di atas bagian atas tadi diletakkan suatu kaca tutup maka terbentuklah suatu ruangan yang tingginya sama dengan 0,1 mm. Sehingga tiap persegi kecil, mempunyai volume ruangan: 0,05 x 0,05 x 0,1 mm3 = 25.10-5 mm3

Jika di bawah kaca tutup tadi dimasukkan setetes suspensi ragi, maka dapat dihitung jumlahnya dalam tiap persegi. Sehingga dapat dihitung jumlah sel dalam tiap ml suspensi tersebut. Saat meletakkan kaca tutup di atas bilik hitung, bagian bawah dari pinggir kaca tidak boleh basah, atau larutan yang dimasukkan ke dalam bilik hitung berlebih, karena akan menyebabkan tinggi ruang hitung akan melebihi 0,1 mm. Untuk menampung kelebihan cairan, maka pada sisi samping bilik hitung dibuat dua saluran yang dalam. Pada bilik hitung model lama, saluran ini berbentuk lingkaran yang melingkari bilik hitung. Sedangkan pda model baru, di dalam kaca objek dibuat dua bilik hitung yang dipisahkan satu sama lain dengan saluran.

IV. Alat dan Bahan Alat

1. Bilik Hitung 2. Pipet Tetes 3. Mikroskop Bahan


(3)

V. Data No .

Hasil Pengamatan Keterangan

1. Mikroba : Ragi

Media Tujuan : -Tanggal Pengamatan : 17 Oktober 2016

Pengamatan : 439 sel Sumber : Kelompok 6

VI. Analisis

Pada percobaan ini kami mengamati jumlah sel ragi dengan menggunakan bilik hitung (Counting Chamber) , bilik hitung yang kami gunakan adalah Hemasitometer yang biasa digunakan dalam perhitungan sel darah. Dalam melakukan percobaan, kami diharuskan untuk menghitung jumlah sel ragi paling sedikit tiga kali pengulangan lalu dihitung rata-rata. Hal ini bertujuan agar jumlah sel yang didapatkan dari hasil pengamatan lebih akurat karena penglihatan mata manusia memiliki keterbatasan. Selain itu, dalam pengisian bilik hitung dengan menggunakan pipet tetes perlu diperhatikan bahwa penetasan harus searah, hanya perlu meneteskan suspensi ragi pada salah satu sisi pinggir kaca tutup. Hal ini bertujuan untuk mencegah adanya gelembung udara dalam bilik hitung. Jika terdapat gelembung udara, lebih baik untuk


(4)

mengulang pengisian bilik hitung, karena udara akan menyulitkan pengamatan saat menggunakan mikroskop.

Dalam percobaan ini, kami menggunakan Hemasitometer karena mikroba yang akan kami amati adalah sel ragi. Hemasitometer dapat digunakan untuk melakukan perhitungan sel secara cepat dan dapat digunakan untuk konsentrasi sel yang rendah. Makhluk hidup yang berkembang biak dengan spora antara lain paku, jamur, ganggang dan suplir. Spora terdapat pada daun tumbuhan bagian belakang, berbentuk serbuk dan disimpan di dalam kotak spora yang disebut sporangium. Jamur merupakan tumbuhan yang berkembang biak dengan spora. Kita tahu jamur tidak pernah berbunga apalagi berbiji, sebab biji baru ada apabila ada bunga yang dapat dibuahi dengan cara penyerbukan. Bentuk spora serupa dengan biji, namun bentuknya sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Spora dapat dilihat dengan bantuan alat yang disebut dengan mikroskop. Spora ini berasal dari sel yang berubah fungsi menjadi alat perkembangbiakan. Perkembangbiakan pada jamur yang tumbuh liar di kebun terjadi pada saat spora jatuh ke tanah yang lembab dan subur. Spora yang jatuh tersebut berubah menjadi alat perkembangbiakan dan mengisap makanan, sampai akhirnya tumbuh menjadi tumbuhan jamur yang baru (Mikapin, 2012).

