Moeljatno. 2002. Azas-Azas Hukum Pidana. Bandung : Rineka Cipta. Pawennai, Mulyati. 2015. Hukum Pidana. Jakarta : Mitra Wacana Media.
Prasetyo, Teguh dan Abdul Halim Barkatullah. 2005. Politik Hukum Pidana: Kajian Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar. Prodjodikoro, Wirjono. 1989. Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Cetakan ke
Tujuh. Bandung : PT Refika Aditama. ____________ 2008. Tindak- Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Bandung :
Eresco. Prodjomidjojo Martiman. 1995. Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana
Indonesia 1. Jakarta : Pradnya Paramita. Rahardjo, Satjipto. 1982. Ilmu Hukum. Bandung : Alumni.
Simons, Kitab Pelajaran Hukum Pidana Titel Asli: Leerboek van Het Nederlandse Strafrecht Diterjemahkan oleh PAF Lamintang, Bandung,
Pioner Jaya, 1992, hlm 127. Soesilo, R. 1995. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP Serta
Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia. Sofyan, Andi. 2014. Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar Edisi Pertama.
Jakarta : Karisma Putra Utama. Subekti, R dan Tjitrosoedibio. 2005. Kamus Hukum. Jakarta : Pradnya Paramita.
Sudarto. 1990. Hukum Pidana I. Semarang : Yayasan Sudarto Fakultas hukum Universitas Diponegoro Semarang.
B. PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana KUHAP
C. INTERNET
Universitas Sumatera Utara
http:pembelajaranhukumindonesia.blogspot.com201109deelneming.ht ml?m3D1ei=kfoR0_3Alc=idIDs=1m=154host=www.google.co.idts
=1471081773sig=AKOVD64WowTBN1sMjFwRkfR EG6GqPnFntw, Diakses tanggal 13 Agustus 2016 Pukul 17.11 Wib.
http:www.kamusbesarbahasaindonesiaonlinekamusgratis.php?hasil=su kses_id_11 hasil, diakses pada tanggal 25 juli 2016 pukul 22.30 wib.
www.kamushukum.comKH_entris.php?af_in, diakses pada tanggal 25 juli 2016 pukul 23.00 wib.
http:translate.google.co.idtranslate?hl=idsl=nlu=http:www.elfri.be Strafrechtafpersing.htmei=AjlfSunEGI2pkAWXobyoCgsa=Xoi=,
diakses pada tanggal 25 juli 2016 pukul 23.30 wib.
https:zulfanlaw.wordpress.com20080710dasar-pertimbangan-hakim- dalam-menjatuhkan-putusan-bebas-demi-hukum,diakses tanggal 13, Agustus
2016, pukul 18.43. Wib. https:sesukakita.wordpress.com20120528surat-dakwaanmore-
1006,Diakses tanggal 14, Agustus, 2016, Pukul 21.34.Wib. http:elroomey.blogspot.co.id201412pleger-doen-pleger-uitlokker-
medepleger_30.html, diakses tanggal 27,September,,2016, pukul 11.26.Wib. http:panduanhukum.blogspot.co.id201205fungsidandasarpembuatansur
at.html?m=1,diakses pada Tanggal 21 Januari 2017 Pukul 00.51 Wib. http:abdulahffandi.wordpress.com20111007kapan-dapat-dilakukan-
perubahan-surat -dakwaan,Diakses pada Tanggal 21 Januari 2017 Pukul 01.36 Wib.
Universitas Sumatera Utara
BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA
PEMERASAN DENGAN MENGGUNAKAN SENJATA TAJAM YANG DILAKUKAN SECARA BERSAMA-SAMA
Analisis Kasus Putusan Pengadilan Negeri Sibolga Nomor 266Pid.b2014Pn.Sbg
A. Pengaturan Tentang Tindak Pidana Pemerasan dengan Menggunakan
Senjata Tajam yang Dilakukan Secara Bersama-sama dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa dasar hukum yang berlaku di Indonesia dan paling banyak digunakan untuk memutus suatu perkara
pidana adalah Kitab Undang-Undang HuKum Pidana yang selanjutnya akan Penulis sebut sebagai KUHP. Dalam sebagian besar kasus yang tejadi dalam
ruang lingkup hukum pidana, hakim mengadili terdakwanya menggunakan Pasal yang terdapat dalam KUHP.
