Keaslian Penulisan Tinjauan Kepustakaan

b. Untuk mengetahui bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana pemerasan dengan menggunakan senjata tajam yang dilakukan secara bersama-sama Analisis kasus putusan Pengadilan Negeri Sibolga nomor 266Pid.B2014PN.Sbg? 2. Manfaat penelitian a. Secara teoritis, penulisan skripsi ini dapat digunakan untuk memberikan gambaran dan uraian yang komprehensif mengenai tindak pidana pemerasan dengan menggunakan senjata tajam yang dilakukan secara bersama-sama, serta menambah wawasan ilmiah baik dalam bidang ini maupun dalam bidang terkait lainnya. b. Secara praktis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi masukan dan tambahan materi bagi para pembacanya baik umum maupun para akademisi ataupun sebagai bahan referensi bagi para mahasiswa yang ingin membahas tentang tindak pidana pemerasan dengan menggunakan senjata tajam yang dilakukan secara bersama-sama.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan di Perpustakaan Pusat Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara maka diketahui bahwa belum pernah dilakukan penulisan yang serupa mengenai “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pemerasan Dengan Menggunakan Senjata Tajam Yang Dilakukan Secara Bersama-sama Studi Kasus Nomor 266Pid.B2014PN.SBG”. Universitas Sumatera Utara Penulisan skripsi ini dimulai dari mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan Pemerasan, peraturan perundang-undangan yang berkaitan, baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan atau media cetak maupun media elektronik. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini adalah ide penulis dan dapat dipertanggungjawabkan secara alamiah dan akademik.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Tindak Pidana

