Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pemerasan dengan Menggunakan Senjata Tajam yang Dilakukan Secara Bersama-Sama (Studi Kasus Nomor 266/Pid.B/2014/Pn.Sbg)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU – BUKU

Ali ,Mahrus, 2011, Dasar - Dasar Hukum Pidana, Jakarta : Sinar Grafika. Asis, H. Abd. 2014. Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar (Edisi Pertama).

Jakarta : Karisma Putra Utama.

Chazawi, Adawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Jakarta : Rajawali Grafindo Persada

_______________2005. Stelsel Pidana, Tindak Pidana , Teori-Teori Pemidanaan Dan Batas Berlakunya Hukum, Jakarta : Rajawali Grafindo Persada.

Ekaputra, Muhammad. 2013. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Medan : USU Press. Hamzah, Andi. 1983. Pengantar Hukum acara Pidana Indonesia. Jakarta : Ghalia

Indonesia.

Harahap, Yahya. 2001. Pembahasan, Permasalahan, dan Penerapan KUHAP : Penyidikan dan Penuntutan Edisi Kedua. Jakarta : Sinar Grafika.

______________2013. Permasalahan, dan Penerapan KUHAP : Penyidikan dan Penuntutan Cetakan Kesebelas. Jakarta : Sinar Grafika.

Huda, Chairul. 2011. Dari „Tiada Pidana Tanpa Kesalahan‟ menuju kepada „Tiada Pertanggung Jawaban Pidana Tanpa Kesalahan. Jakarta : Kencana

Husein, Harun M. 1994. Surat Dakwaan:Tekhnik Penyusunan, Fungsi dan Permasalahannya. Jakarta : Sinar Grafika.

Iliyas, Amir. 2012. Asas-Asas Hukum Pidana. Yogyakarta : Rangkang Education. Kanter, E.Y. dan S.R. Sianturi. 2002. Asas – Asas Hukum Pidana Di Indonesia

Dan Penerapannya. Jakarta : Storia Grafika.

Lamintang, P.A.F. 1997. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia (cetakan ketiga). Bandung : Citra Aditya Bakti.

______________ 2011. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia (cetakan Keempat). Bandung : Citra Aditya Bakti.

Marpaung, Leden. 2008. Unsur-Unsur yang Dapat di Hukum (Delik). Jakarta : Sinar Grafika.


(2)

Moeljatno. 2002. Azas-Azas Hukum Pidana. Bandung : Rineka Cipta. Pawennai, Mulyati. 2015. Hukum Pidana. Jakarta : Mitra Wacana Media.

Prasetyo, Teguh dan Abdul Halim Barkatullah. 2005. Politik Hukum Pidana: Kajian Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Prodjodikoro, Wirjono. 1989. Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia (Cetakan ke Tujuh). Bandung : PT Refika Aditama.

____________ 2008. Tindak- Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Bandung : Eresco.

Prodjomidjojo Martiman. 1995. Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia 1. Jakarta : Pradnya Paramita.

Rahardjo, Satjipto. 1982. Ilmu Hukum. Bandung : Alumni.

Simons, Kitab Pelajaran Hukum Pidana (Titel Asli: Leerboek van Het Nederlandse Strafrecht) Diterjemahkan oleh PAF Lamintang, Bandung, Pioner Jaya, 1992, hlm 127.

Soesilo, R. 1995. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia. Sofyan, Andi. 2014. Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar (Edisi Pertama).

Jakarta : Karisma Putra Utama.

Subekti, R dan Tjitrosoedibio. 2005. Kamus Hukum. Jakarta : Pradnya Paramita. Sudarto. 1990. Hukum Pidana I. Semarang : Yayasan Sudarto Fakultas hukum

Universitas Diponegoro Semarang.

B. PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)


(3)

http://pembelajaranhukumindonesia.blogspot.com/2011/09/deelneming.ht ml?m%3D1&ei=kfoR0_3A&lc=idID&s=1&m=154&host=www.google.co.id&ts =1471081773&sig=AKOVD64WowTBN1sMjFwRkfR EG6GqPnFntw, Diakses tanggal 13 Agustus 2016 Pukul 17.11 Wib.

http://www.kamusbesarbahasaindonesia/online/kamus/gratis.php?hasil=su kses_id_11 #hasil, diakses pada tanggal 25 juli 2016 pukul 22.30 wib.

www.kamushukum.com/KH_entris.php?af_in, diakses pada tanggal 25 juli 2016 pukul 23.00 wib.

http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=nl&u=http://www.elfri.be/ Strafrecht/afpersing.htm&ei=AjlfSunEGI2pkAWXobyoCg&sa=X&oi=, diakses pada tanggal 25 juli 2016 pukul 23.30 wib.

https://zulfanlaw.wordpress.com/2008/07/10/dasar-pertimbangan-hakim-dalam-menjatuhkan-putusan-bebas-demi-hukum/,diakses tanggal 13, Agustus 2016, pukul 18.43. Wib.

https://sesukakita.wordpress.com/2012/05/28/surat-dakwaan/#more-1006,Diakses tanggal 14, Agustus, 2016, Pukul 21.34.Wib.

http://elroomey.blogspot.co.id/2014/12/pleger-doen-pleger-uitlokker-medepleger_30.html, diakses tanggal 27,September,,2016, pukul 11.26.Wib.

http://panduanhukum.blogspot.co.id/2012/05/fungsidandasarpembuatansur at.html?m=1,diakses pada Tanggal 21 Januari 2017 Pukul 00.51 Wib.

http://abdulahffandi.wordpress.com/2011/10/07/kapan-dapat-dilakukan-perubahan-surat -dakwaan/,Diakses pada Tanggal 21 Januari 2017 Pukul 01.36 Wib.


(4)

BAB III

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PEMERASAN DENGAN MENGGUNAKAN SENJATA TAJAM YANG

DILAKUKAN SECARA BERSAMA-SAMA (Analisis Kasus Putusan Pengadilan Negeri Sibolga Nomor

266/Pid.b/2014/Pn.Sbg)

A. Pengaturan Tentang Tindak Pidana Pemerasan dengan Menggunakan Senjata Tajam yang Dilakukan Secara Bersama-sama dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa dasar hukum yang berlaku di Indonesia dan paling banyak digunakan untuk memutus suatu perkara pidana adalah Kitab Undang-Undang HuKum Pidana yang selanjutnya akan Penulis sebut sebagai KUHP. Dalam sebagian besar kasus yang tejadi dalam ruang lingkup hukum pidana, hakim mengadili terdakwanya menggunakan Pasal yang terdapat dalam KUHP.

Peraturan hukum positif utama yang berlaku di Indonesia adalah KUHP, dimana KUHP sendiri merupakan kodifikasi dari hukum pidana dan berlaku untuk semua golongan penduduk, yaitu golongan timur asing, bumiputera, dan Eropa. Dengan demikian dapat dikatakan ada suatu bentuk kesamaan atau keseragaman dalam peraturan hukum pidana yang berlaku di Indonesia.51

Sejak adanya UU No 73 tahun 1958 yang menentukan berlakunya UU no 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana untuk seluruh Indonesia, hukum pidana materiil Indonesia menjadi seragam untuk seluruh tanah air. Menurut Pasal VI UU no 1 tahun 1946, nama resmi dari KUHP awalnya adalah “Wetboek Van strafrecht voor Nederlandsch-Indie” yang


(5)

diubah menjadi “Wetboek van Strafrecht” atau dapat pula disebut sebagai

“Kitab UndangUndang Hukum Pidana”52

KUHP mempunyai aturan yang digunakan dalam tindak pidana pemerasan yang dilakukan secara bersama-sama, dimana yang disoroti oleh hukum pidana tidak hanya mengenai tindak pidana pemerasannya saja, melainkan juga mengenai kebersamaan beberapa orang untuk melakukan tindak pidana tersebut. Terdapat 2 pasal yang bisa dikenakan dalm kasus tersebut, yaitu :

a. Pasal 368 ayat (1) KUHP b. Pasal 55 ayat (1) KUHP.

Berikut bunyi redaksional dari kedua pasal tersebut: Pasal 368 ayat (1) KUHP :

“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau

orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama

sembilan tahun”

Pasal 55 ayat (1) KUHP :

“dipidana sebagai pembuat (dader) sesuatu perbuatan pidana: Ke-1. Mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan;Ke-2. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalah gunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman, atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain

supaya melakukanperbuatan”.

Selanjutnya apabila di kaji kata-perkata dalam pasal tersebut sebagai berikut:


(6)

Pasal 55 : (1) dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana: Dalam bahasa aslinya yaitu Belanda pelaku kejahatan disebut sebagai Dader, yang disebut sebagai dader disini adalah pelaku. namun terdapat kerancuan mengenai siapa yang sebenarnya disebut sebagi pelaku. Menurut memori penjelasan mengenai pembentukan Pasal 55 KUHP, yang harus dipandang sebagai dader bukan saja mereka “yang telah menggerakkan orang lain untuk melakukan tindakan pidana”, melainkan juga “mereka yang telah

menyuruh melakukan” dan “mereka yang telah turut melakukan suatu tindakan pidana”.

Petikan Pasal 55 KUHP dalam bahasa aslinya berbunyi :

“Als daders van een strafbaar feit worden gestraf” Diartikan bahwa pembentuk undang-undang tersebut tidak memberikan penjelasan tentang siapa yang seharusnya disebut sebagai pembuat dalam suatu tindak pidana. Para pembuat undang-undang tersebut mungkin telah merasa bahwa siapa yang pantas diisebut sebagai pelaku telah jelas adanya, namun dalam kenyataanya hal ini sangatlah sulit diterapkan dalam menentukan siapa sebenarnya yang telah melakukan suatu perbuatan pidana.53

Dalam ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 55 KUHP terdapat beberapa jenis orang yang masuk dalam kualifikasi pelaku yaitu:

1) Orang yang melakukan atau dalam Bahasa Belanda disebut dengan pleger ialah seseorang yang dengan sendirian telah melakukan


(7)

perbuatan yang pada intinya mewujudkan segala elemen yang terdapat dari suatu peristiwa pidana.