Peraturan hukum positif utama yang berlaku di Indonesia adalah KUHP, dimana KUHP sendiri merupakan kodifikasi dari hukum pidana dan berlaku
untuk semua golongan penduduk, yaitu golongan timur asing, bumiputera, dan Eropa. Dengan demikian dapat dikatakan ada suatu bentuk kesamaan atau
keseragaman dalam peraturan hukum pidana yang berlaku di Indonesia.
51
Sejak adanya UU No 73 tahun 1958 yang menentukan berlakunya UU no 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana untuk seluruh
Indonesia, hukum pidana materiil Indonesia menjadi seragam untuk seluruh tanah air. Menurut Pasal VI UU no 1 tahun 1946, nama resmi dari KUHP
awalnya adalah “Wetboek Van strafrecht voor Nederlandsch-Indie” yang
51
Sudarto, Op. cit, hlm.16.
Universitas Sumatera Utara
diubah menjadi “Wetboek van Strafrecht” atau dapat pula disebut sebagai “Kitab UndangUndang Hukum Pidana”
52
KUHP mempunyai aturan yang digunakan dalam tindak pidana pemerasan yang dilakukan secara bersama-sama, dimana yang disoroti oleh hukum pidana
tidak hanya mengenai tindak pidana pemerasannya saja, melainkan juga mengenai kebersamaan beberapa orang untuk melakukan tindak pidana tersebut.
Terdapat 2 pasal yang bisa dikenakan dalm kasus tersebut, yaitu : a.
Pasal 368 ayat 1 KUHP b.
Pasal 55 ayat 1 KUHP. Berikut bunyi redaksional dari kedua pasal tersebut:
Pasal 368 ayat 1 KUHP : “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, untuk memberikan barang sesuatu,
yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang,
diancam, karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama
sembilan tahun” Pasal 55 ayat 1 KUHP :
“dipidana sebagai pembuat dader sesuatu perbuatan pidana: Ke-1. Mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan yang turut serta
melakukan perbuatan;Ke-2. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalah gunakan kekuasaan atau martabat,
dengan kekerasan, ancaman, atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain
supaya melakukanperbuatan”. Selanjutnya apabila di kaji kata-perkata dalam pasal tersebut sebagai
berikut:
52
Moeljatno, Op. cit, hlm. V
Universitas Sumatera Utara
Pasal 55 : 1 dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana: Dalam bahasa aslinya yaitu Belanda pelaku kejahatan disebut sebagai
Dader, yang disebut sebagai dader disini adalah pelaku. namun terdapat kerancuan mengenai siapa yang sebenarnya disebut sebagi pelaku. Menurut
memori penjelasan mengenai pembentukan Pasal 55 KUHP, yang harus dipandang sebagai dader
bukan saja mereka “yang telah menggerakkan orang la
in untuk melakukan tindakan pidana”, melainkan juga “mereka yang telah menyuruh melakukan” dan “mereka yang telah turut melakukan suatu tindakan
pidana”. Petikan Pasal 55 KUHP dalam bahasa aslinya berbunyi :
“Als daders van een strafbaar feit worden gestraf” Diartikan bahwa pembentuk undang-undang tersebut tidak memberikan penjelasan tentang siapa yang
seharusnya disebut sebagai pembuat dalam suatu tindak pidana. Para pembuat undang-undang tersebut mungkin telah merasa bahwa siapa yang pantas
diisebut sebagai pelaku telah jelas adanya, namun dalam kenyataanya hal ini sangatlah sulit diterapkan dalam menentukan siapa sebenarnya yang telah
melakukan suatu perbuatan pidana.
53
Dalam ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 55 KUHP terdapat beberapa jenis orang yang masuk dalam kualifikasi pelaku yaitu:
1 Orang yang melakukan atau dalam Bahasa Belanda disebut dengan
pleger ialah seseorang yang dengan sendirian telah melakukan
53
PAF. Lamintang IV, Op. cit, hlm. 583.
Universitas Sumatera Utara
perbuatan yang pada intinya mewujudkan segala elemen yang terdapat dari suatu peristiwa pidana.
