Efektivitas penambahan garam dalam media transportasi tertutup benih ikan gurame Osphronemus gouramy Lac.

(1)

ABSTRACT

MIRA SULISTIANINGRUM GINTING. Effectiveness of the Addition of Salt in Closed Transport Media, Containing Zeolite 20 g/l and Activated Carbon 10 g/l, Gurame Fish Osphronemus gouramy Lac. With High density. Supervised by EDDY SUPRIYONO and YUNI PUJI HASTUTI

Transporting fish is uasully done with a high density so as to be efficient in transpoet costs, moreover the more crowded the fish in a container, the more stressed the fish will be. These conditions will result in the increased fish physiological activity that can affect water quality, especially DO, CO2, and NH3.

This study aimed to evaluate the effectiveness of the addition of salt to the media that has contained zeolite and activates carbon in maintaining the water quality the transport media, so as to minimize the death rate in a closed transport ofgurame seeds with a size of ±4 cm. The research was conducted in a laboratory scale with a complete randomized design. Gurame (Osphronemus gouramy) tested in this study were given four different treatments with three replications. The treatments were A) 50 fish/ℓ + 20 g/ℓ zeolite + 10 g/ℓ activated carbon, 4 g/ℓ salt; B) 50 fish/ℓ + 20 g/ℓ zeolite + 10 g/ℓ activated carbon, 6 g/ℓ salt; C) 50 fish/ℓ + 20 g/ℓ

zeolite + 10 g/ℓ activated carbon, 8 g/ℓ salt; dan D) 50 fish/ℓ + 20 g/ℓ zeolite + 10

g/ℓ activated carbon, 10 g/ℓ salt. The transportation was 72 hours. The result showed that the survival rates for treatments A, B, C, and D were respectively 86%, 35,33%, 16,67%, and 5,33%. The result of this study also showed treatment A gave the best result seen from the survival rate (SR) of 86%, which was related to the water quality of a good transport medium in which the content of total ammonia nitrogen (TAN) was 0.87±0.03, NH3 0.03535±0.005, DO 4.8033 mg/ℓ,

and had the most daily growth rate of the 4.73%, and the survival rate during the post-transport raising process of 100%.

Keywords: Gurame seed, survival rate (SR), zeolites, salt, transport, and activated carbon.


(2)

ABSTRAK

MIRA SULISTIANINGRUM GINTING. Efektivitas Penambahan Garam dalam Media Transportasi Tertutup, yang Mengandung Zeolit 20 g/ℓ dan Karbon Aktif 10 g/ℓ, Benih Ikan Gurame Osphronemus gouramy Lac. dengan Kepadatan Tinggi. Dibimbing oleh EDDY SUPRIYONO dan YUNI PUJI HASTUTI.

Pengangkutan ikan biasanya dilakukan dengan kepadatan yang tinggi untuk mengefisiensikan biaya transportasi, namun semakin padat ikan yang dibawa dalam suatu wadah maka akan meningkatkan stres pada ikan. Stres yang timbul akan mengakibatkan aktifitas fisiologis ikan meningkat yang dapat memperburuk kualitas air khusunya DO, CO2, dan NH3. Penelitian ini bertujuan untuk

mengevaluasi efektifitas penambahan garam pada media yang telah diberi zeolit dan karbon aktif dalam mempertahankan kualitas air media pengangkutan, sehingga dapat meminimalisasi tingkat kematian pada pengangkutan tertutup benih gurame ukuran ±4 cm. Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium dengan rancangan acak lengkap. Ikan gurame Osphronemus gouramy yang diuji pada penelitian ini diberi empat perlakuan yang berbeda dan dengan tiga ulangan. Perlakuan tersebut yaitu A) 50 ekor/ℓ + 20 g/ℓ zeolit + 10 g/ℓ karbon aktif, 4 g/ℓ garam; B) 50 ekor/ℓ + 20 g/ℓ zeolit + 10 g/ℓ karbon aktif, 6 g/ℓ garam; C) 50 ekor/ℓ + 20 g/ℓ zeolit + 10 g/ℓ karbon aktif, 8 g/ℓ garam;dan D) 50 ekor/ℓ + 20 g/ℓ zeolit + 10 g/ℓ karbon aktif, 10 g/ℓ garam. Pengangkutan dilakukan selama 72 jam. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kelangsungan hidup selama pengangkutan untuk perlakuan A, B, C, dan D masing-masing 86%, 35,33%, 16,67%, dan 5,33%. Hasil penelitian ini menunjukkan perlakuan A memberikan hasil terbaik dilihat dari nilai tingkat kelangsungan hidup (SR) sebesar 86 %, yang dihubungkan dengan nilai kualitas air media pengangkutan yang baik dimana kadar total amoniak nitrogen (TAN) 0.87±0.03, NH3 0.03535±0.005, DO 4.8033 mg/ℓ serta memiliki laju pertumbuhan harian yang paling besar yakni 4,73%, dan tingkat kelangsungan hidup selama pemeliharaan pasca pengangkutan sebesar 100%.

Kata kunci : Benih ikan gurame, tingkat kelangsungan hidup (SR), zeolit, karbon aktif, garam, transportasi


(3)

1

I. PENDAHULUAN

Daya dukung ketersediaan benih sangat dibutuhkan untuk memenuhi permintaan konsumsi ini. Pemenuhan kebutuhan benih dapat disuplai dari daerah pembenih melalui kegiatan transportasi. Salah satu komoditas unggulan Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia dengan kenaikan produksi sebesar 4,9% adalah ikan gurame (KKP, 2010). Kegiatan pembenihan gurame di Indonesia banyak dilakukan di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah sedangkan kegiatan pembesaran ikan gurame banyak dilakukan di daerah lain di pulau Jawa seperti di daerah Kalimantan, Sumatra, dan Nusa Tenggara. Hingga saat ini, daerah penghasil gurami terbesar diantaranya adalah Jawa Barat (34%), Jawa Tengah (18,7%), Jawa Timur (15%), Sumatera Barat (15,4%), dan Nusa Tenggara Barat (2,7%) (Saparinto, 2008).

Lokasi kegiatan pembesaran dan lokasi kegiatan pembenihan memiliki jarak yang cukup jauh sehingga dibutuhkan suatu upaya untuk kegiatan pengangkutan. Ada 2 metode yang digunakan dalam kegiatan pengangkutan ikan, yaitu yang pengangkutan kering dan pengangkutan basah. Pengangkutan kering adalah tidak menggunakan air sebagai media transportasi, akan tetapi media lain yang bisa membuat lingkungan atau wadah dalam keadaan lembab. Sedangkan pengangkutan basah media dituntut sama dengan tempat hidup ikan sebelumnya yaitu air dan oksigen (Wibowo 1993). Pengangkutan basah terbagi menjadi 2 yaitu pengangkutan terbuka dan pengangkutan tertutup. Pengangkutan terbuka umumnya dilakukan pada jarak tempuh yang lebih pendek sedangkan pengangkutan tertutup dilakukan untuk jarak tempuh yang lebih jauh. Untuk mengefisienkan biaya transportasi maka transportasi benih ikan biasanya dilakukan dengan kepadatan tinggi. Semakin padat jumlah benih ikan dalam wadah transportasi akan mengakibatkan stress pada benih ikan. Tingkat stress yang tinggi akan mempengaruhi aktifitas fisiologi ikan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas media dalam wadah transportasi. Benih ikan yang stress akan mengkonsumsi oksigen dalam jumlah besar sehingga kadar oksigen terlarut


(4)

2 dalam air menurun dan akan meningkatkan kadar CO2. Selain itu, tingkat stress

yang berlebih akan membuat benih ikan mengeluarkan NH3 yang bersifat toksik.

Tingginya NH3 dan CO2 dapat diantisipasi dengan penggunaan zeolit dan

karbon aktif. Bahan aktif berupa zeolit dan karbon aktif ini digunakan karena telah dilakukan penelitian oleh Gozali (2007) yang menguji pemberian zeolit sebanyak

20 g/ℓ pada pengangkutan ikan maanvis ukuran 2 g/ekor dengan kepadatan 20

ekor/ℓ selama 120 jam, dengan hasil SR sebesar 100%. Penelitian yang juga menggunakan bahan aktif zeolit dan karbon aktif adalah penelitian Ardianti (2007) mengenai zeolit sebanyak 10 g/ℓ dan C-aktif sebanyak 10 g/ℓ pada

pengangkutan ikan coridoras ukuran 2 g/ℓ dengan kepadatan 20 ekor/ℓ

menghasilkan SR sebesar 100%. Penelitian lebih lanjut mengenai penambahan zeolit dan karbon aktif dilakukan kembali oleh Gozali (2010) yaitu penggunaan

zeolit 20 g/ℓ, C-aktif 10g/ℓ, dan garam 4 g/ℓ menghasilkan SR 89% pengangkutan ikan maanvis ukuran 2 g/ekor dengan kepadatan 40 ekor/ℓ selama 120 jam. Selanjutnya Maria (2010) menggunakan zeolit 20 g/ℓ, C-aktif 10g/ℓ dengan ikan gurame dengan kepadatan optimum sebesar 40 ekor/ℓ dengan SR sebesar 84,17%. Zeolit memiliki kemampuan sebagai penyerap amoniak, karena zeolit dapat memisahkan molekul-molekul berdasarkan ukuran dan konfigurasi molekul (Anwar et al., 1985). Penggunaan zeolit sebagai penyerap TAN sangat efektif, sebab zeolit dalam bekerja tidak bergantung pada suhu, kisaran pH 4-8 dan tidak terpengaruh oleh desinfektan serta zat kemoterapik yang terdapat pada lingkungan perairan tersebut. Sementara menurut Setyawan (2003) selai dapat dipakai sebagai penyerap ion NH4+, Fe+, Mn+, juga dapat dipakai sebagai penyerap CO2 dan dapat

mengakibatkan kenaikan pH air.

Sembiring dan Sinaga (2003) mengatakan bahwa karbon aktif merupakan bahan yang berfungsi melalui adsorbsi (jerapan) dan absorbsi (serapan). Adsorbsi

adalah suatu proses partikel “menempel” pada suatu permukaan akibat “perbedaan” muatan lemah diantara kedua benda, sehingga akhirnya akan terbentuk suatu lapisan tipis partikel-partikel halus pada permukaan tersebut, kemudian sifat absorpsi yaitu proses suatu partikel terperangkap ke dalam struktur suatu media seolah-olah menjadi bagian dari keseluruhan media tersebut.


(5)

3 Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari Maria (2010) yang menggunakan benih ikan gurame rata-rata ±4cm dengan kepadatan optimum 40

ekor/ℓ. Untuk mengefisienkan biaya pengepakan dibutuhkan suatu usaha

penambahan bahan tertentu guna meningkatkan kepadatan serta meminimalisir kematian benih. Bahan yang ditambahkan dalam media pada pengangkutan ini adalah berupa garam yang tidak beryodium. Dosis acuan garam berdasarkan Gozali (2010) dan Emu (2010). Penambahan garam terhadap air yang media transportasi bertujuan menguji efektifitas penambahan garam pada media pengangkutan. Dosis garam yang akan ditambahkan dalam penelitian ini diharapkan akan dapat meminimalisir kematian benih ikan gurame dengan kepadatan 50 ekor/ℓ. Pemeliharaan benih ikan pasca tranportasi juga dilakukan guna mengetahui tingkat kelangsungan hidup benih ikan gurame pasca transportasi.


(6)

4

II. BAHAN DAN METODE

2.1 Tahap Penelitian

Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit, kapasitas serap karbon aktif, kemampuan puasa ikan, laju ekskresi total amoniak nitrogen (TAN), dan tingkat konsumsi oksigen. Tahap penelitian utama yaitu evaluasi efektifitas zeolit, karbon aktif, dan garam dalam meminimalisir kematian ikan dengan kepadatan tinggi, kualitas air, histologi pada insang, kelangsungan hidup ikan pemeliharaan, dan laju pertumbuhan harian. Tahapan penelitian ini mengikuti prosedur yang dilakukan oleh Supriyono et al., (2009).

