TA : Pembuatan Film Pendek Bergenre Drama Keluarga Berjudul Setetes Keringat Untuk Orang Tuaku.

(1)

“SE

TETES KERINGAT UNTUK ORANG TUA

KU”

TUGAS AKHIR

Nama : Bram Yudha F. Trisna

NIM : 08.51016.0053

Program Studi : DIV (DIPLOMA EMPAT)

Jurusan : Komputer Multimedia

SEKOLAH TINGGI

MANAJEMEN INFORMATIKA & TEKNIK KOMPUTER SURABAYA


(2)

ABSTRAK ... ix

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Tujuan ... 4

1.5 Manfaat ... 4

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pembuatan Film ... 5

2.2 Film Pendek Drama ... 15

2.3 Keluarga ... 16

2.4 Makna Setetes Keringat ... 22

2.5 Orang Tua ... 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN PERANCANGAN KARYA 3.1 Metodologi ... 26

3.1.1 Studi Literatur ... 27

3.1.2 Studi Eksisting ... 27

3.1.3 Metodologi Perancangan ... 31

3.1.4 Key word ... 33

3.2 Pra Produksi ... 34

3.2.1 Ide dan Konsep Cerita ... 34


(3)

4.1 Pra-produksi ... 41

4.2 Produksi ... 42

4.3 Pasca produksi ... 45

1. Proses pemilihan video ... 45

2. Proses Penataan Stock Shoot ... 45

3. Proses Colour Grading effect ... 46

4. Sound Editing ... 47

5. Rendering... 49

6. Mastering ... 49

7. Publikasi ... 50

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 53

5.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 55

BIODATA PENULIS ... 56


(4)

Bram Yudha F. Trisna (2008)

Program Studi DIV Komputer Multimedia, STIKOM

Kata Kunci: Kemiskinan, Film Pendek.

Potret kemiskinan sering kali diabadikan dalam sebuah frame, baik fotografi maupun kedalam sebuah film. Namun gambar film lebih memiliki soul untuk menyampaikan masyarakat tentang sebuah kehidupan kemiskinan tanpa terpotong-potong. Film pendek merupakan film yang durasinya pendek, tetapi dengan durasi yang pendek tersebut para pembuat film dapat lebih selektif mengungkapkan materi yang ditampilkan melalui setiap shoot akan memiliki makna yang cukup besar untuk ditafsirkan oleh penontonnnya. Perkembangan di dunia industri perfilman sekarang ini tidak hanya di produksi melalui rumah-rumah produksi saja. Melainkan banyak pula karya-karya film yang dihasilkan oleh sineas-sineas muda yang dapat menghasilkan sebuah karya yang berupa moving picture secara independent. Dengan berlatar belakang kehidupan sosial dan para sineas muda Indonesia juga mampu membuat film independent. Pembuatan film dengan tema-tema sosial maupun budaya bisa menjadi tema dari film independent, hal ini yang mendorong penulis untuk membuat film dengan tema kehidupan sosial. Dengan mengangkat kehidupan keluarga kecil yang hidup serba keterbatasan, dan mampu memberi paradigma (pola pikir) kepada masyarakat terhadap kemiskinan tidak dari segi negatif saja. Berdasarkan ide awal tersebut, akan berkembang menjadi sebuah cerita yang menjadi klimaks dengan alur-alur yang diharapkan dapat menyampaikan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya.


(5)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Dunia film di Indonesia sekarang ini banyak sekali mengalami kemajuan dan perkembangan dengan banyaknya film-film baru yang hampir setiap sebulan sekali di tayangkan di bioskop-bioskop di seluruh Indonesia. Hal tersebut didukung dengan berkembangnya teknologi yang sekarang ini dapat memudahkan manusia untuk mencurahkan hasil karya mereka dalam dunia hiburan sekarang ini. Perkembangan dunia hiburan perfilman sekarang ini merupakan salah satu dampak utama meningkatnya kebutuhan manusia akan dunia hiburan sekarang ini dengan melalui sebuah media elektronik. Hal tersebut dapat dilhat dari semakin banyaknya stasiun-stasiun televisi yang menayangkan berbagai macam film yang diproduksi oleh berbagai rumah produksi yang sudah mulai menjamur di Indonesia.

Informasi dapat tersampaikan melalui sebuah proses komunikasi. Komunikasi dilakukan baik searah maupun dua arah. Menurut Everett M. Rogers dalam bukunya Communication Technology; The New Media in Society (Rogers, 1986) komunikasi mempunyai eranya sendiri berdasarkan kemajuan teknologi pada masanya yaitu era tulis, era media cetak, era media telekomunikasi dan era komunikasi interaktif.

Perkembangan film independen di Indonesia, disebut sebagai film pendek. Film pendek merupakan film yang durasinya pendek, tetapi dengan kependekan waktu


(6)

tersebut para pembuat film mestinya bisa lebih selektif mengungkapkan materi yang ditayangkan. Dengan demikian, setiap ‘shot’ akan memiliki makna yang cukup besar untuk ditafsirkan oleh penontonnnya. Ketika pembuat film terjebak ingin mengungkapkan cerita saja, film pendek seperti ini akan menjadi film panjang yang dipendekkan karena hanya terikat oleh waktu yang pendek. Menurut sejarah pergerakan film pendek Di Indonesia diisi dengan penggalan-penggalan peristiwa. Berbagai peristiwa itu menandai suatu usaha yang sekaligus memberi perlawanan terhadap situasi perkembangan film Indonesia. Perkembangan di dunia industri perfilman sekarang ini tidak hanya di produksi melalui rumah-rumah produksi saja. Melainkan banyak pula karya-karya film yang dihasilkan oleh sineas-sineas muda yang dapat menghasilkan sebuah karya yang berupa moving picture secara independent. Hal ini dapat dilihat dari maraknya seminar perfilman dan festival film independent yang di adakan di tiap-tiap kota besar di Indonesia. Tidak menutup kemungkinan karya dari para cineas-cineas muda dapat berbicara dikancah nasional bahkan internasional.

Untuk itu penulis mengambil tema kehidupan sosial dengan fokus kehidupan masyarakat sekarang ini. Penulis mengangkat kehidupan keluarga kecil yang hidup serba keterbatasan. Hal itu yang membuat penulis terkesan untuk mengangkat ide cerita ini. Berdasarkan ide awal tersebut, akan berkembang menjadi sebuah cerita yang menjadi klimaks dengan alur-alur yang diharapkan dapat menyampaian pesan-pesan yang terkandung di dalamnya.


(7)

Penulis mengambil judul Setetes Keringat Untuk Orang Tuaku, ini bermaksud menegaskan seorang anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar yang rela bekerja demi membantu kehidupan keluarganya. Disini diceritakan seorang anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar yang rela bekerja keras untuk membantu meringankan beban orangtuanya dengan mengikuti sebuah komunitas kesenian daerah Jember yaitu Jaranan.

Untuk mendukung suksesnya produksi film ini, melalui desain komunikasi visual adalah media yang dipakai untuk melakukan promosi, promosi yang dipakai melalui poster film, pamflet, stiker, standing banner, kaos dan lain-lain. Melalui film, kita melakukan komunikasi secara audio visual. Dengan adanya desain pada media promosi juga akan mendukung kesuksesan sebuah produksi film.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, yang menjadi pokok permasalahan antara lain:

1. Bagaimana membuat film pendek bergenre drama keluarga berjudul “Setetes Keringat Untuk Orang Tuaku” yang berlatar belakang kemiskikan?

2. Bagaimana memanfaatkan teknik slow motion untuk mendramatisir adegan? 1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan perumusan masalah di atas agar permasalahan tidak menyimpang, maka batasan masalah yang akan dikerjakan antara lain:


(8)

1. Pembuatan film dengan durasi 18 menit. 2. Teknik yang digunakan adalah slow motion. 3. Tema film yang digunakan adalah kemiskinan.

1.4 Tujuan

Tujuan pembuatan film pendek ini adalah sebagai berikut:

1. Memproduksi film pendek yang memberikan makna cara bersikap terhadap orang tua.

2. Memberikan tambahan wawasan kepada masyarakat umum tentang kondisi anak saat ini.

1.5 Manfaat

Manfaat yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:

1. Bisa digunakan sebagai pesan dan dapat diterima oleh masyarakat serta memberikan sebuah media pendukung yang tepat, guna memperoleh tanggapan positif dari masyarakat

2. Mampu memberikan contoh cerita yang mungkin akan berguna bagi para masyarakat khususnya untuk para anak-anak yang nantinya akan menjadi Tulang Punggung Keluarga


(9)

5

Untuk mendukung pembuatan karya film pendek yang berjudul “Pembuatan Film Pendek Bergenre Drama Keluarga Berjudul “Setetes Keringat Untuk Orang Tuaku” maka karya film akan menggunakan beberapa tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka yang digunakan antara lain kelas sosial, realitas sosial, kemiskinan, sejarah film, film pendek, mekanisme produksi karya film, dan proses pembuatan film.

2.1 Pembuatan Film

Film adalah gambar hidup atau movie atau sering disebut dengan sinema, yang merupakan bentuk dari sebuah seni, hiburan dan bisnis. Film merupakan hasil gambar rekaman dari orang dan benda (termasuk fantasi dan figur palsu) dengan kamera, atau dengan menggunakan teknik animasi.

Menurut (Peacock, 2001) dalam bukunya The Art of Moviemaking: Script to Screen (2001: 1-3), film atau movie merupakan tampilan pada layar oleh kilatan atau flicker cahaya yang muncul sebanyak 24 kali (24 gambar) tiap detiknya dari lampu proyektor. Kejadian itu dapat dilihat oleh mata manusia hanya saja karena kemampuan mata manusia yang terbatas, maka potongan-potongan gambar tidak terlihat sedangkan yang muncul adalah pergerakan gambar yang halus. Fenomena ini disebut persistence of vision. Pergerakan gambar-gambar tersebut merupakan


(10)

exaggeration dari ide-ide romantis kita yang liar, potret atau gambaran dari kenyataan hidup, atau hingga terjerumus pada gelapnya mimpi buruk.

