menjamin prosedur pembuangan limbah tersebut dengan cara yang aman dan berdampak yang seminimal mungkin.
2.1.3 Isu Sosial Perusahaan
Isu-isu sosial akan terus berkembang seiring dengan dinamika yang terjadi dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Isu-isu sosial tersebut berkembang
sebagai wujud dari adanya perubahan dalam cara pandang hidup masyarakat yang harus segera direspon oleh perusahaan. Ketidakmampuan perusahaan dalam
menangkap isu sosial yang berkembang di masyarakat akan berdampak pada bentrokan yang terjadi di tengah-tengah komunitas kehidupan sosial masyarakat.
Apalagi dalam suasana krisis ekonomi dunia yang sedang terjadi, persoalan perburuhan, komunikasi pemerintah dan perusahaan, bahkan hubungan pekerja di
dalam perusahaan sendiri akan dapat terganggu dari mencuatnya isu sosial dalam masyarakat. Dalam hal ini menurut Giddens dalam Mapisangka 2009 dampak
dari globalisasi yang terjadi tidak hanya mempunyai dimensi ekonomi saja akan tetapi juga mempunyai dimensi politik, teknologi, dan budaya. Pemikiran tersebut
juga akan mempengaruhi cara berpikir kalangan usahawan dalam memandang strategi usahanya. Perusahaan tidak lagi dipandang sebagai bagian luar dari
masyarakat tetapi perusahaan sudah merupakan bagian dari masyarakat. Adanya keterbatasan kemampuan pengusaha di sektor informal
pengusaha mikro dalam mengelola usahanya mendorong Coca-Cola Bottling Indonesia mewujudkan kepedulian sosialnya dengan memprakarsai program
ekonomi kemasyarakatan berbentuk program pengembangan usaha mikro Coca- Cola Micro Enterprise Development Program. Program pendampingan dan
Universitas Sumatera Utara
pendidikan bagi kelompok usaha ekonomi lemah ini diluncurkan pada Juli 2003 lalu dan memiliki dua elemen pokok bantuan.
Pertama, bantuan teknis technical assistance pengembangan dan pendampingan usaha mikro yang didukung sepenuhnya oleh Coca-Cola selama
satu tahun. Pendampingan ini dimaksudkan untuk memberdayakan anggota kelompok, meningkatkan jumlah tabungan atas kesadaran sendiri, serta
mengembangkan kegiatan usaha produktif anggota dan pengembangan jaringan usaha.
Kedua, akses terhadap modal kerja yang diberikan oleh lembaga pembiayaan independen atau bank diluar Coca-Cola. Pelayanan keuangan mikro
seperti ini diberikan hanya bagi mereka yang memenuhi kriteria ketat, antara lain: secara rutin memiliki kesadaran berkelompok dan berkembang dalam kelompok,
secara rutin dan tepat waktu menabung, serta berdomisili tetap. Dalam melaksanakan dua pelayanan tersebut, Coca-Cola bekerjasama dengan Lembaga
Swadaya Masyarakat Bina Swadaya, sebuah lembaga nirlaba yang berpengalaman dalam mengelola program sejenis di berbagai daerah di Indonesia.
rogram ini telah berhasil dikembangkan di Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat, dan kini telah melayani lebih dari 320
orang pengusaha mikro. Menurut rencana, program serupa akan dikembangkan tahun ini di Propinsi Jawa Timur.
2.1.4 Hubungan Program Perusahaan