2.2 Prosedur Kerja

2.2.1 Penelitian Pendahuluan

2.2.1.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan

Perlakuan puasa pada ikan di lab. berfungsi untuk mengukur daya tahan ikan yang dipuasakan, sehingga jika terjadi kematian selama penelitian transportasi bukan akibat ikan tidak diberi pakan tetapi karena menurunnya kualitas air media pengangkutan. Penentuan puasa ikan dilakukan dengan penyiapan akuarium ukuran 50 x 30 x 30 cm3 yang telah dibersihkan dan diisi air dengan ketinggian 25 cm dan diberi aerasi, kemudian ikan uji dimasukkan ke dalam akuarium sebanyak 30 ekor yang sebelumnya diaklimatisasi selama 15 menit. Ikan dipelihara di dalam akuarium selama 8 hari. Pergantian air dilakukan sebanyak 30%-50% setiap hari kemudian tingkah laku ikan uji diamati dan dicatat. Selama pemuasaan ikan dilakukan pengukuran kualitas air yaitu suhu, nilai pH, dan oksigen terlarut.

2.2.1.2 Tingkat Konsumsi Oksigen

Pengukuran tingkat konsumsi oksigen (TKO) dilakukan untuk mengetahui konsumsi oksigen ikan sehingga dapat diketahui jumlah oksigen yang dibutuhkan


(7)

5 ikan selama pengangkutan. Pengukuran tingkat konsumsi oksigen dilakukan dalam wadah yang berukuran 3 ℓ yang telah dibersihkan dan dikeringkan, kemudian diisi air dan diaerasi selama 3 hari agar kandungan oksigen di dalam air jenuh. Selanjutnya, 10 ekor ikan uji dimasukkan ke dalam wadah, kemudian ditutup rapat dengan plastik hingga tidak terdapat gelembung udara dan dilakukan pengukuran DO setiap 1 jam selama 6 jam dengan menggunakan DO-meter.

2.2.1.3 Laju Ekskresi Amoniak

Pengukuran laju ekskresi amoniak dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui jumlah ekskresi amoniak yang dihasilkan oleh ikan sehingga dapat diketahui jumlah amoniak yang dikeluarkan selama pengangkutan. Benih tersebut dimasukkan ke dalam wadah kaca yang berukuran 3 ℓ yang telah diberisi air dan telah diaerasi selama 3 hari sebanyak 10 ekor. Setelah itu dilakukan pengambilan air sampel. Air sampel diambil sebanyak 30 ml setiap 12 jam selama 48 jam untuk pengukuran kualitas air. Sampel air tersebut selanjutnya akan diukur nilai konsentrasi TAN, suhu, nilai pH, dan oksigen terlarut.

2.2.1.4 Kapasitas Zeolit Dan Karbon Aktif

Penentuan kapasitas zeolit dan karbon aktif ini bertujuan untuk mengetahui banyaknya TAN yang diabsorpsi tiap satuan waktu tertentu. Tahap proses pengukuran ini dilakukan dengan cara penyiapan botol plastik yang tutupmya telah dilubangi dengan jarum. Selanjutnya, botol tersebut diisi dengan zeolit sebanyak 20 gram dan karbon aktif sebanyak 10 gram. Selanjutnya air yang

mengandung TAN 1 mg/ℓ dengan volume 1 ℓ dialirkan pada masing-masing botol, di bawah botol diletakkan gelas piala untuk menampung aliran air yang mengalir pada botol. Langkah ini dilakukan setiap 1 menit selama 7 menit. Air sampel yang ditampung tersebut kemudian diukur kadar TAN, pH, dan suhu.


(8)

6

2.3.2 Penelitian Utama

2.3.2.1 Penentuan Dosis Optimum Garam Ikan Gurame Pada Pengangkutan Tertutup

Prosedur ini dilakukan dengan memuasakan ikan uji selama 2 hari. Kemudian disiapkan plastik packing dengan ujung plastik packing tersebut diikat dengan zeolit (20 gram) dan karbon aktif (10 gram) kemudian ujung lainnya diikat dengan keran yang berfungsi untuk pengambilan sampel air. Plastik packing diisi air sebanyak 1,3 ℓ yang sebelumnya telah dicampur dengan garam sebanyak 4 g/ℓ, 6 g/ℓ, 8 g/ℓ dan 10 g/ℓ. Kemudian ikan uji dimasukkan ke dalam kantong sebanyak 50 ekor. Kantong plastik diberi oksigen murni dengan perbandingan 1:4 kemudian diikat dengan karet pengikat dan dimasukkan ke dalam styrofoam yang selanjunya diisi dengan es batu untuk menurunkan suhu di dalam media pengangkutan. Styrofoam ditutup rapat dan diamati tingkat kelangsungan hidup benih yang dilakukan setiap 6 jam selama 72 jam dan kualitas air diamati setiap 24 jam selama 72 jam.

2.3.2.2 Tingkat Kelangsungan Hidup

Derajat kelangsungan hidup (SR) adalah perbandingan jumlah ikan yang hidup sampai akhir pemeliharaan dengan jumlah ikan awal pemeliharaan. Perhitungan SR digunakan rumus dari Godart (1996):

(%) = ��

��× %

Keterangan :

SR = Kelangsungan Hidup Nt = Jumlah ikan akhir (ekor) No = Jumlah ikan awal (ekor)

2.3.2.3 Total Amoniak Nitrogen (TAN) dan Amoniak (NH3)

Nilai TAN didapatkan dari perbandingan nilai absorban sampel dan standar kemudian dilakukan konsentrasi larutan standar yang digunakan

NH3 = nilai TAN dikalikan dengan persentase amoniak yang tidak terionisasi berdasarkan nilai pH


(9)

7 Tabel 1. Persentase amoniak tidak terionisasi (NH3) pada pH dan suhu yang

berbeda (Boyd, 1990)

Suhu (0C) pH

6,5 7 7,5 8 8,5

18 0,1 0,3 0,9 2,9 8,5

20 0,1 0,3 1,1 3,3 9,8

22 0,1 0,4 1,2 3,8 11,2

24 0,2 0,5 1,4 4,4 12,7

26 0,2 0,5 1,7 5 14,4

2.3.2.4 Pemeliharaan Gurame Pasca Transportasi

Pemeliharaan benih ikan gurame pasca transportasi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya efek dari transportasi. Pemeliharaan ini dilakukan selama 20 hari. Ikan dipelihara sebanyak 30 ekor benih perlakuan 4 mg/L di akuarium dengan dimensi 50 x 30 x 30 cm3, 16 ekor benih dalam akuarium 30 x 30 x 30 cm3, dan 11 ekor benih dalam akuarium 25 x 25 x 30 cm yang telah dicuci dan dikeringkan selama 4 hari dan diisi air. Sebelumnya dilakukan aklimatisasi selama 15 menit. Ikan diberi pakan berupa cacing beku secara at satiation. Pemberian makan dilakukan pada pagi dan sore hari. Penyiponan dilakukan setiap pagi dan sore dengan pergantian air sebanyak 10-30% setiap hari. Pengukuran panjang tubuh dan bobot ikan dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan, sedangkan kelangsungan hidup ikan dilakukan pengamatan setiap hari.

2.3.2.5 Laju pertumbuhan bobot harian

Laju pertumbuhan bobot harian (α) ditentukan berdasarkan selisih bobot rata-rata akhir (Wt) dengan bobot rata-rata awal (Wo) pemeliharaan kemudian dibandingkan dengan waktu pemeliharaan (t) dengan rumus berikut berdasarkan Huisman (1989):

�= ��

�� �


(10)

8

2.3.2.6 Oksigen Terlarut (DO), Karbon Dioksida (CO2), Kesadahan, Derajat

Keasaman, dan Suhu

Parameter kualitas air yang meliputi oksigen terlarut, karbon dioksida, kesadahan, derajat keasaman dan suhu diukur setiap 24 jam selama 72 jam.

2.3.2.7 Rancangan Percobaan

Rancangan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan lima perlakuan yaitu:

A = kepadatan 50 ekor/ℓ + 20 g zeolit + 10 g karbon aktif + 4 g/ℓ garam B = kepadatan 50 ekor/ℓ + 20 g zeolit + 10 g karbon aktif + 6 g/ℓ garam C = kepadatan 50 ekor/ℓ + 20 g zeolit + 10 g karbon aktif + 8 g/ℓ garam D = kepadatan 50 ekor/ℓ + 20 g zeolit + 10 g karbon aktif + 10 g/ℓ garam Masing-masing perlakuan terdiri dari 3 ulangan. Model rancangan yang digunakan yaitu: yij = µ + τi + έij (Steel dan Torrie, 1982)

Keterangan:

yij = data pada perlakuan kepadatan ke-i dan ulangan ke-j

µ = nilai tengah data

τi = pengaruh perlakuan ke-i

έij = kesalahan percobaan pada perlakuan kepadatan ke-j dan ulangan ke-i

2.3.2.8 Pengumpulan Data

Adapun data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data tingkat

kematian ikan, data kualitas air (oksigen terlarut, nilai pH, suhu dan total amoniak nitrogen), bobot ikan. Data tersebut akan digunakan untuk

menghitung parameter yang diamati meliputi derajat kelangsungan hidup, pertumbuhan bobot harian, dan NH3.

2.3.2.9 Histologi

Tahapan histologi ini mengikuti prosedur yang telah disusun oleh Angka dkk (1990) tahapan ini meliputi tahapan fiksasi, dehidrasi, clearing, impregnasi, blocking, pemotongan, hidrasi, pewarnaan, dan pengamatan. Tahapan ini dapat dilihat pada lampiran 25.


(11)

9

2.3.2.10 Analisis Data

Analisis data menggunakan analisis ragam (Anova) dengan uji F pada selang kepercayaan 95% menggunakan program Ms.Exel 2007 dan SPSS 16.0. Apabila berpengaruh nyata, untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan diuji dengan menggunakan uji Tukey. Parameter yang dianalisis adalah tingkat kelangsungan hidup dan nilai kualitas air selama pengangkutan yang meliputi total amoniak nitrogen (TAN), oksigen terlarut (DO), karbon dioksida (CO2),

derajat keasaman (pH), kesadahan dan suhu. Selain itu, laju pertumbuhan harian dan tingkat kelangsungan hidup selama pemeliharaan pasca transportasi.


(12)

10

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Penelitian Pendahuluan 3.1.1.1 Kemampuan Puasa Ikan

Hasil uji kemampuan puasa benih ikan gurame yang dipelihara sebanyak 30 ekor menunjukkan bahwa ikan gurame tersebut dapat bertahan hidup selama 6 hari. Berikut merupakan data tingkat kelangsungan hidup dan kualitas air benih ikan gurame selama pemuasaan (Tabel 2).

Tabel 2. Tingkat Kelangsungan Hidup Benih dan Kualitas Air Benih Ikan Gurame

Hari ke-

∑ ikan hidup (ekor)

∑ ikan mati (ekor)

SR (%)

Suhu

(oC) pH

NH3

(mg/ℓ)

Tingkah Laku Ikan

1 30 0 100 28 7.493 0.007 berenang aktif 2 30 0 100 28 7.143 0.004 berenang aktif 3 30 0 100 27.8 7.057 0.003 berenang aktif 4 30 0 100 28 7.003 0.002 berenang aktif 5 30 0 100 28 6.950 0.002 berenang aktif 6 30 0 100 28 7.036 0.003 berenang lemas 7 29 1 97 28 7.167 0.006 berenang lemas 8 28 2 96 28 7.153 0.005 berenang lemas

Keterangan: dilakukan pergantian air pemeliharaan sebanyak 30-50% untuk menjaga kualitas air.

3.1.1.2 Tingkat Konsumsi Oksigen Benih Ikan Gurame

Hasil uji TKO diperoleh benih ikan gurame dengan bobot ±1,7 gram memiliki nilai TKO sebesar 0,219 mgO2/gr setiap jam, jadi jumlah oksigen yang

dibutuhkan selama 72 jam dengan kepadatan 50 ekor/ℓ adalah sebanyak 1340,28 mgO2 (Lampiran 1).

3.1.1.3 Laju Ekskresi TAN Benih Ikan Gurame

Ekskresi TAN ikan gurame yang didapat dari pengujian setiap 12 jam selama 48 jam didapat nilai TAN yang dihasilkan oleh ikan gurame dengan bobot 1,7 gram adalah 0.0037 mg TAN/ℓ perjam (Lampiran 2). Berdasarkan hasil uji


(13)

11 tersebut diprediksi nilai TAN ikan gurame dengan ukuran ±1,7 gram sebanyak 50 ekor dalam media pengepakan selama 72 jam adalah sekitar 22,644 mg/ℓ.