2) Orang yang menyuruh melakukan perbuatan itu, dalam Bahasa Belanda disebut sebagai doen plegen. Disini sedikitnya terdapat dua orang yang melakukan, yang satu berlaku sebagai pleger dan yang satu berlaku sebagai doen plegen. Jadi bukan doen plegen sendiri yang melakukan tindak pidana yang diinginkannya tetapi ia menyuruh pleger untuk melakukannya. Kebanyakan orang berlaku sebagai doen plegen agar apabila perbuatan pidana yang ia maksud pada akhirnya diketahui oleh orang lain dan harus dijatuhi hukuman pidana, ia tidak merasakan imbas dari pemidanaan tersebut. Ada pula orang yang sengaja menjadi doen plegen dan menyuruh seorang pleger yang tidak dapat dihukum karena dinilai tidak dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya, yang antara lain sering tejadi dalam kasus antara lain : a) Seorang doen plegen menyuruh pleger untuk melakukan suatu

perbuatan pidana, dimana karena keadaan jiwanya perbuatan yang dilakukan oleh pleger tidak dapat dipertanggung jawabkan menurut Pasal 44 KUHP.

b) Seorang doen plegen memaksa dengan ancaman yang disertai kekerasan kepada pleger untuk melakukan suatu perbuatan pidana. Disini keadaan pleger terdesak dan ia dalam keadaan overmacht, sehingga perbuatannya tersebut tidak dapat dipertanggung


(8)

jawabkan karena ia melindungi dirinya dengan adanya Pasal 48 KUHP.

c) Doen plegen yang mempunyai kekuasaan karena jabatannya

menyuruh pleger untuk melakukan suatu perbuatan. Dalam hal ini seorang bawahan, terlebih bagi seorang militer wajib menjalankan segala perintah dari atasannya. Disini doen plegen berharap perbuatan yang dilakukannya tidak dapat dipidana karena yang melakukan bukan ia sendiri melainkan melalui plegernya, dan si pleger akan membela diri dengan anggapan ia sedang melakukan perintah jabatan.

3) Orang yang turut melakukan (medepleger) Turut melakukan dalam arti kata bersama-sama melakukan. Dalam hal ini sedikitnya harus ada tiga orang yang melakukan suatu perbuatan pidana. Seorang sebagai doen pleger yang menyuruh seorang pleger untuk melakukan tindakan pidana yang diinginkannya, kemudian si pleger mengajak orang lain yang akan turut serta melakukan atau disebut sebagai medepleger ini. Medepleger harus turut serta bersama pleger dalam melakukan perbuatan pidana secara langsung, jadi dalam peristiwa konkretnya ia turut serta melakukannya. Bukan sekedar membantu pelaksanaan persiapan perbuatan, karena bila demikian yang terjadi, maka terdapat pengistilahan tersendiri yang disebut sebagai membantu melakukan.


(9)

4) Orang yang dengan pemberian, salah memakai kekuasaan, memakai kekerasan dengan sengaja membujuk orang lain untuk melakukan perbuatan pidana. Orang itu harus secara sengaja membujuk orang lain, salah satu upayanya dapat dilakukan dengan memberikan suatu imbalan tertentu, atau dengan kekuasaannyaia dapat menyuruh orang lain untuk melakukan perbuataan pidana tersebut. Dalam hal ini terdapat dua orang yaitu si pembujuk dan si terbujuk. Apabila tindakan yang dilakukannya terbukti sebagai suatu tindak pidana dan oleh Pengadilan diproses kasusnya, maka si pembujuk tidak dapat dihukum atas perbuatannya tersebut, namun si terbujuk dapat dikenai pidana. Hal ini terjadi karena pembujukan dan persetujuan atas hal yang dibujukkan harusnya melalui kesepakatan antara kedua belah pihak. Sehingga pihak terbujuk dinilai telah menyetujui perbuatan yang disuruhkan oleh sipembujuk kapadanya dan ia harus mempertanggung jawabakan persetujuan dan perbuatannya tersebut. Sedangkan hal-hal yang banyak digunakan untuk membujuk adalah :

a) Dengan pemberian atau janji. Yang tidak harus dalam wujud konkret seperti uang atau barang, namun dapat pula berupa kata-kata yang menjanjikan suatu perbuatan yang akan dilakukan oleh si pembujuk apabila si terbujuk telah berhasil melakukan apa yang diinginkan oleh si pembujuk kepadanya.

b) Menggunakan kekuasaan atau pengaruh. Dimana tidak dibatasi oleh kekuasaan yang timbul dari jabatan semata, namun dapat pula


(10)

berupa kekuasaan yang timbul dari suatu hubungan misalnya dalam hubungan keluarga antara seorang suami kepada istrinya atau seorang ibu kepada anaknya.

c) Tipu daya. Dalam hal ini ada pembatasan dalam hal tipu daya yang digunakan. Sehingga yang dibujuk tidak dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya. Karena ia telah ditipu oleh si pembujuk dan ia tidak menyadari bahwa apa yang telah dilakukannya merupakan suatu perbuatan pidana.

d) Memberi kesempatan, daya upaya, atau keterangan. Model ini dalam bahasa Belanda disebut sebagai uitlokking. Dalam hal ini terdapat kemiripan dengan medeplichtig, dimana sama-sama melibatkan orang lain dalam melakukan suatu perbuatan pidana. Perbedaannya adalah apabila dalam kasus dengan medeplechtigh yang melakukan adalah sipelaku sendiri namun dengan menggunakan fasilitas atau bantuan dari orang lain. Maka pada kasus yang terjadi dengan uitlokking, yang memberi kesempatan atau fasilitas adalah si pelaku, namun ia menyarankan atau memberi kesempatan kepada orang lain untuk melakukannya, sedangkan inisiatif melakukan tetap ada di diri si pelaku sendiri.54

Mengenai hal ini Profesor Pompe dalam buku P.A.F. Lamintang berpendapat bahwa “yang harus dipandang sebagai pelaku itu adalah semua yang disebutkan dalam Pasal 55 KUHP. Hal mana telah dikuatkan oleh


(11)

Komentar-Memori penjelasan di mana telah dikatakan bahwa semua orang yang telah

disebutkan dalam Pasal 55 KUHP adalah pelaku”.55 Sedangkan Profesor Langemeijer berpendapat mengenai Pasal 55 KUHP sebagi berikut “apabila orang mendengar perkataaan pelaku, maka menurut pengertiannya yang umum di dalam tata bahasa, teringatlah orang mula-mula pada orang-orang yang secara sendirian telah memenuhi seluruh rumusan delik. Adalah sudah jelas bahwa Undang-Undang tidak pernah mempunyai maksud untuk memandang mereka yang telah menyuruh lakukan atau mereka yang menggerakkan orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana itu sebagi pelaku dalam pengertian seperti yang dimaksud di atas. Sebab apabila mereka

itu harus pula melaksanakan sendiri tindakan pelaksanaanya”.56 Pendapat Profesor Pompe dan Langemeijer ini tentulah berbeda, sehingga untuk menghindarkan pemberian arti yang berbeda-beda terhadap perkataan dader dalam Pasal 55 KUHP, Profesor Langemeijer menyarankan agar digunakan digunakan istilah pleger atau orang yang melakukan. Dan hal ini telah dilakukan, dengan pengistilahan pleger dalam pengertian pelaku dalam Pasal 55 KUHP.

Pasal 368 Ayat (1) KUHP :

“Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum memaksa orang lain dengan kekerasan maupun ancaman kekerasan, supaya orang itu memberikan barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang itu sendiri, kepunyaan orang lain, atau supaya orang itu membuat hutang atau menghapus piutang dihukum penjara paling lama sembilan tahun”

55 PAF.Lamintang (IV), Op. cit, hlm. 595.


(12)

Kejadian ini disebut sebagai afpersing atau pemerasan dengan kekerasan. Dimana hal yang dilakukan oleh orang yang dikatakan sebagai pemeras adalah:

a. Memaksa orang lain. Yaitu melakukan tekanan kepada orang lain, sehingga orang itu melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kehendaknya sendiri.

b. Memberikan barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang itu sendiri, kepunyaan orang lain, atau supaya orang itu membuat hutang atau menghapus piutang. Disini yang disebut sebagai barang adalah segala sesuatau yang berwujud dan tidak selalu mempunyai nilai ekonomis. Hewan juga merupakan hal yang dapat disebut sebagai barang dalam pengertian ini, karena hewan dapat digunakan sebagai objek perbuatan pidana pemerasan oleh seseorang kepada orang lain. Sedangkan daya listrik daan gas dapat dimasukkan dalam kategori barang karena walaupun tidak berwujud secara nyata dan dapat dipegang secara langsung, namun gas dan daya listrik dapat dialirkan melalui suatu media untuk dipindahkan. Jadi terdapat kemungkinan dimana seseorang memeras orang lain untuk memberikan gas yang kemudian dimasukkan dalam suatu tabung, atau untuk memberikan aliran listriknya kepada si pemeras tersebut. Sedangkan pengertian miliknya sendiri atau sebagian milik orang lain dapat diartikan sebagai barang yang mempunyai dua pemilik, dan kemudian salah seorang pemiliknya memaksa pemilik yang satunya untuk meyerahkan barang itu sepenuhnya kepadanya, sehingga


(13)

kepemilikkan barang itu mutlak miliknya dan tidak perlu ia bagi dengan orang lain. Hal ini pada kasus konkret sering terjadi pada pembagian warisan, dimana ahli waris saling berebut untuk dapat menguasai barang objek warisan secara tunggal dan mutlak dalam kekuasaannya, sehingga ia memeras pihak lainnya untuk meyerahkan barang tersebut dalam kekuasaanya sendiri.

c. Memaksa orang lain dengan. Dalam hal memaksa ia telah memaksakan kehendak kepada orang lain untuk melakukan apa yang diperintahkannya, hal ini dapat dikatakan sebagai melawan hak dari orang yang dipaksanya tersebut. Melawan hak sendiri merupakan suatu perbuatan yang melawan hukum, karena seseorang tidak dapat begitu saja memaksakan suatu hal kepada orang alian, karena hal ini melanggar hak asasi dari korbannya tersebut.

d. Menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan. Melakukan kekerasan artinya mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang tidak kecil secara tidak sah, misalnya dengan memukul tangan, menyepak, menendang dan berbagai perbuatan fisik yang lain baik secara tangan kosong atau dengan segala macam senjata. Kekerasan dapat pula dipersamakan dengan membuat orang lain dalam keadaan tidak berdaya, yang artinya tidak mempunyai kekuatan atau tenaga sama sekali, sehingga tidak dapat mengadakan perlawanan sedikitpun. Misalnya dengan mengikat tangan dan kaki menggunakan tali atau dengan mengurung korbannya di kamar, atau dengan memberikan suntikan yang dapat melumpuhkan orang


(14)

tersebut. Orang yang tidak berdaya itu masih dapat mengetahui apa yang terjadi atas dirinya.

1. Tindak Pidana yang Dilakukan Secara Bersama-sama/Penyertaan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

a. Pengertian Penyertaan

Kata “penyertaan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti proses, cara, perbuatan menyertakan atau perbuatan ikut serta (mengikuti). Kata

“penyertaan” berarti turut sertanya seseorang atau lebih pada waktu seorang lain

melakukan suatu tindak pidana.