Hemasitometer adalah perangkat awalnya dirancang untuk penghitungan sel darah. Sekarang juga digunakan untuk menghitung jenis sel serta partikel mikroskopis lainnya. Hemositometer ini ditemukan oleh Louis-Charles Malassez dan terdiri dari tebal kaca slide mikroskop dengan lekukan persegi panjang yang menciptakan sebuah kamar. Ruang ini diukir dengan laser-terukir grid garis tegak lurus. Perangkat ini dibuat dengan hati-hati sehingga daerah yang dibatasi oleh garis diketahui, dan kedalaman ruang ini juga diketahui. Oleh karena itu mungkin untuk menghitung jumlah sel atau partikel dalam volume tertentu cairan, dan dengan demikian menghitung konsentrasi sel dalam cairan secara keseluruhan (Mikapin, 2012).

Prinsip dari perhitungan Petroff-Hauser yaitu melakukan perhitungan dengan pertolongan kotak-kotak skala, di mana dalam setiap ukuran skala seluas 1 mm2terdapat 25 buah kotak besar dengan luas 0,04 mm2, dan setiap kotak besar terdiri dari 16 kotak kecil. Alat haemocytometer digunakan di bawah mikroskop, sisinya mempunyai ukuran 0,05 mm. Sedangkan satu kotak sedang berukuran nilai 0,2 mm.


(5)

Dan tebal nya adalah 0,1 mm. Jumlah sel per ml sampel dapat dihitung sebagai berikut:

 Jumlah sel per mm3 sampel = Jumlah sel dalam 25 kotak besar × (1/0,02)

 Jumlah sel per ml sampel = Jumlah sel per mm3 sampel × 103 = Jumlah sel per kotak besar × 25 kotak× (1/0.02)x 103

 Jumlah sel per ml sampel = Jumlah sel per kotak besar × 25 kotak × 50 × 103

 Jumlah sel per mL sampel = jumlah sel per kotak besar x 1,25 x 106

Misalnya : Didapatkan jumlah mikroba yang mau dihitung 12 sel mikroba, maka jumlah sel per ml sampel adalah: 12 × 1,25 × 106 = 1,5 × 107 (Mikapin, 2012).

Sebelum pengamatan mikroorganisme yang diperiksa perlu diencerkan, jika kepadatan tinggi sel akan membuat tidak mungkin menghitung. Kebutuhan untuk pengenceran adalah kerugian, karena setiap pengenceran menambahkan ketidakakuratan untuk pengukuran. Keuntungan metode ini adalah menjadi murah dan cepat, membuat metode perhitungan ini yang lebih disukai dalam percobaan biologis cepat dalam yang perlu hanya ditentukan apakah kultur sel telah tumbuh seperti yang diharapkan (Rio, 2012).

Haemocytometer memiliki kelemahan dan kelebihan dalam penggunaannya dalam proses perhitungan bakteri secara langsug. Kelebihannnya antara lain ialah cepat dalam menghasilkan data dan tak perlu menunggu lama, serta datanya atau jumlah selnya langsung didapat pada saat itu juga setelah menghitung menggunakan rumusnya, menghitung jumlah sel yang hidup maupun yang mati, tergantung dari pewarna yang digunakan dan menghemat biaya. Sedangkan kelemahannya ialah tidak dapat membedakan antara sel yang mati dengan yang hidup karena perhitungannya secara keseluruhan dan data yang dihasilkan tidak akurat karena setiap pengamat memiliki mata yang berbeda-beda dan terdapat keterbatasan dalam melihat serta menghitung sel yang ada dalam kamar Haemocytometer. Sebaiknya menggunakan alat yang lebih canggih lagi dalam perhitungan jumlah sel karena setiap peralatan elektronik memilki kesensitifan yang tinggi dibandingkan dengan mata manusia, seperti alat particle count (Alex, 2013).

Dalam pengamatan, kami diharuskan menghitung jumlah spora dalam 5 kotak pada lokasi yang berbeda-beda. Perhitungan dalam 5 kotak yang berbeda ini bertujuan untuk menghitung persebaran sel ragi. Apabila kita menghitung sel pada 5 kotak yang berdekatan, dikhawatirkan terjadi kesalahan dalam perhitungan karena sel spora yang


(6)

dihitung terletak pada posis yang tidak berjauhan. Selain itu, perhitungan 5 kotak juga bertujuan agar hasil yang didapatkan lebih akurat.

VII. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Haemacytometer adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk melakukan perhitungan sel secara cepat dan dapat digunakan untuk konsentrasi sel yang rendah.

