Pihak-Pihak Yang Bertanggung Jawab Terhadap Terjadinya Kecelakaan Angkutan Laut

C. Pihak-Pihak Yang Bertanggung Jawab Terhadap Terjadinya Kecelakaan Angkutan Laut

Pada setiap angkutan, terlebih angkutan laut sangat mementingkan aspek keselamatan dalam setiap pelayanannya. Tidak ada orang yang mau perjalanan mereka ataupun barang yang diangkut mengalami kendala tersuk kecelakaan. Sudah menjadi tanggung jawab penyedia jasa angkutan untuk menjaga kenyamanan serta keamanan dalam setiap angkutan. Sudah terdapat peraturan mengenai pelayanan dalam setiap angkutan umum, lebih khususnya angkutan laut. Mengenai Angkutan Laut sudah ada Undang-Undang yang mengatur segala kegiatan yang berkaitan dengan angkutan laut, yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Jika berbicara mengenai kecelakaan, terdapat pihak yang dirugikan akibat kecelakaan dan pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan tersebut. Kerugian yang di timbulkan dapat kerugian materiil dan kerugian immateriil.Kerugian materiil dan immateriil biasanya ditujukan pada benda yang terangkut dalam sebuah kapal. Yang dimaksudkan dengan kerugian materiil yaitu jika barang tampak tidak menderita kerugian atau kerusakan, tidak kurang dan tidak cacat, tetapi harga itu merosot, sehingga bagi tertanggung hal yang demikian juga merupakan kerugian juga. Tetapi yang dimaksudkan kerugian immateriil adalah sebagai kerugian dimana keadaaan barang kurang dan cacat, serta harga dari barang itu pun merosot. 48 48 Purwosutjipto, H.M.N,. Opcit. Hal. 354 Universitas Sumatera Utara Sedangkan untuk kerugian yang ditimbulkan bagi manusia, kerugian materiil ialah kerugian yang sebabkan oleh sebuah kecelakaan yang mengakibatkan hilangnya barang atau rusaknya barang dari penumpang tersebut, sehingga menimbulkan kerugian dari segi materi. Lain hal dengan kerugian immateriil, kerugian immateriil dapat berupa trauma yang ditimbulkan dari kecelakaan tersebut, timbulnya luka-luka yang disebabkan oleh kecelakaan, serta hilangnya nyawa penumpang yang disebabkan oleh kecelakaan tersebut. 49 Perusahaan pengangkutan di perairan wajib mengangkut penumpang danatau barang terutama pengangkutan pos yang disepakati dalam perjanjian pengangkutan. Perjanjian pengangkutan yang dimaksud dibuktikan dengan karcis penumpang dan dokumen muatan pasal 38 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008. Perusahaan pengangkutan di perairan bertanggung jawab terhadap keselamatandan keamanan penumpang danatau barang yang diangkutnya. Perusahaan tersebut bertanggung jawab terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan danatau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati. 50 49 Ibid . Hal. 274 50 Muhammad Abdulkadir. Opcit. Hal. 45 Mengenai kerugian yang timbulkan oleh sebuah kecelakaan, harus ada yang bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Mengenai tanggung jawab tersebut sudah dituliskan dalam pasal 40 sampai pasal 43 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang pelayaran. Universitas Sumatera Utara Dalam pasal 40 tertulis bahwa: “Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang danatau barang yang diangkatnya. 51 Ini berarti bahwa setiap kejadian yang bersangkutan dengan kapal, itu adalah tanggung jawab perusahaan kapal. Terlebih Nahkoda dan awak kapal. Dan juga dijelaskan pada pasal 41 tanggung jawab yang dimaksudkan jika di timbulkan akibat dari kematian dan luka-luka penumpang yang diangkut, musnah atau hilangnya barang yang diangkut, keterlambatan angkutan penumpang, dan kerugian pihak ketiga. 