Perkembangan teknologi yang pesat di dunia hiburan menjadikan film semakin banyak dikenal masyarakat. Itu yang mempengaruhi perkembangan film pada saat ini.

Berdasarkan penjelasan di atas menyimpulkan bahwa film adalah suatu media audio visual yang mampu menghibur khalayak melalui berbagai macam gaya dalam menyampaikan cerita, pesan, ataupun gagasan. Cerita sebuah film merupakan hasil suatu proses ide-ide imajinatif yang diambil berdasarkan lingkungan kehidupan masyarakat sekitar

Mengutip dari majalah Kinescope edisi September 2013, ada beberapa kriteria untuk menentukan sebuah film dikatakan bagus. Tiga kriteria tersebut adalah definisi sederhana yang setidaknya dapat memberi informasi kepada penonton film.

Sebelum memberi tiga hal tersebut, kami ingin sedikit mengingatkan bahwa film adalah satu dari sekian hasil karya seni yang sangat berpengaruh dalam membuat realitas di kepala para penikmat seni.

Pesan yang terdapat dalam film sangat kuat dan mudah untuk bertransformasi ke dalam pikiran dan imaginasi penontonnya dan sangat mungkin membuat realitas baru yang dianggap kebenaran yang bisa diikuti dalam diri penonton. Berikut tiga kriteria tersebut :


(11)

Pertama, sebuah film harus memiliki alur cerita yang kuat. Walaupun sebuah film hanya menceritakan sebuah cerita yang sederhana dengaan cara yang tepat, film tersebut bisa jadi lebih baik daripada sebuah film yang berisikan cerita yang penuh intrik dengan terlalu banyak plotting cerita yang tidak berkesinambungan. Sebuah cerita yang baik adalah cerita yang mampu menghubungkan cerita film dan isi pesan di dalamnya dengan penontonnya secara emosional. Inilah tugas utama dari seorang penulis cerita dan skenario, dimana mereka harus menciptakan dialog yang baik yang alami dan dapat dipercaya untuk karakter-karakter yang terdapat dalam sebuah cerita.

Kedua, sebuah film yang baik harus mampu membangkitkan emosi para penontonnya. Misalnya, jika kita menonton film komedi, seharusnya kita bisa tertawa karena kelucuan-kelucuan dalam adegan film pada saaat kita menontonnya. Pemeran film yang baik harus mencurahkan perasaannya dalam tiap adegan pada alur cerita film. Mereka mengikuti arahan dan juga menambahkan inisiatif dengan sentuhan mereka sendiri kepada film yang sedang dimainkan. Hal ini untuk memperkuat pengaruh emosional pada setia adegan untuk mempengaruhi penonton.

Ketiga, teknik sinematografii juga memainkan peran yang sangat penting dalam proses pembuatan film secara visual. Sinematografi yang baik, mempersiapkan dan menyuguhkan suasana hati dan emosional pada keseluruhan film, mengisi transisi antara adegan-adegan yang efektif dan kreatif, seperti sudut kamera yang kreatif, pencahayaan yang baik dan menjaga detil-detil visual yang tidak penting yang hanya menjadikan kekonyolan, ketidaksesuaian dengan adegan dan keseluruhan film.


(12)

Jadi, saat penonton film sudah mulai memiliki pemahaman bahwa sebuah film itu sangat baik mempengaruhi cara pandang dan pemikiran penontonnya, maka sudah saatnya penonton film mampu memilih film-film yang dianggap layak tonton dan memang memiliki pesan dan cerita yang baik.

Untuk itu memang, kecerdasan emosional dan intelektual menjadi penting. Hanya saja, ini bukan hanya menjadi tanggung jawab penonton film untuk menjadi cerdas, ketika justru pembuat film dan pengambil kebijakan tidak terlalu memperdulikan hal ini.

Sekarang, teman-teman sudah tahu kan seperti apa film yang baik untuk ditonton. Mau film luar atau film Indonsia. Kami lebih menyarankan untuk film Indonesia. Beri ruang hati Anda untuk melihat film Indonesia. Wajah kita, Film kita.

Film memiliki beberapa genre yang akan memberikan karakteristik dalam sebuah film. Segmentasi audien dalam sebuah film akan memperhatikan jenis genrenya. Penggunaan genre dalam sebuah film akan membuat daya tarik tersediri bagi setiap audien yang menontonya. Setiap film pendek memiliki teknik yang menjadi point di setiap film.


(13)

Gambar 2.1 Jenis-Jenis Genre Film

Ide adalah proses awal mula dari pembuatan sebuah film, pengertian ide adalah gagasan sebuah cerita yang nantinya akan dituangkan menjadi sebuah cerita dalam skenario. Menurut Elizabeth Lutters dalam bukunya Kunci Sukses Menulis Skenario (2004: 46-50), dijelaskan bahwa ide didapatkan dari kisah pribadi penulis, novel, cerpen, film lain yang diambil inti cerita dan diadaptasikan, dan juga produser itu sendiri. Setelah ide mulai terbentuk, pastikan plot yang digunakan bercabang atau lurus dan juga setting yang digunakan seperti apa. Hampir sama seperti yang


(14)

diungkapkan oleh Elizabeth Lutters, menurut Askurifal Baksin dalam bukunya Membuat Film Indie Itu Gampang (2003: 62-65), ide dapat diperoleh dari pengalaman pribadi, percakapan sehari-hari, biografi seseorang, komik, novel, music, olahraga, dan sastra.

Setelah ide kemudian naskah, naskah adalah pengembangan ide menjadi sebuah synopsis. Menurut Elizabeth Lutters dalam bukunya Kunci Sukses Menulis Skenario (2004: 61), synopsis bukan hanya ringkasan cerita tetapi sebuah ikhtisar yang memuat semua data dan informasi dalam scenario. Penyusunan bagan cerita dan kerangka tokoh, tokoh diberi karakteristik yang detail dari sifat, postur badan, agama, latar belakang dan lain-lain. Karakter tokoh dibuat dengan detail. Naskah tersebut berupa skenario, storyboard, dll.

Menurut Elizabeth Lutters dalam bukunya Kunci Sukses Menulis Skenario (2004: 90), skenario adalah naskah cerita yang sudah lengkap dengan deskripsi dan dialog, telah matang, dan siap digarap dengan bentuk visual. Skenario berisi informasi-informasi seperti scene, nama pemeran, deskripsi visual, tokoh yang berdialog, beat, dialog dan transisi.

Menurut Handry TM di buku Yok Bikin Film Gitu Loh! (2006: 59-60), skenario yang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Simple, mudah dimengerti dan sederhana.

2. Tidak terlalu banyak deskripsi, misalnya selalu diisi keinginan penulis tentang adegan tertentu, dan terkesan menggurui.


(15)

3. Tersusun dengan standart umum yang disepakati. 4. Style kepenulisan personal harus dihindari.

5. Terbuka untuk dikembangkan, terutama pengadeganan dan penajaman konflik. 6. Tidak dikunci dengan adegan-adegan mati. Misalnya, harus ditempat-tempat

tertentu yang sulit dijangkau.

7. Menghindari dari istilah-istilah sulit, diluar kelaziman produksi film.

Menurut Heru Effendy dalam bukunya mari membuat film (2002: 150), storyboard adalah sejumlah sketsa yang menggambarkan aksi di dalam film, atau bagian khusus film yang disusun teratur pada papan buletin dan dilengkapi dengan dialog yang sesuai waktunya atau deskripsi adegan. Storyboard adalah satu rangkaian ilustrasi-ilustrasi atau gambaran-gambaran yang dipertunjukkan di dalam urutan untuk tujuan previsualizing satu grafik gerakan atau urutan media yang interaktif. Dalam pembuatan storyboard, sutradara dapat dibantu oleh seorang ilustrasi dan harus mengerti teknik-teknik pengambilan gambar. Menurut Rikrik El Saptaria dalam bukunya Acting Handbook (2006: 120), shot adalah satu bagian dari rangkaian gambar yang begitu panjang yang direkam dengan satu take saja.

Menurut Elizabeth Lutters di bukunya Kunci Sukses Menulis Skenario (2004: 86), treatment adalah pengembangan cerita dari sebuah synopsis yang didalamnya berisi plot secara detail, dan cukup padat. Menurut Heru Effendy di buku Mari Membuat Film (2002: 154), treatment adalah presentasi detail dari sebuah cerita sebuah film, namun belum berbentuk naskah. Treatment adalah satu potongan dari


(16)

prosa, kartu-kartu peristiwa, pemandangan dan draft pertama dari satu cerita untuk film.

Umumnya disepakati lebih panjang dan lebih terperinci dibanding satu garis besar dan lebih pendek dan lebih sedikit yang terperinci dibanding selangkah menguraikan secara singkat tetapi mungkin meliputi rincian directorial gaya bahwa satu garis besar menghilangkan. Mereka terbaca seperti satu cerita pendek.

Setelah skenario selesai setiap scenenya dikembangkan menjadi shooting script yang menurut Heru Effendy di buku Mari Membuat Film (2002: 150), adalah pekerjaan akhir sebuah naskah film, membuat detail gambar satu persatu dan memberi nomor urutan.

Dalam pembuatan shooting script juga diperhatikan angle kamera atau penempatan kamera pada saat produksi. Angle kamera atau penempatan kamera terdapat bahasa-bahasa kamera itu sendiri, diantaranya:

a. Sudut Pengambilan Gambar (Camera Angle)

Di dalam pembuatan film terdapat beberapa sudut pandang kamera yang digunakan dalam shoting, beberapa sudut pandang kamera, kontinuitas, komposisi dan editing. Sudut pandang kamera (Angle Camera) adalah sudut pandang penonton.

Mata kamera adalah mata penonton. Sudut pandang kamera mewakili sudut pandang penonton. Dengan demikian penempatan kamera ikut menentukan sudut pandang penonton dan wilayah yang dilihat oleh penonton atau oleh kamera pada


(17)

suatu shot. Pemilihan sudut pandang kamera yang tepat akan mempertinggi visualisasi dramatik dari suatu cerita (Biran, 2006).