2. Penghitungan konsentrasi sel pada haemacytometer ini bergantung pada volumedibawah coverslip. Pada chamber terdapat 9 kotak besar berukuran 1 mm2 dan kotak-kotak kecil, di mana satu kotak besar sama dengan 25 kotak kecil sehingga satu kotak besar tersebut memiliki volume sebesar 0.0001 ml.

3. Kelebihan perhitungan sel dengan menggunakan haemacytometer adalah dapat menghitung jumlah sel yang hidup maupun yang mati, tergantung dari pewarna yang digunakan dan biayanya yang murah. Kekurangannya yaitu kurang akurat karena mata praktikan memiliki keterbatasan.

4. Dari hasil pengamatan, didapatkan sebanyak 439 sel ragi yang tersebar di 5 kotak yang letaknya berbeda-beda dalam Hemasitometer.

VII. Daftar Pustaka

Barti, Setiani dan Mayrina Firdayati. 2013.Penuntun Praktikum Mikrobiologi Lingkungan. Bandung: ITB (Halaman 59)

http://www.hemocytometer.org/2013/04/09/counting-yeast-with-a-hemocytometer/ (diakses pada tanggal 20 Oktober 2016 pukul 20.45)

http://bitesizebio.com/13687/cell-counting-with-a-hemocytometer-easy-as-1-2-3/ (diakses pada tanggal 20 Oktober 2016 pukul 20.53)

https://eurekabrewing.wordpress.com/2012/08/03/yeast-basics-counting-yeast-cells/ (diakses pada tanggal 22 Oktober 2016 pukul 22.12)


(7)

I. Tujuan Percobaan

1. Menentukan jumlah koloni dengan metose pengenceran dalam Standard Plate Count

II. Prinsip Percobaan

Agar yang sudah encer didinginkan sampai sekitar 450C lalu dituang ke dalam cawan petri yang terdapat volume tertentu sampel yang diencerkan. Setelah cawan ditutup, kemudian digoyang ke beberapa arah untuk meratakan campuran medium dan sampel, agar koloni dapat tumbuh dengan distribusi merata. Semua prosedur ini dilakukan pada setiap pengenceran. Dimana penanaman pada cawan petri sebaiknya dilakukan duplikat agar lebih akurat, kemudian sesudah diinkubasi satu malam, lalu dihitung koloninya dengan colony counter.

III. Teori Dasar

Mikroorganisme adalah mikroba atau organisme yang berukuran sangat kecil sehingga untuk mengamatinya diperlukan alat pembesar. Mikroorganisme seringkali bersel tunggal meskipun beberapa protista bersel tunggal masih dapat terlihat oleh mata telanjang dan ada beberapa spesies multisel yang tidak dapat terlihat oleh mata telanjang. Mikroorganisme biasanya dianggap mencakup semua prokariota, protista dan alga renik. Fungi terutama yang berukuran kecil dan tidak membentuk hifa, dapat pula dianggap sebagai bagiannya meskipun banyak yang tidak menyepakatinya (Tria, 2012).

Organisme mikroskopis adalah organisme yang hanya bisa dilihat dengan menggunakan mikroskop. Salah satunya adalah bakteri yang merupakan organisme mikroskopis. Keadaan bakteri di alam ini ada yang bersifat menguntungkan dan ada yang bersifat merugikan bagi kepentingan manusia. Bakteri yang menguntungkan dan merugikan bagi kepentingan organisme akuatik perlu dipelajari supaya bakteri yang menguntungkan, keberadaannya (kapasitas jumlahnya) dapat diperbanyak sedangkan untuk bakteri yang merugikan (patogen) jumlah populasinya dapat ditekan dan dapat dilakukan tindakan pencegahan atau antisipasi infeksi bakteri tersebut (Umam, 2008).


(8)

Setelah kita mempelajari bagaimana menumbuhkan suatu koloni bakteri, tentu harus mengatahui kuantitas dan kualitas dari bakteri tersebut. Dalam hal ini yang akan dibahas adalah bagaimana mengetahui kuantitas dari suatu bakteri. Ada berbagai cara untuk menghitung jumlah sel bakteri, antara lain hitungan langsung dengan menggunakan mikroskop, dan hitungan tidak langsung dengan metode hitung cawan baik dengan metode cawan tuang maupun metode cawan sebar. Pengukuran kuntitatif populasi mikroba dari suatu sampel dilakukan untuk mengetahui kualitas bahan atau tujuan lain berdasarkan jumlah mikroba yang ada dalam sampel tersebut. Sehingga dengan kita dapat mengetahui apakah mikroba tersebut berbahaya atau bahkan baik bagi lingkungan dalam jumlah tertentu.