52 Selain perusahaan kapal, dijelaskan pada pasal 341 KUHD ditegaskan bahwa nahkoda itu memimpin kapal. Penegasan ini membawa konsekuensi bahwa nahkoda itu harus bertanggung jawab atas keselamatan kapal dan segala sesuatu yang terdapat didalamnya. 53 Jika berujuk pada Hukum pengangkutan, bahwa terlah dijelaskan pada pasal 468 KUHD menyebutkan: 54 Perjanjian pengangkutan mewajibkan pengangkut menjaga keselamatan barang yang di angkut sejak saat penerima sampai saat penyerahannya. Pengangkut diwajibkan mengganti kerugian yang disebabkan karena tidak diserahkannya barang seluruhnya atau sebagian atau karena kerusakan barang, kecuali bilamana ia membuktikan bahwa tidak diserahkannya barang atau kerusakan itu adalah suatu peristiwa yang sepantasnya tidak dapat dicegah atau 51 Pasal 40. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran 52 Pasal 41. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008. 53 Djohari Santosa. Pokok-Pokok Hukum Perkapalan. Yogyakarta:UII Press.2004. Hal. 51 54 Sinta Uli. Pengangkutan : Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut, Angkutan Darat, dan Angkutan Udara . Medan.USU Press. 2006. Hal. 27 Universitas Sumatera Utara dihindarinya akibat dari sifat keadaan atau cacat benda sendiri atau dari kesalahan pengirim. Ia bertanggung jawab perbuatan-perbuatan darimereka yang ia pekerjakan dan terhadap benda-benda yang ia pergunakan pada pengangkutan. Pada pasal 321 ayat 1 KUHD menetapkan bahwa pengusaha kapal terikatoleh segala perbuatan hukum, yang dilakukan oleh mereka yang bekerja tetap atau sementara pada kapalnya, dalam kedudukan dan lingkungan kekuasaan mereka. Sedangkan pengusaha kapal bertanggungjawab untuk segala kerugian yang diterbitkan pada pihak ketiga, oleh suatu perbuatan melanggar hukum dari mereka yang bekerja tetap atau sementara pada kapalnya atau yang melakukan sesuatu pekerjaan dikapal guna kepentingan kapal dan muatannya, asal perbuatan melanggar hukum itu dilakukan dalam rangka dan pada waktu mereka menjalankan tugas mereka. Jadi, kalau perbuatan yang dilakukan oleh buruh kapal itu suatu perbuatan hukum, maka pengusaha kapal itu terikat, artinya pengusaha kapal harus melaksanakan pekerjaan sebagai akibat adanya perbuatan hukum tersebut. 55 Sebagai contoh seorang Nahkoda, karena Nahkoda adalah buruh utama pengusaha kapal pasal 399 KUHD, maka segala perbuatannya menjadi tanggung jawab pengusaha kapal, asal segala perbuatannya itu dilakukan dalam jabatannyaatau dalam waktu mereka menjalankan pekerjaan itu. Kalau seorang nahkoda berbuat diluar wewenangnya, maka menurut pasal 373 KUHD nahkoda sendirilah yang bertanggung jawab. 56 55 Purwosutjipto, H.M.N,. Opcit. Hal. 87 56 Ibid . Hal. 91 Universitas Sumatera Utara Hukum pengangkutan mengenal tiga prinsip tanggung jawab, yaitu tanggung jawab karena kesalahan fault liability, tanggung jawab karena praduga presumption liability, dan tanggung jawab mutlak absolute liability. Hukum pengangkutan di Indonesia umumnya menganut prinsip tanggung jawab karena kesalahan dan karena praduga. 57 Tanggung jawab karena kesalahan ialah jika setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggung jawab membayar segala kerugian yang timbul akibat kesalahan itu. Pihak yang menderita kerugian wajib membuktikan kesalahan pengangkut. Tanggung jawab karena praduga dijelaskan bahwa pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya. Sedangkan tanggung jawab mutlak dijelaskan juga bahwa pengangkut harus bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang diselenggarakannya tanpa keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut. 58 57 Muhammad Abdulkadir. Opcit. Hal. 43 58 Ibid . Hal. 49 Universitas Sumatera Utara

BAB III SANTUNAN PADA PENGANGKUTAN LAUT