Penempatan sudut pandang kamera dilakukan tanpa motivasi tertentu maka makna gambar yang telah di-shot bisa jadi tidak tertangkap atau sulit dipahami penonton. Oleh karena itu penempatan sudut pandang kamera menjadi faktor yang sangat penting dalam membangun cerita yang berkesinambungan. Dalam buku The Making of 3D Animation Movie (Zaharuddin, 2006) diterangkan beberapa hal mengenai kamera. Diantaranya adalah karakteristik shot, dan berbagai macam perpindahan kamera.

b. Shot Size

Dalam dunia pertelevisian dan perfilman terdapat beberapa ukuran shot yang dikenal sebagai komposisi dasar dari sebuah pembingkaian gambar. Beberapa shot sizes itu adalah:

- Extreme Long Shot (ELS)

Sangat jauh, panjang, luas dan berdimensi lebar. Memperkenalkan seluruh lokasi adegan dan isi cerita, menampilkan keindahan suatu tempat.

- Very Long Shot (VLS)

Panjang, jauh dan luas tetapi lebih kecil daripada ELS. Untuk menggambarkan adegan kolosal atau obyek yang banyak.

- Long Shot (LS)


(18)

Memperkenalkan tokoh utama atau seorang pembawa acara lengkap dengan setting latarnya yang menggambarkan di mana dia berada.

- Medium Long Shot (MLS)

Dengan menarik garis imajiner dari posisi LS lalu zoom-in hingga gambar menjadi lebih padat, maka kita akan memasuki wilayah Medium Long Shot (MLS).

- Medium Shot (MS)

Memperlihatkan subjek orang dari tangan hingga ke atas kepala sehingga penonton dapat melihat jelas ekspresi dan emosi yang meliputinya.

- Medium Close Up (MCU)

MS dikategorikan sebagai komposisi “potret setengah badan” dengan background yang masih bisa dinikmati, MCU justru memperdalam gambar dengan dengan lebih menunjukkan profil dari obyek yang direkam. Latar belakang itu nomer dua, yang penting adalah profil, bahasa tubuh, dan emosi obyek bisa terlihat lebih jelas.

- Close Up (CU)

Obyek (seseorang) direkam gambarnya penuh dari leher hingga ke ujung batas kepala. Fokus kepada wajah.

- Extreme Close Up (ECU/XCU)

Pengambilan gambar yang terlihat sangat detail seperti hidung pemain atau bibir atau ujung tumit dari sepatu.


(19)

- Big Close Up (BCU)

Pengambilan gambar dari sebatas kepala hingga dagu. Menampilkan kedalaman pandangan mata, ekspresi kebencian pada wajah, emosi, keharuan. Untuk penyutradaraan non drama.

(sumber www.google.com)

(http://itcentergarut.blogspot.com/2011/09/sudut-kamera-camera-angle.html)

2.2 Film Pendek Drama

Penulis memilih film pendek untuk mengaplikasikan ide dan konsepnya, pengertian film pendek merupakan film yang durasinya singkat yaitu dibawah 60 menit dan didukung oleh cerita yang pendek (Mabruri, 2010). Dengan durasi film yang pendek, para pembuat film dapat lebih selektif mengungkapkan materi yang ditampilkan melalui setiap shot akan memiliki makna yang cukup besar untuk ditafsirkan oleh penontonnnya. Perkembangan di dunia industri perfilman sekarang ini tidak hanya di produksi melalui rumah-rumah produksi saja. Melainkan banyak pula karya-karya film yang dihasilkan oleh sineas-sineas muda yang dapat menghasilkan sebuah karya yang berupa moving picture secara independent.

Ada beberapa definisi tentang drama, yang paling simpel drama diartikan sebagai life presented in action, demikian menurut Moulton. Atau hidup yang dilukiskan dengan gerak. Drama adalah bentuk cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakan dan action di


(20)

depan penonton/audience. Drama dirancang untuk penonton, drama bergantung pada komunikasi. Jika drama tidak komunikatif, maksud pengarang, pembangun respon emosional tidak akan sampai (Dietrich, 1953:4).

Menurut Brander Mathews, konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok drama. Menurut Ferdinand Brunetierre, drama haruslah melahirkan kehendak manusia dengan action. Menurut Balthazar Verhagen, drama adalah kesenian melukiskan sifat dan sikap manusia dengan gerak.

2.3 Keluarga

Pengertian keluarga berdasarkan asal-usul kata yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara (Abu&Nur, 2001: 176), bahwa keluarga berasal dari bahasa Jawa yang terbentuk dari dua kata yaitu kawula dan warga. Didalam bahasa Jawa kuno kawula berarti hamba dan warga artinya anggota. Secara bebas dapat diartikan bahwa keluarga adalah anggota hamba atau warga saya. Artinya setiap anggota dari kawula merasakan sebagai satu kesatuan yang utuh sebagai bagian dari dirinya dan dirinya juga merupakan bagian dari warga yang lainnya secara keseluruhan. Keluarga adalah lingkungan dimana beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah dan bersatu. Keluarga didefinisikan sebagai sekumpulan orang yang tinggal dalam satu rumah yang masih mempunyai hubungan kekerabatan/hubungan darah karena perkawinan, kelahiran, adopsi dan lain sebagainya. Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang belum menikah disebut keluarga inti. Sebagai unit pergaulan


(21)

terkecil yang hidup dalam masyarakat, keluarga inti mempunyai peranan-peranan tertentu, yaitu (Soerjono, 2004: 23):

1. Keluarga inti berperan sebagi pelindung bagi pribadi-pribadi yang menjadi anggota, dimana ketentraman dan ketertiban diperoleh dalam wadah tersebut. 2. Keluarga inti merupakan unit sosial-ekonomis yang secara materil memenuhi

kebutuhan anggotanya.

3. Keluarga inti menumbuhkan dasar-dasar bagi kaidah-kaidah pergaulan hidup. 4. Keluarga inti merupakan wadah dimana manusia mengalami proses sosialisasi

awal, yakni suatu proses dimana manusia mempelajari dan mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.

Keluarga pada dasarnya merupakan suatu kelompok yang terbentuk dari suatu hubungan seks yang tetap, untuk menyelenggarakan hal-hal yang berkenaan dengan keorangtuaan dan pemeliharaan anak.

Adapun ciri-ciri umum keluarga yang dikemukakan oleh Mac Iver and Page (Khairuddin, 1985: 12), yaitu:

1. Keluarga merupakan hubungan perkawinan.

2. Susunan kelembagaan yang berkenaan dengan hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk dan dipelihara.

3. Suatu sistim tata nama, termasuk perhitungan garis keturunan.

4. Ketentuan-ketentuan ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggota kelompok yang mempunyai ketentuan khusus terhadap kebutuhan-kebutuhan ekonomi yang berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan


(22)

anak. Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga yang walau bagaimanapun, tidak mungkin menjadi terpisah terhadap kelompok kelompok keluarga.

Keluarga yang harmonis dan berkualitas yaitu keluarga yang rukun berbahagia, tertib, disiplin, saling menghargai, penuh pemaaf, tolong menolong dalam kebajikan, memiliki etos kerja yang baik, bertetangga dengan saling menghormati, taat mengerjakan ibadah, berbakti pada yang lebih tua, mencintai ilmu pengetahuan dan memanfaatkan waktu luang dengan hal yang positif dan mampu memenuhi dasar keluarga(Hasan Basri, Merawat Cinta Kasih. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal 111).

Keluarga harmonis hanya akan tercipta kalau kebahagiaan salah satu anggota berkaitan dengan kebahagiaan anggota-anggota keluarga lainnya. Secara psikologis dapat berarti dua hal:

1. Tercapainya keinginan-keinginan, cita-cita dan harapan-harapan dari semua anggota keluarga.

2. Sesedikit mungkin terjadi konflik dalam pribadi masing-masing maupun antar pribadi

Keluarga harmonis merupakan keluarga yang penuh dengan ketenangan, ketentraman, kasih sayang, keturunan dan kelangsungan generasi masyarakat, belas-kasih dan pengorbanan, saling melengkapi dan menyempurnakan, serta saling


(23)

membantu dan bekerja sama(Ali Qaimi, Menggapai Langit Masadenpan Anak,(Bogor: Cahaya, 2002),14).

Keluarga yang harmonis atau keluarga bahagia adalah apabila kedua pasangan tersebut saling menghormati, saling menerima, saling menghargai, saling mempercayai, dan saling mencintai(Zakiah Dradjat, Ketenangan dan Kebahagiaan Dalam Keluarga, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal 9).

Gunarsah berpendapat bahwa keluarga bahagia adalah apabila seluaruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya rasa ketegangan, kekecewaan, dan puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dirinya (eksistensi dan aktualisasi diri) yang meliputi aspek fisik, mental, emosi, dan sosial. Sebaliknya keluarga yang tidak bahagia adalah apabila dalam keluarganya ada salah satu atau beberapa anggota keluarga yang diliputi oleh ketegangan, kekecewaan, dan tidak pernah merasa puas dengan keadaan dan keberadaan dirinya terganggu atau terhambat(Singgih D. Gunarsa. dan Yulia Singgih D. Gunarsa. Psikologi Praktis Anak Remaja dan Keluarga. (Jakarta: Gunung Mulia. 1991), 51).

Suami istri bahagia menuut Hurlock adalah suami istri yang memperoleh kebahagiaan bersama dan membuahkan keputusan yang diperoleh dari peran yang mereka mainkan bersama, mempunyai cinta yang matang dan mantap satu sama lainnya, dan dapat melakukan penyesuaian seksual dengan baik, serta dapat menerima peran sebagai orang tua(Hurlock, EB. Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan,. (Jakarta:Erlangga, 1999), hal 299).