Untuk mengetahui perkembangan suatu bakteri membutuhkan pembuatan media dengan metode perhitungan bakteri yang ada dalam media. Ada banyaknya metode yang digunakan dalam menghitung jumlah bakteri secara kuantitatif dari suatu populasi bakteri. Proses penghitungan sel bakteri dapat dilakukan dengan beberapa metode baik secara langsung maupun tidak langsung,

Penghitungan mikroba secara langsung antara lain: 1. Plate Count (hitungan cawan)

Plate count atau viable count didasarkan pada asumsi bahwa setiap sel mikroorganisme hidup dalam suspensi akan tumbuh menjadi satu koloni setelah ditumbuhkan dalam media pertumbuhan dan lingkungan yang sesuai. Setelah diinkubasi, jumlah koloni yang tumbuh dihitung dan merupakan perkiraan atau dugaan dari jumlah mikroorganisme dalam suspensi tersebut (Mikapin, 2012).

Penghitungan mikroorganisme dengan Plate Count merupakan perhitungan secara tidak langsung karena tidak menghitung jumlah selnya, melainkan hanya jumlah koloni saja yang dapat dihitung.

2. Turbidimetri

Turbidimetri merupakan metode yang cepat untuk menghitung jumlah bakteridalam suatu larutan menggunakan spektrofotometer. Bakteri menyerap cahaya sebanding dengan volume total sel (ditentukan oleh ukuran dan jumlah). Ketika mikroba bertambah jumlahnya atau semakin besar ukurannya


(9)

dalam biakan cair, terjadi peningkatan kekeruhan dalam biakan. Kekeruhan dapat disebut optical density (absorbsi cahaya, biasanya diukur pada panjang gelombang 520 nm – 700 nm). Untuk mikroba tertentu, kurva standar dapat memperlihatkan jumlah organisme/ml (ditentukan dengan metode hitungan cawan) hingga pengukuran optical density (ditentukan dengan spektrofotometer) (Mikapin, 2012).

3. Hemasitometer

Hemasitometer adalah metode perhitungan secara mikroskopis. Ruang hitung terdiri dari 9 kotak besar dengan luas 1 mm². Satu kotak besar di tengah, dibagi menjadi 25 kotak sedang dengan panjang 0,05 mm. Satu kotak sedang dibagi lagi menjadi 16 kotak kecil. Dengan demikian satu kotak besar tersebut berisi 400 kotak kecil. Tebal dari ruang hitung ini adalah 0,1 mm. Sel bakteri yang tersuspensi akan memenuhi volume ruang hitung tersebut sehingga jumlah bakteri per satuan volume dapat diketahui (Mikapin, 2012).

Dalam perhitungan jumlah mikroorganisme ini seringkali digunakan pengenceran. Di dalam laboratorium, pengenceran di lakukan dengan botol pengenceran seperti lazimnya pada SPC, namun dapat pula menggunakan tabung reaksi. Pada pengenceran dengan menggunakan botol cairan terlebih dahulu dikocok dengan baik sehingga kelompok sel dapat terpisah. Pengenceran sel dapat membantu untuk memperoleh perhitungan jumlah mikroorganisme yang benar. Namun pengenceran yang terlalu tinggi akan menghasilkan lempengan agar dengan jumlah koloni yang umumnya relatif rendah (Hadioetomo, !996).

Pada metode perhitungan cawan dilakukan pengenceran yang bertingkat yang mana ditujukan untuk membentuk konsentrasi dari suatu suspensi bakteri. Sampel yang telah di encerkan ini di hitung ke dalam cawan baru kemudian di tuang ke mediumnya (metode tuang). Kemudian setelah diinkubasi selama 24- 48 jam, amati koloni yang tumbuh dan koloni yanng diamati hanyalah koloni yang berjumlah 30-300 koloni (Gobel, 2008).

