tersebut akan diteliti dan diselidiki apabila mengandung unsur-unsur yang melanggar ketentuan undang-undang maka dapat ditindak lanjuti dengan upaya-
upaya penyelesaian.
C. Tindakan Hukum yang dilakukan oleh Konsumen yang Menderita
Kerugian dalam Pengembalian Uang Kembalian pada Industri Retail Departemen Store
Jika konsumen menderita kerugian yang disebabkan pelaku usaha yaitu hal
yang paling sederhana dilakukan adalah meminta ganti rugi kepada departmen store, apabila tuntutan ganti rugi yang diminta tidak terpenuhi oleh pihak
departemen store maka konsumen berhak melakukan pengaduan akan hal ini kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK.
Pihak konsumen yang diberi hak mengajukan gugatan menurut Pasal 46 UUPK adalah:
1 Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;
2 Sekelompok konsumen yang mepunyai kepentingan yang sama;
3 Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat LPKSM yang
memenuhi syarat yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan yang dalam gugatan dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya
organisasi itu adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasar;
4 Pemerintah danatau instansi terkait, jika barang danatau jasa yang
dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar danatau korban yang tidak sedikit.
Universitas Sumatera Utara
Penuntutan penyelesaian pengembalian uang kembalian konsumen pada industri retail departemen store dengan mengajukan gugatan class action melalui
peradilan umum telah dibolehkan sejak keluarnya UUPK yang mengatur class action ini di Indonesia. Gugatan class action akan lebih efektif dan efisien dalam
menyelesaikan pelanggaran hukum yang merugikan secara serentak atau sekaligus dan misalnya terhadap orang banyak.
Ganti rugi yang dilakukan oleh industri retail di departemen store sebagai pihak yang memasarkan produk-produk tersebut terdapat pengembalian uang
kembalian dengan permen adalah industri retail di departemen store bertanggung jawab untuk mengganti uang koin atau setara nilainya kepada konsumen yaitu
sesuai dengan kelalaian yang melanggar Pasal 19 ayat 2 yang menyatakan bahwa:
“Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang danatau jasa yang sejenis
atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan danatau pemeberian santunan yang sesuai dengan ketentuan”peraturan perundang-undangan
yang berlaku” Selanjutnya setiap pengaduan konsumen tergadap kerugian yang
dideritanya dari pelaku usaha dapat ditempuh melalui 2 cara yang disebut pada pasal 45 ayat 1 :
1. Gugatan kepada pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan
sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha di luar perdilan dalam hal ini: Badan Perlindungan Konsumen Nasional BPKN, Lembaga Konsumen
Swadaya Masyarakat LPKSM dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK.
Universitas Sumatera Utara
2. Gugatan kepada pelaku usaha melalui peradilan umum menggunakan
ketentuan hukum acara perdata, sebagaimana penyelesaian kasus perdata pada umumnya.
Tuntutangugatan kerugian konsumen terhadap pelaku usaha secara hukum perdata dapat dibedakan menjadi 2 yakni :
1. Kerugian transaksi yaitu kerugian yang timbul dari jual beli barang yang tidak
sebagaimana mestinya akibat dari wanprestasi. 2.
Kerugian produk adalah kerugian yang langsung atau tidak langsung yang diderita akibat dari hasil produksi, kerugian mana masuk dalam resiko
produksi akibat perbuatan melawan hukum. Bahwa sebelumnya adanya ganti rugi atas tanggung jawab yang dilakukan
pelaku usaha yaitu menurut Pasal 19 ayat 2 UUPK, sedangkan ganti rugi yang dapat didasarkan pada pasal 1365 KUHPerdata, yaitu
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian
itu, mengganti kerugian tersebut.”
Dengan demikian sehubungan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh konsumen yang menderita kerugian dalam pengembalian uang kembalian
pada industri retail, dimungkinkan penyelesaian hukum itu mengikuti beberapa lingkungan peradilan. Misalnya melalui peradilan umum atau konsumen memilih
jalan penyelesaian di luar pengadilan.: 1.
Penyelesaian Sengketa Litigasi Melalui Pengadilan Litigasi adalah sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan.
Sengketa yang terjadi dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan
Universitas Sumatera Utara
diputus oleh hakim. Melalui sistem ini tidak mungkin akan dicapai sebuah win- win solution solusi yang memperhatikan kedua belah pihak karena hakim harus
menjatuhkan putusan dimana salah satu pihak akan menjadi pihak yang menang dan pihak lain menjadi pihak yang kalah.