2 Orang yang menyuruh melakukan perbuatan itu, dalam Bahasa
Belanda disebut sebagai doen plegen. Disini sedikitnya terdapat dua orang yang melakukan, yang satu berlaku sebagai pleger dan yang
satu berlaku sebagai doen plegen. Jadi bukan doen plegen sendiri yang melakukan tindak pidana yang diinginkannya tetapi ia menyuruh
pleger untuk melakukannya. Kebanyakan orang berlaku sebagai doen plegen agar apabila perbuatan pidana yang ia maksud pada akhirnya
diketahui oleh orang lain dan harus dijatuhi hukuman pidana, ia tidak merasakan imbas dari pemidanaan tersebut. Ada pula orang yang
sengaja menjadi doen plegen dan menyuruh seorang pleger yang tidak dapat dihukum karena dinilai tidak dapat mempertanggung jawabkan
perbuatannya, yang antara lain sering tejadi dalam kasus antara lain : a
Seorang doen plegen menyuruh pleger untuk melakukan suatu perbuatan pidana, dimana karena keadaan jiwanya perbuatan yang
dilakukan oleh pleger tidak dapat dipertanggung jawabkan menurut Pasal 44 KUHP.
b Seorang doen plegen memaksa dengan ancaman yang disertai
kekerasan kepada pleger untuk melakukan suatu perbuatan pidana. Disini keadaan pleger terdesak dan ia dalam keadaan overmacht,
sehingga perbuatannya tersebut tidak dapat dipertanggung
Universitas Sumatera Utara
jawabkan karena ia melindungi dirinya dengan adanya Pasal 48 KUHP.
c Doen plegen yang mempunyai kekuasaan karena jabatannya
menyuruh pleger untuk melakukan suatu perbuatan. Dalam hal ini seorang bawahan, terlebih bagi seorang militer wajib menjalankan
segala perintah dari atasannya. Disini doen plegen berharap perbuatan yang dilakukannya tidak dapat dipidana karena yang
melakukan bukan ia sendiri melainkan melalui plegernya, dan si pleger akan membela diri dengan anggapan ia sedang melakukan
perintah jabatan. 3
Orang yang turut melakukan medepleger Turut melakukan dalam arti kata bersama-sama melakukan. Dalam hal ini sedikitnya harus ada
tiga orang yang melakukan suatu perbuatan pidana. Seorang sebagai doen pleger yang menyuruh seorang pleger untuk melakukan tindakan
pidana yang diinginkannya, kemudian si pleger mengajak orang lain yang akan turut serta melakukan atau disebut sebagai medepleger ini.
Medepleger harus turut serta bersama pleger dalam melakukan perbuatan pidana secara langsung, jadi dalam peristiwa konkretnya
ia turut serta melakukannya. Bukan sekedar membantu pelaksanaan persiapan perbuatan, karena bila demikian yang terjadi, maka
terdapat pengistilahan tersendiri yang disebut sebagai membantu melakukan.
Universitas Sumatera Utara
4 Orang yang dengan pemberian, salah memakai kekuasaan, memakai
kekerasan dengan sengaja membujuk orang lain untuk melakukan perbuatan pidana. Orang itu harus secara sengaja membujuk orang
lain, salah satu upayanya dapat dilakukan dengan memberikan suatu imbalan tertentu, atau dengan kekuasaannyaia dapat menyuruh orang
lain untuk melakukan perbuataan pidana tersebut. Dalam hal ini terdapat dua orang yaitu si pembujuk dan si terbujuk. Apabila tindakan yang
dilakukannya terbukti sebagai suatu tindak pidana dan oleh Pengadilan diproses kasusnya, maka si pembujuk tidak dapat dihukum
atas perbuatannya tersebut, namun si terbujuk dapat dikenai pidana. Hal ini terjadi karena pembujukan dan persetujuan atas hal yang
dibujukkan harusnya melalui kesepakatan antara kedua belah pihak. Sehingga pihak terbujuk dinilai telah menyetujui perbuatan yang
disuruhkan oleh sipembujuk kapadanya dan ia harus mempertanggung jawabakan persetujuan dan perbuatannya tersebut. Sedangkan hal-hal
yang banyak digunakan untuk membujuk adalah : a
Dengan pemberian atau janji. Yang tidak harus dalam wujud konkret seperti uang atau barang, namun dapat pula berupa kata-
kata yang menjanjikan suatu perbuatan yang akan dilakukan oleh si pembujuk apabila si terbujuk telah berhasil melakukan apa
yang diinginkan oleh si pembujuk kepadanya. b
Menggunakan kekuasaan atau pengaruh. Dimana tidak dibatasi oleh kekuasaan yang timbul dari jabatan semata, namun dapat pula
Universitas Sumatera Utara
berupa kekuasaan yang timbul dari suatu hubungan misalnya dalam hubungan keluarga antara seorang suami kepada istrinya
atau seorang ibu kepada anaknya. c
Tipu daya. Dalam hal ini ada pembatasan dalam hal tipu daya yang digunakan. Sehingga yang dibujuk tidak dapat mempertanggung
jawabkan perbuatannya. Karena ia telah ditipu oleh si pembujuk dan ia tidak menyadari bahwa apa yang telah dilakukannya
merupakan suatu perbuatan pidana. d
Memberi kesempatan, daya upaya, atau keterangan. Model ini dalam bahasa Belanda disebut sebagai uitlokking. Dalam hal ini terdapat
kemiripan dengan medeplichtig, dimana sama-sama melibatkan orang lain dalam melakukan suatu perbuatan pidana. Perbedaannya adalah
apabila dalam kasus dengan medeplechtigh yang melakukan adalah sipelaku sendiri namun dengan menggunakan fasilitas atau bantuan
dari orang lain. Maka pada kasus yang terjadi dengan uitlokking, yang memberi kesempatan atau fasilitas adalah si pelaku, namun
ia menyarankan atau memberi kesempatan kepada orang lain untuk melakukannya, sedangkan inisiatif melakukan tetap ada di diri si
pelaku sendiri.