3.1.2 Penelitian Utama

3.1.2.1 Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Pengangkutan Benih Ikan Gurame

Tingkat kelangsungan hidup benih ikan pada media pengangkutan dapat dilihat pada Tabel 3. Dan hasil analisis statistik dapat dilihat pada lampiran 19. Berdasarkan uji statistik tidak terdapat perbedaan nyata antar perlakuan pada jam ke-0 hingga jam ke-18, namun terdapat perbedaan nyata dan perbedaan tidak nyata pada jam ke-24 hingga jam ke-72.

Tingkat kelangsungan hidup benih gurame masih sebesar 100% dari jam ke-0 hingga jam ke-12. Kematian ikan mulai terjadi pada jam ke 18 dan kematian ini tetap terjadi pada perlakuan hingga jam ke-72. Kematian mulai terjadi pada perlakuan 8 ppt dan 10 ppt pada jam ke-18. Untuk perlakuan 6 g/ℓ, ikan mulai mengalami kematian pada jam ke-18 sedangkan perlakuan 4 g/ℓ mulai mengalami kematian pada jam ke-36. Pada akhir perlakuan nilai SR tertinggi terdapat pada perlakuan 4 g/ℓ sebesar 86% dan terendah pada perlakuan 10 g/ℓ sebesar 5,33%. Tabel 3. Tingkat kelangsungan hidup ikan gurame selama pengangkutan

Jam ke- Nilai SR% Pemeliharaan per Perlakuan

4 ppt 6 ppt 8 ppt 10 ppt

0 100±0a 100±0a 100±0a 100±0a 6 100±0a 100±0a 100±0a 100±0a 12 100±0a 100±0a 100±0a 100±0a 18 100±0a 100±0a 98,67±2,31a 98±2a 24 100±0b 98,67±2,3ab 98,67±2,31ab 94±2a 30 100±0b 98±3,5b 97,33±1,15b 76,67±5,77a 36 99,33±1,15b 97,33±4,62b 95,33±3,06b 69,33±15,14a 42 99,33±1,15b 91,33±7,57b 82±5,29ab 64,67±12,49a 48 99,33±1,15c 88±8bc 76,67±3,06ab 60±12,49a 54 99,33±1,15c 84±9,71bc 70±9,17b 48,67±8,08a 60 92,67±5,03b 74,67±8,33b 40±0A 26,67±23,09a 66 91,33±3,06c 69,33±2,31b 24±10a 12±10,58a 72 86±7,21c 35,33±2,31b 16,67±12,7ab 5,33±4,62a

Keterangan: Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05)


(14)

12 Berikut merupakan gambar grafik tingkat kelangsungan hidup benih ikan gurame selama pengangkutan. Gambar 1 menunjukkan grafik SR benih gurame selama perlakuan 72 jam. SR paling baik diperlihatkan oleh perlakuan 4 gr/ℓ.

Gambar 1. Tingkat kelangsungan hidup benih ikan gurame

3.1.2.2 Kualitas Air Media Pengangkutan

Konsentrasi NH3 mengalami fluktuasi untuk setiap perlakuan dari jam ke-0

hingga jam ke-72 dari waktu ke waktu. Konsentrasi NH3 mengalami peningkatan

pada jam ke-24 untuk seluruh perlakuan. Kenaikan konsentrasi NH3 tertinggi pada

perlakuan 10 g/ℓ yaitu sebesar 0,123±0,02 mg/ℓ dan kenaikan terendah pada perlakuan 6 g/ℓ yaitu sebesar 0,0621±0,007 mg/ℓ. Nilai NH3 pada jam ke 72-

untuk semua perlakuan berkisar antara 0,035±0,005-0,054±0,006 mg/ℓ (Gambar 2).

Gambar 2. Nilai NH3 media pengangkutan

0 20 40 60 80 100 120

0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 66 72

SR

(%

)

Waktu

4 ppt 6 ppt 8 ppt 10 ppt

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14

0 12 24 36 48 60 72

NH3

m

g/ℓ

Waktu


(15)

13 Konsentrasi TANuntuk setiap perlakuan mengalami perubahan dari waktu ke waktu seperti yang terlihat pada Gambar 3. Nilai TAN tertinggi pada jam ke-24 yaitu pada perlakuan 10 mg/ℓ sebesar 2,2719±0.0,19 mg/ℓ dan terendah pada perlakuan 8 mg/ℓ sebesar 1.2719±0.14 mg/ℓ. Pada jam ke-72 konsentrasi TAN untuk perlakuan 4 mg/ℓ, 6 mg/ℓ, 8 mg/ℓ, dan 10 mg/ℓ masing-masing yaitu 0,87±0.03, 1.0433±0.11,1.1,1262±0.12, dan 1.01113±0.04 mg/ℓ (Gambar 3).

Perbedaan yang nyata terjadi pada perlakuan 4 mg/ℓ dengan 10 mg/ℓ. Namun, perlakuan 6 dan 8 mg/ℓ tidak terlihat perbedaaan yang nyata. Hal ini terjadi pada jam ke-24. Pada jam ke-48, perlakuan 6 mg/ℓ bebeda nyata dengan perlakuan dengan 4 mg/ℓ, namun tidak berbeda dengan perlakuan 8 dan 10 mg/ℓ. Pada jam ke-72, perlakuan 4 mg/ℓ berbeda nyata dengan perlakuan 8 mg/ℓ namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan 6 dan 10 mg/ℓ.

Gambar 3. Nilai TAN media pengangkutan

Nilai oksigen terlarut pada media pengangkutan dari jam ke- 0 sampai jam ke-72. Pada awal pengangkutan nilai oksigen terlarut di dalam media rata-rata sebesar 4,7975±0,18 mg/ℓ. Peningkatan DO terjadi pada jam ke-24 dengan kisaran antara 5,6666±0,46-6,9467±0,83 mg/ℓ, kenaikan nilai oksigen tersebut diduga karena adanya difusi oksigen murni yang ditambahkan ke dalam kemasan pengangkutan dengan air saat terjadinya goncangan. Penurunan DO pada media terjadi pada jam ke-48 dengan kisaran penurunan konsentrasi sebesar 4,6067±0,09-6,0733±0,13 mg/ℓ. Kandungan DO tetap mengalami penurunan hingga jam ke-72 dengan kandungan DO terendah pada perlakuan 10 mg/ℓ yaitu

0 0.5 1 1.5 2 2.5

0 12 24 36 48 60 72

TA

N

m

g/ℓ

Waktu


(16)

14 sebesar 3.92±0,9 mg/ℓ dan tertinggi pada perlakuan 4 mg/ℓ yaitu sebesar 4,8033±0,29 mg/ℓ. Penurunan nilai DO ini dikarenakan benih perlakuan mengkonsumsi oksigen yang ada di dalam media perlakuan (Gambar 4).

Berdasarkan uji statistik pada jam ke-24 tidak terdapat perbedaan nyata antara perlakuan. Pada jam ke-48 terjadi perbedaan antara perlakuan 8 mg/ℓ dan 10 mg/ℓ dengan perlakuan 4 mg/ℓ dan 6 mg/ℓ. Tidak terjadi perbedaan yang nyata untuk setiap perlakuan pada jam ke-72.

Gambar 4. Nilai DO media pengangkutan

Nilai CO2 relatif berbanding lurus dengan kepadatan. Semakin padat ikan,

nilai CO2 pun semakin tinggi. Nilai CO2 mengalami peningkatan selama

perlakuan dari jam ke-0 hingga jam ke-72. Nilai CO2 pada jam ke-0 pada setiap

perlakuan rata-rata sebesar 11,9856±3,26 mg/ℓ. Kisaran nilai CO2 pada jam ke-24

61,26±16,15-114,5294±4,61 mg/ℓ. Pada jam ke 48, nilai CO2 berkisar antara

88,56±4,61 mg/ℓ hingga 122,52±2,31 mg/ℓ. Nilai CO2 terendah pada jam ke-72

pada perlakuan 10 mg/ℓ sebesar 102,5435±4,61 mg/ℓ dan tertinggi terdapat pada perlakuan 4 mg/ℓ sebesar 159,81±11,99 mg/ℓ (Gambar 5).

0 1 2 3 4 5 6 7 8

0 12 24 36 48 60 72

D

O m

g

/

Waktu


(17)

15 Gambar 5. Nilai CO2 media pngangkutan

Suhu awal pengepakan berada pada kisaran 26-270C kemudian terjadi penurunan suhu pada jam ke-24. Pada jam berikutnya, suhu berubah berkisar antara 22-240C. Pada jam berikutnya, perubahan suhu terjadi kembali, yaitu berkisar antara 21-240C. Suhu berkisar antara 23-240C pada jam ke-72 (Gambar 6).

Gambar 6. Nilai suhu media pengangkutan

Nilai kisaran pH media pada masing-masing perlakuan selama pengepakan. Nilai pH selama proses pengepakan antar perlakuan setiap jamnya relatif stabil berkisar antara 6-7,82. Berdasarkan analisis statistik tidak terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan (Gambar 7).

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

0 12 24 36 48 60 72

CO2 (

m

g

/L)

Waktu

4 ppt 6 ppt 8 ppt 10 ppt

0 5 10 15 20 25 30

0 12 24 36 48 60 72

S

u

h

u

Waktu


(18)

16 Gambar 7. Nilai pH media pengangkutan

Pola nilai dari kesadahan untuk tiap perlakuan cenderung meningkat. Nilai kesadahan tertinggi pada jam ke-72 terdapat pada perlakuan 10 mg/ℓ yaitu sebesar 362,41 mg/ℓ, dan terendah pada perlakuan 4 mg/ℓ sebesar 140,5488 mg/ℓ (Gambar 8).

Gambar 8. Nilai kesadahan media pengangkutan

3.1.2.3 Tingkat Kelangsungan Hidup Benih ikan Gurame Pada Pemeliharaan Pasca Pengangkutan

Tingkat Kelangsungan hidup ikan gurame pasca pengangkutan memiliki persentase yang beragam. Pada awal pemeliharan terjadi kematian ikan pada hari ke-3 yaitu pada perlakuan 8 g/ℓ. Tingkat kelangsungan hidup yang paling tinggi hingga masa akhir pemeliharaan selama 20 hari adalah pemeliharaan ikan pada perlakuan 4 g/ℓ sebesar 100%. Untuk perlakuan 6 g/ℓ memperoleh hasil sebesar 64,58%, dan perlakuan 8 g/ℓ adalah senilai 45,45%.

5 5.5 6 6.5 7 7.5 8

0 12 24 36 48 60 72

pH

Waktu

4 g/ℓ 6 g/ℓ 8 g/ℓ g/ℓ

0 50 100 150 200 250 300 350 400

0 12 24 36 48 60 72

Ke sa h ad an ( m g/ L) Waktu


(19)

17 Gambar 9. Tingkat kelangsungan hidup benih ikan gurame pada pemeliharaan

pasca pengangkutan selama 20 hari

3.1.2.4 Laju Pertumbuhan Harian Benih Ikan Gurame pada Pemeliharaan Pasca Pengangkutan

Laju pertumbuhan gurame pasca transportasi dapat dilihat pada gambar 9. Dapat kita lihat, LPH tertinggi terdapat pada perlakuan 4 g/ℓ yaitu sebesar 4,73% bobot tubuh/hari, kemudian secara berturut-turut diikuti oleh perlakuan 6 g/ℓ sebesar 3,77% bobot tubuh/hari, dan perlakuan 8 g/ℓ sebesar 2,15% bobot tubuh/hari. Perlakuan 10 g/ℓ tidak ada dalam gambar dikarenakan ikan mengalami kematian. (Gambar 10).

Gambar 10. Laju pertumbuhan harian ikan gurame 0

20 40 60 80 100 120

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

S

R

(%

)

Waktu

4 g/ℓ 6 g/ℓ 8 g/ℓ g/ℓ

4.73

3.77

2.15

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

4 g/ℓ 6 g/ℓ 8 g/ℓ g/ℓ


(20)

18

3.1.2.5 Analisa Keuntungan

Berikut ini merupakan analisa efisiensi biaya pengangkutan benih ikan gurame satu kantong dengan kepadatan sebanyak 50 ekor/liter.