Tingkat pengenceran yang diperlukan didasarkan pada pendugaan populasi bakteri yang ada dalam contoh. Hasil yang baik adalah jika pada pengenceran yang lebih rendah contoh yang diduga lebih banyak menunjukkan hasil uji positif (adanya pertumbuhan bakteri) dan pada pengenceran lebih tinggi contoh yang diduga lebih


(10)

sedikit menunjukkan hasil uji negatif (tidak ada pertumbuhan bakteri). Oleh karena itu jumlah populasi bakteri yang ada dalam contoh diduga tinggi maka contoh harus diencerkan sampai diperoleh tingkat pengenceran yang lebih tinggi sehingga nilai maksimum dapat dihitung. Metoda pengenceran yang paling mudah dengan melakukan pengenceran 10 kali lipat dengan menggunakan 3 atau 5 tabung pengenceran sekali gus ( Fridaz, Srikandi, 1992 ).

IV. Alat dan Bahan Alat

1. 6 Tabung berisi agar nutrisi 20 mL 2. 7 Tabung berisi akuades steril 3. Pembakar Bunsen

4. Pemanas, Termometer 5. Pipet steril, Cawan Petri Bahan

1. Kultur biakan bakteri Escherichia coli dalam tabung reaksi berumur 24-48 jam.

V. Data No .

Hasil Pengamatan Keterangan

1. 1. Cawan Petri I A Bakteri : Eschericia coli

Sumber Media : Suspensi Kultur berumur 24-48 jam

Media Tujuan : Agar nutrisi Tanggal Pengamatan : 18 Oktober 2016

Pengamatan :

1. Cawan Petri IA = >300 Koloni

2. Cawan Petri II B = 233Koloni Sumber : Kelompok 5


(11)

2. Cawan Petri II B

Sumber : Kelompok 5

2.

1. Cawan Petri II A

Bakteri : Escherichia coli

Sumber Media : Suspensi Kultur berumur 24-48 jam

Media Tujuan : Agar Nutrisi Tanggal Pengamatan : 18 Oktober 2016

Pengamatan : 1. Cawan Petri IIA 2 Cawan Petri II B Sumber : Kelompok 6


(12)

3. Cawan Petri II B

Sumber : Kelompok 6 3. 1. Cawan Petri IA

2.Cawan Petri IB

Bakteri : Eschericia coli

Sumber Media : Suspensi Kultur berumur 24-48 jam

Media Tujuan : Kaldu Nutrisi Tanggal Pengamatan : 5 Oktober 2016

Pengamatan :

1. Cawan Petri IA = 298 koloni 2. Cawan Petri I B = 292 koloni 3. Cawan Petri II A= 181 koloni 4. Cawan Petri II B = 64 koloni 5. Cawan Petri III A= 41 koloni 6. Cawan Petri III B = 30 koloni Sumber : Kelompok 9 dan 10


(13)

3.Cawan Petri II A

3.Cawan Petri II B


(14)

5.Cawan Petri III B

Sumber : Kelompok 9 dan 10

VI. Analisis

Dalam percobaan 16 kami menggunakan kultur biakan Eschericia coli dan media agar nutrisi. Prinsip cara kerja pada percobaan ini sama seperti pour plate. Kultur bakteri di encerkan terlebih dahulu dengan shaker, tujuan pemutaran tabung yang berisi kultur bakteri ini yaitu untuk memastikan penyebaran bakteri yang merata. Apabila penyebaran bakteri tidak merata dikhawatirkan terjadi penumpukan bakteri pada pengenceran tertentu dan berakhir dengan tidak adanya bakteri yang tumbuh pada cawan petri dengan pengenceran yang sangat besar. Kultur di transferkan ke tabung yang berisi akuades steril dengan menggunakan pipet steril. Penransferan


(15)

kultur ini dilakukan hingga tabung ke 5 dan dilakukan pengenceran pada setiap tabungnya. Pada saat penransferan kultur telah memasuki tabung ke 6, suspensi yang ada dalam tabung tersebut dipindahkan ke 2 cawan petri dan seterusnya hingga tabung kedelapan. Tujuan penransferan kultur dari tabung ke cawan petri yaitu agar praktikan dapat mengetahui jumlah koloni bakteri yang tumbuh dari pengenceran yang dilakukan serta mengetahui perbedaan secara kuantitatif jumlah koloni yang didapatkan dari pengenceran yang dilakukan. Media yang digunakan yaitu agar nutrisi pada cawan petri. Selain itu, untuk menghitung jumlah koloni yang dihasilkan, diperkukan waktu inkubasi selama 24 jam pada suhu 37o.