Sementara menurut Moeljatno berpendapat bahwa ada penyertaan apabila bukan satu orang yang tersangkut dalam terjadinya perbuatan pidana akan tetapi beberapa orang. Tersangkutnya dua orang atau lebih dalam suatu tindak pidana dapat terjadi dalam hal :

1) Beberapa orang bersama-sama melakukan suatu delik, atau ;

2) Mungkin hanya seorang saja yang berkehendak (berniat) dan merencanakan delik, tetapi delik tersebut tidak dilakukannya tetapi ia mempergunakan orang lain untuk mewujudkan delik tersebut, atau ; 3) Mungkin seorang saja yang melakukan delik sedang orang lain orang itu

dalam mewujudkan delik.

Pengertian lain dari deelneming/penyertaan adalah tindak pidana yang dilakukan oleh lebih dari satu orang, artinya ada orang lain dalam jumlah tertentu yang turut serta, turut campur, turut berbuat membantu melakukan agar suatu tindak pidana itu terjadi, atau dalam kata lain, orang yang lebih dari satu orang secara bersama-sama melakukan tindak pidana, sehingga harus dicari


(15)

pertanggungjawaban dan peranan masing-masing peserta dalam peristiwa pidana tersebut.57

Masalah deelneming atau keturutsertaan itu oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam pasal-pasal 55 dan 56 KUHP. Akan tetapi apa yang disebut deder itu telah disebutkan oleh pembentuk undang-undang dalam pasal 55 KUHP, sehingga lebih tepatnya kira apabila pembicaraan mengenai ketentuan-ketentuan pidana dalam pasal-pasal 55 dan 56 KUHP itu disebut sebagai suatu pembicaraan mengenai masalah pelaku (dader) dan keturutsertaan (deelneming) daripada disebut semata-mata sebagai pembicaraan mengenai keturutsertaan saja yakni seperti yang biasanya yang dilakukan oleh penulis Belanda.

Untuk mengetahui kejelasan mengenai apa yang telah dikatakan diatas baiklah kita melihat rumusan-rumusan ketentuan pidana dalam pasal-pasal 55 dan 56 KUHP menurut rumusannya:

Ketentuan pidana dalam pasal 55 KUHP berbunyi :

1. Dihukum sebagai Pelaku-pelaku dari suatu tindak pidana yaitu :

a. Mereka yang Melakukan, Menyuruh Melakukan atau Turut Melakukan; b. Mereka yang dengan pemberian-pemberian,janji-janji, dengan

menyalahgunakan kekuasaan atau keterpandangan, dengan kekerasan, ancaman atau dengan menimbulkan kesalahpahaman atau dengan memberikan kesempatan, sarana-sarana atau keterangan-keteranga, dengan

57

Http://pembelajaranhukumindonesia.blogspot.com/2011/09/deelneming.html?m%3D1&


(16)

sengaja telah menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana yang bersangkutan.

2. Mengenai mereka yang disebutkan terakhir ini, yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap mereka itu hanyalah tindakan-tindakan yang dengan sengaja telah mereka gerakkan untuk dilakukan orang lain,berikut akibat-akibatnya.

Sedangkan ketentuan pidana pada pasal 56 KUHP berbunyi : 1. Dipidana sebagai pembantu kejahatan :

a. Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan; b. Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan

untuk melakukan kejahatan.

Berdasarkan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, dapatlah diketahui bahwa menurut KUHP itu dibedakan dalam dua kelompok yaitu:58

1. Pertama, kelompok orang-orang yang perbuatannya disebabkan oleh Pasal 55 ayat (1), yang dalam hal ini disebut dengan para pembuat (mededader), adalah mereka:

a. Yang melakukan (plegen), orangnya disebut dengan pelaku atau pleger. b. Yang menyuruh melakukan (doen plegen), orangnya disebut dengan

penyuruh atau doen pleger;

c. Yang turut serta melakukan (medeplegen), orangnya disebut dengan pelaku turut serta atau medepleger


(17)

d. Yang sengaja menganjurkan (uitlokken), orangnya disebut dengan penganjur atau uitlokker

2. Kedua, yakni orang yang disebut dengan pembantu (medeplichtige) kejahatan, yang dibedakan menjadi dua:

a. Pemberian bantuan pada saat pelaksanaan kejahatan; dan b. Pemberian bantuan sebelum pelaksanaan kejahatan. 2. Bentuk-bentuk Penyertaan /Deelneming

Bentuk-bentuk deelneming atau keturutsertaan yang ada dalam ketentuan-ketentuan pidana dalam pasal-pasal 55 dan 56 KUHP itu adalah :

a. Mereka yang melakukan (Pleger)

Plegen adalah orang yang melaakukan sendiri perbuatan yang memenuhi rumusan delik yaitu orang yang bertanggug jawab(peradilan Indonesia). Orang yang mempunyai kekuasaan/kemampuan untuk mengakhirikeadaan yang terlarang, tetapi membiarkan keadaan yang dilarang berlangsung (peradilan Belanda). Orang yang berkewajiban melarang orang terlarang (Pompe). Kedudukan pleger dalam Pasal 55 : Janggal karena pelaku bertanggung jawab atas perbuatannya(pelaku tunggal) Dapat dipahami : (Pasal 55 menyebut siapa-siapa yang disebut sebagai pembuat, Jadi pleger masuk didalamnya). Mereka yang bertanggung jawab yang bertanggungjawab sebagai pembuat (Pompe).

Mereka yang termasuk Golongan ini adalah pelaku tinddak pidana yang melakukan perbuatannya sendiri, baik dengan alat maupun tidak memakai alat,dengan kata lain, Pleger adalah mereka yang memenuhi seluruh unsure yang


(18)

ada dalam suatu perumusan karakteristik delik pidana dalam setiap pasal. Ada pembuat materil dan ada pembuat formil yang secara berbeda59.

b. Orang Yang Menyuruh Melakukan (Doen Pleger)

Orang yang menyuruh melakukan berarti orang yang berniat atau berkehendak untuk melakukan suatu tindak pidana namun tidak melakukannya sendiri, tetapi melaksanakan niatnya dengan menyuruh orang yang tidak mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya. Orang yang disuruh melakukan disebut manus manistra.

Orang yang disuruh melakukan perbuatan tersebut atau manus manistra tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan yang disuruhkan tersebut sehingga tidak dapat dihukum. Hal ini sesuai dengan yurisprudensi Mahkamah Agung Putusan Nomor 137 K/ Kr/ 1956 tanggal 1 Desember 1956.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang hanya dapat dikatakan sebagai orang yang menyuruh melakukan apabila orang yang disuruh adalah orang yang tidak dapat bertanggungjwab atas perbuatan yang disuruhkan.

Menurut Prof. Simons sebagaimana dalam buku P.A.F. Lamintang60, untuk adanya suatu doen Plegen seperti yang dimaksudkan di dalam pasal 55 ayat 1 angka 1 KUHP itu, orang yang disuruh melakukan itu haruslah memenuhi beberapa syarat tertentu, antara lain :

1) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu adalah seorang yang ontoerekeningsvatbaar seperti yang dimaksud dalam pasal 44 KUHP.

59 http://elroomey.blogspot.co.id/2014/12/pleger-doen-pleger-uitlokker-medepleger_30.html, diakses tanggal 27,September,,2016, pukul 11.26.Wib.


(19)

2) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana yang mempunyai suatu dwaling atau suatu kesalapahaman mengenai salah satu unsur dari tindak pidana yang bersangkutan.

3) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu sama sekali tidak mempunyai unsur schuld, baik dolus maupun culpa, ataupun apabila orang tersebut tidak memenuhi unsur opzet seperti yang disyaratkan oleh undang-undang bagi tindak pidana tersebut.

4) Apabila orang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu tidak memenuhi unsur oogmerk, padahal unsur tersebut telah disyaratkan didalam rumusan undang-undang mengeai tindak pidana tersebut diatas. 5) Apabil orang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu telah

melakukannya dibawah pengaruh suatu overmacht atau dibawa pengaruh suatu keadaan yang memaksa, dan terhadap mana paksaan orang tersebut tidak mampu memberikan suatu perlawanan.

6) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana dengan itikad baik telah melaksanakan suatu perintah jawaban tersebut diberikan oleh seorang atasan yang tidak berwenang memberikan perintah semacam itu. 7) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu tidak

mempunyai suatu hoedanigheid atau suatu sifat tertentu, seperti yang disyaratkan oleh undang-undang yakni sebagai suatu sifat yang harus dimiliki oleh pelakunya sendiri.


(20)

c. Orang Yang Turut Melakukan (Made Pleger)

Menurut MvT WvS Belanda diterangkan bahwa turut serta melakukan ialah setiap orang yang sengaja turut berbuat dalam melakukan suatu tindak pidana.

Ada 2 pandangan mengenai turut serta melakukan yaitu pandangan yang sempit yang dianut oleh Van Hamel dan Trapman yang berpendapat bahwa turut sera melakukan terjadi apabila perbuata masing-masing peserta memuat semua unsur tindak pidana pandangan ini lebih condong pada ajaran objektif . Sedangkan pandangan yang kedua adalah pandangan luas mengenai pembuat peserta tidak mensyaratkan bahwa perbuatan pelaku peserta harus sama dengan perbuatan seorang pembuat perbuatanya tidak perlu memenuhi semua rumusan tindak pidana memenuhi semua rumusan tindak pidana. Sudalah cukup memenuhi sebagian saja dari rumusan tindak pidana asalkan kesengajaannya sama dengan kesengajaan dari pembuat pelaksananya.

Pandangan ini lebih mengarah pada ajaran subjektif pandangan luas ini adalah pandangan yang lebih modern dari pada pandangan lama yang lebih sempit.

Hoge raad dalam arrest-nya ini telah meletakkan dua kriteria tentang adanya bentuk pembuat peserta, yaitu :

1) Antara para peserta ada kerjasama di insyafi.

2) Para peserta telah sama-sama melaksanakan tindak pidana yang dimakudkan.

Jadi, perbedaan antara pembuat peserta dengan pembuat pelaksana hanyalah dari sudut perbuatan (objektif), ialah perbuatan pembuat pelaksana itu


(21)

adalah perbuatan penyelesaian tindak pidana, sedangkan perbuatan pembuat peserta adalah sebagian dari perbuatan pelaksana tindak pidana terdapat perbedaan juga antara pembuat pelaksana dengan pembuat pesert, adalah dalam hal tindak pidana yang mensyaratkan subjek hukum atau pembuatnya harus berkualitas tertentu.

Orang yang dengan sengaja turut berbuat atau turut mengerjakan sesuatu yang dilarang menurut undang-undang :

Turut mengerjakan sesuatu :

1) Mereka yang memenuhi rumusan delik 2) Salah satu memenuhi semua rumusan delik.