Tindak Pidana dapat dikatakan berupa istilah resmi dalam perundang- undangan negara kita. Dalam hampir seluruh perundangundangan kita menggunakan istilah tindak pidana untuk merumuskan suatu tindakan yang dapat diancam dengan suatu pidana tertentu. 5 Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang di kenal dalam hukum pidana Belanda yaitu “strafbaar feit” 6 Vos merumuskan bahwa suatu strafbaar feit itu adalah kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan. 7 Martiman Prodjomidjojo memberi pendapat bahwa delik itu mengandung perbuatan yang mengandung perlawanan hak yang dilakukan dengan salah dosa oleh seorang yang sempurna akal budinya dan kepada siapa perbuatan patut 5 Adami chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Rajawali Grafindo Persada, Jakarta, 2002. hlm. 67. 6 Mohammad Ekaputra, Dasar-Dasar Hukum Pidana Edisi 2, USU Press, 2013, hlm. 73. 7 Martiman Prodjomidjojo, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia 1, Pradnya Paramita, Jakarta, 1995, hlm. 16. Universitas Sumatera Utara dipertanggung jawabkan. 8 Sedangkan arti delict itu sendiri dalam Kamus Hukum diartikan sebagai delik, tindak pidana, perbuatan yang diancam denagn hukuman. 9 Simons, mengemukakan bahwa strafbaar feit adalah suatu tindakan melawan hukum yang dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang yang dapat dipertanggung jawabkan atas tindakannya, yang dinyatakan sebagai dapat dihukum. 10 Menurut P.A.F Lamintang, pembentuk undang-undang kita telah menggunakan istilah starfbaar feit untuk menyebutkan apa yang kita kenal sebagai tindak pidana di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Perkataan feit itu sendiri dalam Bahasa Belanda berarti sebagian dari kenyataan, sedangkan starfbaar berarti dapat dihukum, hingga secara harafiah perkataan starfbaar feit dapat diterjemahkan sebagai sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum yang sudah barang tentu tidak tepat karena kita ketahui bahwa yang dapat dihukum adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan, maupun tindakan. 11 Adami Chazawi telah menginvertarisir sejumlah istilah yang pernah digunakan baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah strafbaarfeit, yaitu sebagai berikut. 8 Sudarto, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 1990, hlm. 60. 9 R.Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 2005, hlm. 35. 10 Simons, Kitab Pelajaran Hukum Pidana Titel Asli: Leerboek van Het Nederlandse Strafrecht Diterjemahkan oleh PAF Lamintang, Bandung, Pioner Jaya, 1992, hlm 127. 11 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia cetakan ketiga, Bandung, Citra Aditya Bakti,1997, hlm. 181. Universitas Sumatera Utara a. Tindak Pidana ,dapat dikatakan berupa istilah resmi dalam perundang- undangan pidana kita.Dalam hampir seluruh peraturan perundang-undangan menggunakan istilah tindak pidana,seperti dalam UU No.6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.UU No.20 Tahun 2001, dan perundang-undangan lainnya. Ahli hukum yang menggunakan istilah , ini,misalnya seperti Prof.Dr.Wirjono Prodjodikoro,S.H.; b. Peristiwa pidana, digunakan oleh beberapa ahli hukum , misalnya : Mr.R. Tresna dalam bukunya “Azas-azas Hukum Pidana Mr.Drs.H.J van Schravendijk dalam buku pelajaran tentang Hukum Pidana Indonesia, Prof.A.Zainal Abidin, S.H dalam bukunya “Hukum Pidana”. Pembentuk UU juga pernah menggunakan istilah peristiwa pidana, yaitu dalam UUD‟S 1950; c. Delik, yang sebenarnya berasal dari bahasa latin “delictum” juga digunakan untuk menggambarkan tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit. Istilah ini dapat dijumpai dalam literatur ,misalnya prof.Drs.E.Utrecht,S.H, walaupu juga beliau menggunakan istilah lain yakni peristiwa pidana dalam buku Hukum Pidana.Prof.A.Zainal Abidin dalam buku beliau “Hukum Pidana I” Prof.Moeljatno pernah juga menggunakan istilah ini seperti pada judul buku “Delik-delik Percobaan Delik-delik Penyertaan”, walaupun menurutnya lebih tepat dipergunakan istilah perbuatan pidana. d. Pelanggaran pidana, dapat di jumpai dalam buku Mr .M.H.Tirtaamidjaja yang berjudul pokok-pokok Hukum Pidana; e. Perbuatan yang boleh dihukum, istilah ini digunakan oleh M.Karni dalam buku beliau “ Ringkasan tentang Hukum Pidana Begitu juga Schravendijk dalam bukunya “Buku Pelajaran Tentang Hukum Pidana Indonesia”. f. Perbuatan yang dapat dihukum, digunakan oleh pembentuk Undan-Undang di dalam UU No.12Drt1951 tentang Senjata Api dan Bahan Peledak pasal 3 Dari berbagai pengertian di atas dapat kita simpulkan bawasannya tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang dapat bertanggung jawab atas tindakannya tersebut. Dimana tindakan yang dilakukannya tersebut adalah tindakan yang melawan atau melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga tindakan tersebut dapat diancam dengan suatu pidana yang bermaksud memberi efek jera, baik bagi individu yang melakukannya maupun bagi orang lain yang mengetahuinya. Universitas Sumatera Utara