Tabel 4. Perhitungan Pembiayaan dan keuntungan transportasi benih kepadatan 50

ekor/ℓ dengan perlakuan yang berbeda Jenis biaya 4 ppt 50e/ℓ

(Rp)

6 ppt 50e/ℓ (Rp)

8 ppt 50e/ℓ (Rp)

10 ppt 50e/ℓ (Rp)

 Oksigen murni per kantong

450 450 450 450

 Plastik packing 1.500 1.500 1.500 1.500

 Karet 10 10 10 10

 Es batu 2.500 2.500 2.500 2.500

 Karbon aktif 150 150 150 150

 Zeolit 50 50 50 50

 Garam 28 42 56 70

 Transportasi per

packing

7.000 7.000 7.000 7.000

 Harga beli ikan gurame (jempol) 400x50 = 20.000 400x50 = 20.000 400x50 = 20.000 400x50 = 20.000

Total biaya 31.688 31.702 31.716 31.730

SR pengangkutan 86% 35,33% 16,67% 5,33% Jumlah ikan hidup pasca

pengangkutan (ekor) 43 18 9 3 Rata-rata biaya yang

dikeluarkan/ekor pasca transportasi

736,93 1762 3524 10.577

Berdasarkan perhitungan biaya pengangkutan benih ikan gurame dengan perlakuan penambahan garam diperoleh efisiensi biaya yang berbeda untuk setiap perlakuan. Biaya terendah yang dikeluarkan yaitu pada perlakuan 4 g/ℓ sebesar Rp 739,93 dan tertinggi yaitu pada perlakuan 10 g/ℓ yaitu sebesar Rp 10.577.

3.1.2.6 Histologi Insang

Histologi adalah ilmu yang mempelajari anatomi secara mikroskopis, yaitu dengan menggunakan mikroskop untuk mengamatinya. Histologi juga mempelajari suatu organ atau bagian tubuh ikan secara lebih cermat, terinci hingga ke selnya. Gambar berikut merupakan hasil pengamatan histologi insang


(21)

19 pada benih ikan gurame setelah 72 jam perlakuan. Dari gambar tersebut dapat dilihat abnormalitas yang terjadi pada insang pada saat perlakuan pengepakan. Pada bagian insang perlakuan, 4 g/ℓ 6 g/ℓ, 8 g/ℓ, dan 10 g/ℓ ada bagian insang yang mengalami hiperplasia, eudema, telangiektasis dan nekrosis (Gambar 11).

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 11. Histologi insang pada benih ikan gurame setelah 72 jam dengan

perbesaran 400x (skala bar mewakili 100 µm): (a) perlakuan 4 m/ℓ

(b) perlakuan 6 m/ℓ (c) perlakuan 8 m/ℓ (d) perlakuan 10 m/ℓ Keterangan: A. Hiperplasia

B. Nekrosis C. Eudema D. Telangiektasis

E. Hemoragi.

B C

A

E

D E

1

1

A

B

C D

C

E


(22)

20

3.2 Pembahasan

3.2.1 Penelitian Pendahuluan

Tingkat kelangsungan hidup ikan pada hasil uji kemampuan puasa ikan menunjukkan selama kegiatan puasa yang dilakukan selama 6 hari benih ikan gurame dapat bertahan hidup hingga dengan tingkat kelangsungan hidup sebesar 100%. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa kematian ikan selama perlakuan lebih kurang 72 jam bukan dikarenakan ikan tidak diberi pakan tetapi karena faktor lain. Pemuasaan benih sebelum perlakuan adalah lebih kurang selama 2 hari. Hal ini dilakukan karena penurunan ekskresi ikan paling besar adalah pemuasaan selama 2 hari.

Nilai tingkat konsumsi oksigen benih gurame dengan bobot ±1,7 gram yaitu sebesar 0,219 mgO2/g setiap jam. Untuk pengangkutan gurame dengan kepadatan

50 ekor/ℓ konsumsi oksigen diperkirakan sebesar 1340,28 mgO2 (Lampiran 1).

Oleh karena itu, pasokan oksigen murni dengan nilai 5203 mgO2 (Lampiran 1).

diharapkan cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi oksigen benih selama perlakuan ±72 jam. Jika terjadi kematian ikan uji di media pengangkutan, hal ini bukan dikarenakan benih kekurangan oksigen terlarut namun dikarenakan faktor parameter kualitas air lainnya.

Benih gurame dengan bobot 1,7 gram menghasilkan ekskresi amoniak sebesar 0.0037 mg/ℓ setiap jam (Lampiran 2). Berdasarkan hasil perhitungan maka diperkirakan nilai TAN selama 72 jam pada media pengepakan dengan jumlah ikan sebanyak 50 ekor yang diangkut adalah lebih kurang sebesar 22,644

mg/ℓ.

3.2.2 Penelitian Utama

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan penelitian transportasi ikan gurame ukuran ±4 cm dengan lama pengangkutan 72 jam dengan dosis zeolit (20 g/ℓ) dan karbon aktif (10 g/ℓ) yang dilakukan oleh Maria (2010) yang memperoleh SR sebesar 84,17% dengan kepadatan optimum 40 ekor/ℓ. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terdapat pada perbedaan penambahan garam pada media pengangkutan. Adapun dosis yang digunakan pada penelitian tersebut yaitu zeolit (20 g/ℓ) dan karbon aktif (10 g/ℓ) dan tanpa penambahan


(23)

21 garam sedangkan penelitian ini menggunakan dosis zeolit (20 g/ℓ) dan karbon aktif (10 g/ℓ) dan garam (4 g/ℓ, 6 g/ℓ, 8 g/ℓ dan 10 g/ℓ). Kepadatan tinggi benih gurame digunakan pada penelitian ini untuk mengetahui efisiensi penambahan garam yang dilihat berdasarkan tingkat kelangsungan hidup benih selama pengangkutan. Doudoroff (1957) dalam Affandi dan Tang (2002) menyatakan bahwa, ikan air tawar mempunyai batas toleransi terhadap tekanan osmotik lingkungan hidupnya sebesar kurang lebih 6 atm atau setara dengan 5 mg/ℓ NaCl. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup (SR) yang terbaik adalah perlakuan 4 g/ℓ yang mencapai 86%. Sedangkan SR terendah terjadi pada perlakuan 10 g/ℓ sebesar 5,33 % (Tabel 3). Nilai SR pada perlakuan 10 g/ℓ menggambarkan kematian benih pada media pengangkutan. Kematian mulai terjadi pada jam ke-18 dan ikan pada perlakuan 10 g/ℓ mengalami kematian yang paling besar yaitu sebesar 48,67%. hal tersebut terjadi karena kandungan NH3 mengalami peningkatan di dalam

media yang tidak dapat ditolerir oleh ikan. Jika dibandingkan dengan perlakuan lain, peningkatan NH3 pada perlakuan 10 g/ℓ memiliki nilai NH3 yang paling

besar. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1 dan lampiran 7. Jumlah ikan yang mati semakin bertambah seiring waktu.

Penambahan bahan aktif ke dalam media mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup pada benih perlakuan. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini dapat diketahui tingkat kelangsungan hidup ikan selama pengangkutan dipengaruhi oleh kualitas air di dalam media dan adanya peran penambahan bahan kedalam media yaitu zeolit, karbon aktif, dan garam. Penambahan garam sebanyak 4 g/ℓ ke dalam media memberikan hasil tingkat kelangsungan hidup (SR) yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya yaitu sebesar 86%. Menurut Swann dan Illinois (1993), penambahan bahan kimia aditif dapat diberikan pada saat pengepakan ikan, namun dosis yang berlebih akan mengakibatkan munculnya masalah pada saat perlakuan. Oleh sebab itu dibutuhkan pengukuran dosis yang tepat untuk setiap bahan aditif. Berdasarkan penelitian ini, penambahan dosis garam sebesar 4 g/ℓ merupakan dosis garam yang tepat. Bahan umum yang ditambahkan pada media pengepakan adalah garam. Penambahan garam kedalam air yang digunakan sebagai media


(24)

22 transportasi bertujuan untuk menurunkan perbedaan kadar mineral antara air dan darah ikan yang akan menurunkan efek dari ketidakseimbangan tekanan osmotik. Ikan air tawar memiliki konsentrasi mineral garam dalam tubuh yang lebih tinggi dari pada lingkungannya sehingga ikan cenderung kehilangan mineral garam dalam tubuh. Untuk itu dibutuhkan penambahan garam dalam media air untuk meminimalisir penggunaan energi oleh ikan untuk kegiatan osmoregulasi.

Konsentrasi TAN pada penelitian menunjukkan penurunan setiap waktunya. Konsentrasi TAN tertinggi pada jam ke- 72 terdapat pada perlakuan 10 mg/ℓ sebesar 0,0477±0.002 mg/ℓ. Salah satu cara untuk mengurangi konsentrasi amoniak adalah menggunakan zeolit dan karbon aktif, dimana zeolit dan karbon aktif ini mampu mengadsorbsi sejumlah amoniak dalam waktu tertentu (Supendi, 2006). Ghozali (2007) dalam waktu satu jam zeolit berukuran -40/60 mesh dengan berat 10 gram mampu menurunkan kandungan TAN sampai 1,2 mg/.

Kematian mulai terjadi pada jam ke-18 hingga perlakuan berakhir. Hal ini dikarenakan nilai NH3 yang berada di atas nilai toleransi ikan terhadap NH3. Nilai

NH3paling tinggi terdapat pada perlakuan 10 g/ℓ. Kematian paling banyak terjadi

pada saat jam ke-24 untuk perlakuan 10 g/ℓ, dimana pada perlakuan ini nilai NH3

sebesar 0,123 pada saat jam ke-24. Sawyer dan McCarty (1978) dalam Effendi (2003) menyatakan bahwa kadar amoniak bebas yang tidak terionisasi pada air

tawar sebaiknya tidak lebih dari 0,02 mg/ℓ. Jika kadar amoniak lebih dari 0,02 mg/ℓ maka air tersebut bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan. Menurut Lin dan Randall (1990) dalam Wood (1993) kadar amoniak darah pada ikan air tawar yang dipaparkan amoniak pada pH yang berkisar antara 4,0-5,5 mengalami peningkatan beberapa jam setelah perlakuan diberikan. Hal tersebut diduga disebabkan oleh terhalangnya pertukaran antara Na+/NH4+. Kandungan NH3 yang

tinggi tanpa didukung oleh faktor lain seperti kandungan oksigen yang memadai, keberadaan kation yang bermaanfaat untuk ikan di dalam air, dll akan menyebabkan kematian ikan karena bersifat toksik. Menurut Effendi (2003) bentuk kandungan NH3 dan NH4+ tergantung pada konsentrasi ion hidrogen pada

air. Air dengan pH rendah memiliki ion hidrogen lebih banyak sehingga bentuk NH4+ lebih dominan. kestabilan nilai pH selama perlakuan dikarenakan suhu yang


(25)

23 pada saat perlakuan diakibatkan terhalangnya pengikatan oksigen dalam darah oleh NH3. Muhammad (2001) menyatakan pengikatan hemoglobin terhadap

amoniak lebih tinggi dibandingkan pengikatan hemoglobin terhadap oksigen, sehingga sel pada insang tidak mendapat suplai oksigen yang cukup dan mengakibatkan kematian pada benih.

Kandungan oksigen mengalami peningkatan pada jam ke-24 di dalam media, hal ini terjadi karena adanya difusi antara muka air dengan pasokan oksigen murni yang dimasukkan saat pengangkutan, sehingga meningkatkan kandungan oksigen di media. Menurut Effendi (2003), difusi oksigen dapat terjadi saat pergolakan air akibat gerakan muka air. Pergerakan muka air ini dapat dikarenakan goncangan ataupun pergerakan ikan. Penurunan oksigen terlarut pada media terjadi pada jam ke- 48 dan ke-72 hal ini dikarenakan adanya respirasi oleh benih. Kisaran oksigen terlarut di dalam media pengangkutan pada jam ke-72 berkisar antara 3,2-4,8 mg/ℓ. Menurut Pescod (1973), nilai oksigen terlarut yang baik untuk transportasi ikan adalah 2 mg/ℓ. Selain itu, Francis dan Floyd (2003) menyatakan bahwa kematian ikan biasanya terjadi bila konsentrasi oksigen terlarut di bawah 2 mg/ℓ. Nilai oksigen akhir pengangkutan ini masih dalam toleransi kandungan oksigen untuk transportasi ikan. Kematian ikan yang terjadi pada perlakuan 10 mg/ℓ juga dapat dikarenakan nilai konsentrasi oksigen yang lebih kecil jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain.