3) Masing-masing hanya memenuhi sebagian rumuusan delik Syarat :

1) Adanya kerja sama secara sadar (bewuste semenwerking)

2) Adanya kerjasama secara fisik (gazamenlijke uitvoering /physieke samenwerking).

d. Orang yang sengaja membujuk (Uitlokker).

Orang yang sengaja membujuk diatur dalam Pasal 55 ayat (1) sub. 2 (dua) KUHP. Beberapa pakar berpendapat bahwa uitlokker termasuk deelneming yang berdiri sendiri.

Secara umum orang yang sengaja membujuk dapat diartikan sebagai perbuatan yang menggerakkan orang lain melakukan suatu perbuatan terlarang dengan cara dan daya upaya.


(22)

Orang yang sengaja membujuk dengan orang yang menyuruh melakukan memiliki persamaan yaitu sama-sama menggerakkan orang lain untuk melakukan kehendaknya. Sedangkan perbedaannya adalah pada medepleger orang yang disuruh melakukan tidak dapat dipertanggungjwabkan sedangkan dalam uitlokker orang yang disuruh melakukan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Perbedaan antara medepleger dengan uitlokker adalah pada medepleger cara membujuk tidak ditentukan sedangkan dalam uitlokker cara membujuk ditentukan.

Menurut Laden Marpaung unsur-unsur yang ada didalam uitlokker yaitu:61

1) Kesengajaan pembujuk ditujukan kepada dilakukannya delik atau tindak pidana tertentu oleh yang dibujuk.

2) Membujuk dengan cara yang ditentukan dalam pasal 55 ayat (1) sub dua KUHP yaitu dengan pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan, menyalah gunakan kekuasaan, kekerasan, ancaman, tipu daya, dan memberiikan kesempatan, ikhtiar atau keterangan.

3) Orang yang dibujuk sungguh-sungguh telah terbujuk untuk melakukan tindak pidana tertentu

4) Orang yang terbujuk benar-benar melakukan tindak pidana, atau setidak-tidaknya percobaan atau poging.


(23)

e. Membantu Melakukan Tindak Pidana (Medeplichtgheid).

Medeplichtgheid merupakan suatu onzelfstandige deelneming atau suatu penyertaan yang berdiri sendiri yang berarti bahwa apaka seorang Medeplichtgheid itu dapat dihukum atau tidak, hal mana bergantung pada kenyataan, yaitu apakah pelakunya sendiri telah melakukan suatu tindak pidana atau tidak.

Membantu atau Medeplichtgheid diatur dalam Pasal 56 KUHP sebagai pembantu melakukan kejahatan dihukum :

1) Mereka dengan sengaja membantu waktu kejahatan dilakukan.

2) Mereka dengan sengaja memberikan kesempatan,ikhtiar atau keterangan untuk melakukan kejahatan.

Dari rumusan Pasal 56 KUHP Dapat diketahui,bahwa pemberian bantuan seperti yang dimaksudkan diatas haruslah diberikan dengan opzettelijk atau haruslah diberikan dengan sengaja.

Dalam Pasal 57 KUHP, perlu dikatakan bahwa untuk menentukan hukuman bagi pembantu hanya diperhatikan perbuatan dengan sengaja memperlancar atau memudahkan bagi pelaku untuk mengakibatkan dari suatu tindak pidana.

Membantu bersifat memberiikan bantuan atau memberiikan sokongan kepada pelaku. Berarti orang yang membantu tidak melakukan tindak pidana hanya memberiikan kemudahan bagi pelaku.

Unsur membantu dalam hal ini memiliki dua unsur yaitu unsur objektif yang terpenuhi apabila perbuatannya tersebut memang dimaksudkan untuk


(24)

memudahkan terjadinya suatu tindak pidana. Kemudian unsur subjektif terpenuhi apabila pelaku mengetahui dengan pasti bahwa perbuatannya tersebut dapat mempermudah terjadinya tindak pidana.

B. Pertanggungjawaban Pidana dalam Tindak Pidana Pemerasan dengan Menggunakan Senjata Tajam yang Dilakukan Secara Bersama-sama (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Sibolga Nomor 266/Pid.b/2014/PN.Sbg)

1. POSISI KASUS a. Kronologis

Pada hari Minggu tanggal 08 Juni 2014 sekitar pukul 03.30 Wib, saat korban David Perdana Sianturi mengemudikan becak motornya dengan membawa ke lima teman-temannya yang bernama Rince, Erdon, Alfaris, Putra, Ges dan Raju ke dalam Terminal Sibolga dengan tujuan mencari kedai tempat menonton bola, dan pada saat itu setelah berada didalam Terminal Sibolga tidak ada kedai yang buka, sehingga para bermaksud keluar dan hendak meninggalkan terminal Sibolga, namun tiba-tiba datang terdakwa I Aryono Manurung alias BEJO dengan membawa 1 (Satu) buah parang berukuran panjang dengan ukuran kurang lebih 30 (tiga puluh) cm mengejar becak motor yang dikemudikan David Perdana Sianturi dan langsung menodongkan sebilah parang tersebut keleher David Perdana Sianturi sambil menyuruh mematikan becak dan mengeluarkan semua barang-barang para korban, lalu David Perdana Sianturi

langsung memarikan becak motornya dan menjawab ”ngak ada bang”, kemudian

terdakwa I Aryono Manurung alias Bejo mengancam lagi ”ini parang nanti


(25)

korban lalu terdakwa I mengambil barang milik Erdon berupa kaca mata dan barang milik Alfaris berua sepatu, setelah itu datang terdakwa II Patar Agus Kristanto Simanjuntak langsung mengambil Hand Phone samsung dari saku celana korban David Perdana Sianturi, lalu mengambil 1 (satu) unit HP Nokia warna hitam milik saksi Putra Ges, serta mengambil kemeja dan sepatu milik Rince, sedangkan terdakwa III. Rudi Rizky Agustian Sinaga alias Bajingan mengambil uang Rp. 10.000,-(sepuluh ribu rupiah) dan Topi milik saksi Alfaris, setelah para terdakwa mengambil semua barang-barang milik para korban lalu terdakwa I Aryono Manurung alias Bejo mengatakan ”kalian tunggu disini, jangan macam-macam kalian nanti kubakar becak kalian”, dan setelah itu terdakwa-terdakwa langsung pergi meninggalkan terminal Sibolga dan para korban setelah 5 (lima) menit kemudian David Perdana Sianturi pulang ke Pintu Angin untuk memanggil dan mengadukan kejadian tersebut ke bang Ramces, selanjutnya para korban dengan didampingi Bang Ramces mengadukan kejadian tersebut kepada Polres Kota Sibolga. Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 368 ayat (1) KUHP.

b. Dakwaan

Dalam putusan ini, jaksa menguraikan tuntutannya sebagai berikut:

Bahwa para terdakwa I Aryono Manurung alias Bejo, terdakwa II. Patar Agus Kristanto Simanjuntak dan terdakwa III Rudi Rizky Agustian Sinaga alias Bajingan pada hari Minggu tanggal 08 Juni 2014, sekira pukul 03.30 Wib atau setidak-tidaknya pada suatu hari dalam bulan Juni 2014,


(26)

bertempat di Jalan SM Raja Kelurahan Pancuran Gerobak Kecamatan Sibolga Kota, Kota Sibolga, atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang

termasuk dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Sibolga, ”Barang siapa

dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang maupun menghapuskan

piutang, diancam karena pemerasan”, perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana

diatur dan diancam pidana dalam pasal 368 ayat (1) KUHP.

c. Tuntutan

Tuntutan pidana yang diajukan oleh Penuntut Umum yang pada pokoknya sebagai berikut :

1) Menyatakan terdakwa I Aryono Manurung Alias Bejo, terdakwa II Patar Agus Kristanto Simanjuntak dan terdakwa III Rudi Rizky Agustian Sinaga Alias Bajingan terbukti secara sah dan meyakinkan menurut

hukum melakukan “Pemerasan” melanggar pasal 368 ayat(1) Jo pasal 55

ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan ;

2) Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa I Aryono Manurung Alias Bejo, terdakwa II Patar Agus Kristanto Simanjuntak dan terdakwa III Rudi Rizky Agustian Sinaga Alias Bajingan dengan pidana penjara masing-masing selama 3 (tiga) tahun dikurangi selama terdakwa ditahan ;


(27)

3) Menyatakan barang bukti berupa :

a) 1 (satu) bilah parang bergagang kayu panjang sekira 50cm; Dirampas untuk dimusnahkan;

b) 1(satu) pasang sepatu warna merah merk Nike; c) 1(satu) unit hand phone merk Samsung warna Silver; d) 1(satu) unit hand phone merk Nokia warna hitam;

e) 1(satu) buah kaca mata hitam; Dikembalikan kepada yang pemiliknya yang berhak melalu saksi korban David Perdana Sianturi ;

4) Menetapkan agar terdakwa I Aryono Manurung Alias Bejo, terdakwa II Patar Agus Kristanto Simanjuntak dan terdakwa III Rudi Rizky Agustian Sinaga Alias Bajingan dibebani membayar ongkos perkara masing-masing sebesar Rp 2.000.- (dua ribu rupiah); Setelah mendengar pembelaan Para Terdakwa yang pada pokoknya menyatakan berkeberatan atas tuntutan pidana yang diajukan oleh Penuntut Umum tersebut, untuk itu Para Terdakwa memohon keringanan dan Para Terdakwa telah menyatakan penyesalannya serta berjanji tidak akan mengulanginya lagi, atas pembelaan Para Terdakwa tersebut Penuntut Umum bertetap pada tuntutan pidananya.

4) Fakta-Fakta Hukum 1) Keterangan Saksi

a) Saksi David Perdana Sianturi dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :


(28)

Telah terjadi tindak pidana pencurian didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan yang terjadi terhadap saksi pada hari Minggu tanggal 08 Juni 2014 sekira pukul 03.30 Wib, Jl. SM. Raja, Kel. Panc. Gerobak, Kec. Sibolga Kota, Kota Sibolga(tepatnya di dalam Terminal Sibolga), yang melakukan tindak pidana pencurian didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut adalah Aryono Manurung alias Bejo, Patar Agus Kristanto Simanjuntak, Rudi Rizky Agustian Sinaga alias Bajingan.

Barang milik saksi yang telah dicuri adalah 1 (satu) unit hand phone Samsung warna hitam dan alat yang digunakan Para Terdakwa untuk melakukan pencurian didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut adalah 1 (satu) buah parang berukuran panjang dengan ukuran ± 30 cm.