2. Pengertian Pertimbangan Jaksa

Dalam Pasal 13 KUHAP dinyatakan bahwa penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang untuk melakukan penuntutan dan me-laksanakan penetapan hakim. Selain itu dalam Pasal 1 Undang-Undang Pokok Kejaksaan UU No. 15 tahun 1961 menyatakan, Kejaksaan R.I. selanjutnya disebut Kejaksaan, ialah alat negara penegak hukum yang terutama bertugas sebagai penuntut umum. Menurut Pasal 14 KUHAP, penuntut umum mempunyai wewenang: a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau pembantu penyidik; b. mengadakan pra penuntutan apabila ada kekurangan pada penyiclikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 Ayat 3 dan Ayat 4, dengan memberi petunjuk dalam rangka menyempurnakan penyidikan dari penyidik; c. memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik; d. membuat surat dakwaan; e. melimpahkan perkara ke pengadilan; f. menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan; g. melakukan penuntutan; h. menutup perkara demi kepentingan hukum; Universitas Sumatera Utara i. mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut undang-undang; j. melaksanakan penetapan hakim. Di dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan bahwa, yang dimak-sud dengan tindakan lain ialah antara lain meneliti identitas tersangka, barang bukti dengan memperhatikan secara tegas batas wewenang dan fungsi antara penyidik, penuntut umum, dan pengadilan. Setelah penuntut umum menerima, hasil penyidikan dari penyidik, ia segera mempelajari dan menelitinya dan dalam waktu tujuh hari wajib memberitahukan kepada, penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum. Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum Pasal 138 KUHAP. Adapun yang dimaksud dengan meneliti di sini adalah tindakan penuntut umum dalam mempersiapkan penuntutan pra penuntutan apakah orang dan atau benda yang tersebut dalam hasil penyidikan telah sesuai, telah memenuhi syarat pembuktian yang dilakukan dalam rangka, pemberian petunjuk kepada penyidik. Setelah penuntut umum menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik, maka segera ditentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak diadakan penuntutan. Apabila penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan dari penyidik dapat dilakukan penuntutan, maka penuntut umum secepatnya membuat Universitas Sumatera Utara surat dakwaan. Dan apabila penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan penyidik tidak cukup bukti-buktinya, peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan perkaranya ditutup demi hukum.

3. Pengertian Tindak Pidana yang Dilakukan Secara Bersama- Sama

Kejahatan tidak melulu dilakukan oleh oleh seorang pelaku saja, namun dapat juga dilakukan oleh dua orang atau lebih orang yang dilakukan secara bersama-sama atau bersekutu dan masing-masing pelaku diikat oleh suatu ikatan kerjasama. Berbagai macam istilah atau penyebutan yang ditentukan oleh ahli mengenai tindak pidana yang dilakukan secara bersama-sama yaitu: 12 a. Turut campur dalam peristiwa pidanaTresna b. Turut berbuat delik Karni c. Turut serta Utrecht d. Deelneming Belanda, e. Compicity Inggris, f. TeilnahmeTatermehrhaei Jerman, g. Participation Prancis Adapun kata penyertaan yang bersinonim dengan deelneming aan strafbare feiten tercantum dalam titel V buku KUHP. Sedangkan arti kata penyertaan menurut wirjono Prodjodikoro adalah turut sertanya seseorang atau lebih pada waktu seorang lain melakukan tindak pidana. 13 Penyertaan deelneming adalah pengertian yang meliputi semua bentuk turut sertaterlibatnya orang ataou orang-orang baik secara psikis maupun secara 12 Mulyati Pawennei, Hukum Pidana, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2015, hlm. 127-128. 13 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Cetakan ke Tujuh, Refika, Bandung , 1989, hlm. 108. Universitas Sumatera Utara fisik dengan melakukan masing-masing perbuatan sehingga melahirkan suatu tindak pidana. Orang-orang yang terlibat dalam kerjasama yang mewujudkan tindak pidana, perbuatan mereka berbeda satu dengan yang lain, demikian juga tidak biasa apa yang ada dalam batin mereka terhadap tindak pidana maupun terhadap peserta yang lain. Tetapi dari perbedaan-perbedaan yang ada pada masing-masing itu terjalinlah suatu hubungan yang sedemikian rupa eratnya, dimana perbuatan yang asatu menunjang perbuatan yang lainnya, yang semuanya mengarah pada satu yakni terwujudnya tindak pidana. 14 Pengertian lain dari deelnemingpenyertaan adalah tindak pidana yang dilakukan oleh lebih dari satu orang, artinya ada orang lain dalam jumlah tertentu yang turut serta, turut campur, turut berbuat membantu melakukan agar suatu tindak pidana itu terjadi, atau dalam kata lain, orang yang lebih dari satu orang secara bersama-sama melakukan tindak pidana, sehingga harus dicari pertanggungjawaban dan peranan masing-masing peserta dalam peristiwa pidana tersebut. 15 Penyertaan atau deelneming oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP. Bahwa bila berbicara tentang Pasal 55 dan Pasal 56 tidak hanya berbicara tentang penyertaan atau deelneming semata melainkan juga berbicara tentang dader atau pelaku 16 . Adapun dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dirumuskan sebagai berikut: 14 P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia Cetakan Keempat, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011, hlm. 583. 15 Http:pembelajaranhukumindonesia.blogspot.com201109deelneming.html?m3D1 ei=kfoR0_3Alc=id-IDs=1m=154host=www.google.co.idts=1471081773sig=AKOVD 64WowTBN1sMjFwRkfR EG6GqPnFntw, Diakses tanggal 13 Agustus 2016 Pukul 17.11 Wib. 16 P.A.F Lamintang IV, Op. cit, hlm. 583. Universitas Sumatera Utara Pasal 55 KUHP : a. Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: 1 Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan; 2 Mereka yang memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan. b. Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya. Pasal 56 KUHP : a. Dipidana sebagai pembantu kejahatan : 1 Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan; 2 Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan. Berdasarkan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, dapatlah diketahui bahwa menurut KUHP itu dibedakan dalam dua kelompok yaitu: 17 a. Pertama, kelompok orang-orang yang perbuatannya disebabkan oleh Pasal 55 ayat 1, yang dalam hal ini disebut dengan para pembuat mededader, adalah mereka: 1 Yang melakukan plegen, orangnya disebut dengan pelaku atau pleger 2 Yang menyuruh melakukan doen plegen, orangnya disebut dengan penyuruh atau doen pleger 3 Yang turut serta melakukan medeplegen, orangnya disebut dengan pelaku turut serta atau medepleger 4 Yang sengaja menganjurkan uitlokken, orangnya disebut dengan penganjur atau uitlokker 17 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum…, Op. cit, hlm. 67 Universitas Sumatera Utara b. Kedua, yakni orang yang disebut dengan pembantu medeplichtige kejahatan, yang dibedakan menjadi dua: 1 Pemberian bantuan pada saat pelaksanaan kejahatan; dan 2 Pemberian bantuan sebelum pelaksanaan kejahatan.