54
Mengenai hal ini Profesor Pompe dalam buku P.A.F. Lamintang berpendapat bahwa
“yang harus dipandang sebagai pelaku itu adalah semua yang disebutkan dalam Pasal 55 KUHP. Hal mana telah dikuatkan oleh
54
R.Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP Serta Komentar- Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, 1995, hlm. 73.
Universitas Sumatera Utara
Memori penjelasan di mana telah dikatakan bahwa semua orang yang telah disebutkan dalam Pasal 55 KUHP adalah pelaku”.
55
Sedangkan Profesor Langemeijer berpendapat mengenai Pasal 55 KUHP sebagi
berikut “apabila orang mendengar perkataaan pelaku, maka menurut pengertiannya yang
umum di dalam tata bahasa, teringatlah orang mula-mula pada orang-orang yang secara sendirian telah memenuhi seluruh rumusan delik. Adalah sudah
jelas bahwa Undang-Undang tidak pernah mempunyai maksud untuk memandang mereka yang telah menyuruh lakukan atau mereka yang
menggerakkan orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana itu sebagi pelaku dalam pengertian seperti yang dimaksud di atas. Sebab apabila mereka
itu harus pula melaksanakan sendiri tindakan pelaksanaanya”.
56
Pendapat Profesor Pompe dan Langemeijer ini tentulah berbeda, sehingga untuk
menghindarkan pemberian arti yang berbeda-beda terhadap perkataan dader dalam Pasal 55 KUHP, Profesor Langemeijer menyarankan agar digunakan
digunakan istilah pleger atau orang yang melakukan. Dan hal ini telah dilakukan, dengan pengistilahan pleger dalam pengertian pelaku dalam Pasal 55
KUHP. Pasal 368 Ayat 1 KUHP :
“Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum memaksa orang lain dengan
kekerasan maupun ancaman kekerasan, supaya orang itu memberikan barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang
itu sendiri, kepunyaan orang lain, atau supaya orang itu membuat hutang atau menghapus piutang dihukum penjara paling lama sembilan
tahun
”
55
PAF.Lamintang IV, Op. cit, hlm. 595.
56
Ibid, hlm. 596.
Universitas Sumatera Utara
Kejadian ini disebut sebagai afpersing atau pemerasan dengan kekerasan. Dimana hal yang dilakukan oleh orang yang dikatakan sebagai
pemeras adalah: a.
Memaksa orang lain. Yaitu melakukan tekanan kepada orang lain, sehingga orang itu melakukan sesuatu yang berlawanan dengan
kehendaknya sendiri. b.
Memberikan barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang itu sendiri, kepunyaan orang lain, atau supaya orang itu
membuat hutang atau menghapus piutang. Disini yang disebut sebagai barang adalah segala sesuatau yang berwujud dan tidak selalu mempunyai
nilai ekonomis. Hewan juga merupakan hal yang dapat disebut sebagai barang dalam pengertian ini, karena hewan dapat digunakan sebagai
objek perbuatan pidana pemerasan oleh seseorang kepada orang lain. Sedangkan daya listrik daan gas dapat dimasukkan dalam kategori barang
karena walaupun tidak berwujud secara nyata dan dapat dipegang secara langsung, namun gas dan daya listrik dapat dialirkan melalui suatu
media untuk dipindahkan. Jadi terdapat kemungkinan dimana seseorang memeras orang lain untuk memberikan gas yang kemudian dimasukkan
dalam suatu tabung, atau untuk memberikan aliran listriknya kepada si pemeras tersebut. Sedangkan pengertian miliknya sendiri atau sebagian milik
orang lain dapat diartikan sebagai barang yang mempunyai dua pemilik, dan kemudian salah seorang pemiliknya memaksa pemilik yang satunya
untuk meyerahkan barang itu sepenuhnya kepadanya, sehingga
Universitas Sumatera Utara
kepemilikkan barang itu mutlak miliknya dan tidak perlu ia bagi dengan orang lain. Hal ini pada kasus konkret sering terjadi pada pembagian warisan,
dimana ahli waris saling berebut untuk dapat menguasai barang objek warisan secara tunggal dan mutlak dalam kekuasaannya, sehingga ia
memeras pihak lainnya untuk meyerahkan barang tersebut dalam kekuasaanya sendiri.