Para Terdakwa melakukan pencurian didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut adalah dengan cara salah seorang teman Hariono Manurung Als. Bejo yang tidak saksi kenal mengejar becak motor yang saksi kemudikan pada saat di dalam Terminal Sibolga dengan menggunakan 1 (satu) buah parang berkuran panjang dengan ukuran ± 30 cm dan langsung menodongkan parang tersebut tepat ke leher saksi dan laki-laki tersebut

mengatakan“matikan becak mu dan keluarkan semua barang - barang

kalian” dan saya menjawab “gak ada bang” kemudian laki-laki


(29)

setelah itu 3 (tiga) orang lainnya langsung datang ikut membantu dan menggeledah seluruh kantong saksi dan kelima orang teman saksi yang saksi bawa dan mengambil semua barang-barang berupa hand phone, uang, baju, sandal, kaca mata, topi, dan sepatu saksi dan kelima teman-teman saksi tersebut.

Kerugian yang saksi alami akibat pencurian didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut adalah Rp 600.000,-(enam ratus ribu rupiah), yang ikut menjadi korban pencurian didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut adalah Rince, Erdon, Alfaris, Putra Ges, dan Raju; Terhadap keterangan saksi, Para Terdakwa memberikan pendapat yang menyatakan tidak berkeberatan;

b) Saksi Alparis Sitanggang dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:

Bahwa telah terjadi tindak pidana pencurian didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan yang terjadi terhadap saksi pada hari Minggu tanggal 08 Juni 2014 sekira pukul 03.30 Wib, Jl. SM. Raja, Kel. Panc. Gerobak, Kec. Sibolga Kota, Kota Sibolga(tepatnya di dalam Terminal Sibolga), yang melakukan tindak pidana pencurian didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut adalah Aryono Manurung alias Bejo, Patar Agus Kristanto Simanjuntak, Rudi Rizky Agustian Sinaga alias Bajingan.


(30)

Barang milik saksi yang telah dicuri adalah topi, sepatu kain merk Nike warna merah, uang sebesar Rp 10.000,-(sepuluh ribu) Bahwa alat yang digunakan Para Terdakwa untuk melakukan pencurian didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut adalah 1 (satu) buah parang berukuran panjang dengan ukuran ± 30 cm dan cara Para Terdakwa melakukan pencurian didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut adalah dengan cara salah seorang teman Hariono Manurung Als. Bejo yang tidak saksi kenal mengejar becak motor yang saksi kemudikan pada saat di dalam Terminal Sibolga dengan menggunakan 1 (satu) buah parang berkuran panjang dengan ukuran ± 30 cm dan langsung menodongkan parang tersebut tepat ke leher saksi David Perdana Sianturi dan laki-laki tersebut

mengatakan“matikan becak mu dan keluarkan semua barang - barang

kalian”dan saya menjawab“gak ada bang” kemudian laki-laki

tersebut mengatakan lagi “ini parang, nanti putus kepala kalian”

setelah itu 3 (tiga) orang lainnya langsung datang ikut membantu dan menggeledah seluruh kantong saksi dan kelima orang teman saksi yang saksi bawa dan mengambil semua barang-barang berupa hand phone, uang, baju,sandal, kaca mata, topi, dan sepatu.

Kerugian yang saksi alami akibat pencurian didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut adalah Rp 105.000,-(seratus lima ribu rupiah) yang ikut menjadi korban pencurian


(31)

didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut adalah Rince, Erdon, Putra Ges, Raju, dan David; Terhadap keterangan saksi, Para Terdakwa memberikan pendapat yang menyatakan tidak berkeberatan;

c) Saksi Erdon Pertemuan Hutahaean dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :

Telah terjadi tindak pidana pencurian didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan yang terjadi terhadap saksi pada hari Minggu tanggal 08 Juni2014 sekira pukul 03.30 Wib, Jl. SM. Raja, Kel. Panc. Gerobak, Kec. Sibolga Kota, Kota Sibolga (tepatnya di dalam Terminal Sibolga), yang melakukan tindak pidana pencurian didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut adalah Aryono Manurung alias Bejo, Patar Agus Kristanto Simanjuntak, Rudi Rizky Agustian Sinaga alias Bajingan.

Barang milik saksi yang telah dicuri adalah kaca mata hitam dan alat yang digunakan Para Terdakwa untuk melakukan pencurian didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut adalah 1 (satu) buah parang berukuran panjang dengan ukuran ± 30 cm dan cara Para Terdakwa melakukan pencurian didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut adalah dengan cara salah seorang teman Hariono Manurung Als. Bejo yang tidak saksi kenal mengejar becak motor yang saksi


(32)

kemudikan pada saat di dalam Terminal Sibolga dengan menggunakan 1 (satu) buah parang berkuran panjang dengan ukuran ± 30 cm dan menodongkan parang tersebut tepat ke leher saksi David Perdana Sianturi dan laki-laki tersebut mengatakan“matikan becak mu dan keluarkan semua barang - barang kalian”dan saya

menjawab“gak ada bang”kemudian laki-laki tersebut mengatakan

lagi “ini parang, nanti putus kepala kalian” setelah itu 3 (tiga) orang lainnya langsung datang ikut membantu dan menggeledah seluruh kantong saksi dan kelima orang teman saksi yang saksi bawa dan mengambil semua barang-barang berupa hand phone, uang, baju,sandal, kaca mata, topi, dan sepatu.

Kerugian yang saksi alami akibat pencurian didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut adalah Rp 105.000,-(seratus lima ribu rupiah) dan yang ikut menjadi korban pencurian didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut adalah Rince, Alfaris, Putra Ges, Raju, dan David; Terhadap keterangan saksi, Para Terdakwa memberikan pendapat yang menyatakan tidak berkeberatan;

d) Saksi Prince Alex Orlando Parhusip dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:

Telah terjadi tindak pidana pencurian didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan yang terjadi terhadap saksi pada hari Minggu tanggal 08 Juni 2014 sekira pukul 03.30 Wib, Jl. SM.


(33)

Raja, Kel. Panc. Gerobak, Kec. Sibolga Kota, Kota Sibolga(tepatnya di dalam Terminal Sibolga), yang melakukan tindak pidana pencurian didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut adalah Aryono Manurung alias Bejo, Patar Agus Kristanto Simanjuntak, Rudi Rizky Agustian Sinaga alias Bajingan, barang milik saksi yang telah dicuri adalah 1(satu) pasang sepatu kain merk Mogul dan 1(satu) buah baju kemeja.

Alat yang digunakan Para Terdakwa untuk melakukan pencurian didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut adalah 1 (satu) buah parang berukuran panjang dengan ukuran ± 30 cm dan cara Para Terdakwa melakukan pencurian didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut adalah dengan cara salah seorang teman Hariono Manurung Als. Bejo yang tidak saksi kenal mengejar becak motor yang saksi kemudikan pada saat di dalam Terminal Sibolga dengan menggunakan 1 (satu) buah parang berkuran panjang dengan ukuran ± 30 cm dan langsung menodongkan parang tersebut tepat ke leher saksi David Perdana Sianturi dan laki-laki tersebut

mengatakan“matikan becak mu dan keluarkan semua barang - barang

kalian”dan saya menjawab“gak ada bang” kemudian laki-laki

tersebut mengatakan lagi “ini parang, nanti putus kepala kalian”, setelah itu 3 (tiga) orang lainnya langsung datang ikut membantu dan menggeledah seluruh kantong saksi dan kelima orang teman


(34)

saksi yang saksi bawa dan mengambil semua barang-barang berupa hand phone, uang, baju, sandal, kaca mata, topi, dan sepatu.

Kerugian yang saksi alami akibat pencurian didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut adalah Rp 105.000,-(seratus lima ribu rupiah), yang ikut menjadi korban pencurian didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut adalah Rince, Alfaris, Putra Ges, Raju, dan David. Saksi Putra Ges Warasi dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:

Tindak pidana pencurian didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan yang terjadi terhadap saksi pada hari Minggu tanggal 08 Juni 2014 sekira pukul 03.30 Wib, Jl. SM. Raja, Kel. Panc. Gerobak, Kec. Sibolga Kota, Kota Sibolga(tepatnya di dalam Terminal Sibolga), yang melakukan tindak pidana pencurian didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut adalah Aryono Manurung alias Bejo, Patar Agus Kristanto Simanjuntak, Rudi Rizky Agustian Sinaga alias Bajingan.

Barang milik saksi yang telah dicuri adalah 1 (satu) unit hand phone Nokia warna hitam dan 1(satu) buah baju kemeja, alat yang digunakan Para Terdakwa untuk melakukan pencurian didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut adalah 1 (satu) buah parang berukuran panjang dengan ukuran ± 30 cm, cara Para Terdakwa melakukan pencurian didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut adalah dengan cara


(35)

salah seorang teman Hariono Manurung Als. Bejo yang tidak saksi kenal mengejar becak motor yang saksi kemudikan pada saat di dalam Terminal Sibolga dengan menggunakan 1 (satu) buah parang berkuran panjang dengan ukuran ± 30 cm dan langsung menodongkan parang tersebut tepat ke leher saksi David Perdana Sianturi dan laki-laki tersebut mengatakan“matikan becak mu dan keluarkan semua barang - barang kalian”dan saya

menjawab“gak ada bang” kemudian laki-laki tersebut mengatakan

lagi “ini parang, nanti putus kepala kalian”, setelah itu 3 (tiga) orang lainnya langsung datang ikut membantu dan menggeledah seluruh kantong saksi dan kelima orang teman saksi yang saksi bawa dan mengambil semua barang-barang berupa hand phone, uang, baju, sandal, kaca mata, topi, dan sepatu.

Kerugian yang saksi alami akibat pencurian didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut adalah Rp 105.000,-(seratus lima ribu rupiah), yang ikut menjadi korban pencurian didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut adalah Rince, Alfaris, Putra Ges, Raju, dan David; Terhadap keterangan saksi, Para Terdakwa memberikan pendapat yang menyatakan tidak berkeberatan;

2). Keterangan Terdakwa62

Terdakwa membenarkan keterangan para saksi.


(36)

3). Barang Bukti63

Penuntut Umum mengajukan barang bukti sebagai berikut: a) 1(satu) bilah parang bergagang kayu panjang sekira 50cm b) 1(satu) pasang sepatu warna merah merk Nike

c) 1(satu) unit hand phone merk Samsung warna Silver d) 1(satu) unit hand phone merk Nokia warna hitam e) 1(satu) buah kaca mata hitam.