4. Pengertian Tindak Pidana Pemerasan Menurut KUHP

Bahasa Belanda, mengartikan pemerasan dengan afpersing. Yaitu: 1 Tindak pidana pemerasan. 18 2 Pemerasan. Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara tidak sah, memaksa ornag lain denagan kekerasan dan ancaman kekerasan supaya orang itu menyerahkan sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian saja adalah kepunyaan orang itu atau orang ketiga, atau supaya orang itu membuat utang atau menghapuskan suatu piutang, ia pun bersalah melakukan tindak pidana seperti yang adapada pasal 368 KUHP yang dikualifikasikan sebagai “afpersing” atau “pemerasan”. 19 3 Dimuat dalam pasal 368 KUHP. Tindak pidana ini sangat mirip dengan pencurian dengan kekerasan dalam pasal 365 KUHP. Bedanya adalah bahwa dalam hal pencurian si pelaku sendiri mengambil 18 www.kamushukum.comKH_entris.php?af_in, diakses pada tanggal 25 juli 2016 pukul 23.00 wib. 19 R.Subekti dan Tjitrosoedibio, Op. cit, hlm. 7. Universitas Sumatera Utara barang yang dicuri, sedangkan dalam hal pemerasan si korban setelah dipaksa dengan kekerasan menyerahkan barangnya kepada si pemeras. 20 4 Pemerasan adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh orang atau lembaga dengan melakukan perbuatan yang menakut- nakuti dengan suatu harapan agar yang diperas menjadi takut dan menyerahkan sejumlah sesuatu yang diminta oleh yang melakukan pemerasan, jadi ada unsur takut dan terpaksa dari yang diperas. 21