c. Memaksa orang lain dengan. Dalam hal memaksa ia telah memaksakan
kehendak kepada orang lain untuk melakukan apa yang diperintahkannya, hal ini dapat dikatakan sebagai melawan hak dari orang yang dipaksanya
tersebut. Melawan hak sendiri merupakan suatu perbuatan yang melawan hukum, karena seseorang tidak dapat begitu saja memaksakan suatu hal
kepada orang alian, karena hal ini melanggar hak asasi dari korbannya tersebut.
d. Menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan. Melakukan kekerasan
artinya mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang tidak kecil secara tidak sah, misalnya dengan memukul tangan, menyepak, menendang
dan berbagai perbuatan fisik yang lain baik secara tangan kosong atau dengan segala macam senjata. Kekerasan dapat pula dipersamakan
dengan membuat orang lain dalam keadaan tidak berdaya, yang artinya tidak mempunyai kekuatan atau tenaga sama sekali, sehingga tidak dapat
mengadakan perlawanan sedikitpun. Misalnya dengan mengikat tangan dan kaki menggunakan tali atau dengan mengurung korbannya di kamar,
atau dengan memberikan suntikan yang dapat melumpuhkan orang
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Orang yang tidak berdaya itu masih dapat mengetahui apa yang terjadi atas dirinya.
1. Tindak Pidana yang Dilakukan Secara Bersama-samaPenyertaan dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP. a.
Pengertian Penyertaan
Kata “penyertaan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti proses, cara, perbuatan menyertakan atau perbuatan ikut serta mengikuti. Kata
“penyertaan” berarti turut sertanya seseorang atau lebih pada waktu seorang lain melakukan suatu tindak pidana.
Sementara menurut Moeljatno berpendapat bahwa ada penyertaan apabila bukan satu orang yang tersangkut dalam terjadinya perbuatan pidana akan tetapi
beberapa orang. Tersangkutnya dua orang atau lebih dalam suatu tindak pidana dapat terjadi dalam hal :
1 Beberapa orang bersama-sama melakukan suatu delik, atau ;
2 Mungkin hanya seorang saja yang berkehendak berniat dan
merencanakan delik, tetapi delik tersebut tidak dilakukannya tetapi ia mempergunakan orang lain untuk mewujudkan delik tersebut, atau ;
3 Mungkin seorang saja yang melakukan delik sedang orang lain orang itu
dalam mewujudkan delik. Pengertian lain dari deelnemingpenyertaan adalah tindak pidana yang
dilakukan oleh lebih dari satu orang, artinya ada orang lain dalam jumlah tertentu yang turut serta, turut campur, turut berbuat membantu melakukan agar suatu
tindak pidana itu terjadi, atau dalam kata lain, orang yang lebih dari satu orang secara bersama-sama melakukan tindak pidana, sehingga harus dicari
Universitas Sumatera Utara
pertanggungjawaban dan peranan masing-masing peserta dalam peristiwa pidana tersebut.
57
Masalah deelneming atau keturutsertaan itu oleh pembentuk undang- undang telah diatur dalam pasal-pasal 55 dan 56 KUHP. Akan tetapi apa yang
disebut deder itu telah disebutkan oleh pembentuk undang-undang dalam pasal 55 KUHP, sehingga lebih tepatnya kira apabila pembicaraan mengenai ketentuan-
ketentuan pidana dalam pasal-pasal 55 dan 56 KUHP itu disebut sebagai suatu pembicaraan mengenai masalah pelaku dader dan keturutsertaan deelneming
daripada disebut semata-mata sebagai pembicaraan mengenai keturutsertaan saja yakni seperti yang biasanya yang dilakukan oleh penulis Belanda.
Untuk mengetahui kejelasan mengenai apa yang telah dikatakan diatas baiklah kita melihat rumusan-rumusan ketentuan pidana dalam pasal-pasal 55 dan
56 KUHP menurut rumusannya: Ketentuan pidana dalam pasal 55 KUHP berbunyi :
1. Dihukum sebagai Pelaku-pelaku dari suatu tindak pidana yaitu :
a. Mereka yang Melakukan, Menyuruh Melakukan atau Turut Melakukan;
b. Mereka
yang dengan
pemberian-pemberian,janji-janji, dengan
menyalahgunakan kekuasaan atau keterpandangan, dengan kekerasan, ancaman atau dengan menimbulkan kesalahpahaman atau dengan
memberikan kesempatan, sarana-sarana atau keterangan-keteranga, dengan
57
Http:pembelajaranhukumindonesia.blogspot.com201109deelneming.html?m3D1 ei=kfoR0_3Alc=id-
IDs=1m=154host=www.google.co.idts=1471081773sig=AKOVD64WowTBN1sMjFwR kfR EG6GqPnFntw, Diakses tanggal 13,Agustus,2016,Pukul 17.11 Wib.
Universitas Sumatera Utara
sengaja telah menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana yang bersangkutan.
2. Mengenai mereka yang disebutkan terakhir ini, yang dapat
dipertanggungjawabkan terhadap mereka itu hanyalah tindakan-tindakan yang dengan sengaja telah mereka gerakkan untuk dilakukan orang lain,berikut
akibat-akibatnya. Sedangkan ketentuan pidana pada pasal 56 KUHP berbunyi :
1. Dipidana sebagai pembantu kejahatan :
a. Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
b. Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan
untuk melakukan kejahatan. Berdasarkan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, dapatlah diketahui bahwa
menurut KUHP itu dibedakan dalam dua kelompok yaitu:
58
1. Pertama, kelompok orang-orang yang perbuatannya disebabkan oleh Pasal
55 ayat 1, yang dalam hal ini disebut dengan para pembuat mededader, adalah mereka:
a. Yang melakukan plegen, orangnya disebut dengan pelaku atau pleger.
b. Yang menyuruh melakukan doen plegen, orangnya disebut dengan
penyuruh atau doen pleger; c.
Yang turut serta melakukan medeplegen, orangnya disebut dengan pelaku turut serta atau medepleger
58
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum …, Op. cit, hlm. 67
Universitas Sumatera Utara
d. Yang sengaja menganjurkan uitlokken, orangnya disebut dengan penganjur
atau uitlokker 2.
Kedua, yakni orang yang disebut dengan pembantu medeplichtige kejahatan, yang dibedakan menjadi dua:
a. Pemberian bantuan pada saat pelaksanaan kejahatan; dan
b. Pemberian bantuan sebelum pelaksanaan kejahatan.
2. Bentuk-bentuk Penyertaan Deelneming
Bentuk-bentuk deelneming atau keturutsertaan yang ada dalam ketentuan- ketentuan pidana dalam pasal-pasal 55 dan 56 KUHP itu adalah :
a. Mereka yang melakukan Pleger
Plegen adalah orang yang melaakukan sendiri perbuatan yang memenuhi rumusan delik yaitu orang yang bertanggug jawabperadilan Indonesia. Orang
yang mempunyai kekuasaankemampuan untuk mengakhirikeadaan yang terlarang, tetapi membiarkan keadaan yang dilarang berlangsung peradilan
Belanda. Orang yang berkewajiban melarang orang terlarang Pompe. Kedudukan pleger dalam Pasal 55 : Janggal karena pelaku bertanggung jawab
atas perbuatannyapelaku tunggal Dapat dipahami : Pasal 55 menyebut siapa- siapa yang disebut sebagai pembuat, Jadi pleger masuk didalamnya. Mereka
yang bertanggung jawab yang bertanggungjawab sebagai pembuat Pompe. Mereka yang termasuk Golongan ini adalah pelaku tinddak pidana yang
melakukan perbuatannya sendiri, baik dengan alat maupun tidak memakai alat,dengan kata lain, Pleger adalah mereka yang memenuhi seluruh unsure yang
Universitas Sumatera Utara
ada dalam suatu perumusan karakteristik delik pidana dalam setiap pasal. Ada pembuat materil dan ada pembuat formil yang secara berbeda
59
. b.
Orang Yang Menyuruh Melakukan Doen Pleger Orang yang menyuruh melakukan berarti orang yang berniat atau
berkehendak untuk melakukan suatu tindak pidana namun tidak melakukannya sendiri, tetapi melaksanakan niatnya dengan menyuruh orang yang tidak mampu
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Orang yang disuruh melakukan disebut manus manistra.