3). Pembuktian

Jaksa Penuntut umum dalam pembuktian unsur-unsur tindak pidana menyebutkan sebagai berikut bahwa Para Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan tunggal sebagaimana diatur dalam Pasal 368 ayat(1) KUHP jo Pasal 55 ayat(1) ke-1 KUHP yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut :

a). Barang Siapa;

b). Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang secara melawan hokum

c). Memaksa seseorang dengan kekerasan untuk memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu ata orang lain, atau supaya membuat utang maupun menghapuskan piutang;

63

Barang bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang twelah dilakukan penyitaan oleh penyidik untuk keperluan pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. (Lihat: Pasal 1 angka 5 Peraturan Kapolri No. 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan


(37)

d). Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan turut serta melakukan perbuatan ;

Menimbang, bahwa terhadap unsur-unsur tersebut Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai berikut :

a) Barang Siapa;

Menimbang, bahwa mengenai unsur ke-1 tersebut di atas yaitu “barang

siapa” Majelis akan mempertimbangkan sebagai berikut, bahwa yang dimaksud dengan “barang siapa”disini adalah orang atau pribadi yang

merupakan subyek hukum yang melakukan suatu perbuatan pidana atau subyek pelaku dari pada suatu perbuatan pidana Menimbang, bahwa di dalam persidangan Para Terdakwa telah menerangkan bahwa ia adalah orang atau pribadi yang beridentitas seperti apa yang disebutkan dalam surat dakwaan Penuntut Umum Menimbang, bahwa untuk menetapkan apakah benar Para Terdakwa subyek pelaku dari pada suatu perbuatan pidana dalam perkara ini perlu dibuktikan apakah Para Terdakwa tersebut benar telah melakukan suatu rangkaian tingkah laku perbuatan sebagaimana yang didakwakan. jika benar Para Terdakwa melakukan suatu rangkaian tingkah laku perbuatan yang memenuhi semua unsur-unsur dari pasal Undang-undang hukum

pidana yang didakwakan, maka dengan sendirinya unsur “barang siapa”

tersebut telah terpenuhi bahwa Para Terdakwa adalah pelaku dari perbuatan pidana dalam perkara ini Menimbang, bahwa untuk itu Majelis akan melihat unsur-unsur berikutnya apakah telah terpenuhi adanya oleh perbuatan Para Terdakwa.


(38)

b) Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang secara melawan hukum

Menimbang, bahwa mengenai unsur yang ke-2 tersebut di atas yaitu

“Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang secara melawan hukum”Majelis akan mempertimbangkan sebagai berikut Menimbang, bahwa

berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan Para Terdakwa, yang pada pokoknya menerangkan bahwa terdakwa I Aryono Manurung alias Bejo, terdakwa II Patar Agus Kristanto Simanjuntak dan terdakwa III Rudi Rizky Agustian Sinaga alias Bajingan telah melakukan pencurian Minggu tanggal 08 Juni 2014 sekira pukul 03.30 Wib, Jl. SM. Raja, Kel. Panc. Gerobak, Kec. Sibolga Kota, Kota Sibolga (tepatnya di dalam Terminal Sibolga), dengan cara awalnya Para Terdakwa melihat 6 (enam) orang laki-laki mengendarai becak motor masuk ke dalam Terminal kemudian terdakwa I Aryono Manurung alias Bejo mengejar becak motor tersebut sambil mengancam dengan parang, setelah becak berhenti terdakwa I Aryono Manurung alias Bejo, terdakwa II Patar Agus Kristanto Simanjuntak dan terdakwa III Rudi Rizky Agustian Sinaga alias Bajingan mendekati becak tersebut lalu menyuruh semua penumpang turun dari becak sambil terdakwa I Aryono Manurung alias Bejo mengarahkan parang tepat dileher pengemudi betor, sehingga akibat perbuatan para terdakwa para korban merasa dirugikan

Menimbang, bahwa oleh karena itu menurut penilaian Majelis Hakim, unsur ke-2 “Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang


(39)

secara melawan hukum”telah terpenuhi secara hukum oleh perbuatan Para Terdakwa.

c) Memaksa seseorang dengan kekerasan untuk memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu ata orang lain atau supaya membuat utang maupun menghapuskan piutang;

Menimbang, bahwa mengenai unsur yang ke-3 tersebut di atas

yaitu “Memaksa seseorang dengan kekerasan untuk memberikan barang

sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu ata orang lain, atau supaya membuat utang maupun menghapuskan piutang”Majelis akan mempertimbangkan sebagai berikut Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan Para Terdakwa, yang pada pokoknya menerangkan bahwa terdakwa I Aryono Manurung alias Bejo, terdakwa II Patar Agus Kristanto Simanjuntak dan terdakwa III Rudi Rizky Agustian Sinaga alias Bajingan telah melakukan pencurian Minggu tanggal 08 Juni 2014 sekira pukul 03.30 Wib, Jl. SM. Raja, Kel. Panc. Gerobak, Kec. Sibolga Kota, Kota Sibolga (tepatnya di dalam Terminal Sibolga), dengan cara awalnya Para Terdakwa melihat 6 (enam) orang laki-laki mengendarai becak motor masuk ke dalam Terminal kemudian terdakwa I Aryono Manurung alias Bejo mengejar becak motor tersebut sambil mengancam dengan parang, setelah becak berhenti terdakwa I Aryono Manurung alias Bejo, terdakwa II Patar Agus Kristanto Simanjuntak dan terdakwa III Rudi Rizky Agustian Sinaga alias Bajingan mendekati becak tersebut lalu


(40)

menyuruh semua penumpang turun dari becak sambil terdakwa I Aryono Manurung alias Bejo mengarahkan parang tepat dileher pengemudi betor, yaitu saksi David Perdana Sianturi, kemudian Para Terdakwa mengambil barang-barang milik para korban berupa 1(satu) pasang sepatu, 1 (satu) buah kaca mata hitam, 2(dua) unit hand phone merk Samsung dan merk Nokia dan 1(satu) buah kemeja, uang sebesar Rp 10.000,-(sepuluh ribu rupiah), 1(satu) buah topi, 1 (satu) buah kemeja dan uang sebesar Rp 50.000,- (lima puluh ribu rupiah), sehingga memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan utuk memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang mapun menghapuskan pituang Menimbang, bahwa oleh karena itu menurut penilaian Majelis Hakim, unsur ke-3 “Memaksa seseorang dengan kekerasan untuk memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu ata orang lain, atau supaya membuat utang maupun menghapuskan piutang” telah terpenuhi secara hukum oleh perbuatan Para Terdakwa.

d) Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan turut serta melakukan perbuatan

Menimbang, bahwa mengenai unsur yang ke-2 tersebut di atas

yaitu “Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan turut serta

melakukan perbuatan”Majelis akan mempertimbangkan sebagai berikut

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan Para Terdakwa, yang pada pokoknya menerangkan bahwa Pada hari Minggu


(41)

tanggal 08 Juni 2014 sekira pukul 03.30 Wib, Jl. SM. Raja, Kel. Panc. Gerobak, Kec. Sibolga Kota, Kota Sibolga (tepatnya di dalam Terminal Sibolga) terdakwa I Aryono Manurung alias Bejo, terdakwa II Patar Agus Kristanto Simanjuntak dan terdakwa III Rudi Rizky Agustian Sinaga alias Bajingan, bersama-sama telah melakukan pemerasan dan mengambil barang milik para korban berupa 1(satu) pasang sepatu, 1(satu) buah kaca mata hitam, 2(dua) unit hand phone merk Samsung dan merk Nokia dan 1(satu) buah kemeja, uang sebesar Rp 10.000,-(sepuluh ribu rupiah), 1(satu) buah topi, 1(satu) buah kemeja dan uang sebesar Rp 50.000,-(lima puluh ribu rupiah) ;Menimbang, bahwa oleh karena itu menurut penilaian Majelis Hakim, unsur ke-4 “Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan

dan turut serta melakukan perbuatan”telah terpenuhi secara hukum oleh

perbuatan Para Terdakw Menimbang, bahwa oleh karena semuaunsur dari Pasal 368 ayat(1) KUHP jo Pasal 55 ayat(1) ke-1 KUHP telahterpenuhi, maka Para Terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan.

5) Pertimbangan Hakim64

64

Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam menentukan terwujudnya nialai dari suatu putusan hakim yang mengandung keadilan (ex eaquo et bono) dan megandung kepastian hukum, deasmping itu juga mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan sehingga pertimbangan hakim harus disikapi dengan teliti, baik dan cermat. Apabila pertimbangan hakim tidak teliti, baik dan cermat, maka putusan hakim yang berasal dari pertimbangan hakim tersebut akan dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung. Lihat: Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata dan Pengadilan Agama, cet v, Pustaka Pelajar,


(42)

Pertimbangn hakim menyatakan, bahwa oleh karena semua unsur dari Pasal 368 ayat(1) KUHP jo Pasal 55 ayat(1) ke-1 KUHP telah terpenuhi, maka Para Terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan Tunggal. Menimbang, bahwa dalam persidangan, Majelis Hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar dan atau alasan pemaaf, maka Para Terdakwa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Menimbang, bahwa oleh karena Para Terdakwa mampu bertanggung jawab, maka harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana, bahwa untuk menjatuhkan pidana terhadap Para Terdakwa, maka perlu dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan yang meringankan Para Terdakwa.

Keadaan yang memberatkan :

a) Perbuatan Para Terdakwa meresahkan masyarakat; b) Para Terdakwa merugikan saksi korban;

Keadaan yang meringankan :

a) Para Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya sehingga tidak mempersulit jalannya persidangan.

6) Amar Putusan65

Majelis dalam putusannya memutuskan sebagai berikut:

65

Amar Putusan atau Putusan Hakm menurut Prof. Sudikno Mertokusumo adalah suatu pernyataan yang oleh hakim sebagai pejabat yang diberi wewenang itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan mengahiri atau menyelesaikan suatu perkara atau suatu sengketa antara para pihak. (Lihat: Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1993, hlm.


(43)

a) Menyatakan terdakwa I Aryono Manurung alias Bejo, terdakwa II Patar Agus Kristanto Simanjuntak dan terdakwa III Rudi Rizky Agustian Sinaga alias Bajingan tersebut diatas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “turut serta

melakukan pemerasan“ sebagaimana tersebut dalam dakwaan

Tunggal.

b) Menjatuhkan pidana kepada Para Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara masing-masing selama 2(dua) tahun.

c) Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Para Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

d) Menetapkan Para Terdakwa tetap ditahan. e) Menetapkan barang bukti berupa :

(1) 1(satu) bilah parang bergagang kayu panjang sekira 50cm Dimusnahkan

(2) 1(satu) pasang sepatu warna merah merk Nike (3) 1(satu) unit handphone merk Samsung warna silver (4) 1(satu) unit handphone merk Nokia warna hitam

(5) 1(satu) buah kaca mata hitam, Dikembalikan kepada pemiliknya yang berhak melalui saksi korban David Perdana Sianturi

f) Membebankan kepada Para Terdakwa membayar biaya perkara masing-masing sebesar Rp 2.000,-(dua ribu rupiah).