Pasal 45 ayat 1 UUPK menyatakan: “setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui
lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan
umum”. Ketentuan ayat berikutnya menyatakan, “penyelesaian kembalian uang
koin konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak retail”. Selanjutnya dikatakan, pilihan
untuk berpekara di pengadilan atau di luar pengadilan adalah pilihan sukarela para pihak. Penyelesaian ayat kedua Pasal 45 UUPK menyebutkan adanya
kemungkinan perdamaian diantara para pihak sebelum mereka berpekara di pengadilan atau di luar pengadilan. Dengan demikian, kata “sukarela” harus
diartikan sebagai pilihan para pihak, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk menempuh alternatif perdamaian.
Hal-hal yang mendukung untuk melakukan penyelesaian di dalam pengadilan apabila:
a. Para pihak belum memilih upaya penyelesaian di luar pengadilan;
b. Upaya penyelesaian di luar pengadilan, dinyatakan tidak berhasil salah satu
pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.
Universitas Sumatera Utara
Namun adanya kendala yang dihadapi jika berperkara di peradilan umum. Adapun kendala yang dihadapi konsumen dan industri retail departemen store
dalam penyelesaian pengembalian uang kembalian adalah : 1.
Penyelesaian pengembalian uang melalui peradilan sangat lambat; 2.
Biaya perkara yang mahal; 3.
Pengadilan pada umumnya tidak responsif; 4.
Putusan pengadilan tidak menyelesaikan masalah; 5.
Kemampuan para hakim yang bersifat generalis. Di antara sekian banyak kelemahan dalam penyelesaian pengembalian
uang kembalian konsumen di retail melalui peradilan, termasuk banyak dikeluhkan para pencari keadilan adalah lamanya penyelesaian perkara, karena
pada umumnya para pihak yang mengharapkan penyelesaian yang cepat terhadap perkara mereka.
Berdasarkan konsekuensi bahwa putusan Hakim akan memenangkan salah satu pihak dan mengalahkan pihak yang lain, maka berdasarkan hukum acara
perdata di Indonesia Hakim wajib memerintahkan para pihak untuk melaksanakan mediasi untuk mendamaikan para pihak. Jika tidak dicapai perdamaian maka
pemeriksaan perkara akan dilanjutkan. Meskipun pemeriksaan perkara dilanjutkan kesempatan untuk melakukan perdamaian bagi para pihak tetap terbuka dan
hakim harus tetap memberikannya meskipun putusan telah disusun dan siap untuk dibacakan. Jika para pihak sepakat untuk berdamai, hakim membuat akta
perdamaian acte van daading yang pada intinya berisi para pihak harus menaati akta perdamaian tersebut dan tidak dapat mengajukan lagi perkara tersebut ke
Universitas Sumatera Utara
pengadilan. Jika perkara yang sama tersebut tetap diajukan ke pengadilan maka perkara tersebut akan ditolak dengan alasan ne bis in idem perkara yang sama
tidak boleh diperkarakan 2 kali karena akta perdamaian tersebut berkekuatan sama dengan putusan yang final dan mengikat tidak dapat diajukan upaya
hukum.
2. Penyelesaian di luar Peradilan Umum non litigasi
Penyelesaian sengketa lewat jalur non litigasi terbagi menjadi beberapa metode yaitu:
1. Negosiasi
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa dimana para pihak yang bersengketa saling melakukan kompromi untuk menyuarakan kepentingannya.
Dengan cara kompromi tersebut diharapkan akan tercipta win-win solution dan akan mengakhiri sengketa tersebut secara baik.
2. Mediasi
Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa yang kurang lebih hampir sama dengan negosiasi. Bedanya adalah terdapat pihak ketiga yang netral dan
berfungsi sebagai penengah atau memfasilitasi mediasi tersebut yang biasa disebut mediator. Pihak ketiga tersebut hanya boleh memberikan saran-saran
yang bersifat sugestif, karena pada dasarnya yang memutuskan untuk mengakhiri sengketa adalah para pihak. Pihak ketiga tersebut juga harus netral
sehingga dapat memberikan saran-saran yang objektif dan tidak terkesan memihak salah satu pihak. Mediasi merupakan prosedur wajib dalam proses
pemeriksaan perkara perdata, bahkan dalam arbitrase sekalipun dimana hakim
Universitas Sumatera Utara
atau arbiter wajib memerintahkan para pihak untuk melaksanakan mediasi dan jika mediasi tersebut gagal barulah pemeriksaan perkara dilanjutkan. Tidak
semua orang bisa menjadi mediator professional karena untuk dapat menjadi mediator dibutuhkan semacam sertifikasi khusus.