Semakin padat ikan maka kandungan CO2 juga semakin tinggi. Peningkatan

konsentrasi CO2 dalam media air pengangkutan terus dari jam ke-0 hingga jam

ke-72. Nilai konsentrasi CO2 tertinggi adalah pada perlakuan 4 mg/ℓ sebesar

159,81 mg/L, kemudian 6 mg/ℓ sebesar 130,51 mg/L, 8 mg/ℓ sebesar 127,85 mg/L, dan 10 mg/ℓ sebesar 102,54 mg/L. Kandungan CO2 yang tinggi disebabkan

kurangnya kemampuan zeolit dan karbon aktif dalam menyerap CO2 dalam media

pengangkutan dan jumlah benih dalam media. Menurut Setyawan (2003) selain dapat dipakai sebagai penyerap ion NH4+, Fe+, Mn+, bahan ini juga mampu

menyerap CO2 namun zeolit akan lebih aktif menyerap NH4 di dalam media

dibandingkan CO2 karena ion NH4 di dalam media lebih mudah berikatan dengan

zeolit. Boyd (1992) mengatakan konsentrasi CO2 sebesar 50-100 mg/ℓ dapat


(26)

24 kebanyakan ikan mampu bertahan selama beberapa hari dalam air dengan konsentrasi CO2 sebesar 60 mg/L dengan kondisi cukup oksigen terlarut.

Kematian ikan pada penelitian ini diakibatkan kadar CO2 yang diluar toleransi benih gurame serta tidak mencukupinya DO dalam media. CO2 bersifat racun dikarenakan gas ini menghalangi pengikatan oksigen oleh darah. Konsentrasi karbondioksida dengan konsentrasi lebih besar dari 20 mg/L akan menghalangi pengambilan dan pengikatan oksigen dalam darah (Swann dan Illinois, 1993).

Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air meningkat, dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Suhu yang tinggi juga mengurangi tingkat kelarutan oksigen didalam air (Effendi, 2003). Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu usaha untuk menurunkan suhu pada media angkut guna mengatasi peningkatan laju metabolisme. Untuk mencegah tingginya suhu pada saat pengangkutan maka dilakukan penambahan es pada kemasan box styrofoam. Suhu media selama pengangkutan benih ikan gurame pada penelitian ini berkisar antara 21 0C- 27 0C. Suhu optimal habitat hidup gurame adalah berkisar antara 24-280C (Khairuman dan Amri, K., 2003). Penurunan suhu hingga 21 0C pada media mampu menurunkan metabolisme dan tingkat konsumsi oksigen gurame.

Derajat keasaman (pH) selama dari jam ke-0 hingga jam ke-72 relatif stabil untuk setiap perlakuan yaitu berkisar antara 6,9-7,8. Menurut Khairuman dan Amri (2003) kisaran pH yang dapat ditoleransi untuk kehidupan ikan gurame adalah 5–9, sehingga pH selama perlakuan masih dianggap memenuhi persyaratan ikan jenis ini.

Nilai kesadahan yang diperoleh pada penelitian menunjukkan nilai kesadahan tertinggi pada jam ke-72 terdapat pada perlakuan 10 mg/ℓ sebesar 361,411 mg/ℓ, dan terendah pada perlakuan 4 mg/ℓ sebesar 140,55 mg/ℓ. Menurut Effendi (2003) kesadahan yang tinggi dapat menghambat sifat toksik dari logam berat karena kation-kation penyusun kesadahan (kalsium dan magnesium). Karbondioksida yang bereaksi dengan kalsium karbonat akan membentuk kalsium bikarbonat di mana di perairan tawar, ion bikarbonat berperan sebagai sistem buffer. Kalsium dan magnesium dalam media berasal dari reaksi zeolit dengan air dan karbondioksida dalam media sehingga membentuk ikatan karbonat.


(27)

25 Histologi adalah ilmu yang mempelajari struktur organ makhluk hidup secara terperinci beserta hubungan antar struktur (Bavelander, 1998). Salah satu keuntungan mempelajari histologi adalah mempermudah dalam mengamati kelainan atau abnormalitas pada organ yang disebabkan oleh organisme patogen atau lingkungan. Tanda-tanda klinis tersebut dapat diketahui dari adanya kerusakan pada organ yang diamati (Nitimulyo et al., 1993). Organ yang digunakan untuk preparat histologi penelitian ini adalah insang. Organ ini digunakan karena organ ini merupakan salah satu organ tubuh ikan yang berkaitan langsung dengan mekanisme osmoregulasi pada ikan. Affandi dan Tang (2002) mengatakan bahwa insang memiliki peranan yang sangat penting sebagai organ yang mampu dilewati air maupun mineral, serta tempat diekskresikannya sisa metabolisme. Pada insang terdapat sel khlorida yang melakukan transport aktif kelebihan Na+ dan Cl- melawan gradien konsentrasi kembali ke media/lingkungan. Anggoro (1988) dalam Affandi dan Tang (2002) mengatakan bahwa baik pada mekanisme regulasi hipoosmotik maupun regulasi hiperosotik, pertukaran elektrolit dilakukan dengan cara transpor aktif melaui insang.

Menurut Robert (2001) dalam Permana (2009), telangiektasis dapat terjadi pada insang ikan yang berada pada kualitas air yang buruk. Abnormalitas ini membutuhkan waktu yang lebih lama untuk pulih dari pada luka-luka hiperplasia pada insang. Pada perlakuan pengepakan 6 g/ℓ, 8 g/ℓ, dan 10 g/ℓ terjadi telangiektasis. Hal ini dapat dilihat pada gambar 11 (b), (c), dan (d). Dimana pada ujung lamella skunder terdapat pembengkakan seperti balon, hal tersbut dikarenakan adanya penggumpalan darah. Selanjutnya hiperplasia adalah pembesaran kelenjar suatu jaringan atau organ yang disebabkan oleh bertambahnya jumlah sel. Menurut Permana (2009), hiperplasia merupakan penebalan jaringan yang terinfeksi. Hiperplasia menurut Kimball (1988) merupakan pembesaran atau penambahan massa total suatu otot sebagai akibat dari peningkatan jumlah filamen aktin dan miosin dalam setiap serat otot. Peristiwa ini biasanya terjadi sebagai respon terhadap suatu kontraksi otot yang berlangsung pada kekuatan maksimal atau hampir maksimal. Pada gambar 11(a) dan 11(b) terlihat adanya nekrosis. Plum (1994) dalam Ersa (2008) mengatakan bahwa nekrosis jaringan pada ikan adalah kematian sel-sel atau jaringan.


(28)

26 karakteristik dari jaringan nekrotik yaitu memiliki warna yang lebih pucat dari warna normal, hilangnya daya rentang (jaringan menjadi rapuh dan mudah terkoyak), atau memiliki konsistensi yang buruk atau pucat (seperti bubur), dan kadang-kadang menimbulkan bau yang tidak sedap. Nekrosis dapat diakibatkan oleh trauma, agen-agen biologis, agen-agen kimia atau terjadinya gangguan terhadap penyediaan darah pada suatu daerah khusus. Pada gambar 11(b) dan 11(d) terlihat adanya hemoragi. Alberts et al. (2002) mengatakan bahwa hemoragi merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya darah yang keluar dari susunan kardiovaskular. Hemoragi ini disebabkan oleh keluarnya darah dari pembuluh darah karena adanya lubang pada dinding atau darah menerobos dinding yang utuh. Eudema merupakan peningkatan volume cairan disertai dengan penimbunan cairan dalam sel-sel jaringan dan rongga serosa (Alberts et al.,2002). Hibiya dan Fumio (1995) dalam Permana (2009) mengatakan bahwa eudema mengindikasikan adanya suatu ketidakseimbangan tekanan hidrostatik atau kesalahan pada tekanan osmotik darah, peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler dan limfe yang dapat dihubungkan dengan bahan toksik kimia. Abnormalitas yang terjadi pada insang benih gurame pada penelitian ini dikarenakan adanya kontrasi otot insang selama mempertahankan tekanan osmotik dalam tubuhnya. Affandi dan Tang (2002) menyatakan bahwa pada kondisi lingkungan yang hipertonik, cairan tubuh organisme bersifat hipoosmotik terhadap medianya. Organisme akan berusaha mempertahankan tekanan osmotik cairan tubuh agar tidak keluar dari selnya dalam kondisi tersebut. Untuk itu, organisme mengestrak air tawar dari medianya. Kelebihan elektrolit, terutama Na+ dan Cl- , yang diambil darah akan dikeluarkan oleh insang melalui salt secreting epithellium atau chloride secreting cell, sehingga diperoleh air bebas elektrolit, pengaturan imbangan elektrolit tersebutlah yang menyebabkan kontraksi epitel insang sehingga menyebabkan hipertrofi pada insang benih.

Tingkat kelangsungan hidup pada pemeliharaan pasca pengangkutan benih gurame selama 20 hari tertinggi pada perlakuan 4 mg/ℓ sebesar 100%, kemudian perlakuan 64,58 dan 8 mg/ℓ sebesar 45,45%. Kematian ikan pada pemeliharaan pasca transportasi rata-rata terjadi pada hari ke-3 sampai hari ke-14. Tingkat kelangsungan hidup yang tinggi pada pemeliharaan ini berhubungan dengan


(29)

27 perlakuan saat pengangkutan. Ikan yang pada saat perlakuan mengalami SR paling kecil akan memberikan hasil SR pemeliharaan yang kecil pula, hal ini berkaitan dengan daya tahan tubuh benih tersebut dan tingkat stres benih. Dosis garam yang optimum pada media pengepakan mempengaruhi tekanan osmotik di dalam dan di luar tubuh ikan hampir atau mendekati sama. Ghozali (2010) menyatakan penambahan garam pada perlakuan mempengaruhi jumlah sel darah merah ikan maanvis, perlakuan zeolit (20g/ℓ), karbon aktif (10g/ℓ), dan garam 4 g/ℓ memiliki kondisi hampir mendekati isoosmotik sehingga energi yang digunakan untuk osmoregulasi lebih sedikit, sehingga alokasi energi digunakan untuk adaptasi dalam menghadapi stres.

Laju pertumbuhan harian yang paling tinggi dari semua perlakuan adalah perlakuan 4 mg/ℓ sebesar 4,73%. kemudian pada perlakuan 6 mg/ℓ, dan 8 mg/ℓ memiliki laju pertumbuhan harian sebesar 3,77%, dan 2,15%. Nilai laju pertumbuhan ini berhubungan konsumsi pakan benih, dan kondisi ikan pasca perlakuan pengepakan

Perhitungan biaya pengangkutan benih ikan gurame dengan perlakuan penambahan garam diperoleh efisiensi biaya yang berbeda untuk setiap perlakuan. Biaya terendah yang dikeluarkan yaitu pada perlakuan 4 g/ℓ sebesar Rp 739,93 dan tertinggi yaitu pada perlakuan 10 g/ℓ yaitu sebesar Rp 10.577. Perlakuan 4 g/ℓ menghabiskan biaya yang paling murah dikarenakan jumlah ikan hidup yang lebih banyak dari pada perlakuan lainnya.


(30)

28

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Hasil terbaik dalam penelitian ini diperoleh pada penambahan garam sebanyak 4 g/ℓ. Hal ini terlihat pada nilai kualitas air yang lebih baik DO senilai 4,8033±0,29, Tan senilai 0,87±0,03, NH3 senilai 0,03535±0,005, pH senilai

7,22±0,08. Tingkat kelangsungan hidup perlakuan ini juga lebih tinggi seperti bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu sebesar 86%. Nilai SR pemeliharaan benih pasca perlakuan lebih kurang selama 20 hari senilai 100%, laju pertambahan bobot harian sebesar 4,73%.