(44)

2. ANALISIS KASUS

Dalam kasus ini hakim menjatuhkan hukuman/pidana kepada para terdakawa, hukum pidana ialah hukum yang mengatur tentang kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan yang berwujud perintah dan larangan atau yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan. Sedangkan “pemidanaan” diartikan sebagai penghukuman. Bapak Amir Ilyas dalam bukunya menjelaskan bahwa

“pemidanaan bisa diartikan sebagai tahapan penetapan sanksi dan juga tahap pemberian sanksi dalam hukum pidana”.66

Sebagaiamana termuat dalam amar putusan yang merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menciptakan tujuan hukum itu sendiri. Keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum haruslah tersirat dalam suatu putusan. Putusan itu sendiri ditujukan bagi siapa saja yang ikut andil dalam suatu kasus pidana oleh karena guna menciptakan tujuan hukum itu sendiri. Secara yuridis berapapun sanksi pidana yang dijatuhakan oleh hakim tidak menjadi permasalahan selama tidak melebihi batas minimum dan maksimum sanksi pidana yang diancamkan dalam pasal yang bersangkutan, melainkan yang menjadi persoalan adalah apa yang mendasari atau apa alasan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan berupa sanksi pidana sehingga putusan yang dijatuhkan secara objektif dapat diterima dan memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat luas pada umumnya dan bagi saksi korban dan juga terdakwa pada khususnya.


(45)

Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang tidak mungkin dipertanggungjawabkan dan dijatuhi pidana kalau tidak mempunyai kesalahan. Pertanggungjawaban pidana merupakan pertanggungjawaban oleh orang terhadap perbuatan pidana yang telah

dilakukannya. “Pada hakikatnya pertanggung jawaban pidana merupakan suatu

mekanisme yang dibangun oleh hukum pidana untuk bereaksi atas kesepakatan menolak suatu perbuatan tertentu.” Kesepakatan menolak tersebut dapat berupa aturan tertulis maupun aturan tidak tertulis yang lahir dan berkembang dalam masyarakat.

pertanggungjawaban pidana ini dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang tersebut dapat dipertanggungjawabkan atas pidananya atau tidak terhadap tindakan yang dilakukan itu. Dengan demikian, seseorang mendapatkan pidana tergantung dua hal, yakni (1) harus ada perbuatan yang bertentangan dengan hukum, atau dengan kata lain, harus ada unsur melawan hukum jadi harus ada unsur Objektif, dan (2) terhadap pelakunya ada unsur kesalahan dalam bentuk kesengajaan dan atau kealpaan, sehingga perbuatan yang melawan hukum tersebut dapat dipertanggungjawabkan kepadanya jadi ada unsur subjektif. Terjadinya pertanggungjawaban pidana karena telah ada tindak pidana/perbuatan yang dilakukan oleh seseorang.67

67

S.R Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapannya, Cet. IV, Alumni haem-Pateheam, Jakarta, 1996, hlm. 245


(46)

Menurut E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi yang dapat dikatakan seseorang mampu bertanggungjawab (toerekeningsvatbaar), bilamana pada umumnya:68

a. Keadaan jiwanya:

1) Tidak terganggu oleh penyakit terus-menerus atau sementara (temporair);

2) Tidak cacat dalam pertumbuhan (gagu, idiot,imbecile, dan sebagainya), dan;

3) Tidak terganggu karena terkejut, hypnotisme,amarah yang meluap, pengaruh bawah sadar/reflexe bewenging, melindur/slaapwandel, menganggu karena demam/koorts, nyidam dan lain sebagainya.Dengan perkataan lain didalam keadaan sadar.

b. Kemampuan jiwanya:

1) Dapat menginsyafi hakekat dari tindakannya;

2) Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah akan dilaksanakan atau tidak; dan

3) Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut.

Kemampuan bertanggungjawab didasarkan pada keadaan dan kemampuan

“jiwa” (geestelijke vermogens), dan bukan kepada keadaan dan kemampuan

“berfikir” (verstanddelijke vermogens), dari seseorang, walaupun dalam istilah yang resmi digunakan dalam Pasal 44 KUHP adalah verstanddelijke vermogens untuk terjemahan dari verstanddelijke vermogens sengaja digunakan istilah

“keadaan dan kemampuan jiwa seseorang”.

68


(47)

Pertanggungjawaban pidana disebut sebagai “toerekenbaarheid” dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang tersangka/terdakwa dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana (crime) yang terjadi atau tidak. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana Indonesia saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas dalam Pasal 1 KUHPidana. Pertanggungjawaban pidana merupakan bentuk perbuatan dari pelaku tindak pidana terhadap kesalahan yang dilakukannya. Dengan demikian, terjadinya pertanggungjawaban pidana karena ada kesalahan yang merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang, dan telah ada aturan yang mengatur tindak pidana tersebut.

Kemampuan bertanggung jawab dapat diartikan sebagai kondisi batin yang normal atau sehat dan mampunya akal seseorang dalam membeda - bedakan hal-hal yang baik dan yang buruk atau dengan kata lain mampu untuk menginsyafi sifat melawan hukumnya suatu perbuatan dan sesuai dengan keinsyafan itu mampu untuk menentukan adanya kemampuan bertanggung jawab, yaitu faktor akal dan faktor kehendak. Akal yaitu dapat membedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan, sedangkan kehendak yaitu dapat menyesuaikan tingkah lakunya dengan keinsyafan atas sesuatu yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan.69

Keadaan batin yang normal atau sehat ditentukan oleh faktor akal pembuat yang dapat dilihat dari akalnya mampu membeda - bedakan perbuatan yang boleh dilakukan dan perbuatan yang tidak boleh dilakukan. Kemampuan pembuat untuk


(48)

membeda - bedakan perbuatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan, menyebabkan yang bersangkutan dapat dipertanggung jawabkan dalam hukum pidana, ketika melakukan tindak pidana. dapat dipertanggung jawabkan karena akalnya yang sehat dapat membimbing kehendaknya untuk menyesuaikan dengan yang ditentukan oleh hukum, padanya diharapkan untuk selalu berbuat sesuai dengan yang ditentukan hukum.70

Mengenai kemampuan bertanggung jawab, simons mengartikannya sebagai suatu keadaan psikis, yang membenarkan adanya penerapan suatu upaya pemidanaan, baik dilihat dari sudut umum maupun orangnya.71 Seseorang yang dikatakan mampu bertanggung jawab jika jiwanya sehat, apabila; 1. ia mampu untuk mengetahui atau menyadari bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum 2. ia dapat menentukan kehendaknya sesuai dengan kesadaran tersebut.. 10 Dalam KUHP, ketentuan mengenai kemampuan bertanggung jawab diatur

dalam buku I bab III Pasal 44 ayat (1) yang berbunyi: “barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya

cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.” Dilihat

dalam Pasal 44 ayat (1) dijelaskan bahwa seseorang yang jiwanya cacat atau terganggu tidak dapat dipidana, hal ini disebabkan karena orang tersebut tidak mampu menyadari bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum serta tindakan yang dilakukan diluar dari kesadarannya, maka orang tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

70 Ibid hlm 172


(49)

Dalam kasus ini, para terdakwa telah memenuhi unsur-unsur untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya atau dengan kata lain mampu dikenakan hukum pidana terhadap perbuatannya sebagaimana dirumuskan orang yang mampu bertanggungjawab harus memenuhi setidaknya 3 (tiga) syarat, yaitu : (1) dapat menginsafi (mengerti) makna perbuatannya dalam alam kejahatan, (2) dapat menginsafi bahwa perbuatanya di pandang tidak patut dalam pergaulan masyarakat, (3) mampu untuk menentukan niat atau kehendaknya terhadap perbuatan tadi. Sehingga putusan hakim yang menjatuhkan hukuman pidana terhadap para terdakwa tindak pidana pemerasan dengan ancaman yang dilakukan secara bersama-sama sudah tepat.


(50)

BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Dalam dakwaan yang digunakan oleh jaksa dalam surat dakwaan ini adalah dakwaan tunggal dengan menggunakan pasal 368 ayat (1) KUHP. Bentuk dakwaan tungal ini dipakai karena tidak adanya keraguan oleh jaksa untuk mengidentifikasi tindak pidana apakah yang dilakukan oleh para terdakwa. Dengan tidak adanya keraguan tersebut, maka jaksa dapat membuat dakwaan dengan bentuk dakwaan tunggal. Dalam kasus ini dakwaan Jaksa Penuntut Umum telah sesuai.

2. Dalam kasus putusan Pengadilan Negeri Sibolga Nomor 266/Pid.B/2014/PN.Sbg para terdakwa telah dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya karena telah memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban pidana yaitu adanya kemampuan bertanggungjawab, adanya kesalahan yang berbentuk kesengajaan (dolus), serta tidak adanya alasan yang menghapuskan kesalahan para terdakwa ( alasan pemaaaf). Adapun bentuk pertanggungjawaban yang dibebankan kepada para terdakwa yaitu berupa penjatuhan pidana penjara selama 2 (dua) tahun sudalah tepat.


(51)

B. SARAN

1. Hendaknya Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa dengan hukuman maksimal sebab perbuatan para terdakwa sangat merugikan para korban baik secara materil maupun secara moril, sebagaimana para terdakwa melakukan pengancaman dengan menggunakan senjata tajam yang ditujukan kebagian tubuh para korban serta kata-kata ancaman yang sangat menakutkan kepada para korban. Dengan tuntutan yang berat, maka hakim dapat menjatuhkan hukuman terhadap para terdakwa sesuai dengan surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum demi memberikan rasa keadilan kepada para korban dan kepada masyarakat.

2. Hendaknya terdakwa dihukum lebih berat lagi untuk memberikan efek jera kepada terdakwa, dengan adanya pidana yang dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana pemerasan dengan ancaman dapat menimbulkkan efek jera dan memberi kesadaran kepada para pihak lain agar tidak melakukan tindak pidana pemerasan dengan ancaman dalam kehidupan masyarakat sehingga keamanan dan kenyamanan tercipta di dalam masyarakat demi mewujudkan kehidupan yang harmonis.