Orang yang disuruh melakukan perbuatan tersebut atau manus manistra tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan yang disuruhkan tersebut
sehingga tidak dapat dihukum. Hal ini sesuai dengan yurisprudensi Mahkamah Agung Putusan Nomor 137 K Kr 1956 tanggal 1 Desember 1956.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang hanya dapat dikatakan sebagai orang yang menyuruh melakukan apabila orang yang disuruh
adalah orang yang tidak dapat bertanggungjwab atas perbuatan yang disuruhkan. Menurut Prof. Simons sebagaimana dalam buku P.A.F. Lamintang
60
, untuk adanya suatu doen Plegen seperti yang dimaksudkan di dalam pasal 55 ayat
1 angka 1 KUHP itu, orang yang disuruh melakukan itu haruslah memenuhi beberapa syarat tertentu, antara lain :
1 Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu adalah
seorang yang ontoerekeningsvatbaar seperti yang dimaksud dalam pasal 44 KUHP.
59
http:elroomey.blogspot.co.id201412pleger-doen-pleger-uitlokker- medepleger_30.html, diakses tanggal 27,September,,2016, pukul 11.26.Wib.
60
P.A.F.Lamintang IV, Op. cit, hlm.610.
Universitas Sumatera Utara
2 Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana yang
mempunyai suatu dwaling atau suatu kesalapahaman mengenai salah satu unsur dari tindak pidana yang bersangkutan.
3 Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu sama
sekali tidak mempunyai unsur schuld, baik dolus maupun culpa, ataupun apabila orang tersebut tidak memenuhi unsur opzet seperti yang
disyaratkan oleh undang-undang bagi tindak pidana tersebut. 4
Apabila orang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu tidak memenuhi unsur oogmerk, padahal unsur tersebut telah disyaratkan
didalam rumusan undang-undang mengeai tindak pidana tersebut diatas. 5
Apabil orang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu telah melakukannya dibawah pengaruh suatu overmacht atau dibawa pengaruh
suatu keadaan yang memaksa, dan terhadap mana paksaan orang tersebut tidak mampu memberikan suatu perlawanan.
6 Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana dengan itikad
baik telah melaksanakan suatu perintah jawaban tersebut diberikan oleh seorang atasan yang tidak berwenang memberikan perintah semacam itu.
7 Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu tidak
mempunyai suatu hoedanigheid atau suatu sifat tertentu, seperti yang disyaratkan oleh undang-undang yakni sebagai suatu sifat yang harus
dimiliki oleh pelakunya sendiri.
Universitas Sumatera Utara
c. Orang Yang Turut Melakukan Made Pleger
Menurut MvT WvS Belanda diterangkan bahwa turut serta melakukan ialah setiap orang yang sengaja turut berbuat dalam melakukan suatu tindak pidana.
Ada 2 pandangan mengenai turut serta melakukan yaitu pandangan yang sempit yang dianut oleh Van Hamel dan Trapman yang berpendapat bahwa turut
sera melakukan terjadi apabila perbuata masing-masing peserta memuat semua unsur tindak pidana pandangan ini lebih condong pada ajaran objektif . Sedangkan
pandangan yang kedua adalah pandangan luas mengenai pembuat peserta tidak mensyaratkan bahwa perbuatan pelaku peserta harus sama dengan perbuatan
seorang pembuat perbuatanya tidak perlu memenuhi semua rumusan tindak pidana memenuhi semua rumusan tindak pidana. Sudalah cukup memenuhi
sebagian saja dari rumusan tindak pidana asalkan kesengajaannya sama dengan kesengajaan dari pembuat pelaksananya.
Pandangan ini lebih mengarah pada ajaran subjektif pandangan luas ini adalah pandangan yang lebih modern dari pada pandangan lama yang lebih
sempit. Hoge raad dalam arrest-nya ini telah meletakkan dua kriteria tentang
adanya bentuk pembuat peserta, yaitu : 1
Antara para peserta ada kerjasama di insyafi. 2
Para peserta telah sama-sama melaksanakan tindak pidana yang dimakudkan.