(24)

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keharmonisan rumah tangga adalah terciptanya keadaan yang sinergis diantara anggotanya yang di dasarkan pada cinta kasih, dan mampu mengelola kehidupan dengan penuh keseimbangan (fisik, mental, emosional dan spiritual) baik dalam tubuh keluarga maupun hubungannya dengan yang lain, sehingga para anggotanya merasa tentram di dalamnya dan menjalankan peran-perannya dengan penuh kematangan sikap, serta dapat melalui kehidupan dengan penuh keefektifan dan kepuasan batin.

Keluarga sejahtera merupakan tujuan penting, maka untuk menciptakannya perlu diperhatian faktor berikut(Singgih D. Gunarsa. dan Yulia Singgih D. Gunarsa. Psikologi untuk Keluarga, (Jakarta: Gunung Mulia. 1986), hal 42-44) :

1. Perhatian. Yaitu menaruh hati pada seluruh anggota keluarga sebagai dasar utama hubungan baik antar anggota keluarga. Baik pada perkembangan keluarga dengan memperhatikan peristiwa dalam keluarga, dan mencari sebab akibat permasalahan, juga terhadap perubahan pada setiap anggotanya.

2. Pengetahuan. Perlunya menambah pengetahuan tanpa henti-hentinya untuk memperluas wawasan sangat dibutuhkan dalam menjalani kehidupan keluarga. Sangat perlu untuk mengetahui anggota keluarganya, yaitu setiap perubahan dalam keluarga, dan perubahan dalam anggota keluargannya, agar kejadian yang kurang dinginkan kelak dapat diantisipasi.


(25)

3. Pengenalan terhadap semua anggota keluarga. Hal ini berarti pengenalan terhadap diri sendiri dan Pengenalan diri sendiri yang baik penting untuk memupuk pengertian-pengertian.

4. Bila pengenalan diri sendiri telah tercapai maka akan lebih mudah menyoroti semua kejadian dan peristiwa yang terjadi dalam keluarga. Masalah akan lebih mudah diatasi, karena banyaknya latar belakang lebih cepat terungkap dan teratasi, pengertian yang berkembang akibat pengetahuan tadi akan mengurangi kemelut dalam keluarga.

5. Sikap menerima. Langkah lanjutan dari sikap pengertian adalah sikap menerima, yang berarti dengan segala kelemahan, kekurangan, dan kelebihannya, ia seharusnya tetap mendapatkan tempat dalam keluarga. Sikap ini akan menghasilakan suasana positif dan berkembangnya kehangatan yang melandasi tumbuh suburnya potensi dan minat dari anggota kleuarga

6. Peningkatan usaha. Setelah menerima keluarga apa adanya maka perlu meningkatkan usaha. Yaitu dengan mengembangkan setiap dari aspek keluarganya secara optimal, hal ini disesuaikan dengan setiap kemampuan masing-masing, tujuannya yaitu agar tercipta perubahan-perubahan dan menghilangkn keadaan kebosanan dan kestatisan.

7. Penyesuaian harus selalu mengikuti setiap perubahan baik dari fihak orang tua maupun anak.


(26)

2.4 Setetes Keringat

Arti dari Setetes Keringat dari judul ini adalah meskipun hanya setetes keringat yang dikeluarkan, tapi hasil yang didapatkan sangat luar biasa. Hasil yang didapatkan tidak hanya berupa material melainkan juga berupa kepuasan ataupun kebanggaan.

Setetes di sini hanya sebagai perumpamaan. Setetes di sini yang di maksudkan adalah sesuatu hal yang sangat kecil tetapi hasil yang didapatkan adalah sesuatu yang sangat besar dan mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi orang-orang disekitarnya. Hal ini dapat membuat seseorang menjadi sangat bangga akan apa yang dilakukannya meskipun hal yg itu dianggap hal sangat kecil yang mungkin tidak banyak berpengaruh. Terkadang masyarakat kurang memperhatikan hal yang kecil, tapi dari hal yang kecil itulah terdapat makna yang sangat besar bahkan membuat orang terharu.

2.5 Orang Tua

Orang tua merupakan orang yang lebih tua atau orang yang dituakan. Namun umumnya di masyarakat pengertian orang tua itu adalah orang yang telah melahirkan kita yaitu Ibu dan Bapak. Ibu dan bapak selain telah melahirkan kita ke dunia ini, ibu dan bapak juga yang mengasuh dan yang telah membimbing anaknya dengan cara memberikan contoh yang baik dalam menjalani kehidupan sehari-hari, selain itu orang tua juga telah memperkenalkan anaknya kedalam hal-hal yang terdapat di dunia ini dan menjawab secara jelas tentang sesuatu yang tidak dimengerti oleh anak. Maka


(27)

pengetahuan yang pertama diterima oleh anak adalah dari orang tuanya. Karena orang tua adalah pusat kehidupan rohani si anak dan sebagai penyebab berkenalnya dengan alam luar, maka setiap reaksi emosi anak dan pemikirannya dikemudian hari terpengaruh oleh sikapnya terhadap orang tuanya di permulaan hidupnya dahulu.

Dalam film pendek ini di ceritakan orang tua dengan segala keterbatasannya harus mencukupi kehidupan keluarganya. Setiap hari membanting tulang untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Meskipun hidup dengan segala keterbatasan, mereka tetap harus menyekolahkan anaknya.

Orang tua yang baik adalah orang tua yang selalu mendukung kegiatan anaknya, tetapi kegiatan dalam hal yang positif. Orang tua selalu mendidik anak-anaknya dengan baik. Grown dan Flown, penulis buku Goldman Sachs: The Culture of Success memaknai orangtua luar biasa sebagai berikut:

1. Orangtua hebat memaknai pernikahan bukan hanya milik berdua, tapi merupakan sumber keteladanan bagi anak-anaknya. Karenanya orangtua sudah semestinya mencontohkan cara mengelola amrah, cara menunjukkan afeksi, caranya bertoleransi, bagaimana berbuat baik, karena anak akan merekam semua hal ini dari orangtuanya.

2. Orangtua hebat menyadari bahwa dunia akan terus berputar, dan mereka selalu mampu menjalaninya tanpa kehilangan arah. Dengan begitu, anak-anak mereka pun takkan kehilangan arah karena kalau orangtua kebingungan menghadapi apa yang terjadi dalam hidupnya, anak-anak pun akan mengalami hal yang sama.


(28)

3. Orangtua hebat punya perhatian besar terhadap apa yang menjadi passion anak-anaknya. Mereka menunjukkan kepedulian dan kasih sayang pada anak, dan selalu mencari cara untuk meningkatkan bonding. Orangtua hebat juga selalu mau belajar untuk memasuki dunia anak-anaknya, untuk menunjukkan pada anak-anak mereka bahwa menghargai dan mendukung apa yang anak mereka lakukan dan sukai.

4. Orangtua hebat punya "hubungan sehat" dengan keuangan, makanan. Mereka menjadi tempat belajar anak mengenai cara menghargai uang, cara mengonsumsi makanan yang baik, dan ini menjadi bekal penting saat anak tumbuh dewasa dan hidup mandiri nantinya.

5. Orangtua hebat memiliki hubungan yang terjaga baik dengan saudara-saudara kandungnya, kakak-adiknya, keluarganya. Mereka mencontohkan bagaimana hubungan baik dalam keluarga harus terus terjaga dan merupakan hal penting yang sangat memengaruhi kehidupan, termasuk kehidupan anak-anaknya nanti. 6. Orangtua hebat tak pernah menonjolkan kehebatannya. Mereka tidak ingin selalu

merasa benar dan hebat, apalagi di depan anak-anaknya. Kredibilitas lebih penting ketimbang ego yang tinggi.

7. Orangtua hebat selalu memiliki antusiasme dalam menjalankan pengasuhan, sejak anak dilahirkan sampai dewasa.

8. Orangtua hebat mengajarkan anak-anaknya untuk berusaha mandiri menggali potensi, menunjukkannya, dan memberikan kontribusi sebagai pribadi dengan


(29)

potensi yang dimilikinya. Mereka mendorong anak-anaknya untuk mengasah kemampuan diri, meski kadang harus membuat anak marah atau membuatnya dibenci oleh anak-anaknya sendiri. Namun hasilnya, anak belajar mengenai kerja keras dan fokus pada potensi diri.

9. Orangtua hebat melewati masa di mana anak-anak marah bahkan benci kepada mereka. Namun justru momen inilah yang menunjukkan mereka telah menjalankan tugas pengasuhan dengan baik. Momen ini takkan menghentikan orangtua hebat untuk selalu berbesar hati terhadap anak-anaknya, dan takkan pernah mundur untuk selalu menjadi pendamping dan pebimbing bagi keluarganya.

10. Orangtua hebat menyadari dan memahami kecemasan yang anak-anak mereka rasakan. Mereka akan merespons masalah yang terjadi pada anak-anak, tanpa rasa panik, namun justru memberikan perhatian penuh.

11. Orangtua hebat selalu mau beradaptasi dengan anak-anaknya, dan berlaku adil tak pernah memperlakukan anak-anak secara berbeda.

Orangtua hebat tak pernah kebingungan memisahkan siapa orang dewasa, siapa anak-anak, siapa yang memegang kendali dan tanggung jawab. Artinya, di tengah perselisihan apa pun, saat mengalami kondisi sulit apa pun, orangtua selalu berada terdepan mengendalikan situasi dengan cara-cara yang adil. Bukan hanya memihak dirinya, namun memerhatikan kebutuhan keluarganya. Menunjukkan ketegasan yang mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari anak-anaknya.


(30)

2.6 Kemiskinan

Secara etimologis “kemiskinan” berasal dari kata “miskin” yang artinya tidak berharta benda dan serba kekurangan. Departemen Sosial dan Biro Pusat Statistik, mendefinisikan sebagai ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos,2002). Dalam konteks politik, John Friedman mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu ketidaksamaan kesempatan dalam mengakumulasikan basis kekuatan sosial. Frank Ellis (dalam suharto,2005) menyatakan bahwa kemiskinan memiliki berbagai dimensi yang menyangkut aspek ekonomi, politik dan sosial-psikologis.

