e. Alat angkutan penumpang umum dengan biaya angkutan di atas
Rp25.000,00 dua puluh lima ribu rupiah sebesar Rp2.000,00 dua ribu rupiah.
Berdasarkan uraian di atas, maka jelaslah bahwa penyandang disabilitas yang memiliki tiket mempunyai hak yang sama dengan penumpang lainnya yang
bukan penyandang disabilitas. Adanya tiket penumpang kapal laut tersebut, maka menimbulkan hak dan kewajiban para pihak. Pengangkut mulai bertanggung
jawab atas penumpang maupun barang yang diangkut. Sebelum penumpang naik ke dalam kapal laut, penumpang tersebut harus membayar lunas biaya angkutan.
Selain membayar biaya angkutan, penumpang juga harus membayar iuran wajib yang dibayar secara bersamaan dengan pembayaran angkutan. Supaya penumpang
mengetahui bahwa di dalam tiket penumpang telah termasuk iuran wajib, maka pada halaman depan tiket itu dicantumkan dicap perkataan “termasuk iuran
wajib Jasa Raharja”.
92
B. Perlindungan Hukum Bagi Penyandang Disabilitas pada Kecelakaan Angkutan Laut.
Perlindungan hukum bagi penumpang adalah suatu masalah yang besar dengan persaingan global yang terus berkembang sehingga perlindungan hukum
sangat dibutuhkan dalam persaingan global.
93
Pada saat seseorang menjadi penumpang sah dari angkutan laut dari perusahaan pengangkutan nasional, dia wajib membayar iuran premi
92
Radiks Purba, Op.Cit, hlm. 3
93
Barkatullah, Hak-hak Konsumen. Nusa Media, Bandung, 2010, hlm.23
Universitas Sumatera Utara
pertanggungan wajib kecelakaan penumpang melalui pengusaha yang bersangkutan Pasal 3 ayat 1 huruf a Undang-undang No.331964. Pada saat itu
penumpang yang bersangkutan tidak hanya menutup perjanjian pengangkutan saja, tetapi sekaligus juga menutup perjanjian pertanggungan wajib kecelakaan
penumpang. Sifat wajib ini menunjukkan unsur dari pemerintah. Unsur paksaan ini tertuju pada sistem jaminan sosial. Unsur paksaan ini bila sudah menjadi
kebiasaan, tidak terasa lagi, sebaliknya tujuan paksaan ini tercapai yakni suatau sistem jaminan sosial dalam masyarakat Indonesia.
94
1. Bila penumpang mati.
Penumpang pada saat yang sama menutup perjanjian pengangkutan dan perjanjian pertanggungan. Dalam hal menutup perjanjian pertanggungan,
penumpang bertindak sebagai tertanggung, sedangkan yang bertindak sebagai penanggung adalah perum asuransi kerugian Jasa Raharja Pasal 8 Peraturan
Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965. Kewajiban tertanggung ialah membayar iuran premi kepada penanggung dengan melalui pengusaha pengangkutan Pasal
1 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor Tahun 1965, sedangkan hak tertanggung ialah ganti kerugian, kalau dia menderita kecelakaan dalam pengangkutan, yakni:
2. Penumpang mendapat cacat tetap akibat dari kecelakaan penumpang.
3. Penumpang mendapat luka-luka
Kewajiban penanggung ialah memberi ganti kerugian kepada tertanggung penumpang, bila dia mati atau mendapat cacat tetap akibat kecelakaan
94
H. M. N. Purwosutjipto, Pengantar Pokok Hukum Dagang Indonesia 3: Hukum Pengangkutan, Djambatan, Jakarta, 2008, hlm. 64
Universitas Sumatera Utara
penumpang. Sedangkan hak penanggung ialah mendapat premi dari tertanggung dengan melalui pengusaha pengangkutan bersangkutan.
Berbeda dengan pertanggungan biasa yang sifatnya bebas bagi setiap orang untuk menutup perjanjian pertanggungan atau tidak, maka menutup
perjanjian pertanggungan wajib kecelakaan penumpang ini sifatnya mutlak bagi setiap penumpang kendaraan umum.
Istilah ganti kerugian bagi penumpang yang mati itu sesungguhnya tidak tepat, sebab hilangnya nyawa seorang penumpang tidak dapat dinilai dengan
uang, jadi tidak dapat diganti rugi dengan uang. Mengenai istilah “ganti rugi” bagi si mati tersebut lebih tepat diganti dengan istilah “uang duka”.
95
Pengangkutan penumpang laut, ada dua macam tanggung jawab menurut hukum yang dipikul oleh pengangkut, yaitu:
96
1. Tanggung jawab hukum terhadap penumpang yaitu menyangkut kecelakaan
penumpang selama perjalanan yang disebabkan oleh kecelakaan alat angkut yang menyebabkan penumpang korban luka-luka,cacat,meninggal.
2. Tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga bukan penumpang, yaitu yang
menyangkut kecelakaan pihak ketiga yang disebabkan oleh pengangkut yang bersangkutan.
Aturan hukum untuk melindungi penumpang pada angkutan laut termasuk di dalamnya penyandang disabilitas sebenarnya sudah ada, bahwa penumpang
memiliki hak atas keselamatan, keamanan dan kenyamanan. Penumpang juga berhak mendapatkan ganti rugi apabila ada hak-haknya yang tidak terpenuhi.
95
Ibid, hlm. 64
96
Radiks Purba, Op.Cit, hlm.331.