Pada metode ini, teknik pengenceran merupakan hal yang harus dikuasai.Sebelum mikroorganisme ditumbuhkan dalam media, terlebih dahulu dilakukan pengenceran sampel menggunakan larutan fisiologis.Tujuan dari pengenceran sampel yaitu mengurangi jumlah kandungan mikroba dalam sampel sehingga nantinya dapat diamati dan diketahui jumlah mikroorganisme secara spesifik sehingga didapatkan perhitungan yang tepat.Pengenceran memudahkan dalam perhitungan koloni (Fardiaz, 1993).

Menurut Waluyo (2005), tahapan pengenceran dimulai dari membuat larutan sampel sebanyak 10 ml (campuran 1 ml/1gr sampel dengan 9 ml larutan fisiologis). Dari larutan tersebut diambil sebanyak 1 ml dan masukkan kedalam 9 ml larutan fisiologis sehingga didapatkan pengenceran 10-2. Dari pengenceran 10-2 diambil lagi 1 ml dan dimasukkan kedalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan fisiologis sehingga didapatkan pengenceran 10-3, begitu seterusnya sampai mencapai pengenceran yang kita harapkan.Secara keseluruhan, tahap pengenceran dijelaskan dalam gambar berikut ini.


(16)

Gambar : Pengenceran Total Plate Count

Sumber : http://duniachemistry.blogspot.co.id/2015/11/total-plate-count-tpc.html

Selanjutnya perhitungan dilakukan terhadap cawan petri dengan jumlah koloni bakteri antara 30-300.Perhitungan Total Plate Countdinyatakan sebagai jumlah koloni bakteri hasil perhitungan dikalikan faktor pengencer. Keuntungan dari metode TPC adalah dapat mengetahui jumlah mikroba yang dominan. Keuntungan lainnya dapat diketahui adanya mikroba jenis lain yang terdapat dalam contoh. Adapun kelemahan dari metode ini adalah:

 Memungkinkan terjadinya koloni yang berasal lebih dari satu sel mikroba, seperti pada mikroba yang berpasangan, rantai atau kelompok sel.

 Memungkinkan ini akan memperkecil jumlah sel mikroba yang sebenarnya. Kemungkinan adanya jenis mikroba yang tidak dapat tumbuh karena penggunaan jenis media agar, suhu, pH, atau kandungan oksigen selama masa inkubasi.


(17)

 Memungkinkan ada jenis mikroba tertentu yang tumbuh menyebar di seluruh permukaan media,sehingga menghalangi mikroba lain. Hal ini akan mengakibatkan mikroba lain tersebut tidak terhitung.

 Penghitungan dilakukan pada media agar yang jumlah populasi mikrobanya antara 30 – 300 koloni. Bila jumlah populasi kurang dari 30 koloni akan menghasilkan penghitungan yang kurang teliti secara statistik, namun bila lebih dari 300 koloni akan menghasilkan hal yang sama karena terjadi persaingan diantara koloni.

 Penghitungan populasi mikroba dapat dilakukan setelah masa inkubasi yang umumnya membutuhkan waktu 24 jam atau lebih.

Metode pour plate, metode ini dilakukan dengan mengencerkan koloni bakteri lalu dituangkan kedalam cawan petri baru dtuangkan pula medium agar yang masih cair. Teknik ini akan menyebabkan mudah timbulnya spreader yaitu koloni yang berbeda saling menumpuk. Hal ini bisa dihindari dengan membuat koloni tersebut lebih encer lagi, sehingga pada saat dituang koloni yang ada hanya sedikit dan kemungkinan ada spreadpun dapat dikurangi. Kekurangan yang lain dari metode ini adalah kontaminan sulit dibedakan karena semuanya dituang secara homogeny. Hal ini dapat dihindari dengan selalu bekerja dengan teknik aseptis. Kelebihan dari metode pour plate adalah tekniknya mudah dilakukan, karena sampel dikocok homogen maka bakteri aerob maupun anaerob dimungkinkan dapat hidup.