5. Pengertian Pertanggungjawaban pidana

Pertanggungjawaban pidana merupakan pertanggungjawaban oleh orang terhadap perbuatan pidana yang telah dilakukannya. “Pada hakikatnya pertanggung jawaban pidana merupakan suatu mekanisme yang dibangun oleh hukum pidana untuk bereaksi atas kesepakatan menolak suatu perbuatan tertentu.” Kesepakatan menolak tersebut dapat berupa aturan tertulis maupun aturan tidak tertulis yang lahir dan berkembang dalam masyarakat. 22 Pertanggungjawaban atau yang di kenal dengan konsep “liability” dalam segi falsafah hukum, seorang filosof besar abad ke 20, Roscoe Pound menyatakan bahwa : I Use simple word “liability” for the situation where by one may exact 20 Wirjono Projodikoro, Tindak- Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Eresco, Bandung, 2008, hlm. 27. 21 http:translate.google.co.idtranslate?hl=idsl=nlu=http:www.elfri.beStrafrechtafp ersing.htmei=AjlfSunEGI2pkAWXobyoCgsa=Xoi=, diakses pada tanggal 25 juli 2016 pukul 23.30 wib. 22 Chairul Huda, Dari „Tiada Pidana Tanpa Kesalahan‟ menuju kepada „Tiada Pertanggung Jawaban Pidana Tanpa Kesalahan ‟, Kencana, Jakarta, 2011, hlm. 71. Universitas Sumatera Utara legally and other is legally subjeced to the exaction .” 23 Menurutnya juga bahwa pertanggungjawaban yang dilakukan tersebut tidak hanya menyangkut masalah hukum semata akan tetapi menyangkut pula masalah nilai-nilai moral ataupun kesusilaan yang ada dalam suatu masyarakat. Pertangungjawaban pidana di artikan Pound adalah sebagai suatu kewajiban untuk membayar pembalasan yang akan di terima pelaku dari seseorang yang telah di rugikan, Pertanggungjawaban pidana dalam bahasa asing disebut sebagai “toereken-baarheid,” “criminal reponsibilty,” “criminal liability,” pertanggungjawaban pidana disini di maksudkan untuk menentukan apakah seseorang tersebut dapat di pertanggungjawabkan atasnya pidana atau tidak terhadap tindakan yang di lakukanya itu. 24 Masalah pertanggung jawaban pidana berkaitan erat dengan dengan unsur kesalahan. Dalam Undang-undang No. 4 Tahun 2004 jo Undang- undang No. 49 Tahun Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman Pasal 6 ayat 2 disebutkan: “tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana kecuali pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang mendapat keyakinan, bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya. 25 Ketentuan Pasal 6 ayat 2 tersebut menjelaskan bahwa unsur kesalahan sangat menentukan akibat dari perbuatan seseorang, yaitu, berupa penjatuhan 23 Roscoe Pound, “introduction to the phlisophy of law” dalam Romli Atmasasmita, Perbandingan Hukum Pidana.Cet.II, Bandung, Mandar Maju, 2000, hlm 65. 24 S.R Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapanya Cetakan Keempat, Alumni Ahaem-Peteheam, Jakarta, 1996 , hlm 245. 25 Lihat Pasal 6 UU No. 4 Tahun 2004 jo. UU No. 49 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Universitas Sumatera Utara pidana. Walaupun unsur kesalahan telah diterima sebagai unsur yang menentukan sebuah pertanggungjawaban dari pembuat tindak pidana, tetapi dalam hal mendefinisikan kesalahan oleh para ahli masih terdapat perbedaan pend apat, “Pengertian tentang kesalahan dengan sendirinya menentukan ruang lingkup pertanggungjawaban pembuat tindak pidana”. 26 Untuk menentukan adanya kesalahan seseorang harus memenuhi beberapa unsur, yaitu: 27 1 Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pembuat 2 Hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatannya yang berupa kesengajaan dolus atau kealpaan culpa yang disebut sebagai bentuk kesalahan 3 Tidak ada alasan penghapusan kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf. Dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapanya, E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi menjelaskan bahwa unsur mampu bertanggung jawab mencakup: 28 1 Keadaan jiwanya: a Tidak terganggu oleh penyakit terus-menerus atau sementara temporair; b Tidak cacat dalam pertumbuhan gagu, idiot, imbecile, dan sebagainya, dan 26 Chairul Huda, Op. cit, hlm. 74. 27 Sudarto, Hukum dan Perkembangan Masyarakat, Sinar Baru, Bandung, 1983, hal. 73. 28 E.Y Kanter S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapanya, Storia Grafika, Jakarta, 2002, hlm. 249. Universitas Sumatera Utara c Tidak terganggu karena terkejut, hypnotisme, amarah yang meluap, pengaruh bawah sadarreflexe bewenging, melindurslaapwandel, menganggu karena demamkoorts, nyidam dan lain sebagainya. Dengan perkataan lain dia dalam keadaan sadar. 2 Kemampuan jiwanya: a Dapat menginsyafi hakekat dari tindakannya b Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah akan dilaksanakan atau tidak; dan c Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut. Lebih lanjut E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi menjelaskan bahwa: Kemampuan bertanggungjawab didasarkan pada keadaan dan kemampuan “jiwa” geestelijke vermogens, dan bukan kepada keadaan dan kemampuan “berfikir” verstanddelijke vermogens, dari seseorang, walaupun dalam istilah yang resmi digunakan dalam Pasal 44 KUHP adalah verstanddelijke vermogens untuk terjemahan dari verstanddelijke vermogens sengaja digunakan istilah “keadaan dan kemampuan jiwa seseorang”. 29 Pertanggungjawaban pidana disebut sebagai “toerekenbaarheid” dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang tersangkaterdakwa dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana crime yang terjadi atau tidak. 30 29 Ibid, hlm 250. 30 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana; Dua Pengertian Dasar dalam Hukum Pidana, hlm 45. Universitas Sumatera Utara