4.2 Saran

Transportasi benih ikan gurame dengan kepadatan 50 ekor/ℓ sebaiknya dilakukan dengan penambahan penambahan zeolit 20 g/ℓ, karbon aktif 10 g/ℓ, dan garam 4 g/ℓ pada pengangkutan ikan gurame sistem tertutup selama 72 jam. Disarankan untuk penelitian selanjutnya menggunakan kepadatan yang lebih tinggi guna memperbanyak jumlah benih yang dapat dikirim


(31)

i

EFEKTIVITAS PENAMBAHAN GARAM DALAM MEDIA

TRANSPORTASI TERTUTUP BENIH IKAN GURAME

Osphronemus gouramy Lac.

MIRA SULISTIANINGRUM GINTING C14070094

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(32)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

EFEKTIVITAS PENAMBAHAN GARAM DALAM MEDIA

TRANSPORTASI TERTUTUP BENIH IKAN GURAME Osphronemus

gouramy Lac.

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2012

MIRA S.GINTING C14070094


(33)

ABSTRAK

MIRA SULISTIANINGRUM GINTING. Efektivitas Penambahan Garam dalam Media Transportasi Tertutup, yang Mengandung Zeolit 20 g/ℓ dan Karbon Aktif 10 g/ℓ, Benih Ikan Gurame Osphronemus gouramy Lac. dengan Kepadatan Tinggi. Dibimbing oleh EDDY SUPRIYONO dan YUNI PUJI HASTUTI.

Pengangkutan ikan biasanya dilakukan dengan kepadatan yang tinggi untuk mengefisiensikan biaya transportasi, namun semakin padat ikan yang dibawa dalam suatu wadah maka akan meningkatkan stres pada ikan. Stres yang timbul akan mengakibatkan aktifitas fisiologis ikan meningkat yang dapat memperburuk kualitas air khusunya DO, CO2, dan NH3. Penelitian ini bertujuan untuk

mengevaluasi efektifitas penambahan garam pada media yang telah diberi zeolit dan karbon aktif dalam mempertahankan kualitas air media pengangkutan, sehingga dapat meminimalisasi tingkat kematian pada pengangkutan tertutup benih gurame ukuran ±4 cm. Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium dengan rancangan acak lengkap. Ikan gurame Osphronemus gouramy yang diuji pada penelitian ini diberi empat perlakuan yang berbeda dan dengan tiga ulangan. Perlakuan tersebut yaitu A) 50 ekor/ℓ + 20 g/ℓ zeolit + 10 g/ℓ karbon aktif, 4 g/ℓ garam; B) 50 ekor/ℓ + 20 g/ℓ zeolit + 10 g/ℓ karbon aktif, 6 g/ℓ garam; C) 50 ekor/ℓ + 20 g/ℓ zeolit + 10 g/ℓ karbon aktif, 8 g/ℓ garam;dan D) 50 ekor/ℓ + 20 g/ℓ zeolit + 10 g/ℓ karbon aktif, 10 g/ℓ garam. Pengangkutan dilakukan selama 72 jam. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kelangsungan hidup selama pengangkutan untuk perlakuan A, B, C, dan D masing-masing 86%, 35,33%, 16,67%, dan 5,33%. Hasil penelitian ini menunjukkan perlakuan A memberikan hasil terbaik dilihat dari nilai tingkat kelangsungan hidup (SR) sebesar 86 %, yang dihubungkan dengan nilai kualitas air media pengangkutan yang baik dimana kadar total amoniak nitrogen (TAN) 0.87±0.03, NH3 0.03535±0.005, DO 4.8033 mg/ℓ serta memiliki laju pertumbuhan harian yang paling besar yakni 4,73%, dan tingkat kelangsungan hidup selama pemeliharaan pasca pengangkutan sebesar 100%.

Kata kunci : Benih ikan gurame, tingkat kelangsungan hidup (SR), zeolit, karbon aktif, garam, transportasi


(34)

ABSTRACT

MIRA SULISTIANINGRUM GINTING. Effectiveness of the Addition of Salt in Closed Transport Media, Containing Zeolite 20 g/l and Activated Carbon 10 g/l, Gurame Fish Osphronemus gouramy Lac. With High density. Supervised by EDDY SUPRIYONO and YUNI PUJI HASTUTI

Transporting fish is uasully done with a high density so as to be efficient in transpoet costs, moreover the more crowded the fish in a container, the more stressed the fish will be. These conditions will result in the increased fish physiological activity that can affect water quality, especially DO, CO2, and NH3.

This study aimed to evaluate the effectiveness of the addition of salt to the media that has contained zeolite and activates carbon in maintaining the water quality the transport media, so as to minimize the death rate in a closed transport ofgurame seeds with a size of ±4 cm. The research was conducted in a laboratory scale with a complete randomized design. Gurame (Osphronemus gouramy) tested in this study were given four different treatments with three replications. The treatments were A) 50 fish/ℓ + 20 g/ℓ zeolite + 10 g/ℓ activated carbon, 4 g/ℓ salt; B) 50 fish/ℓ + 20 g/ℓ zeolite + 10 g/ℓ activated carbon, 6 g/ℓ salt; C) 50 fish/ℓ + 20 g/ℓ

zeolite + 10 g/ℓ activated carbon, 8 g/ℓ salt; dan D) 50 fish/ℓ + 20 g/ℓ zeolite + 10

g/ℓ activated carbon, 10 g/ℓ salt. The transportation was 72 hours. The result showed that the survival rates for treatments A, B, C, and D were respectively 86%, 35,33%, 16,67%, and 5,33%. The result of this study also showed treatment A gave the best result seen from the survival rate (SR) of 86%, which was related to the water quality of a good transport medium in which the content of total ammonia nitrogen (TAN) was 0.87±0.03, NH3 0.03535±0.005, DO 4.8033 mg/ℓ,

and had the most daily growth rate of the 4.73%, and the survival rate during the post-transport raising process of 100%.

Keywords: Gurame seed, survival rate (SR), zeolites, salt, transport, and activated carbon.


(35)

EFEKTIVITAS PENAMBAHAN GARAM DALAM MEDIA

TRANPORTASI TERTUTUP BENIH IKAN GURAME

Osphronemus gouramy Lac.

MIRA SULISTIANINGRUM GINTING C14070094

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(36)

Judul Skripsi : Efektivitas penambahan garam dalam media transportasi tertutup benih ikan gurame Osphronemus gouramy Lac.

Nama Mahasiswa : Mira Sulistianingrum Ginting Nomor Pokok : C14070094

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Eddy Supriyono, M.Sc Yuni Puji Hastuti S.Pi M.Si NIP.19630212 198903 1 003 NIP. 19810604 200701 2 001

Mengetahui :

Ketua Departemen Budidaya Perairan

Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc NIP 19591222 198601 1 001


(37)

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan karya ilmiah ini tepat pada waktunya. Tak lupa sholawat dan salam selalu dilimpahkan kepada Rosulullah SAW, para sahabatnya dan semua yang mengikutinya hingga hari akhir. Tema penelitian yang dipilih adalah Efektivitas penambahan garam dalam media transportasi tertutup, yang mengandung zeolit 20g/ℓ dan karbon aktif 10g/ℓ, benih ikan gurame osphronemus gouramy Lac. dengan kepadatan tinggi. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2011 s.d. September 2011 di Laboratorium Lingkungan, Laboratorium Kesehatan Ikan, dan Laboratorium nutrisi, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua yang sangat berjasa dalam merawat, membesarkan, mendidik, memberikan motivasi, dukungan, do’a, semangat, dan kasih sayangnya serta membiayai kehidupan dan pendidikan selama ini. Bapak Dr. Ir. Eddy Supriyono, M.Sc selaku dosen pembimbing yang banyak memberikan bimbingan arahan, motivasi, dan nasehat selama penelitian. Ibu Yuni Puji Hastuti selaku dosen pembimbing yang banyak memberikan saran, semangat, dan bimbingan selama penelitian. Dr. M. Agus Suprayudi selaku dosen penguji dalam ujian skripsi. Kemudian penulis juga menyampaikan terima kasih yang kepada Riza Purbo Wiasto yang telah memotivasi, menemani, selama pelaksanaan penelitian. Saudara Azis Kurniansyah S.Pi, Yunika Ayu Lestari S.Pi, Ayu Dita Ningtyas, Fajarudin, dan Wildan Jalaludin, yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian. Mahasiswa 43, 44, 45, 46, khususnya Zamzam, Wahyu BDP 44, Hendar BDP 44, Shavika BDP 44, Reki BDP 44, Kang Dama, Kang Abe dan Achie BDP 44.

Bogor, Desember 2012


(38)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Medan tanggal 29 Februari 1988 dari pasangan Bapak Ir. Mbella Ginting dan Ibu Enny Wahyu Haryati. Penulis merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara.

Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SMA N 3 Medan dan lulus tahun 2006. Pada tahun berikutnya, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dengan mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif menjadi Asisten Praktikum pada beberapa mata kuliah yaitu Fisika Kimia Perairan (2011) dan Manajemen Kualitas Air (2011).

Untuk meningkatkan pengetahuan di bidang perikanan budidaya, penulis mengikuti kegiatan Praktek Lapang di Gunung Tinggi Farm di Desa Lau Timah Medan. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan penulis dengan menulis skripsi berjudul “Efektivitas penambahan garam dalam media transportasi tertutup benih ikan gurame Osphonemus gouramy Lac.’’.


(39)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

II. BAHAN DAN METODE ... 4 2.1 Tahap Penelitian ... 4 2.2 Prosedur Kerja ... 4 2.2.1 Penelitian Pendahuluan ... 4 2.2.1.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan... 4 2.2.1.2 Tingkat Konsumsi Oksigen ... 4 2.2.1.3 Laju Ekskresi Amoniak ... 5 2.2.1.4 Kapasitas Zeolit Dan Karbon Aktif ... 5 2.3.2 Penelitian Utama... 6

2.3.2.1 Penentuan Dosis Optimum Garam Ikan Gurame Pada

Pengangkutan Tertutup ... 6 2.3.2.2 Tingkat Kelangsungan Hidup ... 6 2.3.2.3 Total Amoniak Nitrogen (TAN) dan Amoniak (NH3) ... 6

2.3.2.4 Pemeliharaan Gurame Pasca Transportasi ... 7 2.3.2.5 Laju pertumbuhan bobot harian ... 7 2.3.2.6 Oksigen Terlarut (DO), Karbon Dioksida (CO2),

Kesadahan, Derajat Keasaman, dan Suhu ... 8 2.3.2.7 Rancangan Percobaan ... 8 2.3.2.8 Pengumpulan Data ... 8 2.3.2.9 Histologi ... 8 2.3.2.10 Analisis Data ... 9

III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 10 3.1 Hasil ... 10 3.1.1 Penelitian Pendahuluan ... 10

3.1.1.1 Kemampuan Puasa Ikan ... 10 3.1.1.2 Tingkat Konsumsi Oksigen Benih Ikan Gurame ... 10 3.1.1.3 Laju Ekskresi TAN Benih Ikan Gurame ... 10 3.1.2 Penelitian Utama... 11

3.1.2.1 Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Pengangkutan Benih

Ikan Gurame ... 11 3.1.2.2 Kualitas Air Media Pengangkutan ... 12 3.1.2.3 Tingkat Kelangsungan Hidup Benih ikan Gurame Pada

Pemeliharaan Pasca Pengangkutan ... 16 3.1.2.4 Laju Pertumbuhan Harian Benih Ikan Gurame pada

Pemeliharaan Pasca Pengangkutan ... 17 3.1.2.5 Analisa Keuntungan ... 18


(40)

ii 3.1.2.6 Histologi Insang ... 18 3.2 Pembahasan ... 20 3.2.1 Penelitian Pendahuluan ... 20 3.2.2 Penelitian Utama... 20

IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 28 4.1 Kesimpulan ... 28 4.2 Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29


(41)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Persentase amoniak tidak terionisasi (NH3) pada pH dan suhu yang berbeda ... 7 2. Tingkat kelangsungan hidup benih ikan gurame

selama pemuasaan ... 10 3. Tingkat kelangsungan hidup ikan gurame

selama pengangkutan ... 11 4. Perhitungan pembiayaan dan keuntungan transportasi benih


(42)

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Tingkat kelangsungan hidup benih ikan gurame……….………… 12 2. Nilai NH3 media pengangkutan ... 12

3. Nilai TAN media pengangkutan ... 13 4. Nilai DO media pengangkutan ... 14 5. Nilai CO2 media pengangkutan ... 15 6. Nilai suhu media pengangkutan ... 15 7. Nilai pH media pengangkutan ... 16 8. Nilai kesadahan media pengangkutan ... 16 9. Tingkat kelangsungan hidup benih ikan gurame pada

pemeliharaan pasca pengangkutan selama 20 hari ... 17 10. Laju pertumbuhan harian ikan gurame ... 17 11 . Histologi insang benih ikan gurame setelah 72 jam…….………... 19


(43)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Tingkat konsumsi oksigen ikan gurame………... 2. Ekskresi TAN ikan gurame setiap 12 jam……….. 3. Kapasitas daya serap zeolit…... 4. Kapasitas daya serap karbon aktif……….. 5a. Tingkat kelangsungan hidup (SR) ikan gurame selama

Pengangkutan………...