VII. Kesimpulan

1. Pengenceran pada percobaan ini sangat diperlukan untuk mengetahui perbendaan jumlah koloni yang dihasilkan setelah proses inkubasi. Hal ini terbukti dengan adanya penurunan jumlah koloni bakteri pada seri 2 dimana semakin encer media, semakin sedikit koloni yang tumbuh pada cawan petri.

2. Metode pourplate digunakan karenan dianggap metode yang paling mudah untuk dilakukannya pengamatan hasil akhir. Namun, metode ini memiliki kekurangan yaitu, sedikit rumit dalam pengerjaannya dan agar nutrisi yang digunakan tidak boleh panas maupun dingin karena jika panas akan membunuh bakteri, jika dingin akan membeku dan tidak dapat di tuang.

3. Metode standar plate count digunakan pada percobaan ini karena metodenya yang tidak membutuhkan alat khusus dan bisa dilakukan oleh siapapun. Tetapi, metode ini


(18)

kurang akurat dalam perhitungan jumlah koloni bakteri, karena mata manusia memiliki keterbatasan dalam melihat benda kecil.

VIII. Pustaka

Pelczar, Michael, J. 1986. Dasar- Dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia: Jakarta. Gobel, Risco, B., dkk., 2008. Mikrobiologi Umum Dalam Prakte.Universitas Hasanuddin: Makassar.


(1)

3.Cawan Petri II A

3.Cawan Petri II B


(2)

5.Cawan Petri III B

Sumber : Kelompok 9 dan 10

VI. Analisis

Dalam percobaan 16 kami menggunakan kultur biakan Eschericia coli dan media agar nutrisi. Prinsip cara kerja pada percobaan ini sama seperti pour plate. Kultur bakteri di encerkan terlebih dahulu dengan shaker, tujuan pemutaran tabung yang berisi kultur bakteri ini yaitu untuk memastikan penyebaran bakteri yang merata. Apabila penyebaran bakteri tidak merata dikhawatirkan terjadi penumpukan bakteri pada pengenceran tertentu dan berakhir dengan tidak adanya bakteri yang tumbuh pada cawan petri dengan pengenceran yang sangat besar. Kultur di transferkan ke tabung yang berisi akuades steril dengan menggunakan pipet steril. Penransferan


(3)

kultur ini dilakukan hingga tabung ke 5 dan dilakukan pengenceran pada setiap tabungnya. Pada saat penransferan kultur telah memasuki tabung ke 6, suspensi yang ada dalam tabung tersebut dipindahkan ke 2 cawan petri dan seterusnya hingga tabung kedelapan. Tujuan penransferan kultur dari tabung ke cawan petri yaitu agar praktikan dapat mengetahui jumlah koloni bakteri yang tumbuh dari pengenceran yang dilakukan serta mengetahui perbedaan secara kuantitatif jumlah koloni yang didapatkan dari pengenceran yang dilakukan. Media yang digunakan yaitu agar nutrisi pada cawan petri. Selain itu, untuk menghitung jumlah koloni yang dihasilkan, diperkukan waktu inkubasi selama 24 jam pada suhu 37o.

Pada metode ini, teknik pengenceran merupakan hal yang harus dikuasai.Sebelum mikroorganisme ditumbuhkan dalam media, terlebih dahulu dilakukan pengenceran sampel menggunakan larutan fisiologis.Tujuan dari pengenceran sampel yaitu mengurangi jumlah kandungan mikroba dalam sampel sehingga nantinya dapat diamati dan diketahui jumlah mikroorganisme secara spesifik sehingga didapatkan perhitungan yang tepat.Pengenceran memudahkan dalam perhitungan koloni (Fardiaz, 1993).

Menurut Waluyo (2005), tahapan pengenceran dimulai dari membuat larutan sampel sebanyak 10 ml (campuran 1 ml/1gr sampel dengan 9 ml larutan fisiologis). Dari larutan tersebut diambil sebanyak 1 ml dan masukkan kedalam 9 ml larutan fisiologis sehingga didapatkan pengenceran 10-2. Dari pengenceran 10-2 diambil lagi 1 ml dan dimasukkan kedalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan fisiologis sehingga didapatkan pengenceran 10-3, begitu seterusnya sampai mencapai pengenceran yang kita harapkan.Secara keseluruhan, tahap pengenceran dijelaskan dalam gambar berikut ini.