Orang disebut miskin jika dalam kadar tertentu sumber daya ekonomi yang mereka miliki di bawah target atau patokan yang telah ditentukan. Yang dimaksud dengan kemiskinan sosial adalah kurangnya jaringan sosial dan struktur sosial yang mendukung orang untuk mendapatkan kesempatan - kesempatan agar produktivitasnya meningkat. Dapat juga dikatakan bahwa kemiskinan sosial adalah kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat sehingga mencegah dan menghalangi seseorang untuk memanfaatkan kesempatan – kesempatan yang tersedia.

Kemiskinan merupakan masalah kemanusiaan yang telah lama diperbincangkan karena berkaitan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan upaya penanganannya. Dalam Panduan Keluarga Sejahtera (1996: 10) kemiskinan adalah suatu keadaan dimana tidak sanggup memelihara dirinya sendiri dengan taraf kehidupan yang


(31)

dimiliki dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya dalam memenuhi kebutuhannya.

Penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (2000:107) sebagai berikut :

1. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah yang terbatas dan kualitasnya rendah

2. kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia karena kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitas juga rendah, upahnyapun rendah

3. kemiskinan muncul sebab perbedaan akses dan modal

Sendalam ismawan (2003:102) mengutarakan bahwa penyebab kemiskinan dan keterbelakangan adalah persoalan aksesibilitas. Akibat keterbatasan dan ketertiadaan akses manusia mempunyai keterbatasan (bahkan tidak ada) pilihan untuk mengembangkan hidupnya, kecuali menjalankan apa terpaksa saat ini yang dapat dilakukan (bukan apa yang seharusnya dilakukan). Dengan demikian manusia mempunyai keterbatasan dalam melakukan pilihan, akibatnya potensi manusia untuk mengembangkan hidupnya menjadi terhambat.

Kemiskinan juga muncul karena adanya perbedaan kualitas sumber daya manusia, karena jika kualitas manusianya rendah pasti akan mempengaruhi yang lain, seperti pendapatan. Tapi itu hanyalah masalah klasik. Sekarang penyebab kemiskinan


(32)

adalah karena tidak mempunyai uang yang banyak. Orang yang mempunyai uang banyak, mereka dapat meningkatkan kualitas hidupnya karena mereka dapat bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Berbeda dengan orang miskin yang tidak punya uang banyak, mereka tidak dapat bersekolah yang lebih tinggi karena mereka tidak punya uang lagi untuk membiayai uang sekolah seperti masuk perguruan tinggi atau SMA.


(33)

29 3.1 Metodologi Penelitian

Dalam satu penelitian, agar masalah dapat berjalan sesuai dengan yang digunakan, maka perlu didukung oleh suatu metode penelitian yang sesuai dengan masalah yang akan dibahas.

Dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif (descriptive research). Motode deskriptif dapat diartikan sebagai penelitian yang dimaksudkan untuk memotret fenomena individual, situasi, atau kelompok tertentu yang terjadi secara kekinian. Penelitian deskriptif juga berarti penelitian yang dimaksudkan untuk menjelaskan fenomena atau karakteristik individual, situasi, atau kelompok tertentu secara akurat, dimana dalam penelitian ini lebih spesifik dengan memusatkan perhatian pada aspek-aspek tertentu dan sering menunjukan hubungan antar variabel.

Metode deskriptif sangat berguna untuk melahirkan teori-teori tentatif, sehingga dalam hal ini terlihat suatu perbedaan yang esensial antara metode deskriptif dengan metode-metode yang lain. Ciri lainnya adalah titik berat pada observasi dan suasana alamiah (naturalistis setting). Peneliti bertindak sebagai pengamat hanya membuat kategori pelaku, mengamati gejala, dan mencatatnya dalam buku observasi. Dengan suasana alamiah yang dimaksud, bahwa peneliti terjun kelapangan dan tidak berusaha memanipulasi variabel, karena kehadirannya mungkin mempengaruhi perilaku gejala (reactive measures), peneliti berusaha memperkecil pengaruh ini.


(34)

Selain dijelaskan diatas, metode kualitatif dijelaskan juga oleh Nasution. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk melihat kondisi alami dari suatu fenomena. Pendekatan ini bertujuan memperoleh pemahaman dan menggambarkan realitas yang kompleks (Nasution, 1992 : 3). Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan sebuah bentuk baru dalam dunia interaksi dengan pemanfaatan internet sebagai sebuah medianya yang kompleks. Pengamatan diterangkan dengan cara mengaitkannya dengan ciri – ciri yang dianggap khas oleh suatu objek.

Penelitian kualitatif merupakan prosedur peneleitian yang menghasilkan data-data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan didasari oleh orang atau perilaku yang diamati. Pendekatannya diarahkan pada latar dan individu secara holistik (utuh). Jadi, tidak dilakukan proses isolasi pada objek penelitian kedalam variabel atau hipotesis. Tetapi memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. Dalam metode kualitatif, realitas dipandang sebagi sesuatu yang berdimensi banyak, sesuatu kesatuan yang utuh, serta berubah-ubah. Sehingga biasanya, rancangan penelitian tersebut tidak disusun secara rinci dan pasti sebelum penelitannya dimulai. Untuk alasan itu pula, pengertian kualitatif sering diasosiasikan dengan teknik analisis data dan penulisan laporan penelitian.

3.1.1 Survei

Penulis melakukan survei mengenai perilaku seorang anak yang secara sukarela membantu orang tuanya meskipun orang tuanya tidak mengetahui bahwa si anak ikut membantu orang tuanya secara finansial. Survei di lakukan di daerah


(35)

Talangsari Jember. Survei dilakukan didaerah perkampungan kumuh yang rata-rata pekerjaan masyarakat di sana adalah pemulung. Ada beberapa anak yang mengamen di jalanan. Pada awalnya kebanyakan dari mereka hanya untuk menambah uang jajan mereka saja. Tetapi seiringnya waktu dan masalah yang terjadi di keluarga mereka, uang dari hasil mengamen, diberikan ke orang tua mereka. Kebanyakan dari orang tua mereka tidak mengetahui kalau anaknya mengamen di jalanan.

Metode yang dilakukan penulis adalah pengamatan/observasi dan wawancara.

3.1.2 Pengamatan/Observasi

Pengamatan/observasi dilakukan pada awal bulan September 2013, hal-hal yang diamati oleh penulis adalah pengamatan terhadap lingkungan di daerah kumuh dan padat penduduk yang terdapat di daerah Talangsari Jember. Rata-rata pekerjaan masyarakat di daerah tersebut adalah pemulung.

Berdasarkan hasil pengamatan menunjukan bahwa ternyata faktor kemiskinan dapat menyebabkan kesan negatif kepada masyarakat di perkotaan seperti kriminalitas khususnya. Pekerjaan adalah hal yang sangat diperlukan untuk menghindari kemiskinan tersebut, dengan mencari pekerjaan yang bermutu dan pendidikan yang baik kemiskinan dapat dihindari. Kemiskinan sangat di pandang rendah oleh masyarakat di daerah perkotaan seperti Jember, banyak sekali rakyat miskin di pandang sebelah mata dan sering kali dilecehkan.


(36)

3.1.3 Studi Literatur

Studi literatur yang dipergunakan adalah buku dan internet. Digunakannya studi literatur sebagai teknik pengumpulan data untuk memenuhi semua kebutuhan akan semua materi selama proses perancangan hingga film pendek berjudul Setetes Keringat Untuk Orang Tuaku akan siap dinikmati. Materi yang diambil adalah tentang kehidupan seorang anak yang tulus membantu orang tuanya bekerja. Terkadang orang tua melarang anak yang masih di anggap di bawah umur untuk bekerja, tetapi terkadang anak

3.1.2 Studi Eksisting

Untuk memperdalam ide dan konsep diwujudkan dalam bentuk karya di Tugas Akhir ini, penulis telah melakukan kajian terhadap beberapa karya film diantaranya:

1. Nilai Kehidupan Trans TV

Nilai Kehidupan merupakan sebuah program acara di Trans TV, Nilai Kehidupan menyajikan drama dari kejadian-kejadian yang mungkin sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap karakter, latar belakang dan alur cerita di acara Nilai Kehidupan selalu berbeda-beda dalam setiap episodenya. Peneliti memilih episode ke 45 yang berjudul Bau Ketulusan.


(37)

Gambar 3.1 Nilai Kehidupan Trans TV

Dari analisis SWOT Nilai Kehidupan dan Oh Ternyata disimpulkan bahwa film bergenre drama di dalamnya terdapat adegan-adegan berisikan pesan-pesan moral, penjiwaan karakter pemain, penambahan pewarnaan dan sound effect agar penonton dapat ikut merasakan suasana drama dan pesan-pesan moral yang disampaikan.

Berdasarkan studi eksisting dari kedua film dan cerita yang digunakan untuk pembuatan film pendek bergenre drama berjudul “Secuil Daging Untuk Keluargaku” dengan penggabungan unsur liveshoot dan pewarnaan yang dramatis ini dapat diketahui melalui STP. STP dari kedua film dijelaskan dalam tabel 3.2 analisis STP.


(38)

Tabel 3.1 Analisis SWOT film “Setetes Keringat Untuk Orang Tuaku” Analisis SWOT Nilai Kehidupan Oh Ternyata

Strength Para pemeran yang mempunyai karakter yang sangat

menjiwai dan mempunyai pesan moral yang sangat bagus

Make up dan sound effect yang menarik

Weakness Pewarnaan pada gambar kurang dramatis.

Segi cerita hanya menampilkan cerita misteri

Opportunity Menambah referensi tentang pesan moral yang diberikan kepada penonton.

Menambah referensi dalam membuat cerita yang menarik

Threat Film ini hanya mengangkat pesan moral tanpa

diberikan pewarnaan yang dramatis dan sound effect untuk mendukung cerita dalam film ini.