3. Arbitrase
Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa yang mirip dengan litigasi, hanya saja litigasi ini bisa dikatakan sebagai litigasi swasta Dimana yang
memeriksa perkara tersebut bukanlah Hakim tetapi seorang arbiter. Untuk dapat menempuh prosesi arbitrase hal pokok yang harus ada adalah klausula
arbitrase di dalam perjanjian yang dibuat sebelum timbul sengketa akibat perjanjian tersebut, atau Perjanjian Arbitrase dalam hal sengketa tersebut
sudah timbul namun tidak ada klausula arbitrase dalam perjanjian sebelumnya. Klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase tersebut berisi bahwa para pihak
akan menyelesaikan sengketa melalui arbitrase sehingga menggugurkan kewajiban pengadilan untuk memeriksa perkara tersebut. Jika perkara tersebut
tetap diajukan ke pengadilan maka pengadilan wajib menolak karena perkara tersebut sudah berada di luar kompetensi pengadilan tersebut akibat adanya
klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase. Tujuan dari penyelesaian sengketa konsumen di luar peradilan sesuai
dengan Pasal 47 UUPK untuk tercapainya bentuk dan besarnya ganti rugi demi memberikan kepastian bahwa tidak terulang kembali kerugian yang diderita oleh
konsumen. Untuk penyelesaian sengketa antara pelaku usaha dan konsumen diluar pengadilan, pemerintah membentuk BPSK.
Universitas Sumatera Utara
Dengan megetahui BPSK sebagai badan khusus di luar peradilan umum yang menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha, maka
konsumen yang hak-haknya merasa dirugikan dapat mengajukan tuntutan pada BPSK, karena BPSK merupakan badan penyelesaian sengketa. Penyelesaian
sengketa konsumen dilakukan dalam bentuk kesepakatan yang dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak yang bersengketa,
yang dikuatkan dalam bentuk keputusan BPSK. Untuk mengatasi keberlakuan proses pengadilan, UUPK memberi jalan
alternatif dengan menyediakan penyelesaian kembalian uang koin diluar peradilan. Pasal 45 ayat 4 UUPK menyebutkan:
“Jika telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh jika itu
dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau para pihak yang bersangkutan”.
Ini berarti penyelesaian di pengadilan pun tetap dibuka setelah para pihak
gagal menyelesaikan sengketa mereka diluar pengadilan. Maksud kata-kata “dinyatakan tidak berhasil” dalam ayat diatas tidak jelas. Secara redaksional, juga
tidak jelas apakah yang dimaksud dengan istilah “penyelesaian diluar pengadilan” ini adalah upaya perdamaian diantara mereka, atau juga termasuk penyelesaian
melalui BPSK. Jika yang dimaksud dengan istilah “penyelesaian diluar pengadilan” ini
termasuk penyelesaian melalui BPSK, tentu saja tidak mungkin, salah satu pihak atau para pihak dapat menghentikan perkaranya ditengah jalan, sebelum BPSK
menjatuhkan putusan. Dengan demikian, kata-kata “dinyatakan tidak berhasil” pun tidak mungkin dapat dilakukan untuk memilih penyelesaian melalui BPSK,
Universitas Sumatera Utara
maka mereka seharusnya terikat untuk menempuh proses pemeriksaan sampai putusan dijatuhkan. Jika mereka tidak dapat menerima putusan itu, barulah
mereka diberi hak melanjutkan penyelesaian di Pengadilan Negeri. Pasal 54 ayat 3 UUPK menegaskan, bahwa putusan majelis dari BPSK
itu bersifat final dan mengikat. Kata-kata “final” diartikan sebagai tidak adanya upaya banding dan kasasi. Yang ada adalah “keberatan” yang dapat disampaikan
kepada Pengadilan Negeri dalam waktu 14 hari kerja, setelah pihak yang berkepentingan menerima pemberitahuan putusan tersebut. Jika pihak yang
dikalahkan tidak menjalankan putusan BPSK, maka putusan itu akan dan oleh BPSK kepada penyidik untuk dijadikan bukti permulaan yang cukup dalam
melakukan penyidikan. UUPK sama sekali tidak memberi kemungkinan lain bagi BPSK kecuali, menyerahkan putusan itu kepada penyidik. Dalam hal ini UUPK
tidak menggunakan kata “dapat” sehingga berati menutup alternatif untuk tidak menyerahkan kasus itu kepada penyidik.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan