PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN Pengaturan Tentang Tindak Pidana Pemerasan dengan Menggunakan

Moeljatno. 2002. Azas-Azas Hukum Pidana. Bandung : Rineka Cipta. Pawennai, Mulyati. 2015. Hukum Pidana. Jakarta : Mitra Wacana Media. Prasetyo, Teguh dan Abdul Halim Barkatullah. 2005. Politik Hukum Pidana: Kajian Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Prodjodikoro, Wirjono. 1989. Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Cetakan ke Tujuh. Bandung : PT Refika Aditama. ____________ 2008. Tindak- Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Bandung : Eresco. Prodjomidjojo Martiman. 1995. Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia 1. Jakarta : Pradnya Paramita. Rahardjo, Satjipto. 1982. Ilmu Hukum. Bandung : Alumni. Simons, Kitab Pelajaran Hukum Pidana Titel Asli: Leerboek van Het Nederlandse Strafrecht Diterjemahkan oleh PAF Lamintang, Bandung, Pioner Jaya, 1992, hlm 127. Soesilo, R. 1995. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia. Sofyan, Andi. 2014. Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar Edisi Pertama. Jakarta : Karisma Putra Utama. Subekti, R dan Tjitrosoedibio. 2005. Kamus Hukum. Jakarta : Pradnya Paramita. Sudarto. 1990. Hukum Pidana I. Semarang : Yayasan Sudarto Fakultas hukum Universitas Diponegoro Semarang.

B. PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP

C. INTERNET

Universitas Sumatera Utara http:pembelajaranhukumindonesia.blogspot.com201109deelneming.ht ml?m3D1ei=kfoR0_3Alc=idIDs=1m=154host=www.google.co.idts =1471081773sig=AKOVD64WowTBN1sMjFwRkfR EG6GqPnFntw, Diakses tanggal 13 Agustus 2016 Pukul 17.11 Wib. http:www.kamusbesarbahasaindonesiaonlinekamusgratis.php?hasil=su kses_id_11 hasil, diakses pada tanggal 25 juli 2016 pukul 22.30 wib. www.kamushukum.comKH_entris.php?af_in, diakses pada tanggal 25 juli 2016 pukul 23.00 wib. http:translate.google.co.idtranslate?hl=idsl=nlu=http:www.elfri.be Strafrechtafpersing.htmei=AjlfSunEGI2pkAWXobyoCgsa=Xoi=, diakses pada tanggal 25 juli 2016 pukul 23.30 wib. https:zulfanlaw.wordpress.com20080710dasar-pertimbangan-hakim- dalam-menjatuhkan-putusan-bebas-demi-hukum,diakses tanggal 13, Agustus 2016, pukul 18.43. Wib. https:sesukakita.wordpress.com20120528surat-dakwaanmore- 1006,Diakses tanggal 14, Agustus, 2016, Pukul 21.34.Wib. http:elroomey.blogspot.co.id201412pleger-doen-pleger-uitlokker- medepleger_30.html, diakses tanggal 27,September,,2016, pukul 11.26.Wib. http:panduanhukum.blogspot.co.id201205fungsidandasarpembuatansur at.html?m=1,diakses pada Tanggal 21 Januari 2017 Pukul 00.51 Wib. http:abdulahffandi.wordpress.com20111007kapan-dapat-dilakukan- perubahan-surat -dakwaan,Diakses pada Tanggal 21 Januari 2017 Pukul 01.36 Wib. Universitas Sumatera Utara

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA

PEMERASAN DENGAN MENGGUNAKAN SENJATA TAJAM YANG DILAKUKAN SECARA BERSAMA-SAMA Analisis Kasus Putusan Pengadilan Negeri Sibolga Nomor 266Pid.b2014Pn.Sbg

A. Pengaturan Tentang Tindak Pidana Pemerasan dengan Menggunakan

Senjata Tajam yang Dilakukan Secara Bersama-sama dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa dasar hukum yang berlaku di Indonesia dan paling banyak digunakan untuk memutus suatu perkara pidana adalah Kitab Undang-Undang HuKum Pidana yang selanjutnya akan Penulis sebut sebagai KUHP. Dalam sebagian besar kasus yang tejadi dalam ruang lingkup hukum pidana, hakim mengadili terdakwanya menggunakan Pasal yang terdapat dalam KUHP. Peraturan hukum positif utama yang berlaku di Indonesia adalah KUHP, dimana KUHP sendiri merupakan kodifikasi dari hukum pidana dan berlaku untuk semua golongan penduduk, yaitu golongan timur asing, bumiputera, dan Eropa. Dengan demikian dapat dikatakan ada suatu bentuk kesamaan atau keseragaman dalam peraturan hukum pidana yang berlaku di Indonesia. 51 Sejak adanya UU No 73 tahun 1958 yang menentukan berlakunya UU no 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana untuk seluruh Indonesia, hukum pidana materiil Indonesia menjadi seragam untuk seluruh tanah air. Menurut Pasal VI UU no 1 tahun 1946, nama resmi dari KUHP awalnya adalah “Wetboek Van strafrecht voor Nederlandsch-Indie” yang 51 Sudarto, Op. cit, hlm.16. Universitas Sumatera Utara diubah menjadi “Wetboek van Strafrecht” atau dapat pula disebut sebagai “Kitab UndangUndang Hukum Pidana” 52 KUHP mempunyai aturan yang digunakan dalam tindak pidana pemerasan yang dilakukan secara bersama-sama, dimana yang disoroti oleh hukum pidana tidak hanya mengenai tindak pidana pemerasannya saja, melainkan juga mengenai kebersamaan beberapa orang untuk melakukan tindak pidana tersebut. Terdapat 2 pasal yang bisa dikenakan dalm kasus tersebut, yaitu : a. Pasal 368 ayat 1 KUHP b. Pasal 55 ayat 1 KUHP. Berikut bunyi redaksional dari kedua pasal tersebut: Pasal 368 ayat 1 KUHP : “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun” Pasal 55 ayat 1 KUHP : “dipidana sebagai pembuat dader sesuatu perbuatan pidana: Ke-1. Mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan;Ke-2. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalah gunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman, atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukanperbuatan”. Selanjutnya apabila di kaji kata-perkata dalam pasal tersebut sebagai berikut: 52 Moeljatno, Op. cit, hlm. V Universitas Sumatera Utara Pasal 55 : 1 dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana: Dalam bahasa aslinya yaitu Belanda pelaku kejahatan disebut sebagai Dader, yang disebut sebagai dader disini adalah pelaku. namun terdapat kerancuan mengenai siapa yang sebenarnya disebut sebagi pelaku. Menurut memori penjelasan mengenai pembentukan Pasal 55 KUHP, yang harus dipandang sebagai dader bukan saja mereka “yang telah menggerakkan orang la in untuk melakukan tindakan pidana”, melainkan juga “mereka yang telah menyuruh melakukan” dan “mereka yang telah turut melakukan suatu tindakan pidana”. Petikan Pasal 55 KUHP dalam bahasa aslinya berbunyi : “Als daders van een strafbaar feit worden gestraf” Diartikan bahwa pembentuk undang-undang tersebut tidak memberikan penjelasan tentang siapa yang seharusnya disebut sebagai pembuat dalam suatu tindak pidana. Para pembuat undang-undang tersebut mungkin telah merasa bahwa siapa yang pantas diisebut sebagai pelaku telah jelas adanya, namun dalam kenyataanya hal ini sangatlah sulit diterapkan dalam menentukan siapa sebenarnya yang telah melakukan suatu perbuatan pidana. 53 Dalam ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 55 KUHP terdapat beberapa jenis orang yang masuk dalam kualifikasi pelaku yaitu: 1 Orang yang melakukan atau dalam Bahasa Belanda disebut dengan pleger ialah seseorang yang dengan sendirian telah melakukan 53 PAF. Lamintang IV, Op. cit, hlm. 583. Universitas Sumatera Utara perbuatan yang pada intinya mewujudkan segala elemen yang terdapat dari suatu peristiwa pidana. 2 Orang yang menyuruh melakukan perbuatan itu, dalam Bahasa Belanda disebut sebagai doen plegen. Disini sedikitnya terdapat dua orang yang melakukan, yang satu berlaku sebagai pleger dan yang satu berlaku sebagai doen plegen. Jadi bukan doen plegen sendiri yang melakukan tindak pidana yang diinginkannya tetapi ia menyuruh pleger untuk melakukannya. Kebanyakan orang berlaku sebagai doen plegen agar apabila perbuatan pidana yang ia maksud pada akhirnya diketahui oleh orang lain dan harus dijatuhi hukuman pidana, ia tidak merasakan imbas dari pemidanaan tersebut. Ada pula orang yang sengaja menjadi doen plegen dan menyuruh seorang pleger yang tidak dapat dihukum karena dinilai tidak dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya, yang antara lain sering tejadi dalam kasus antara lain : a Seorang doen plegen menyuruh pleger untuk melakukan suatu perbuatan pidana, dimana karena keadaan jiwanya perbuatan yang dilakukan oleh pleger tidak dapat dipertanggung jawabkan menurut Pasal 44 KUHP. b Seorang doen plegen memaksa dengan ancaman yang disertai kekerasan kepada pleger untuk melakukan suatu perbuatan pidana. Disini keadaan pleger terdesak dan ia dalam keadaan overmacht, sehingga perbuatannya tersebut tidak dapat dipertanggung Universitas Sumatera Utara jawabkan karena ia melindungi dirinya dengan adanya Pasal 48 KUHP. c Doen plegen yang mempunyai kekuasaan karena jabatannya menyuruh pleger untuk melakukan suatu perbuatan. Dalam hal ini seorang bawahan, terlebih bagi seorang militer wajib menjalankan segala perintah dari atasannya. Disini doen plegen berharap perbuatan yang dilakukannya tidak dapat dipidana karena yang melakukan bukan ia sendiri melainkan melalui plegernya, dan si pleger akan membela diri dengan anggapan ia sedang melakukan perintah jabatan. 3 Orang yang turut melakukan medepleger Turut melakukan dalam arti kata bersama-sama melakukan. Dalam hal ini sedikitnya harus ada tiga orang yang melakukan suatu perbuatan pidana. Seorang sebagai doen pleger yang menyuruh seorang pleger untuk melakukan tindakan pidana yang diinginkannya, kemudian si pleger mengajak orang lain yang akan turut serta melakukan atau disebut sebagai medepleger ini. Medepleger harus turut serta bersama pleger dalam melakukan perbuatan pidana secara langsung, jadi dalam peristiwa konkretnya ia turut serta melakukannya. Bukan sekedar membantu pelaksanaan persiapan perbuatan, karena bila demikian yang terjadi, maka terdapat pengistilahan tersendiri yang disebut sebagai membantu melakukan. Universitas Sumatera Utara 4 Orang yang dengan pemberian, salah memakai kekuasaan, memakai kekerasan dengan sengaja membujuk orang lain untuk melakukan perbuatan pidana. Orang itu harus secara sengaja membujuk orang lain, salah satu upayanya dapat dilakukan dengan memberikan suatu imbalan tertentu, atau dengan kekuasaannyaia dapat menyuruh orang lain untuk melakukan perbuataan pidana tersebut. Dalam hal ini terdapat dua orang yaitu si pembujuk dan si terbujuk. Apabila tindakan yang dilakukannya terbukti sebagai suatu tindak pidana dan oleh Pengadilan diproses kasusnya, maka si pembujuk tidak dapat dihukum atas perbuatannya tersebut, namun si terbujuk dapat dikenai pidana. Hal ini terjadi karena pembujukan dan persetujuan atas hal yang dibujukkan harusnya melalui kesepakatan antara kedua belah pihak. Sehingga pihak terbujuk dinilai telah menyetujui perbuatan yang disuruhkan oleh sipembujuk kapadanya dan ia harus mempertanggung jawabakan persetujuan dan perbuatannya tersebut. Sedangkan hal-hal yang banyak digunakan untuk membujuk adalah : a Dengan pemberian atau janji. Yang tidak harus dalam wujud konkret seperti uang atau barang, namun dapat pula berupa kata- kata yang menjanjikan suatu perbuatan yang akan dilakukan oleh si pembujuk apabila si terbujuk telah berhasil melakukan apa yang diinginkan oleh si pembujuk kepadanya. b Menggunakan kekuasaan atau pengaruh. Dimana tidak dibatasi oleh kekuasaan yang timbul dari jabatan semata, namun dapat pula Universitas Sumatera Utara berupa kekuasaan yang timbul dari suatu hubungan misalnya dalam hubungan keluarga antara seorang suami kepada istrinya atau seorang ibu kepada anaknya. c Tipu daya. Dalam hal ini ada pembatasan dalam hal tipu daya yang digunakan. Sehingga yang dibujuk tidak dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya. Karena ia telah ditipu oleh si pembujuk dan ia tidak menyadari bahwa apa yang telah dilakukannya merupakan suatu perbuatan pidana. d Memberi kesempatan, daya upaya, atau keterangan. Model ini dalam bahasa Belanda disebut sebagai uitlokking. Dalam hal ini terdapat kemiripan dengan medeplichtig, dimana sama-sama melibatkan orang lain dalam melakukan suatu perbuatan pidana. Perbedaannya adalah apabila dalam kasus dengan medeplechtigh yang melakukan adalah sipelaku sendiri namun dengan menggunakan fasilitas atau bantuan dari orang lain. Maka pada kasus yang terjadi dengan uitlokking, yang memberi kesempatan atau fasilitas adalah si pelaku, namun ia menyarankan atau memberi kesempatan kepada orang lain untuk melakukannya, sedangkan inisiatif melakukan tetap ada di diri si pelaku sendiri. 54 Mengenai hal ini Profesor Pompe dalam buku P.A.F. Lamintang berpendapat bahwa “yang harus dipandang sebagai pelaku itu adalah semua yang disebutkan dalam Pasal 55 KUHP. Hal mana telah dikuatkan oleh 54 R.Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP Serta Komentar- Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, 1995, hlm. 73. Universitas Sumatera Utara Memori penjelasan di mana telah dikatakan bahwa semua orang yang telah disebutkan dalam Pasal 55 KUHP adalah pelaku”. 55 Sedangkan Profesor Langemeijer berpendapat mengenai Pasal 55 KUHP sebagi berikut “apabila orang mendengar perkataaan pelaku, maka menurut pengertiannya yang umum di dalam tata bahasa, teringatlah orang mula-mula pada orang-orang yang secara sendirian telah memenuhi seluruh rumusan delik. Adalah sudah jelas bahwa Undang-Undang tidak pernah mempunyai maksud untuk memandang mereka yang telah menyuruh lakukan atau mereka yang menggerakkan orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana itu sebagi pelaku dalam pengertian seperti yang dimaksud di atas. Sebab apabila mereka itu harus pula melaksanakan sendiri tindakan pelaksanaanya”. 56 Pendapat Profesor Pompe dan Langemeijer ini tentulah berbeda, sehingga untuk menghindarkan pemberian arti yang berbeda-beda terhadap perkataan dader dalam Pasal 55 KUHP, Profesor Langemeijer menyarankan agar digunakan digunakan istilah pleger atau orang yang melakukan. Dan hal ini telah dilakukan, dengan pengistilahan pleger dalam pengertian pelaku dalam Pasal 55 KUHP. Pasal 368 Ayat 1 KUHP : “Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum memaksa orang lain dengan kekerasan maupun ancaman kekerasan, supaya orang itu memberikan barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang itu sendiri, kepunyaan orang lain, atau supaya orang itu membuat hutang atau menghapus piutang dihukum penjara paling lama sembilan tahun ” 55 PAF.Lamintang IV, Op. cit, hlm. 595. 56 Ibid, hlm. 596. Universitas Sumatera Utara Kejadian ini disebut sebagai afpersing atau pemerasan dengan kekerasan. Dimana hal yang dilakukan oleh orang yang dikatakan sebagai pemeras adalah: a. Memaksa orang lain. Yaitu melakukan tekanan kepada orang lain, sehingga orang itu melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kehendaknya sendiri. b. Memberikan barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang itu sendiri, kepunyaan orang lain, atau supaya orang itu membuat hutang atau menghapus piutang. Disini yang disebut sebagai barang adalah segala sesuatau yang berwujud dan tidak selalu mempunyai nilai ekonomis. Hewan juga merupakan hal yang dapat disebut sebagai barang dalam pengertian ini, karena hewan dapat digunakan sebagai objek perbuatan pidana pemerasan oleh seseorang kepada orang lain. Sedangkan daya listrik daan gas dapat dimasukkan dalam kategori barang karena walaupun tidak berwujud secara nyata dan dapat dipegang secara langsung, namun gas dan daya listrik dapat dialirkan melalui suatu media untuk dipindahkan. Jadi terdapat kemungkinan dimana seseorang memeras orang lain untuk memberikan gas yang kemudian dimasukkan dalam suatu tabung, atau untuk memberikan aliran listriknya kepada si pemeras tersebut. Sedangkan pengertian miliknya sendiri atau sebagian milik orang lain dapat diartikan sebagai barang yang mempunyai dua pemilik, dan kemudian salah seorang pemiliknya memaksa pemilik yang satunya untuk meyerahkan barang itu sepenuhnya kepadanya, sehingga Universitas Sumatera Utara kepemilikkan barang itu mutlak miliknya dan tidak perlu ia bagi dengan orang lain. Hal ini pada kasus konkret sering terjadi pada pembagian warisan, dimana ahli waris saling berebut untuk dapat menguasai barang objek warisan secara tunggal dan mutlak dalam kekuasaannya, sehingga ia memeras pihak lainnya untuk meyerahkan barang tersebut dalam kekuasaanya sendiri. c. Memaksa orang lain dengan. Dalam hal memaksa ia telah memaksakan kehendak kepada orang lain untuk melakukan apa yang diperintahkannya, hal ini dapat dikatakan sebagai melawan hak dari orang yang dipaksanya tersebut. Melawan hak sendiri merupakan suatu perbuatan yang melawan hukum, karena seseorang tidak dapat begitu saja memaksakan suatu hal kepada orang alian, karena hal ini melanggar hak asasi dari korbannya tersebut. d. Menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan. Melakukan kekerasan artinya mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang tidak kecil secara tidak sah, misalnya dengan memukul tangan, menyepak, menendang dan berbagai perbuatan fisik yang lain baik secara tangan kosong atau dengan segala macam senjata. Kekerasan dapat pula dipersamakan dengan membuat orang lain dalam keadaan tidak berdaya, yang artinya tidak mempunyai kekuatan atau tenaga sama sekali, sehingga tidak dapat mengadakan perlawanan sedikitpun. Misalnya dengan mengikat tangan dan kaki menggunakan tali atau dengan mengurung korbannya di kamar, atau dengan memberikan suntikan yang dapat melumpuhkan orang Universitas Sumatera Utara tersebut. Orang yang tidak berdaya itu masih dapat mengetahui apa yang terjadi atas dirinya.

1. Tindak Pidana yang Dilakukan Secara Bersama-samaPenyertaan dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP. a. Pengertian Penyertaan Kata “penyertaan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti proses, cara, perbuatan menyertakan atau perbuatan ikut serta mengikuti. Kata “penyertaan” berarti turut sertanya seseorang atau lebih pada waktu seorang lain melakukan suatu tindak pidana. Sementara menurut Moeljatno berpendapat bahwa ada penyertaan apabila bukan satu orang yang tersangkut dalam terjadinya perbuatan pidana akan tetapi beberapa orang. Tersangkutnya dua orang atau lebih dalam suatu tindak pidana dapat terjadi dalam hal : 1 Beberapa orang bersama-sama melakukan suatu delik, atau ; 2 Mungkin hanya seorang saja yang berkehendak berniat dan merencanakan delik, tetapi delik tersebut tidak dilakukannya tetapi ia mempergunakan orang lain untuk mewujudkan delik tersebut, atau ; 3 Mungkin seorang saja yang melakukan delik sedang orang lain orang itu dalam mewujudkan delik. Pengertian lain dari deelnemingpenyertaan adalah tindak pidana yang dilakukan oleh lebih dari satu orang, artinya ada orang lain dalam jumlah tertentu yang turut serta, turut campur, turut berbuat membantu melakukan agar suatu tindak pidana itu terjadi, atau dalam kata lain, orang yang lebih dari satu orang secara bersama-sama melakukan tindak pidana, sehingga harus dicari Universitas Sumatera Utara pertanggungjawaban dan peranan masing-masing peserta dalam peristiwa pidana tersebut. 57 Masalah deelneming atau keturutsertaan itu oleh pembentuk undang- undang telah diatur dalam pasal-pasal 55 dan 56 KUHP. Akan tetapi apa yang disebut deder itu telah disebutkan oleh pembentuk undang-undang dalam pasal 55 KUHP, sehingga lebih tepatnya kira apabila pembicaraan mengenai ketentuan- ketentuan pidana dalam pasal-pasal 55 dan 56 KUHP itu disebut sebagai suatu pembicaraan mengenai masalah pelaku dader dan keturutsertaan deelneming daripada disebut semata-mata sebagai pembicaraan mengenai keturutsertaan saja yakni seperti yang biasanya yang dilakukan oleh penulis Belanda. Untuk mengetahui kejelasan mengenai apa yang telah dikatakan diatas baiklah kita melihat rumusan-rumusan ketentuan pidana dalam pasal-pasal 55 dan 56 KUHP menurut rumusannya: Ketentuan pidana dalam pasal 55 KUHP berbunyi : 1. Dihukum sebagai Pelaku-pelaku dari suatu tindak pidana yaitu : a. Mereka yang Melakukan, Menyuruh Melakukan atau Turut Melakukan; b. Mereka yang dengan pemberian-pemberian,janji-janji, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau keterpandangan, dengan kekerasan, ancaman atau dengan menimbulkan kesalahpahaman atau dengan memberikan kesempatan, sarana-sarana atau keterangan-keteranga, dengan 57 Http:pembelajaranhukumindonesia.blogspot.com201109deelneming.html?m3D1 ei=kfoR0_3Alc=id- IDs=1m=154host=www.google.co.idts=1471081773sig=AKOVD64WowTBN1sMjFwR kfR EG6GqPnFntw, Diakses tanggal 13,Agustus,2016,Pukul 17.11 Wib. Universitas Sumatera Utara sengaja telah menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana yang bersangkutan. 2. Mengenai mereka yang disebutkan terakhir ini, yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap mereka itu hanyalah tindakan-tindakan yang dengan sengaja telah mereka gerakkan untuk dilakukan orang lain,berikut akibat-akibatnya. Sedangkan ketentuan pidana pada pasal 56 KUHP berbunyi : 1. Dipidana sebagai pembantu kejahatan : a. Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan; b. Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan. Berdasarkan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, dapatlah diketahui bahwa menurut KUHP itu dibedakan dalam dua kelompok yaitu: 58 1. Pertama, kelompok orang-orang yang perbuatannya disebabkan oleh Pasal 55 ayat 1, yang dalam hal ini disebut dengan para pembuat mededader, adalah mereka: a. Yang melakukan plegen, orangnya disebut dengan pelaku atau pleger. b. Yang menyuruh melakukan doen plegen, orangnya disebut dengan penyuruh atau doen pleger; c. Yang turut serta melakukan medeplegen, orangnya disebut dengan pelaku turut serta atau medepleger 58 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum …, Op. cit, hlm. 67 Universitas Sumatera Utara d. Yang sengaja menganjurkan uitlokken, orangnya disebut dengan penganjur atau uitlokker 2. Kedua, yakni orang yang disebut dengan pembantu medeplichtige kejahatan, yang dibedakan menjadi dua: a. Pemberian bantuan pada saat pelaksanaan kejahatan; dan b. Pemberian bantuan sebelum pelaksanaan kejahatan.

2. Bentuk-bentuk Penyertaan Deelneming

Bentuk-bentuk deelneming atau keturutsertaan yang ada dalam ketentuan- ketentuan pidana dalam pasal-pasal 55 dan 56 KUHP itu adalah : a. Mereka yang melakukan Pleger Plegen adalah orang yang melaakukan sendiri perbuatan yang memenuhi rumusan delik yaitu orang yang bertanggug jawabperadilan Indonesia. Orang yang mempunyai kekuasaankemampuan untuk mengakhirikeadaan yang terlarang, tetapi membiarkan keadaan yang dilarang berlangsung peradilan Belanda. Orang yang berkewajiban melarang orang terlarang Pompe. Kedudukan pleger dalam Pasal 55 : Janggal karena pelaku bertanggung jawab atas perbuatannyapelaku tunggal Dapat dipahami : Pasal 55 menyebut siapa- siapa yang disebut sebagai pembuat, Jadi pleger masuk didalamnya. Mereka yang bertanggung jawab yang bertanggungjawab sebagai pembuat Pompe. Mereka yang termasuk Golongan ini adalah pelaku tinddak pidana yang melakukan perbuatannya sendiri, baik dengan alat maupun tidak memakai alat,dengan kata lain, Pleger adalah mereka yang memenuhi seluruh unsure yang Universitas Sumatera Utara ada dalam suatu perumusan karakteristik delik pidana dalam setiap pasal. Ada pembuat materil dan ada pembuat formil yang secara berbeda 59 . b. Orang Yang Menyuruh Melakukan Doen Pleger Orang yang menyuruh melakukan berarti orang yang berniat atau berkehendak untuk melakukan suatu tindak pidana namun tidak melakukannya sendiri, tetapi melaksanakan niatnya dengan menyuruh orang yang tidak mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya. Orang yang disuruh melakukan disebut manus manistra. Orang yang disuruh melakukan perbuatan tersebut atau manus manistra tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan yang disuruhkan tersebut sehingga tidak dapat dihukum. Hal ini sesuai dengan yurisprudensi Mahkamah Agung Putusan Nomor 137 K Kr 1956 tanggal 1 Desember 1956. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang hanya dapat dikatakan sebagai orang yang menyuruh melakukan apabila orang yang disuruh adalah orang yang tidak dapat bertanggungjwab atas perbuatan yang disuruhkan. Menurut Prof. Simons sebagaimana dalam buku P.A.F. Lamintang 60 , untuk adanya suatu doen Plegen seperti yang dimaksudkan di dalam pasal 55 ayat 1 angka 1 KUHP itu, orang yang disuruh melakukan itu haruslah memenuhi beberapa syarat tertentu, antara lain : 1 Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu adalah seorang yang ontoerekeningsvatbaar seperti yang dimaksud dalam pasal 44 KUHP. 59 http:elroomey.blogspot.co.id201412pleger-doen-pleger-uitlokker- medepleger_30.html, diakses tanggal 27,September,,2016, pukul 11.26.Wib. 60 P.A.F.Lamintang IV, Op. cit, hlm.610. Universitas Sumatera Utara 2 Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana yang mempunyai suatu dwaling atau suatu kesalapahaman mengenai salah satu unsur dari tindak pidana yang bersangkutan. 3 Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu sama sekali tidak mempunyai unsur schuld, baik dolus maupun culpa, ataupun apabila orang tersebut tidak memenuhi unsur opzet seperti yang disyaratkan oleh undang-undang bagi tindak pidana tersebut. 4 Apabila orang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu tidak memenuhi unsur oogmerk, padahal unsur tersebut telah disyaratkan didalam rumusan undang-undang mengeai tindak pidana tersebut diatas. 5 Apabil orang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu telah melakukannya dibawah pengaruh suatu overmacht atau dibawa pengaruh suatu keadaan yang memaksa, dan terhadap mana paksaan orang tersebut tidak mampu memberikan suatu perlawanan. 6 Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana dengan itikad baik telah melaksanakan suatu perintah jawaban tersebut diberikan oleh seorang atasan yang tidak berwenang memberikan perintah semacam itu. 7 Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu tidak mempunyai suatu hoedanigheid atau suatu sifat tertentu, seperti yang disyaratkan oleh undang-undang yakni sebagai suatu sifat yang harus dimiliki oleh pelakunya sendiri. Universitas Sumatera Utara c. Orang Yang Turut Melakukan Made Pleger Menurut MvT WvS Belanda diterangkan bahwa turut serta melakukan ialah setiap orang yang sengaja turut berbuat dalam melakukan suatu tindak pidana. Ada 2 pandangan mengenai turut serta melakukan yaitu pandangan yang sempit yang dianut oleh Van Hamel dan Trapman yang berpendapat bahwa turut sera melakukan terjadi apabila perbuata masing-masing peserta memuat semua unsur tindak pidana pandangan ini lebih condong pada ajaran objektif . Sedangkan pandangan yang kedua adalah pandangan luas mengenai pembuat peserta tidak mensyaratkan bahwa perbuatan pelaku peserta harus sama dengan perbuatan seorang pembuat perbuatanya tidak perlu memenuhi semua rumusan tindak pidana memenuhi semua rumusan tindak pidana. Sudalah cukup memenuhi sebagian saja dari rumusan tindak pidana asalkan kesengajaannya sama dengan kesengajaan dari pembuat pelaksananya. Pandangan ini lebih mengarah pada ajaran subjektif pandangan luas ini adalah pandangan yang lebih modern dari pada pandangan lama yang lebih sempit. Hoge raad dalam arrest-nya ini telah meletakkan dua kriteria tentang adanya bentuk pembuat peserta, yaitu : 1 Antara para peserta ada kerjasama di insyafi. 2 Para peserta telah sama-sama melaksanakan tindak pidana yang dimakudkan. Jadi, perbedaan antara pembuat peserta dengan pembuat pelaksana hanyalah dari sudut perbuatan objektif, ialah perbuatan pembuat pelaksana itu Universitas Sumatera Utara adalah perbuatan penyelesaian tindak pidana, sedangkan perbuatan pembuat peserta adalah sebagian dari perbuatan pelaksana tindak pidana terdapat perbedaan juga antara pembuat pelaksana dengan pembuat pesert, adalah dalam hal tindak pidana yang mensyaratkan subjek hukum atau pembuatnya harus berkualitas tertentu. Orang yang dengan sengaja turut berbuat atau turut mengerjakan sesuatu yang dilarang menurut undang-undang : Turut mengerjakan sesuatu : 1 Mereka yang memenuhi rumusan delik 2 Salah satu memenuhi semua rumusan delik. 3 Masing-masing hanya memenuhi sebagian rumuusan delik Syarat : 1 Adanya kerja sama secara sadar bewuste semenwerking 2 Adanya kerjasama secara fisik gazamenlijke uitvoering physieke samenwerking. d. Orang yang sengaja membujuk Uitlokker. Orang yang sengaja membujuk diatur dalam Pasal 55 ayat 1 sub. 2 dua KUHP. Beberapa pakar berpendapat bahwa uitlokker termasuk deelneming yang berdiri sendiri. Secara umum orang yang sengaja membujuk dapat diartikan sebagai perbuatan yang menggerakkan orang lain melakukan suatu perbuatan terlarang dengan cara dan daya upaya. Universitas Sumatera Utara Orang yang sengaja membujuk dengan orang yang menyuruh melakukan memiliki persamaan yaitu sama-sama menggerakkan orang lain untuk melakukan kehendaknya. Sedangkan perbedaannya adalah pada medepleger orang yang disuruh melakukan tidak dapat dipertanggungjwabkan sedangkan dalam uitlokker orang yang disuruh melakukan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Perbedaan antara medepleger dengan uitlokker adalah pada medepleger cara membujuk tidak ditentukan sedangkan dalam uitlokker cara membujuk ditentukan. Menurut Laden Marpaung unsur-unsur yang ada didalam uitlokker yaitu: 61 1 Kesengajaan pembujuk ditujukan kepada dilakukannya delik atau tindak pidana tertentu oleh yang dibujuk. 2 Membujuk dengan cara yang ditentukan dalam pasal 55 ayat 1 sub dua KUHP yaitu dengan pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan, menyalah gunakan kekuasaan, kekerasan, ancaman, tipu daya, dan memberiikan kesempatan, ikhtiar atau keterangan. 3 Orang yang dibujuk sungguh-sungguh telah terbujuk untuk melakukan tindak pidana tertentu 4 Orang yang terbujuk benar-benar melakukan tindak pidana, atau setidak- tidaknya percobaan atau poging. 61 Leden Marpaung,Unsur-Unsur yang Dapat di Hukum Delik, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 85. Universitas Sumatera Utara e. Membantu Melakukan Tindak Pidana Medeplichtgheid. Medeplichtgheid merupakan suatu onzelfstandige deelneming atau suatu penyertaan yang berdiri sendiri yang berarti bahwa apaka seorang Medeplichtgheid itu dapat dihukum atau tidak, hal mana bergantung pada kenyataan, yaitu apakah pelakunya sendiri telah melakukan suatu tindak pidana atau tidak. Membantu atau Medeplichtgheid diatur dalam Pasal 56 KUHP sebagai pembantu melakukan kejahatan dihukum : 1 Mereka dengan sengaja membantu waktu kejahatan dilakukan. 2 Mereka dengan sengaja memberikan kesempatan,ikhtiar atau keterangan untuk melakukan kejahatan. Dari rumusan Pasal 56 KUHP Dapat diketahui,bahwa pemberian bantuan seperti yang dimaksudkan diatas haruslah diberikan dengan opzettelijk atau haruslah diberikan dengan sengaja. Dalam Pasal 57 KUHP, perlu dikatakan bahwa untuk menentukan hukuman bagi pembantu hanya diperhatikan perbuatan dengan sengaja memperlancar atau memudahkan bagi pelaku untuk mengakibatkan dari suatu tindak pidana. Membantu bersifat memberiikan bantuan atau memberiikan sokongan kepada pelaku. Berarti orang yang membantu tidak melakukan tindak pidana hanya memberiikan kemudahan bagi pelaku. Unsur membantu dalam hal ini memiliki dua unsur yaitu unsur objektif yang terpenuhi apabila perbuatannya tersebut memang dimaksudkan untuk Universitas Sumatera Utara memudahkan terjadinya suatu tindak pidana. Kemudian unsur subjektif terpenuhi apabila pelaku mengetahui dengan pasti bahwa perbuatannya tersebut dapat mempermudah terjadinya tindak pidana.