Film ini hanya mengandung cerita misteri dan hanya sedikit pesan moral yang diberikan kepada penonton

Dari analisis SWOT Nilai Kehidupan dan Oh Ternyata disimpulkan bahwa film harus mempunyai pesan-pesan moral, penjiwaan karakter pemain, dan


(39)

penambahan pewarnaan yang dramatis agar penonton dapat ikut merasakan suasana drama dan pesan-pesan moral yang disampaikan.

Setelah melakukan analisis SWOT, dilakukan pembagian segment yang dituju, target yang diinginkan, serta memposisikan filmpendek ini kepada khalayak luas. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan rancang karya yang akan dikerjakan pada tahap pra-produksi. Berikut adalah pembagian berdasarkan STP. STP akan dijelaskan dalam tabel 3.4 analisis STP.

Tabel 3.2 Analisis STP (Segmenting, Targeting, Positioning)

STP 1

Segmentation

&

Targeting

Geografis

- Ukuran kota: Kota kecil - Letak kota:

Tengah kota

Demografis

- Usia:

16 – 30 tahun - Jenis Kelamin:

laki-laki, perempuan - Pendidikan:

Pelajar, Mahasiswa, Sarjana

Psikografis

- Kelas sosial: bawah - Gaya hidup:

hidup enak

Positioning

Film pendek ini bertemakan drama keluarga dengan menggunakan realita background kemiskinan di dalamnya,


(40)

dan alur cerita yang dramatis agar audien dapat merasakan pesan-pesan moral di film ini, serta film pendek ini menampilkan ketulusan seorang anak kecil untuk membantu keluarganya tanpa paksaan.

Dari analisis STP kedua film dapat disimpulkan bahwa pembuatan film diperlukan beberapa hal yang berkaitan dengan jenis atau bentuk film itu sendiri. Film yang baik mempunyai ciri dimana konsep yang dituju dapat diterima penonton sehingga cerita yang dibuat dapat dimengerti. Selain itu dapat disimpulkan bahwa suatu film harus mampu mempresentasikan isi pesan dengan semiotika cerita. Selain teknik yang dilakukan, penggabungan antar keduanya seimbang agar terlihat nyata dan tidak kaku.

Dengan jelasnya target pasar serta penempatan film maka konsep tersebut dapat diterima oleh penikmatnya sesuai dengan tujuan film itu dibuat.

3.1.3 Perancangan Karya

Pada gambar 3.3 dapat dilihat pengerjaan tugas akhir ini berawal dari ide dan konsep yang telah mengalami pematangan sejak dari ide yang bertemu dengan hasil studi literatur dan studi eksisting. Kemudian diolah menjadi treatment dan storyboard yang menjadi acuan dalam pembuatan film ini.

Lalu setelah selesai, dilakukan casting pemeran dilanjutkan pemilihan kostum. Selain itu dicari pula setting lokasi. Setelah itu maka dilakukan syuting dan pengambilan audio.


(41)

Saat rangkaian syuting selesai maka tiba ke proses editing. Proses editing melewati beberapa tahap mulai dari pemberian pewarnaan gambar/tone dan penambahan sound didalamnya.

Gambar 3.3 Bagan Metodologi Perancangan Pengerjaan Tugas Akhir Pra produksi

Pengembangan ide cerita

Skenario

Break down skenario

Storyboard

Shooting Schedule

Casting Budgeting

Lokasi Logistik Peralatan

Pasca Produksi

Editing Video Memasukkan Perwarnaan

Memasukkan Musik Melakukan Mixing Gambar Produksi

Perekaman Gambar Pemilihan Musik


(42)

3.1.4 Keyword

Dalam analisis warna ini dilakukan analisa dari target pasar dan tujuan film berjudul “Setetes Keringat Untuk Orang Tuaku” ini dibuat. Untuk menentukan konsep karya maka akan dilakukan penelitian terdahulu untuk merujuk ke satu point kunci (keyword), analisis ini berguna untuk mencari keyword yang kemudian akan diterapkan dalam film.

Tabel 3.3 Analisis Keyword Pendapatan rendah

Kelas Sosial Rendah

Miskin

Tulus Masalah hidup

Pendidikan rendah Ramai

Tengah Kota Kebutuhan hidup tinggi

Sosial masyarakat kurang

Tanggung Jawab Keluarga

Keluarga Kecil

Kerja Keras Keluarga bahagia

Mencari kebahagiaan Mendidik

Hutang

Tanggung Jawab Usaha

Masalah bersama Mencapai Target

Dari analisa keyword pada tabel 3.3 maka hasilnya adalah menggunakan keyword Tulus. Analisa ini sesuai dengan kehidupan sosial yang dengan sukarela membantu orang disekitarnya khususnya Orang Tuanya. Dalam pewarnaan sebuah film dapat menimbulkan ciri khas tertentu dari sebuah film. Analisis pewarnaan dalam film pendek “Setetes Keringat Untuk Orang Tuaku” ini sesuai


(43)

pada analisis keyword yaitu Tulus. Berdasarkan pemilihan pewarnaan pada analisis keyword tabel 3.3 didapatkan pewarnaan dramatis dengan warna yang lembut yang akan mendominasi hasil karya film pendek yang bertema kemiskinan.

3.2Pra Produksi

Dalam tahapan pra-produksi disiapkan berbagai perencanaan dan peralatan shooting diantaranya:

1. Anggaran

Pada tahapan budgeting/anggaran dilakukan untuk merumuskan dan merencanakan pengeluaran yang terjadi pada tahap produksi.

2. Crew

Pemilihan crew dilakukan untuk membantu pelancaran proses produksi. 3. Penyusunan Materi

Tahap ini dilakukan untuk mematangkan ide dan konsep. Sehingga dapat membantu dalam proses produksi dan pasca produksi.

4. Persiapan peralatan

Tahap ini dilakukan untuk mempersiapkan peralatan shooting untuk mempermudah dalam pengambilan gambar dan audio.


(44)

3.2.1 Ide dan Konsep Cerita

Berawal dari penulis melihat kehidupan saat ini banyaknya realita kehidupan sosial yang ada didalam kehidupan sehari-hari, Background kemiskinan adalah salah satu kelas sosial yang akan penulis ambil, maka timbul keinginan penulis untuk membuat sebuah karya film pendek bertemakan kehidupan masyarakat miskin.

Konsep film pendek ini muncul berawal dari realita kehidupan masyarakat sehari-hari, yaitu banyaknya masyarakat yang hidup secara mewah dan tidak pernah merasa puas dengan kehidupannya yang mewah. Sebagai contoh banyak masyarakat tidak menghargai apa yang telah mereka punya seperti membuang-buang makanan, memmembuang-buang-membuang-buang uang untuk membeli pakaian baru karena gengsi, berfoya-foya ataupun sejenisnya. Maka film pendek yang berjudul “Setetes Keringat Untuk Orang Tuaku” ini akan di produksi untuk memberikan contoh positif bagi kehidupan orang miskin yang hidup serba keterbatasan, arti judul film pendek ini di ibaratkan sebagai sedikit pengorbanan yang akan selalu diberikan kepada keluarganya walaupun harus berjuang untuk mendapatkan kenikmatan dan kebahagiaan tersebut. Yang dimaksudkan oleh penulis adalah perjuangan seorang anak yang ingin membahagiakan orang tuanya walaupun harus bekerja untuk mencari uang demi membantu keadaan finansial orang tuanya tanpa ada unsur paksaan dari Orang Tua. Dan penulis berharap mampu menyampaikan pesan berupa Ketulusan, kegigihan, dan pengorbanan.

Menggunakan 3 tokoh utama sepasang suami istri yang bernama Sugito, Sumiyati dan anaknya yang bernama kevin. Dalam pembuatan film pendek


(45)

berjudul Setetes Keringat Untuk Orang Tuaku, ada beberapa pesan moral yang ingin disampaikan oleh penulis kepada masyarakat nantinya, antara lain:

1. Hendaknya kita sebagai anak harus berusaha membahagiakan orang tua dalam keadaan diatas ataupun di bawah, meskipun harus bekerja membanting tulang.

2. Ketulusan dan kegigihan adalah modal utama kita sebagai anak.

3. Mengingatkan kepada para generasi muda sekarang yang kebanyakan kurang menghargai jeri payah Orang Tua.

Penulis disini membuat karya film pendek dengan pengambilan gambar liveshot, karena film pendek dengan liveshot dapat lebih mudah dipahami oleh masyarakat awam dan nilai-nilai pesan moral yang akan disampaikan daripada dengan media animasi. Penulis juga memadukan film ini dengan teknik slow motion untuk mendramatisir sebuah adegan pada bagian-bagian tertentu. Penulis ingin membuktikan bahwa para sineas lokal tidak kalah dan mampu menghasilkan karya yang baik dan layak dinikmati masyarakat Indonesia.

Pada proses syuting berlangsung untuk mengambil adegan karakter yang akan dimainkan dalam film, penulis dalam melakukan liveshot tidak menggunakan kamera video pada umumnya, tapi penulis memilih menggunakan kamera DSLR dalam pengambilan gambar.

Keuntungan dari pengambilan video shooting dengan menggunakan kamera DSLR adalah:

1. Fitur video dapat merekam hingga kualitas HD, sehingga menghindari gambar yang pecah karena resolusi yang kecil.


(46)

2. Fokus kamera DSLR mudah dirubah sesuai keinginan penulis. 3. Lensa kamera DSLR lebih variatif dan mudah di dapat.

4. ISO yang tinggi antara 100-6400, menjadikan kamera DSLR lebih sensitif terhadap penangkapan cahaya.

3.2.2 Sinopsis

Sinopsis merupakan pengembangan ide cerita. Susunan sinopsis merupakan acuan dalam pembuatan skenario. Pada sinopsis, mulai terdapat pengembangan cerita, tokoh utama dan setting. Sinopsis Tugas Akhir film pendek berjudul Setetes Keringat Untuk Orang Tuaku ini adalah:

Bercerita tentang sebuah keluarga kecil yang miskin hidup di perkampungan kumuh, keluarga tersebut hidup seorang bapak bernama Sugito, Istri yang bernama Sumiyati dan seorang anak yang bernama Kevin. Berawal dari kehidupan keluarga ini yang susah dan miskin, semua masalah kehidupan telah mereka hadapi tetapi mereka selalu menjalani dengan tegar, tulus, dan sabar. Pak Sugito selalu memberikan yang terbaik untuk keluarganya, namun uang yang didapat Pak Sugito belum cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Pak Sugito hanyalah seorang pekerja serabutan yang hanya mengandalkan tenaga dan keringat. Untuk memenuhi kebutuhan hidup yang tinggi, akhirnya Bu Sumiyati terpaksa meminjam uang kepada tetangga-tetangganya untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin tinggi. Dan hutang-hutang itupun menjadi semakin banyak.