(4)

Gambar : Pengenceran Total Plate Count

Sumber : http://duniachemistry.blogspot.co.id/2015/11/total-plate-count-tpc.html

Selanjutnya perhitungan dilakukan terhadap cawan petri dengan jumlah koloni bakteri antara 30-300.Perhitungan Total Plate Countdinyatakan sebagai jumlah koloni bakteri hasil perhitungan dikalikan faktor pengencer. Keuntungan dari metode TPC adalah dapat mengetahui jumlah mikroba yang dominan. Keuntungan lainnya dapat diketahui adanya mikroba jenis lain yang terdapat dalam contoh. Adapun kelemahan dari metode ini adalah:

 Memungkinkan terjadinya koloni yang berasal lebih dari satu sel mikroba, seperti pada mikroba yang berpasangan, rantai atau kelompok sel.

 Memungkinkan ini akan memperkecil jumlah sel mikroba yang sebenarnya. Kemungkinan adanya jenis mikroba yang tidak dapat tumbuh karena penggunaan jenis media agar, suhu, pH, atau kandungan oksigen selama masa inkubasi.


(5)

 Memungkinkan ada jenis mikroba tertentu yang tumbuh menyebar di seluruh permukaan media,sehingga menghalangi mikroba lain. Hal ini akan mengakibatkan mikroba lain tersebut tidak terhitung.

 Penghitungan dilakukan pada media agar yang jumlah populasi mikrobanya antara 30 – 300 koloni. Bila jumlah populasi kurang dari 30 koloni akan menghasilkan penghitungan yang kurang teliti secara statistik, namun bila lebih dari 300 koloni akan menghasilkan hal yang sama karena terjadi persaingan diantara koloni.

 Penghitungan populasi mikroba dapat dilakukan setelah masa inkubasi yang umumnya membutuhkan waktu 24 jam atau lebih.

Metode pour plate, metode ini dilakukan dengan mengencerkan koloni bakteri lalu dituangkan kedalam cawan petri baru dtuangkan pula medium agar yang masih cair. Teknik ini akan menyebabkan mudah timbulnya spreader yaitu koloni yang berbeda saling menumpuk. Hal ini bisa dihindari dengan membuat koloni tersebut lebih encer lagi, sehingga pada saat dituang koloni yang ada hanya sedikit dan kemungkinan ada spreadpun dapat dikurangi. Kekurangan yang lain dari metode ini adalah kontaminan sulit dibedakan karena semuanya dituang secara homogeny. Hal ini dapat dihindari dengan selalu bekerja dengan teknik aseptis. Kelebihan dari metode pour plate adalah tekniknya mudah dilakukan, karena sampel dikocok homogen maka bakteri aerob maupun anaerob dimungkinkan dapat hidup.

VII. Kesimpulan

1. Pengenceran pada percobaan ini sangat diperlukan untuk mengetahui perbendaan jumlah koloni yang dihasilkan setelah proses inkubasi. Hal ini terbukti dengan adanya penurunan jumlah koloni bakteri pada seri 2 dimana semakin encer media, semakin sedikit koloni yang tumbuh pada cawan petri.

2. Metode pourplate digunakan karenan dianggap metode yang paling mudah untuk dilakukannya pengamatan hasil akhir. Namun, metode ini memiliki kekurangan yaitu, sedikit rumit dalam pengerjaannya dan agar nutrisi yang digunakan tidak boleh panas maupun dingin karena jika panas akan membunuh bakteri, jika dingin akan membeku dan tidak dapat di tuang.

3. Metode standar plate count digunakan pada percobaan ini karena metodenya yang tidak membutuhkan alat khusus dan bisa dilakukan oleh siapapun. Tetapi, metode ini


(6)

kurang akurat dalam perhitungan jumlah koloni bakteri, karena mata manusia memiliki keterbatasan dalam melihat benda kecil.

VIII. Pustaka

Pelczar, Michael, J. 1986. Dasar- Dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia: Jakarta. Gobel, Risco, B., dkk., 2008. Mikrobiologi Umum Dalam Prakte.Universitas Hasanuddin: Makassar.