xxxvii
c. Disiplin kerja
Menurut Handoko 1999:208 disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar, organisasional. Dua tipe kegiatan
pendisiplinan yaitu preventif dan korektif. Kedisiplinan penting bagi organisasi, sebab adanya kedisiplinan yang
ditaati oleh sebagian besar karyawan diharapkan pekerjaan akan dilakukan secara efektif. Penerapan disiplin lebih ditekankan pada unsur kesadaran
dan penyesuaian diri secara suka rela, bukan atas dasar paksaan. Disiplin merupakan tindakan manajemen untuk mendorong para
anggota organisasi memenuhi berbagai ketentuan. Dengan perkataan lain, pendisiplinan kerja pegawai adalah suatu bentuk pelatihan yang berusaha
memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku pegawai sehingga para pegawai tersebut secara sukarela berusaha bekerja secara
kooperatif dengan para pegawai yang lain serta meningkatkan prestasi kerjanya Siagian,1999:305
Terdapat dua jenis disiplin dalam organisasi, yaitu yang bersifat preventif dan yang bersifat korektif. Pendisiplinan yang bersifat preventif
adalah tindakan yang mendorong para pegawai untuk taat kepada berbagai ketentuan yang berlaku dan memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Artinya melalui penjelasan tentang pola sikap, tindakan dan perilaku yang diinginkan dari setiap anggota organisasi diusahakan pencegahan jangan
sampai para pegawai berperilaku negatif.
xxxviii Keberhasilan penerapan disiplin preventif terletak pada disiplin
pribadi para anggota organisasi. Guna meningkatkan agar disiplin pribadi tersebut semakin kokoh, paling tidak ada tiga hal yang perlu mendapat
perhatian manajemen. P ertama : anggota organisasi perlu didorong agar mempunyai rasa memiliki organisasi, karena secara logika seseorang tidak
akan merusak sesuatu yang menjadi miliknya.Berarti perlu ditanamkan perasaan bahwa keberadaan mereka dalam orgnisasi bukan hanya sekedar
mencari nafkah dan bahwa mereka adalah “anggota keluarga besar” organisasi yang bersangkutan. Kedua : pegawai perlu diberi penjelasan
tentang berbagai ketentuan yang wajib ditaati dan standar yang harus dipenuhi. Penjelasan dimaksud sebaiknya disertai dengan informasi
lengkap mengenai latar belakang berbagai ketentuan yang bersifat normatif tersebut. Ketiga : pegawai didorong menentukan sendiri cara-cara
pendisiplinan diri dalam kerangka ketentuan-ketentuan yang berlaku umum bagi seluruh anggota organisasi.
Terdapat pegawai yang nyata-nyata telah melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan yang berlaku atau gagal memenuhi standar yang telah
ditetapkan, kepadanya dikenakan sangsi disiplin. Berat atau ringannya sangsi tergantung pada bobot pelanggaran yang telah terjadi. Pengenaan
sangsi biasanya mengikuti prosedur yang sifatnya hirarki. Artinya pengenaan sangsi diprakarsai oleh atasan langsung pegawai yang
bersangkutan, diteruskan kepada pimpinan yang lebih tinggi dan keputusan akhir mengenai sangsi tersebut diambil oleh pejabat yang memang
xxxix berwenang untuk itu. Prosedur tersebut ditempuh dengan dua maksud,
yaitu bahwa pengenaan sangsi dilakukan secara obyektif dan bahwa sifat sangsi sesuai dengan bobot pelanggaran yang telah dilakukan. Faktor
obyektivitas dan kesesuaian bobot hukuman dengan pelanggaran, pengenaan sangsi harus pula bersifat mendidik, dalam arti agar terjadi
perubahan sikap dan perilaku di masa depan. Pengenaan sangsi harus mempunyai nilai pelajaran, dalam arti mencegah orang lain melakukan
pelanggaran serupa. Tujuan pendisiplinan di atas harus diterapkan secara bertahap, yaitu
dengan mengambil berbagai langkah, mulai dari yang paling ringan hingga kepada yang terberat, misalnya dengan :
1. Peringatan lisan, 2. Pernyataan tertulis ketidak puasan oleh atasan langsung,
3. Penundaan gaji berkala, 4. Penundaan kenaikan pangkat,
5. Pembebasan dari jabatan, 6. Pemberhentian sementara
7. Pemberhentian atas permintaan sendiri 8. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri,
9. Pemberhentian dengan tidak hormat. Pengenaan sangsi korektif diterapkan dengan memperhatikan tiga hal .
Pertama , pegawai yang dikenakan sangsi harus diberitahu pelanggaran
atau kesalahan apa yang telah diperbuatnya. Kedua , kepada yang
xl bersangkutan diberi kesempatan membela diri. Ketiga , hal pengenaan
sangsi terberat, yaitu pemberhentian, perlu dilakukan wawancara keluar” exit interview dijelaskan antara lain, mengapa manajemen terpaksa
mengambil tindakan sekeras itu. Dengan wawancara tersebut diharapkan pegawai tersebut meninggalkan organisasi dengan perasaan antipati sekecil
mungkin terhadap organisasi. Langkah-langkah tersebut diatas diambil dengan setepat mungkin
sehingga hubungan organisasi dengan para pegawainya berada pada tahap yang mendorong para pegawai menunaikan kewajuban masing-masing
dengan sebaik mungkin.
d. Kepuasan Kerja