Jadi, perbedaan antara pembuat peserta dengan pembuat pelaksana hanyalah dari sudut perbuatan objektif, ialah perbuatan pembuat pelaksana itu
Universitas Sumatera Utara
adalah perbuatan penyelesaian tindak pidana, sedangkan perbuatan pembuat peserta adalah sebagian dari perbuatan pelaksana tindak pidana terdapat
perbedaan juga antara pembuat pelaksana dengan pembuat pesert, adalah dalam hal tindak pidana yang mensyaratkan subjek hukum atau pembuatnya harus
berkualitas tertentu. Orang yang dengan sengaja turut berbuat atau turut mengerjakan sesuatu
yang dilarang menurut undang-undang : Turut mengerjakan sesuatu :
1 Mereka yang memenuhi rumusan delik
2 Salah satu memenuhi semua rumusan delik.
3 Masing-masing hanya memenuhi sebagian rumuusan delik
Syarat : 1
Adanya kerja sama secara sadar bewuste semenwerking 2
Adanya kerjasama secara fisik gazamenlijke uitvoering physieke samenwerking.
d. Orang yang sengaja membujuk Uitlokker.
Orang yang sengaja membujuk diatur dalam Pasal 55 ayat 1 sub. 2 dua KUHP. Beberapa pakar berpendapat bahwa uitlokker termasuk deelneming yang
berdiri sendiri. Secara umum orang yang sengaja membujuk dapat diartikan sebagai
perbuatan yang menggerakkan orang lain melakukan suatu perbuatan terlarang dengan cara dan daya upaya.
Universitas Sumatera Utara
Orang yang sengaja membujuk dengan orang yang menyuruh melakukan memiliki persamaan yaitu sama-sama menggerakkan orang lain untuk melakukan
kehendaknya. Sedangkan perbedaannya adalah pada medepleger orang yang disuruh melakukan tidak dapat dipertanggungjwabkan sedangkan dalam uitlokker
orang yang disuruh melakukan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Perbedaan antara medepleger dengan uitlokker adalah pada medepleger cara
membujuk tidak ditentukan sedangkan dalam uitlokker cara membujuk ditentukan.
Menurut Laden Marpaung unsur-unsur yang ada didalam uitlokker yaitu:
61
1 Kesengajaan pembujuk ditujukan kepada dilakukannya delik atau tindak
pidana tertentu oleh yang dibujuk. 2
Membujuk dengan cara yang ditentukan dalam pasal 55 ayat 1 sub dua KUHP yaitu dengan pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan,
menyalah gunakan kekuasaan, kekerasan, ancaman, tipu daya, dan memberiikan kesempatan, ikhtiar atau keterangan.
3 Orang yang dibujuk sungguh-sungguh telah terbujuk untuk melakukan
tindak pidana tertentu 4
Orang yang terbujuk benar-benar melakukan tindak pidana, atau setidak- tidaknya percobaan atau poging.
61
Leden Marpaung,Unsur-Unsur yang Dapat di Hukum Delik, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 85.
Universitas Sumatera Utara
e. Membantu Melakukan Tindak Pidana Medeplichtgheid.
Medeplichtgheid merupakan suatu onzelfstandige deelneming atau suatu penyertaan yang berdiri sendiri yang berarti bahwa apaka seorang
Medeplichtgheid itu dapat dihukum atau tidak, hal mana bergantung pada kenyataan, yaitu apakah pelakunya sendiri telah melakukan suatu tindak pidana
atau tidak. Membantu atau Medeplichtgheid diatur dalam Pasal 56 KUHP sebagai
pembantu melakukan kejahatan dihukum : 1
Mereka dengan sengaja membantu waktu kejahatan dilakukan. 2
Mereka dengan sengaja memberikan kesempatan,ikhtiar atau keterangan untuk melakukan kejahatan.
Dari rumusan Pasal 56 KUHP Dapat diketahui,bahwa pemberian bantuan seperti yang dimaksudkan diatas haruslah diberikan dengan opzettelijk atau
haruslah diberikan dengan sengaja. Dalam Pasal 57 KUHP, perlu dikatakan bahwa untuk menentukan
hukuman bagi pembantu hanya diperhatikan perbuatan dengan sengaja memperlancar atau memudahkan bagi pelaku untuk mengakibatkan dari suatu
tindak pidana. Membantu bersifat memberiikan bantuan atau memberiikan sokongan
kepada pelaku. Berarti orang yang membantu tidak melakukan tindak pidana hanya memberiikan kemudahan bagi pelaku.
Unsur membantu dalam hal ini memiliki dua unsur yaitu unsur objektif yang terpenuhi apabila perbuatannya tersebut memang dimaksudkan untuk
Universitas Sumatera Utara
memudahkan terjadinya suatu tindak pidana. Kemudian unsur subjektif terpenuhi apabila pelaku mengetahui dengan pasti bahwa perbuatannya tersebut dapat
mempermudah terjadinya tindak pidana.
B. Pertanggungjawaban Pidana dalam Tindak Pidana Pemerasan dengan