F. Metode Penelitian

Dokumen yang terkait

Tindak Pidana Membantu Melakukan Pencurian dengan Kekerasan yang Dilakukan oleh Anak (Studi Putusan Nomor : 03/PID.SUS-Anak/2014/PN.MDN)

1 116 103

Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Aparat Kepolisian Yang Menyebabkan Kematian(Studi Putusan Nomor : 370/Pid.B/2013/Pn.Sim)

1 112 102

Tindak Pidana Korupsi yang Dilakukan Oleh CV Pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di Kota Binjai (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tipikor Nomor 05/Pid.Sus K/2011/PN Medan)

7 61 152

Tinjauan Kriminologi Dan Hukum Pidana Tentang Tindak Pidana Penganiayaan Yang Dilakukan Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tulungagung Nomor : 179/Pid.Sus/2012/PN.Ta)

5 134 138

Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Internet (Studi Kasus Prita Mulyasari)

7 70 93

Tinjauan Psikologi Kriminal Penyimpangan Perilaku Seksual Terhadap Tindak Pidana Mutilasi (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Depok Nomor 1036/PID.B/2009/PN.DEPOK)

18 111 171

Pertimbangan Hakim Terhadap Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Pejabat Negara (Studi Putusan Nomor : 01/Pid.Sus.K/2011/PN.Mdn)

2 43 164

Tinjauan Yuridis Terhadap Upaya Pengembalian Keuangan Negara Atas Tindak Pidana Korupsi Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

0 6 42

BAB I PENDAHULUAN - Tindak Pidana Membantu Melakukan Pencurian dengan Kekerasan yang Dilakukan oleh Anak (Studi Putusan Nomor : 03/PID.SUS-Anak/2014/PN.MDN)

0 0 25

Tinjauan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan)

0 11 90