5b. Rata-rata tingkat kelangsungan hidup (SR) ikan gurame

selama pengangkutan………... 6 Analisa statistik SR………..………... 7. Nilai NH3(mg/ℓ) media pengangkutan……….….

8. Analisa statistik NH3………..………

9. Kadar TAN (mg/ℓ) media pengangkutan..…………...

10. Analisa statistik TAN………..………

11. Kadar DO (mg/ℓ) media pengangkutan.………

12. Analisa statistik DO………

13. Kadar CO2(mg/ℓ)media pengangkutan……….………....

14. Analisa statistik CO2………..……….

15. Suhu (oC) media pengangkutan...……… 16. Analisa statistik suhu……….………..

17. Nilai pH media pengangkutan…...………..

18. Analisa statistik pH………..………...………...

19. Tingkat kesaahan (mg/ℓ) media pengangkutan…..……… 20. Analisa statistik kesadahan…...………... 21. Analisa statistik LPH………... 22. Analisa statistik suhu………...

23. Analisa statistik pH………...

24. Biaya transportasi ikan…….………...

25. Preparasi Histologi……….

34 35 36 36 37 38 39 44 44 46 46 48 48 50 50 52 52 54 54 56 56 58 58 59 60 61


(44)

1

I. PENDAHULUAN

Daya dukung ketersediaan benih sangat dibutuhkan untuk memenuhi permintaan konsumsi ini. Pemenuhan kebutuhan benih dapat disuplai dari daerah pembenih melalui kegiatan transportasi. Salah satu komoditas unggulan Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia dengan kenaikan produksi sebesar 4,9% adalah ikan gurame (KKP, 2010). Kegiatan pembenihan gurame di Indonesia banyak dilakukan di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah sedangkan kegiatan pembesaran ikan gurame banyak dilakukan di daerah lain di pulau Jawa seperti di daerah Kalimantan, Sumatra, dan Nusa Tenggara. Hingga saat ini, daerah penghasil gurami terbesar diantaranya adalah Jawa Barat (34%), Jawa Tengah (18,7%), Jawa Timur (15%), Sumatera Barat (15,4%), dan Nusa Tenggara Barat (2,7%) (Saparinto, 2008).

Lokasi kegiatan pembesaran dan lokasi kegiatan pembenihan memiliki jarak yang cukup jauh sehingga dibutuhkan suatu upaya untuk kegiatan pengangkutan. Ada 2 metode yang digunakan dalam kegiatan pengangkutan ikan, yaitu yang pengangkutan kering dan pengangkutan basah. Pengangkutan kering adalah tidak menggunakan air sebagai media transportasi, akan tetapi media lain yang bisa membuat lingkungan atau wadah dalam keadaan lembab. Sedangkan pengangkutan basah media dituntut sama dengan tempat hidup ikan sebelumnya yaitu air dan oksigen (Wibowo 1993). Pengangkutan basah terbagi menjadi 2 yaitu pengangkutan terbuka dan pengangkutan tertutup. Pengangkutan terbuka umumnya dilakukan pada jarak tempuh yang lebih pendek sedangkan pengangkutan tertutup dilakukan untuk jarak tempuh yang lebih jauh. Untuk mengefisienkan biaya transportasi maka transportasi benih ikan biasanya dilakukan dengan kepadatan tinggi. Semakin padat jumlah benih ikan dalam wadah transportasi akan mengakibatkan stress pada benih ikan. Tingkat stress yang tinggi akan mempengaruhi aktifitas fisiologi ikan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas media dalam wadah transportasi. Benih ikan yang stress akan mengkonsumsi oksigen dalam jumlah besar sehingga kadar oksigen terlarut


(45)

2 dalam air menurun dan akan meningkatkan kadar CO2. Selain itu, tingkat stress

yang berlebih akan membuat benih ikan mengeluarkan NH3 yang bersifat toksik.

Tingginya NH3 dan CO2 dapat diantisipasi dengan penggunaan zeolit dan

karbon aktif. Bahan aktif berupa zeolit dan karbon aktif ini digunakan karena telah dilakukan penelitian oleh Gozali (2007) yang menguji pemberian zeolit sebanyak

20 g/ℓ pada pengangkutan ikan maanvis ukuran 2 g/ekor dengan kepadatan 20

ekor/ℓ selama 120 jam, dengan hasil SR sebesar 100%. Penelitian yang juga menggunakan bahan aktif zeolit dan karbon aktif adalah penelitian Ardianti (2007) mengenai zeolit sebanyak 10 g/ℓ dan C-aktif sebanyak 10 g/ℓ pada

pengangkutan ikan coridoras ukuran 2 g/ℓ dengan kepadatan 20 ekor/ℓ

menghasilkan SR sebesar 100%. Penelitian lebih lanjut mengenai penambahan zeolit dan karbon aktif dilakukan kembali oleh Gozali (2010) yaitu penggunaan

zeolit 20 g/ℓ, C-aktif 10g/ℓ, dan garam 4 g/ℓ menghasilkan SR 89% pengangkutan ikan maanvis ukuran 2 g/ekor dengan kepadatan 40 ekor/ℓ selama 120 jam. Selanjutnya Maria (2010) menggunakan zeolit 20 g/ℓ, C-aktif 10g/ℓ dengan ikan gurame dengan kepadatan optimum sebesar 40 ekor/ℓ dengan SR sebesar 84,17%. Zeolit memiliki kemampuan sebagai penyerap amoniak, karena zeolit dapat memisahkan molekul-molekul berdasarkan ukuran dan konfigurasi molekul (Anwar et al., 1985). Penggunaan zeolit sebagai penyerap TAN sangat efektif, sebab zeolit dalam bekerja tidak bergantung pada suhu, kisaran pH 4-8 dan tidak terpengaruh oleh desinfektan serta zat kemoterapik yang terdapat pada lingkungan perairan tersebut. Sementara menurut Setyawan (2003) selai dapat dipakai sebagai penyerap ion NH4+, Fe+, Mn+, juga dapat dipakai sebagai penyerap CO2 dan dapat

mengakibatkan kenaikan pH air.

Sembiring dan Sinaga (2003) mengatakan bahwa karbon aktif merupakan bahan yang berfungsi melalui adsorbsi (jerapan) dan absorbsi (serapan). Adsorbsi

adalah suatu proses partikel “menempel” pada suatu permukaan akibat “perbedaan” muatan lemah diantara kedua benda, sehingga akhirnya akan terbentuk suatu lapisan tipis partikel-partikel halus pada permukaan tersebut, kemudian sifat absorpsi yaitu proses suatu partikel terperangkap ke dalam struktur suatu media seolah-olah menjadi bagian dari keseluruhan media tersebut.


(46)

3 Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari Maria (2010) yang menggunakan benih ikan gurame rata-rata ±4cm dengan kepadatan optimum 40

ekor/ℓ. Untuk mengefisienkan biaya pengepakan dibutuhkan suatu usaha

penambahan bahan tertentu guna meningkatkan kepadatan serta meminimalisir kematian benih. Bahan yang ditambahkan dalam media pada pengangkutan ini adalah berupa garam yang tidak beryodium. Dosis acuan garam berdasarkan Gozali (2010) dan Emu (2010). Penambahan garam terhadap air yang media transportasi bertujuan menguji efektifitas penambahan garam pada media pengangkutan. Dosis garam yang akan ditambahkan dalam penelitian ini diharapkan akan dapat meminimalisir kematian benih ikan gurame dengan kepadatan 50 ekor/ℓ. Pemeliharaan benih ikan pasca tranportasi juga dilakukan guna mengetahui tingkat kelangsungan hidup benih ikan gurame pasca transportasi.


(47)

4

II. BAHAN DAN METODE

2.1 Tahap Penelitian

Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit, kapasitas serap karbon aktif, kemampuan puasa ikan, laju ekskresi total amoniak nitrogen (TAN), dan tingkat konsumsi oksigen. Tahap penelitian utama yaitu evaluasi efektifitas zeolit, karbon aktif, dan garam dalam meminimalisir kematian ikan dengan kepadatan tinggi, kualitas air, histologi pada insang, kelangsungan hidup ikan pemeliharaan, dan laju pertumbuhan harian. Tahapan penelitian ini mengikuti prosedur yang dilakukan oleh Supriyono et al., (2009).

2.2 Prosedur Kerja

2.2.1 Penelitian Pendahuluan

2.2.1.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan

Perlakuan puasa pada ikan di lab. berfungsi untuk mengukur daya tahan ikan yang dipuasakan, sehingga jika terjadi kematian selama penelitian transportasi bukan akibat ikan tidak diberi pakan tetapi karena menurunnya kualitas air media pengangkutan. Penentuan puasa ikan dilakukan dengan penyiapan akuarium ukuran 50 x 30 x 30 cm3 yang telah dibersihkan dan diisi air dengan ketinggian 25 cm dan diberi aerasi, kemudian ikan uji dimasukkan ke dalam akuarium sebanyak 30 ekor yang sebelumnya diaklimatisasi selama 15 menit. Ikan dipelihara di dalam akuarium selama 8 hari. Pergantian air dilakukan sebanyak 30%-50% setiap hari kemudian tingkah laku ikan uji diamati dan dicatat. Selama pemuasaan ikan dilakukan pengukuran kualitas air yaitu suhu, nilai pH, dan oksigen terlarut.

2.2.1.2 Tingkat Konsumsi Oksigen

Pengukuran tingkat konsumsi oksigen (TKO) dilakukan untuk mengetahui konsumsi oksigen ikan sehingga dapat diketahui jumlah oksigen yang dibutuhkan


(48)

5 ikan selama pengangkutan. Pengukuran tingkat konsumsi oksigen dilakukan dalam wadah yang berukuran 3 ℓ yang telah dibersihkan dan dikeringkan, kemudian diisi air dan diaerasi selama 3 hari agar kandungan oksigen di dalam air jenuh. Selanjutnya, 10 ekor ikan uji dimasukkan ke dalam wadah, kemudian ditutup rapat dengan plastik hingga tidak terdapat gelembung udara dan dilakukan pengukuran DO setiap 1 jam selama 6 jam dengan menggunakan DO-meter.

2.2.1.3 Laju Ekskresi Amoniak

Pengukuran laju ekskresi amoniak dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui jumlah ekskresi amoniak yang dihasilkan oleh ikan sehingga dapat diketahui jumlah amoniak yang dikeluarkan selama pengangkutan. Benih tersebut dimasukkan ke dalam wadah kaca yang berukuran 3 ℓ yang telah diberisi air dan telah diaerasi selama 3 hari sebanyak 10 ekor. Setelah itu dilakukan pengambilan air sampel. Air sampel diambil sebanyak 30 ml setiap 12 jam selama 48 jam untuk pengukuran kualitas air. Sampel air tersebut selanjutnya akan diukur nilai konsentrasi TAN, suhu, nilai pH, dan oksigen terlarut.