Pada suatu hari, tetangga Bu Sumiyati datang dan menagih hutang-hutang Bu Sumiyati yang sudah terlalu banyak dan sudah mencapai tenggat waktu


(47)

pembayaran yang sudah disepakati bersama. Pak Sugito dan Bu Sumiyati pun kebingungan karena masih belum ada uang untuk membayar hutang-hutangnya. Pada saat itu, Hati kecil Kevin tergerak untuk membantu melunasi hutang-hutang orang tuanya. Kevin yang sebelumnya sudah mengikuti kegiatan seni Jaranan untuk mencari sedikit uang yang pada awalnya hanya untuk menambah uang jajannya. Tetapi seiringnya waktu dan permasalahan yang dialami oleh Orang Tuanya, akhirnya uang itupun diberikan kepada Orang Tuanya. Pada awalnya Orang Tua kevin tidak bisa menerima uang tersebut dan menyuruh kevin menyimpan uang tersebut, tetapi kevin tetap memberikan uang itu kepada Orang Tuanya. Akhirnya bapak dan ibu kevin menerima uang tersebut. Mereka sangat bangga atas apa yang dilakukan anaknya.

3.2.3 Naskah dan Treatment

Naskah dan Treatment ada pada lampiran 1. 3.2.4 Storyboard

Storyboard ada pada lampiran 2. 3.2.5 Karakter

Karakter yang digunakan di film pendek berjudul “Setetes Keringat Untuk Orang Tuaku” antara lain:

1. Pemeran utama sebagai seorang suami adalah Sugito 35 tahun. Sifat Sugito adalah orang yang gigih, tanggung jawab, dan pekerja keras.

2. Pemeran utama kedua sebagai seorang istri adalah Sumiyati 30 tahun. Sifat Sumiyati sabar dan penyanyang.


(48)

3. Pemeran utama ketiga sebagai seorang anak adalah kevin 9 tahun. Sifat kevin pendiam dan peduli kepada Orang Tuanya.

3.3 Produksi

Untuk meminimalkan dana dan waktu, produksi dilakukan selama 10 hari di 5 tempat yang berbeda. Proses syuting pertama dilakukan di daerah perkampungan Talangsari Jember, kemudian dilanjutkan syuting di pinggir jalan untuk pengambilan adegan Pak Sugito mengambil barang-barang bekas. Di jalan untuk pengambilan adegan kevin berangkat dan pulang sekolah lalu di dalam rumah kevin untuk pengambilan adegan tetangga menagih hutang Pak Sugito dan Bu Sumiyati. Dan yang terakhir untuk pengambilan adegan pementasan Jaranan.

Pemilihan backsound untuk film pendek ini harus sesuai dengan film yang akan di produksi, penulis memilih membuat backsound sendiri yang disesuaikan dengan adegan untuk menambah kesan-kesan tertentu dari film ini.

3.4 Pasca Produksi 1. Editing

Setelah semua data dirender dalam komputer maka penulis akan melakukan tahap editing dan penggabungan (compositing) animasi stop motion dan live shoot dengan menggunakan software editing video. Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan penulis dalam tahap ini adalah sebagai berikut :

a. Mempersiapkan storyboard sebagai acuan awal pembuatan video klip. b. Mempersiapkan perangkat lunak yang akan digunakan untuk editing seperti komputer dan aplikasi-aplikasi editing.


(49)

c. Mempersiapkan materi atau turorial-tutorial yang akan membantu penulis dalam melakukan tahap editing.

2. Final Rendiring

Pada tahap ini penulis akan melakukan rendering terakhir yaitu menggabungkan semua elemen video klip dalam satu kesatuan.

3.5 Publikasi

Setelah selesai mengolah seluruh hasil film, maka penulis melakukan publikasi. Media yang digunakan penulis untuk publikasi adalah poster dan DVD. Kemudian diimplementasikan ke dalam bentuk cetak berupa poster dan DVD. Poster disebar lewat sosial media dan forum-forum mahasiswa sehingga dirasa bisa menarik simpati publik. Berikut konsep dan sketsa dari desain publikasi dari film pendek ini:

1. Poster

a. Konsep poster

Penulis menggunakan konsep pada poster dengan menampilkan 3 peran utama dan pewarnaan yang sesuai dengan analisis keyword, serta pemberian background suasana perkampungan yang padat penduduk yang mewakili kehidupan kemiskinan yang diperlihatkan disela-sela kusutnya sebuah kain. Hal ini dimaksudkan agar poster dapat mewakili film dan penonton menjadi tertarik untuk melihatnya.


(50)

b. Sketsa Poster

Gambar 3.4 Sketsa poster 2. Cover DVD

a. Konsep cover DVD b. Sketsa cover DVD 3. Sampul cover DVD

a. Konsep sampul cover DVD b. Sketsa sampul cover DVD


(51)

47 4.1 Produksi

Setelah melakukan persiapan dalam proses pra produksi, dimulainya tahap observasi tempat yang sesuai dengan tema lalu memilih lokasi pengambilan gambar. Setelah melakukan observasi keesokan harinya dilakukan proses pengambilan gambar dari screen shoot yang ada.

Gambar 4.1 Screenshot stock video film drama “Setetes Keringat Untuk Orang Tuaku”


(52)

Penulis berusaha mengambil gambar untuk memberikan kesan yang dramatis. Disini aktor di breafing terlebih dulu supaya di tiap-tiap scene bisa menjiwai perannya. Aktor dituntut untuk berakting layaknya di dalam keluarga yang miskin.


(53)

Dalam pembuatan film drama keluarga berjudul “Setetes Keringat Untuk Orang Tuaku” ini menggunakan berbagai macam peralatan videografi yang sederhana yaitu:

1. Camera DSLR dengan kemampuan merekam video 2. Lensa 18-135mm

3. Microphone/micboom 4. Tripod dan Monopod 5. Komputer editing 6. Memory SDHC kamera

Beberapa variasi shot yang digunakan dan diterapkan dalam film pendek drama keluarga berjudul “Setetes Keringat Untuk Orang Tuaku” adalah Extreme Long Shot, Long Shot, Medium Shot, Medium Close Up, Close Up. Untuk pergerakan kamera menggunakan Panning, Tilting dan Zooming. Sedangkan untuk sudut pengambilan gambar yang digunakan Eye Level, Low Angle dan High Angle.

4.3 Pasca produksi

Pada tahapan pasca produksi ini dilakukan proses editing dan penambahan sound efek dan lagu dengan beberapa langkah yang dilakukan, yaitu:


(54)

1. Proses pemilihan video

Proses awal dalam tahap pasca produksi adalah menyeleksi beberapa stock shoot yang telah diambil selama 5 hari. Materi pemilihan berdasarkan kelayakan gambar secara visual dan audio.

Gambar 4.2 Screenshot pemilihan stock shoot video

2. Proses Penataan Stock Shoot

Proses ini dilakukan dengan bantuan program editing video, setelah melakukan pemilihan video stock shoot, Proses selanjutnya melakukan penataan yang mengacu kepada storyboard yang sudah ada.


(55)

Gambar 4.3 Screenshot penataan stock shoot video

Dalam proses editing memberikan suatu maksud dengan menggunakan bahasa visual yang terdiri dari stock shoot. Sehingga menjadi sebuah satu kesatuan yang bisa menghasilkan suatu film yang menyampaikan fakta atau data yang ada.

3. Proses Colour Grading effect

Dalam proses ini adalah merubah atau memodifikasi warna terhadap gambar sehingga menimbulkan kesan tertentu. Pemilihan warna tidak didasari oleh teori khusus tetapi hanya untuk membuat hasil gambar yang tajam dan memberikan nilai estetika.


(56)

Gambar 4.4 Screenshot proses colour grading effect

4. Sound Editing

Dalam proses ini penambahan backsound dilakukan supaya bisa mendukung suatu gambar/video menjadi lebih baik. Proses sound editing pada film pendek drama “Setetes Keringat Untuk Orang Tuaku” ini menggunakan backsound yang di buat sendiri. Dalam film “Setetes Keringat Untuk Orang Tuaku” ini berisikan suara/musik tambahan yang sudah dibuat sebelumnya.


(57)

Gambar 4.5 Screenshot editing equalizer audio


(58)

1. Rendering

Proses akhir dari pasca produksi dimana semua stock shoot yang sudah disatukan menjadi sebuah format media. Dalam proses ini memiliki pengaturan yang dapat disesuaikan dengan hasil yang diinginkan. Sedangkan dalam film pendek drama berjudul “Setetes Keringat Untuk Orang Tuaku” menggunakan format media MOV.


(59)

2. Mastering

Proses ini adalah dimana file yang sudah di render dan menjadi satu kesatuan lalu dipindahkan ke dalam media kaset, VCD, DVD atau media lainya. Film drama ini menggunakan media DVD.

3. Publikasi

Setelah semua proses selesai, maka penulis melakukan publikasi. Media yang digunakan penulis untuk publikasi adalah poster dan DVD. Kemudian diimplementasikan ke dalam bentuk media cetak yang berupa poster dan DVD (cover DVD dan sampul cover DVD).