B. Pertanggungjawaban Pidana dalam Tindak Pidana Pemerasan dengan

Dokumen yang terkait

Tindak Pidana Membantu Melakukan Pencurian dengan Kekerasan yang Dilakukan oleh Anak (Studi Putusan Nomor : 03/PID.SUS-Anak/2014/PN.MDN)

1 116 103

Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Aparat Kepolisian Yang Menyebabkan Kematian(Studi Putusan Nomor : 370/Pid.B/2013/Pn.Sim)

1 112 102

Tindak Pidana Korupsi yang Dilakukan Oleh CV Pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di Kota Binjai (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tipikor Nomor 05/Pid.Sus K/2011/PN Medan)

7 61 152

Tinjauan Kriminologi Dan Hukum Pidana Tentang Tindak Pidana Penganiayaan Yang Dilakukan Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tulungagung Nomor : 179/Pid.Sus/2012/PN.Ta)

5 134 138

Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Internet (Studi Kasus Prita Mulyasari)

7 70 93

Tinjauan Psikologi Kriminal Penyimpangan Perilaku Seksual Terhadap Tindak Pidana Mutilasi (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Depok Nomor 1036/PID.B/2009/PN.DEPOK)

18 111 171

Pertimbangan Hakim Terhadap Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Pejabat Negara (Studi Putusan Nomor : 01/Pid.Sus.K/2011/PN.Mdn)

2 43 164

Tinjauan Yuridis Terhadap Upaya Pengembalian Keuangan Negara Atas Tindak Pidana Korupsi Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

0 6 42

BAB I PENDAHULUAN - Tindak Pidana Membantu Melakukan Pencurian dengan Kekerasan yang Dilakukan oleh Anak (Studi Putusan Nomor : 03/PID.SUS-Anak/2014/PN.MDN)

0 0 25

Tinjauan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan)

0 11 90