2.2.1.4 Kapasitas Zeolit Dan Karbon Aktif

Penentuan kapasitas zeolit dan karbon aktif ini bertujuan untuk mengetahui banyaknya TAN yang diabsorpsi tiap satuan waktu tertentu. Tahap proses pengukuran ini dilakukan dengan cara penyiapan botol plastik yang tutupmya telah dilubangi dengan jarum. Selanjutnya, botol tersebut diisi dengan zeolit sebanyak 20 gram dan karbon aktif sebanyak 10 gram. Selanjutnya air yang

mengandung TAN 1 mg/ℓ dengan volume 1 ℓ dialirkan pada masing-masing botol, di bawah botol diletakkan gelas piala untuk menampung aliran air yang mengalir pada botol. Langkah ini dilakukan setiap 1 menit selama 7 menit. Air sampel yang ditampung tersebut kemudian diukur kadar TAN, pH, dan suhu.


(49)

6

2.3.2 Penelitian Utama

2.3.2.1 Penentuan Dosis Optimum Garam Ikan Gurame Pada Pengangkutan Tertutup

Prosedur ini dilakukan dengan memuasakan ikan uji selama 2 hari. Kemudian disiapkan plastik packing dengan ujung plastik packing tersebut diikat dengan zeolit (20 gram) dan karbon aktif (10 gram) kemudian ujung lainnya diikat dengan keran yang berfungsi untuk pengambilan sampel air. Plastik packing diisi air sebanyak 1,3 ℓ yang sebelumnya telah dicampur dengan garam sebanyak 4 g/ℓ, 6 g/ℓ, 8 g/ℓ dan 10 g/ℓ. Kemudian ikan uji dimasukkan ke dalam kantong sebanyak 50 ekor. Kantong plastik diberi oksigen murni dengan perbandingan 1:4 kemudian diikat dengan karet pengikat dan dimasukkan ke dalam styrofoam yang selanjunya diisi dengan es batu untuk menurunkan suhu di dalam media pengangkutan. Styrofoam ditutup rapat dan diamati tingkat kelangsungan hidup benih yang dilakukan setiap 6 jam selama 72 jam dan kualitas air diamati setiap 24 jam selama 72 jam.

2.3.2.2 Tingkat Kelangsungan Hidup

Derajat kelangsungan hidup (SR) adalah perbandingan jumlah ikan yang hidup sampai akhir pemeliharaan dengan jumlah ikan awal pemeliharaan. Perhitungan SR digunakan rumus dari Godart (1996):

(%) = ��

��× %

Keterangan :

SR = Kelangsungan Hidup Nt = Jumlah ikan akhir (ekor) No = Jumlah ikan awal (ekor)

2.3.2.3 Total Amoniak Nitrogen (TAN) dan Amoniak (NH3)

Nilai TAN didapatkan dari perbandingan nilai absorban sampel dan standar kemudian dilakukan konsentrasi larutan standar yang digunakan

NH3 = nilai TAN dikalikan dengan persentase amoniak yang tidak terionisasi berdasarkan nilai pH


(50)

7 Tabel 1. Persentase amoniak tidak terionisasi (NH3) pada pH dan suhu yang

berbeda (Boyd, 1990)

Suhu (0C) pH

6,5 7 7,5 8 8,5

18 0,1 0,3 0,9 2,9 8,5

20 0,1 0,3 1,1 3,3 9,8

22 0,1 0,4 1,2 3,8 11,2

24 0,2 0,5 1,4 4,4 12,7

26 0,2 0,5 1,7 5 14,4

2.3.2.4 Pemeliharaan Gurame Pasca Transportasi

Pemeliharaan benih ikan gurame pasca transportasi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya efek dari transportasi. Pemeliharaan ini dilakukan selama 20 hari. Ikan dipelihara sebanyak 30 ekor benih perlakuan 4 mg/L di akuarium dengan dimensi 50 x 30 x 30 cm3, 16 ekor benih dalam akuarium 30 x 30 x 30 cm3, dan 11 ekor benih dalam akuarium 25 x 25 x 30 cm yang telah dicuci dan dikeringkan selama 4 hari dan diisi air. Sebelumnya dilakukan aklimatisasi selama 15 menit. Ikan diberi pakan berupa cacing beku secara at satiation. Pemberian makan dilakukan pada pagi dan sore hari. Penyiponan dilakukan setiap pagi dan sore dengan pergantian air sebanyak 10-30% setiap hari. Pengukuran panjang tubuh dan bobot ikan dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan, sedangkan kelangsungan hidup ikan dilakukan pengamatan setiap hari.

2.3.2.5 Laju pertumbuhan bobot harian

Laju pertumbuhan bobot harian (α) ditentukan berdasarkan selisih bobot rata-rata akhir (Wt) dengan bobot rata-rata awal (Wo) pemeliharaan kemudian dibandingkan dengan waktu pemeliharaan (t) dengan rumus berikut berdasarkan Huisman (1989):

�= ��

�� �


(1)

57

Data kesadahan jam ke-48

ANOVA

Kesadahan_48

Source of Variation Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 17947.864 3 5982.621 82.444 .000

Within Groups 580.526 8 72.566

Total 18528.390 11

Kesadahan_48

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Tukey HSDa 4 ppt 3 1.1645E2

6 ppt 3 1.8071E2

6 ppt 3 1.9677E2

10 ppt 3 2.2086E2

Sig. 1.000 .175 1.000

Data kesadahan jam ke-72

ANOVA

Kesadahan_72

Source of Variation Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 79239.748 3 26413.249 242.685 .000

Within Groups 870.701 8 108.838

Total 80110.449 11

Kesadahan_72

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Tukey HSDa 4 ppt 3 1.4055E2

6 ppt 3 2.0078E2

8 ppt 3 2.1283E2

10 ppt 3 3.6141E2


(2)

58 Lampiran 21. Tingkat kelangsungan hidup (SR) pemeliharaan

hari ke- Nilai SR(%) Pemeliharaan per Perlakuan

4 ppt 6 ppt 8 ppt 10 ppt

1 100 100 100 0

2 100 100 100 0

3 100 97,66667 100 0

4 100 93,75 95,45 0

5 100 91,66667 95,45 0

6 100 89,58333 90,9 0

7 100 89,58333 77,265 0

8 100 89,58333 63,63 0

9 100 87,5 63,63 0

10 100 87,5 63,63 0

11 100 81,25 54,54 0

12 100 77,08333 54,54 0

13 100 75 49,995 0

14 100 72,91667 49,995 0

15 100 68,75 45,45 0

16 100 64,58333 45,45 0

17 100 64,58333 45,45 0

18 100 64,58333 45,45 0

19 100 64,58333 45,45 0

20 100 64,58333 45,45 0

Lampiran 22. Laju pertumbuhan harian benih ikan gurame perlakuan SGR (%)

A (4 ppt) 4,73

B (6 g/ℓ) 3,77

C (8 g/ℓ) 2,125


(3)

59 Lampiran 23. Analisi statistik LPH

ANOVA

LPH

Source of Variation Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 7.040 2 3.520 1.423 .324

Within Groups 12.367 5 2.473

Total 19.407 7

LPH

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05 1

Tukey HSDa 8 ppt 2 2.1250

6 ppt 3 3.7767

4 ppt 3 4.5333


(4)

60 Lampiran 24. Biaya Transportasi Ikan

Biaya Tetap

No. Biaya tetap Satuan Jumlah

Harga

satuan (Rp.) Total 1

Sewa tempat packing dan penampungan

ikan m2 1 30.000 30.000

2 Gaji pegawai ot 4 500.000 2.000.000

3 Konsumsi pegawai ot 4 10.000 40.000

4 Listrik kwh 100.000

Biaya tetap 2.170.000

Biaya variabel

No. Biaya variabel

Perlakuan Volume packing Harga/ packing (Rp.) Total harga

4 6 8 10

1 Oksigen murni per kantong 300 450 135.000 135.000 135.000 135.000 2 Plastik packing 300 1.500 450.000 450.000 450.000 450.000

3 Karet 300 10 3.000 3.000 3.000 3.000

4 Es batu 300 1.250 375.000 375.000 375.000 375.000

5 Karbon aktif 300 150 45.000 45.000 45.000 45.000

6 Zeolit 300 50 15.000 15.000 15.000 15.000

7 Garam 300 7 8.400 12.000 16.500 21.000

8

Biaya transportasi per

packing 300 3000 900.000 900.000 900.000 900.000

9 Biaya pengadaan ikan 15000 400 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 Total biaya variabel 7.931.400 7.935.600 7.939.800 7.944.000 Keterangan : Asumsi pengiriman 300 kantong (50 ekor/kantong)

Pengiriman dilakukan melalui jalur darat

No Keterangan

Perlakuan

4 g/ℓ 6 g/ℓ 8 g/ℓ 10 g/ℓ

1 SR 86 35,33 16,67 5,33

2 Jumlah ikan hidup 13.050 5.250 2.505 795

3 Harga jual 1200 1200 1200 1200

4 Biaya total transportasi 10.101.400 10.105.600 10.109.800 10.114.00

5 Penerimaan 15660000 6300000 3006000 954000

6 Keuntungan 5558600 -3805600 -7103800 -9160000

7 HPP 460 1143 239 7547

8 R/C 1.15 0,62 0,30 0,09

Keterangan:

1. Jumlah ikan hidup : %SR x Jumlah ikan yang dikirim 2. Penerimaan : Jumlah ikan yang hidup x harga jual ikan 3. Biaya total : Biaya variabel + Biaya teteap

4. Keuntungan : Penerimaan – (Biaya variabel + Biaya tetap) 5. HPP : Biaya pengadaan ikan / Jumlah ikan hidup 6. R/C : Penerimaan / Total biaya


(5)

61 Lampiran 25. Preparasi Histologi

Tahap histologi merupakan tahapan pengamatan sel pada benih yang ditransportasikan. Tahap ini diawali dengan mematikan benih dan diambil bagian

insangnya. Setelah itu, insang tersebut difiksasi dengan larutan Bouin’s selama 48

jam. Tahap selanjutnya adalah tahap dehidrasi, yaitu air dalam sel dikeluarkan dengan cara direndam dalam bahan kimia dimulai dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi. Pertama-tama, jaringan yang dipilih direndam alkohol 70% selama 48 jam, kemudian dilanjutkan dengan direndam berturut-turut dengan alkohol 80%, 90&, 95% dan 95% dengan masing-masing perendaman adalah 2 jam. Dan selanjutnya jaringan tersebut direndan dalam alkohol 100% selama 12 jam dan d rendam kembali di dalam alkohol 100% selama 1 jam Tahap berikutnya adalah tahap clearing. Pada tahap ini, jaringan yang telah di rendam sebelumnya di dalam alkohol 100%, akan direndan di dalam alkohol-xylol, xylol I, xylol II, dan xylol III selama 30 menit untuk setiap bahan perendaman. Tahapan selanjutnya adalah impregnasi. Tahapan ini dilakukan dengan merendam jaringan dari tahapan sebelumnya dengan parafin cair di dalam oven. Pengulangan dilakukan sebanyak 3 kali dalam tahapan ini dan dilakukan selama 45 menit untuk setiap perendaman. setelah itu, dilakukan yahap bloking, yaitu mencetak jaringan agar lebih mudah dipotong. Pemotongan jaringan dilakukan dengan mikrotom dan selanjutnya, potongan tersebut disusun pada gelas objek. Tahap berikutnya adalah tahapan pewarnaan yang dilakukan dengan dihidrasi terlebih dahulu. Gelas preparat tersebut direndam denga xylol sebanyak 2 kali dengan lama perendaman 1 menit untuk setiap xylol, lalu alkohol 95%, 90%, 80%, 70%, dan 50% masing masing 2 menit kemudian d rendam dengan akuades. Setelah itu, jaringan pada gelas preparat tersebut direndam dengan pewarna hematoksilin selama 3 menit lalu dibilas dengan air, dilanjutkan direndam dalam pewarna eosin selama 3 menit, dan selanjutnya dibilas dengan air. Tahap berikutnya adalah tahap dehidrasi yang dilakukan dengan perendaman gelas objek tersebut didalam alkohol 50%, sebanyak 1 kali selama 2 menit, dilanjutkan dengan perendaman di dalam alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, dan 100% sebanyak 2 kali dan selama 2 menit untuk setiap perendaman. perendaman selanjutnya adalah dengan xylol


(6)

62 sebanyak 3 kali selama 2 menit untuk setiap perendaman. preparat selanjutnya diberi perekat berupa entelam dan dilekatkan dengan gelas penutup kemudian diamati dengan mikroskop.