(60)

Anggaran pembuatan film pendek drama “Setetes Keringat Untuk Orang Tuaku”

Pembelian Tripod. 2 buah Rp. 600.000,-

Pembelian Memory SDHC. 2 buah Rp. 400.000,-

Penyewaan Lighting/Lampu. 2 buah Rp. 200.000,-

Penggandaan naskah skenario film untuk crew dan pemain.

- Rp. 15.000,-

Penyediaan property, kostum, make-up. - Rp. 250.000,-

Penyediaan CD/DVD 10 buah Rp. 45.000,-

Akomodasi, Konsumsi, dan Transportasi Selama Proses Produksi

- Rp. 650.000,-

Lain-lain - Rp. 250.000


(61)

57

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan seluruh penelitian hasil produksi yang telah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Pembuatan film pendek bergenre drama keluarga dengan mengangkat cerita kehidupan masyarakat miskin sangat membutuhkan ketelitian yang dalam mengenai segi karakter pemeran, seperti pemilihan pemain/casting yang benar-benar menjiwai perannya sehingga terlihat realistis.

2. Film pendek yang bertemakan kehidupan sosial masyarakat miskin mempunyai pengaruh yang sangat besar kepada masyarakat terhadap sebuah pesan yang terkandung di dalam fim tersebut.

3. Sebuah film pendek diharapkan tak hanya menjadi sebuah media hiburan saja tetapi juga menjadi sebuah kajian yang menarik yang bisa dikembangkan dalam ilmu pengetahuan.

5.2 Saran

Berdasarkan seluruh hasil produksi yang telah dilaksanakan, terdapat beberapa saran untuk penelitian ini, yaitu:

1. Penelitian tentang kelas sosial dalam realita masyarakat miskin yang di aplikasikan kedalam sebuah karya film pendek ini diharapkan bisa menjadi


(62)

wawasan, inspirasi dan hiburan bagi para masyarakat. Penulis berharap semoga peneliti selanjutnya dapat membuat film dengan genre yang sama. 2. Penulis mengakui masih banyak sekali kekurangan dalam mengaplikasikan

hasil penelitian ini kedalam film pendek karena dalam pembuatan film pendek ini sangat diperlukan perencanaan yang sangat matang dan didukung oleh beberapa tim/crew yang solid dan sesuai dengan Job desk masing-masing. Dalam pembuatan film pendek bergenre drama keluarga berjudul Setetes Keringat Untuk Orang Tuaku ini dikerjakan dengan jumlah tim/crew yang sangat terbatas.


(63)

59

DAFTAR PUSTAKA

Alfathri, Adlin. 2006. Resistensi Gaya Hidup: Teori Dan Realitas. Yogyakarta: Jalasutra

Bare, Richard. 1970. “The Film Director”, New York, Coolier Book. Baksin, A. 2009. Pengantar Vidiografi. Bandung: Widya Padjadjaran.

Biran, Yusa, Misbach, 2006. Teknik Menulis Skenario Film Cerita. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya dan PT. Demi Gisela Citra Pro.

Effendy, Heru. 2009. Mari Membuat Film. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Lutters, E. 2004. Kunci Sukses Menulis Skenario. Jakarta: Penerbit Erlangga. Mabruri, Anton, 2010. Manajemen Produksi Program Acara Televisi. Depok: Mind 8 Publising House.

Oliver, Sandra. 2007. Public Relations Strategy. Jakarta: Penerbit Erlangga. Prakosa, G. 2008. Film Pinggiran: Antologi Film Pendek, Film Eksperimental,

dan Film Dokumenter. Jakarta Pusat: Koperasi Sinematografi IKJ. Saptaria, Rikrik, E. 2006. Acting Handbook. Jakarta: Penerbit Erlangga. Soekanto, S. 1982. Sosiologi: Suatu Pengantar. Rajawali Press.

Sumber Internet:

(http://pkesinteraktif.com/edukasi/opini/2396-mengatasi-kemiskinan.html) Diakses pada tanggal 22 Desember 2012 pukul 13.40.

(http://sosiopedia.blogspot.com/2011/12/teori-kelas-sosial-karl-marx.html) Diakses pada tanggal 26 Desember 2012 pukul 23.22.

(http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/12/realitas-sosial/) Diakses pada tanggal 27 Desember 2012 pukul 15.10.

(http://organisasi.org/definisi-pengertian-masalah-sosial-dan-jenis-macammasalah-sosial-dalam-masyarakat) Diakses pada tanggal 27 Desember 2012 pukul 18.19.

(http://itcentergarut.blogspot.com/2011/09/sudut-kamera-camera-angle.html) Diakses pada tanggal 3 Januari 2013 pukul 14.20.


(1)

54

1. Rendering

Proses akhir dari pasca produksi dimana semua stock shoot yang sudah disatukan menjadi sebuah format media. Dalam proses ini memiliki pengaturan yang dapat disesuaikan dengan hasil yang diinginkan. Sedangkan dalam film pendek drama berjudul “Setetes Keringat Untuk Orang Tuaku” menggunakan format media MOV.


(2)

55

2. Mastering

Proses ini adalah dimana file yang sudah di render dan menjadi satu kesatuan lalu dipindahkan ke dalam media kaset, VCD, DVD atau media lainya. Film drama ini menggunakan media DVD.

3. Publikasi

Setelah semua proses selesai, maka penulis melakukan publikasi. Media yang digunakan penulis untuk publikasi adalah poster dan DVD. Kemudian diimplementasikan ke dalam bentuk media cetak yang berupa poster dan DVD (cover DVD dan sampul cover DVD).


(3)

56

Anggaran pembuatan film pendek drama “Setetes Keringat Untuk Orang Tuaku”

Pembelian Tripod. 2 buah Rp. 600.000,-

Pembelian Memory SDHC. 2 buah Rp. 400.000,-

Penyewaan Lighting/Lampu. 2 buah Rp. 200.000,-

Penggandaan naskah skenario film untuk crew dan pemain.

- Rp. 15.000,-

Penyediaan property, kostum, make-up. - Rp. 250.000,-

Penyediaan CD/DVD 10 buah Rp. 45.000,-

Akomodasi, Konsumsi, dan Transportasi Selama Proses Produksi

- Rp. 650.000,-

Lain-lain - Rp. 250.000


(4)

57

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan seluruh penelitian hasil produksi yang telah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Pembuatan film pendek bergenre drama keluarga dengan mengangkat cerita kehidupan masyarakat miskin sangat membutuhkan ketelitian yang dalam mengenai segi karakter pemeran, seperti pemilihan pemain/casting yang benar-benar menjiwai perannya sehingga terlihat realistis.

2. Film pendek yang bertemakan kehidupan sosial masyarakat miskin mempunyai pengaruh yang sangat besar kepada masyarakat terhadap sebuah pesan yang terkandung di dalam fim tersebut.

3. Sebuah film pendek diharapkan tak hanya menjadi sebuah media hiburan saja tetapi juga menjadi sebuah kajian yang menarik yang bisa dikembangkan dalam ilmu pengetahuan.

5.2 Saran

Berdasarkan seluruh hasil produksi yang telah dilaksanakan, terdapat beberapa saran untuk penelitian ini, yaitu:

1. Penelitian tentang kelas sosial dalam realita masyarakat miskin yang di aplikasikan kedalam sebuah karya film pendek ini diharapkan bisa menjadi


(5)

58

wawasan, inspirasi dan hiburan bagi para masyarakat. Penulis berharap semoga peneliti selanjutnya dapat membuat film dengan genre yang sama. 2. Penulis mengakui masih banyak sekali kekurangan dalam mengaplikasikan

hasil penelitian ini kedalam film pendek karena dalam pembuatan film pendek ini sangat diperlukan perencanaan yang sangat matang dan didukung oleh beberapa tim/crew yang solid dan sesuai dengan Job desk masing-masing. Dalam pembuatan film pendek bergenre drama keluarga berjudul Setetes Keringat Untuk Orang Tuaku ini dikerjakan dengan jumlah tim/crew yang sangat terbatas.


(6)

59

DAFTAR PUSTAKA

Alfathri, Adlin. 2006. Resistensi Gaya Hidup: Teori Dan Realitas. Yogyakarta: Jalasutra

Bare, Richard. 1970. “The Film Director”, New York, Coolier Book. Baksin, A. 2009. Pengantar Vidiografi. Bandung: Widya Padjadjaran.

Biran, Yusa, Misbach, 2006. Teknik Menulis Skenario Film Cerita. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya dan PT. Demi Gisela Citra Pro.

Effendy, Heru. 2009. Mari Membuat Film. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Lutters, E. 2004. Kunci Sukses Menulis Skenario. Jakarta: Penerbit Erlangga. Mabruri, Anton, 2010. Manajemen Produksi Program Acara Televisi. Depok: Mind 8 Publising House.

Oliver, Sandra. 2007. Public Relations Strategy. Jakarta: Penerbit Erlangga. Prakosa, G. 2008. Film Pinggiran: Antologi Film Pendek, Film Eksperimental,

dan Film Dokumenter. Jakarta Pusat: Koperasi Sinematografi IKJ. Saptaria, Rikrik, E. 2006. Acting Handbook. Jakarta: Penerbit Erlangga. Soekanto, S. 1982. Sosiologi: Suatu Pengantar. Rajawali Press.

Sumber Internet:

(http://pkesinteraktif.com/edukasi/opini/2396-mengatasi-kemiskinan.html) Diakses pada tanggal 22 Desember 2012 pukul 13.40.

(http://sosiopedia.blogspot.com/2011/12/teori-kelas-sosial-karl-marx.html) Diakses pada tanggal 26 Desember 2012 pukul 23.22.

(http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/12/realitas-sosial/) Diakses pada tanggal 27 Desember 2012 pukul 15.10.

(http://organisasi.org/definisi-pengertian-masalah-sosial-dan-jenis-macammasalah-sosial-dalam-masyarakat) Diakses pada tanggal 27 Desember 2012 pukul 18.19.

(http://itcentergarut.blogspot.com/2011/09/sudut-kamera-camera-angle.html) Diakses pada tanggal 3 Januari 2013 pukul 14.20.