Epidemiologi Etiologi Depresi Pada Lansia .1 Definisi

2.2.2 Epidemiologi

Menurut Daley Salloum 2001, sebuah survei pada suatu komunitas yang besar menunjukkan tingginya tingkat depresi baik pada pria maupun wanita. Frekuensi depresi pada wanita hampir dua kali lebih besar dibanding pria. Wanita memiliki resiko depresi sekitar 10-25 sedangkan pria pada kisaran 5-10. Hal serupa juga sesuai dengan laporan National Academy on Aging Society 2000, dimana prevalensi depresi pada lansia berjenis kelamin wanita lebih tinggi bahkan mencapai 2 kali lipat dibandingkan laki-laki. Alasan untuk perbedaan ini meliputi faktor – faktor biologis dan faktor sosial. Faktor sosial seperti stress dari keluarga dan pekerjaa. Karena wanita memiliki harapan hidup lebih lama, maka kematian pasangan hidup bisa berkontribusi pada tingginya tingkat depresi pada wanita lanjut usia. Karel Hinrichsen 2000 dalam Nevid 2005, meskipun resiko depresi mayor menurun seiring usia, depresi merupakan masalah utama yang dihadapi oleh banyak orang usia lanjut. Antara 8 dan 20 orang usia lanjut mengalami beberapa simptom depresi Nevid, 2005. Prevalensi depresi pada populasi umum ± 5,8, pada usia lanjut sekitar 6,5, sedangkan pada usia lanjut yang menderita penyakit fisik 12-24, pada rawat jalan 30, rawat inap dengan penyakit kronik dan perawatan lama adalah 30-50 Sadock Sadock, 2007.

2.2.3 Etiologi

Etiologi diajukan para ahli mengenai depresi pada usia lanjut Damping, 2003 adalah: 1. Polifarmasi Terdapat beberapa golongan obat yang dapat menimbulkan depresi, antara lain: analgetika, obat antiinflamasi nonsteroid, antihipertensi, antipsikotik, antikanker, ansiolitika, dan lain-lain. 2. Kondisi Medis Umum Beberapa kondisi medis umum yang berhubungan dengan depresi adalah gangguan endokrin, neoplasma, gangguan neurologis, dan lain-lain. Universitas Sumatera Utara 3. Teori Neurobiologi Para ahli sepakat bahwa faktor genetik berperan pada depresi lansia. Pada beberapa penelitian juga ditemukan adanya perubahan neurotransmiter pada depresi lansia, seperti menurunnya konsentrasi serotonin, norepinefrin, dopamin, asetilkolin, serta meningkatnya konsentrasi monoamin oksidase otak akibat proses penuaan. Atrofi otak juga diperkirakan berperan pada depresi lansia. 4. Teori Psikodinamik Elaborasi Freud pada teori Karl Abraham tentang proses berkabung menghasilkan pendapat bahwa hilangnya objek cinta diintrojeksikan ke dalam individu tersebut sehingga menyatu atau merupakan bagian dari individu itu. Kemarahan terhadap objek yang hilang tersebut ditujukan kepada diri sendiri. Akibatnya terjadi perasaan bersalah atau menyalahkan diri sendiri, merasa diri tidak berguna, dan sebagainya . 5. Teori Kognitif dan Perilaku Konsep Seligman tentang learned helplessness menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kehilangan yang tidak dapat dihindari akibat proses penuaan seperti keadaan tubuh, fungsi seksual, dan sebagainya dengan sensasi passive helplessness pada pasien usia lanjut. 6. Teori Psikoedukatif Hal-hal yang dipelajari atau diamati individu pada orang tua usia lanjut misalnya ketidakberdayaan mereka, pengisolasian oleh keluarga, tiadanya sanak saudara ataupun perubahan-perubahan fisik yang diakibatkan oleh proses penuaan dapat memicu terjadinya depresi pada usia lanjut. Sebagaimana pada orang dewasa muda, stress psikologis juga berperan dalam depresi yang dialami lansia, namun suatu stressor yang dapat memicu atau memperparah episode depresi pada orang yang berusia lebih muda mungkin tidak berlaku pada orang dewasa. Universitas Sumatera Utara Kegiatan religius juga berdampak dan sering dihubungkan dengan depresi yang lebih rendah pada lansia di Eropa. “Religious coping” berhubungan dengan kesehatan emosional dan fisik yang lebih baik. “Religious coping” berhubungan dengan berkurangnya gejala-gejala depresif tertentu, yaitu kehilangan ketertarikan, perasaan tidak berguna, penarikan diri dari interaksi sosial, kehilangan harapan, dan gejala-gejala kognitif lain pada depresi Blazer, 2003.

2.2.4 Gambaran Klinis