(52)

BAB II

Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Terhadap Tindak Pidana Pemerasan Dengan Menggunakan Senjata Tajam Yang Dilakukan Secara

Bersama-Sama Dalam Putusan Pengadilan Negeri Sibolga Nomor 266/Pid.B/2014/Pn.Sbg

A. Tinjauan Umum Mengenai Dakwaan 1. Pengertian Surat Dakwaan

Periode HIR surat dakwaan disebut surat tuduhan atau acte van beshuldiging, seperti yang ditegaskan pada Pasal 140 ayat (1) KUHAP, diberi nama surat dakwaan. Atau dimasa yang lalu surat dakwaan lazim disebut acte van

verweijzing, dalam istilah hukum Inggris disebut imputation atau indictment.31

Menurut Mr.I.A.Negerburgh Surat ini adalah sangat penting dalam pemeriksaan perkara pidana, karena ialah yang merupakan dasarnya,dan menentukan batas-batas bagi pemeriksaan hakim.Memang pemeriksaan itu tidak batal jika batas-batas ittu dilampaui,tetapi putusan hakim hanyalah boleh mengenai peristiwa-peristiwa yang terletak dalam batas-batas itu32.

Surat dakwaan merupakan dasar penuntutan perkara pidana yang dibuat oleh jaksa penuntut umum dan diajukan ke pengadilan dengan adanya surat dakwaan tersebut berarti ruang lingkup pemeriksaan telah dibatasi dan jika dalam pemeriksaan terjadi penyimpangan dari surat dakwaan, maka hakim ketua sidang

31

Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan (Edisi Kedua), Sinar Grafika, Jakarta, 2001, hlm. 386.


(1)

9. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing akademik yang telah membimbing Penulis selama masa perkuliahan;

10.Seluruh Dosen dan Staff pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing Penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

11.Tulang Jonris Simanjuntak, Tulang Barita Simajuntak, Tulang Adi Simanjuntak, Tulang Endang Simanjuntak, Inang Tuaku dan Tanteku, serta seluruh keluarga besar pomparan Op. J. Simanjuntak/T br. Sihotang yang senantiasa mendukung dan mendoakan perjuangan penulis selama menempuh proses pendidikan;

12.Appara Arya Mulatua Manurung, Appara Daniel Manurung, Appara Sahata Manurung, Appara Monang Manurung, Appara Febrian Manurung, Appara Jamot Manurung, Ito Laratisa Manurung, Ito Jones Manurung, Ito Deysi Dumais Manurung, Keluarga punguan Manurung serta teman seperjuangan Penulis selama perkuliahan, yang selalu bersedia meluangkan waktunya membantu Penulis menyelesaikan tugas-tugas kuliah, semoga kita kelak mampu memenuhi impian kita masing-masing;

13.Raply Sihotang, Paulus Sibarani, Rizal Banjarnahor, Dora Virgolin Tambunan, Damaskus Situmeang, Alex Manalu, dan seluruh teman seperjuangan yang berasal dari kota Sibolga Nauli yang selalu bersedia memberikan bantuan kepada penulis selama proses perkuliahan.

14.Saudara – saudaraku di Fidelis Laurensiah Miranda Tobing (orang spesial), Jannes sitanggang, Wuri yanti, Alfa Napitupulu, Ceperianus Gea, Sahat


(2)

Debataraja, Prima Sidabutar, Elisabeth Silalahi,dan kawan-kawan lainnya yang telah menghibur dan memberi dukungan penulis selama proses penulisan skripsi ini.

15.Sahabat-sahabatku dalam tim hore-hore Efraim Sihombing, Andri Tarigan, Iwan Jani Simbolon,Wakibosri Sihombing, Bahari Sitinjak, Lamhot Limbong, Arga Pasaribu, Suryadi Ujung, Lian Sagala, Rawady Berutu, Rizal Banjarnahor, Samuel Juliandy, Wilfrid Tobing, , dan kawan-kawan lainnya, yang telah menemani dan menghibur penulis selama proses penulisan skripsi ini. Semoga Kelak kita bisa sukses bersama-sama.

16.Teman-teman stambuk 2012 yang tidak dapat disebutkan Penulis satu-persatu, yang membantu Penulis menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini membawa manfaat yang sangat besar bagi pembaca dan perkembangan hukum di Indonesia. Terima kasih.

Medan, 25 Januari 2017 Penulis,


(3)

ABSTRAK Tri Bosco Ignatius M * Prof. Dr. Madiasa Ablisar, SH., M.S **

Alwan, SH., M.Hum ***

Tindak pidana pemerasan dapat dikatakan sebagai perbuatan yang sudah banyak terjadi, dari jaman dahulu sampai sekarang. Namun, setiap perbuatan yang terjadi disetiap wilayah pasti terdapat unsur dan motif yang berbeda-beda serta unsur dan sebab akibatnya. Tindak pidana pemerasan sebagaimana diatur dalam Bab XXIII KUHP sebenarnya terdiri dari dua macam tindak pidana, yaitu tindak pidana pemerasan (afpersing) dan tindak pidana pengancaman (afdreiging). Kedua macam tindak pidana tersebut mempunyai sifat yang sama, yaitu suatu perbuatan bertujuan memeras orang lain. Justru karena sifatnya yang sama itulah kedua tindak pidana ini biasanya disebut dengan nama sama, yaitu ”Pemerasan‟‟ serta diatur dalam bab yang sama. Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimanakah pengaturan hukum pidana terhadap tindak pidana pemerasan dengan menggunakan senjata tajam yang dilakukan secara bersam-sama dan bagaimanakah analisis kasus terhadap tindak pidana pemerasan dengan menggunakan senjata tajam yang dilakukan secara bersama-sama (studi kasus nomor 266/pid.b/2014/pn.sbg).

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih dikenal dengan nama dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum.

Bentuk dakwaan yang digunakan oleh jaksa dalam surat dakwaan ini adalah dakwaan tunggal dengan menggunakan pasal 368 ayat (1) 1 KUHP. Bentuk dakwaan tunggal ini dipakai karena tidak adanya keraguan oleh jaksa untuk mengidentifikasi tindak pidana apakah yang dilakukan oleh para terdakwa.Dengan tidak adanya keraguan tersebut, maka jaksa dapat membuat dakwaan dengan bentuk dakwaan tunggal. Dalam kasus putusan Pengadilan Negeri Sibolga Nomor 266/Pid.B/2014/PN.SBG, para Terdakwa telah dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya karena telah memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban pidana yaitu adanya kemampuan bertanggungjawab, adanya kesalahan yang berbentuk kesengajaan (dolus), serta tidak adanya alasan yang menghapuskan kesalahan para terdakwa (alasan pemaaf).

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing I


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ... i

ABSTRAKSI ... ... v

DAFTAR ISI ... ... vi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C.Tujuan dan Manfaat penulisan ... 4

D.Keaslian Penulisan ... 5

E.Tinjauan Pustaka ... 6

1. Pengertiaan Tindak Pidana ... 6

2. Pengertian Pertimbangan Jaksa ... 9

3. Pengertian Tindak Pidana yang Dilakukan Secara Bersama- Sama ... 11

4. Pengertian Tindak Pidana Pemerasan Menurut KUHP ... 14

5. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana ... 15

F.Metode Penelitian ... 19

G.Sistematika Penulisan ... 21

BAB II PERTIMBANGAN JAKSA DALAM MENENTUKAN DAKWAAN TERHADAP TINDAK PIDANA PEMERASAN DENGAN MENGGUNAKAN SENJATA TAJAM YANG DILAKUKAN SECARA BERSAMA-SAMA ... 23


(5)

A. Tinjauan Umum Mengenai Dakwaan... 23

B. Analisis Tentang Pertimbangan Jaksa dalam Menentukan Dakwaan Terhadap Perkara Tindak Pidana Pemerasan dengan Menggunakan Senjata Tajam yang Dilakukan Secara Bersama-sama... 34

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PEMERASAN DENGAN MENGGUNAKAN SENJATA TAJAM YANG DILAKUKAN SECARA BERSAMA-SAMA (ANALISIS KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIBOLGA NOMOR 266/PID.B/2014/PN.SBG) ... 45

A. Pengaturan Tentang Tindak Pidana Pemerasan dengan Menggunakan Senjata Tajam yang Dilakukan Secara Bersama-sama dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ... 45

1. Tindak Pidana yang Dilakukan Secara Bersama-sama/Penyertaan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ... 55

a. Mereka Yang Melakukan (pleger) ... 58

b. Menyuruh Melakukan (doenpleger) ... 59

c. Turut Melakukan (madepleger) ... 61

d. Orang yang sengaja membujuk (Uitlokker) ... 62

e.Membantu Melakukan Tindak Pidana (Medeplichtgheid) ... 64 B. Analisis Pertanggungjawaban Pidana dalam Tindak


(6)

yang Dilakukan Secara Bersama-sama Dalam Putusan

Pengadilan Negeri Sibolga Nomor

266/Pid.b/2014/PN.Sbg ... 65

1. Posisi Kasus ... 65

a. Kronologis ... 65

b. Dakwaan Penuntut Umum ... 66

c. Tuntutan Penuntut Umum ... 67

d. Fakta-Fakta Hukum ... 68

e. Pertimbangan Hakim ... 82

f. Amar Putusan ... 83

2. Analisis Kasus ... 85

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

A. Kesimpulan ... 91

B. Saran ... 92


Dokumen yang terkait

Tindak Pidana Membantu Melakukan Pencurian dengan Kekerasan yang Dilakukan oleh Anak (Studi Putusan Nomor : 03/PID.SUS-Anak/2014/PN.MDN)

1 116 103

Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Aparat Kepolisian Yang Menyebabkan Kematian(Studi Putusan Nomor : 370/Pid.B/2013/Pn.Sim)

1 112 102

Tindak Pidana Korupsi yang Dilakukan Oleh CV Pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di Kota Binjai (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tipikor Nomor 05/Pid.Sus K/2011/PN Medan)

7 61 152

Tinjauan Kriminologi Dan Hukum Pidana Tentang Tindak Pidana Penganiayaan Yang Dilakukan Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tulungagung Nomor : 179/Pid.Sus/2012/PN.Ta)

5 134 138

Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Internet (Studi Kasus Prita Mulyasari)

7 70 93

Tinjauan Psikologi Kriminal Penyimpangan Perilaku Seksual Terhadap Tindak Pidana Mutilasi (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Depok Nomor 1036/PID.B/2009/PN.DEPOK)

18 111 171

Pertimbangan Hakim Terhadap Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Pejabat Negara (Studi Putusan Nomor : 01/Pid.Sus.K/2011/PN.Mdn)

2 43 164

Tinjauan Yuridis Terhadap Upaya Pengembalian Keuangan Negara Atas Tindak Pidana Korupsi Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

0 6 42

BAB I PENDAHULUAN - Tindak Pidana Membantu Melakukan Pencurian dengan Kekerasan yang Dilakukan oleh Anak (Studi Putusan Nomor : 03/PID.SUS-Anak/2014/PN.MDN)

0 0 25

Tinjauan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan)

0 11 90