Universitas Sumatera Utara
Hal-hal yang menjadi hak dan kewajiban penumpang angkuta laut dituliskan pada bagian belakang tiket sehingga penumpang lebih memahami apa
yang menjadi hak-haknya selama menggunakan jasa angkutan laut penumpang. Dengan demikian penumpang dapat mengajukan ganti rugi atas hak yang belum
terpenuhi sebagai pengguna jasa angkutan laut. Untuk menjamin keselamatan penumpang, perusahaan pelayaran perlu
mengasuransikan keselamatan pengguna jasa kepada perusahaan asuransi, sehingga memberikan jaminan rasa aman kepada penumpang maupun operator
kapal. Jika terjadi kecelakaan kapal maupun penumpang, maka perusahaan pelayaran sudah mengalihkan resiko kepada perusahaan asuransi. Klaim akan
diajukan kepada perusahaan asuransi untuk mendapatkan ganti rugi. Pengangkut bertanggung jawab atas kecelakaaan itu, maka pengangkut
harus membayar ganti rugi kepada penumpang maupun non penumpang yang menderita kecelakaan sedangkan bila terjadi kecelakaan yang tidak mungkin
dihindari oleh pihak pengangkut seperti kapal laut mengalami kecelakaan atau tenggelam yang disebabkan oleh angin topan dan gelombang besar maka
pengangkut bebas dari tangggung jawab untuk membayar ganti kerugian kepada penumpang yang menjadi korban kecelakaan.
97
Melihat hal tersebut pentingnya adanya jaminan sosial seperti asuransi kerugian jasa raharja agar penumpang yang mengalami kecelakaan dapat
menerima sumbangan yang mana di pungut dari para penumpang iuran dan
97
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
sumbangan dari para pemilik kendaraan dalam mewujudkan pemberian jaminan sosial.
98
Memungut iuran wajib dari para penumpang untuk setiap perjalanan ditugaskan kepada pengelola alat pengangkutan umum yang bersangkutan dan
biasanya disatukan dengan sewa pengangkutan harga tiket, kemudian iuran wajib yang dipungut itu disetorkan oleh pengangkut kepada PT Jasa Raharja.
Perjalanan penumpang diwajibkan membayar iuran, yang disebut iuran wajib, yang dimaksudkan sebagai suatu pertanggungan kecelakaan selama dalam
perjalanan karena dengan membayar iuran wajib maka jika terjadi kecelakaan penumpang memperoleh santunan.
Iuran wajib besarnya berbeda-beda menurut jenis alat angkutan penumpang umum yang ditumpangi sedangkan besarnya santunan asuransi yang
diberikan sama yaitu santunan asuransi kematian bagi ahli waris korban yang meninggal dunia, santunan asuransi untuk penggantian perawatan dan pengobatan
sesuai dengan kuitansi asli darti rumah sakit, dokter dan apotik dan santunan asuransi untuk cacat tetap sesuai sifat atau tingkat cacat tetapnya menurut
keterangan atau penetapan dokter yang berwenang.
99
C. Tanggung jawab PT. ASDP Terhadap Penumpang Penyandang Disabilitas yang Mengalami Kecelakaan Angkutan Laut
Angkutan laut yang mempunyai karakteristik pengangkutan secara nasional dan menjangkau seluruh wilayah melalui perairan perlu dikembangkan
potensi dan ditingkatkan peranannya sebagai penghubung antarwilayah, baik
98
Ibid, hlm. 332.
99
Ibid. hlm. 134
Universitas Sumatera Utara
nasional maupun internasional termasuk lintas batas, karena digunakan sebagai sarana untuk menunjang, mendorong, dan menggerakkan pembangunan nasional
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menjadi perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kewajiban dan tanggung jawab pengangkut, yaitu PT. ASDP dalam Pasal 38 Undang-Undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, sebagai berikut:
1 Perusahaan angkutan di perairan wajib mengangkut penumpang danatau
barang terutama angkutan pos yang disepakati dalam perjanjian pengangkutan.
2 Perjanjian pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dibuktikan
dengan karcis penumpang dan dokumen muatan. 3
Dalam keadaan tertentu Pemerintah memobilisasi armada niaga nasional. Ketentuan ini dimaksudkan agar perusahaan angkutan tidak membedakan
perlakuan terhadap pengguna jasa angkutan sepanjang yang bersangkutan telah memenuhi perjanjian pengangkutan yang disepakati. Perjanjian pengangkutan
harus dilengkapi dengan dokumen pengangkutan sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian internasional maupun peraturan perundang-undangan nasional. Hal
yang dimaksud dengan ”dokumen muatan” adalah Bill of Lading atau Konosemen dan Manifest dan dalam “keadaan tertentu” adalah seperti bencana alam,
kecelakaan di laut, kerusuhan sosial yang berdampak nasional, dan negara dalam keadaan bahaya setelah dinyatakan resmi oleh Pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
Tanggung jawab pada hakikatnya terdiri dari dua aspek, yaitu tanggung jawab yang bersifat kewajiban yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya
responsibility dan tanggung jawab ganti rugi liability.
100
1.
Perusahaan angkutan di perairan bertangggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang danatau barang yang diangkutnya.
Tanggung jawab PT. Pelni sebagai pengangkut sesuai dengan ketentuan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang
berbunyi:
2.
Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan
danatau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati. Pasal 41:
1 Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dapat ditimbulkan
sebagai akibat pengoperasian kapal, berupa: a.
Kematian atau lukanya penumpang yang diangkut. b.
Musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut. c.
Keterlambatan angkutan penumpang danatau barang yang diangkut d.
Kerugian pihak ketiga. 2
Jika dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b, huruf c, dan huruf d bukan disebabkan oleh kesalahannya, perusahaan
angkutan di perairan dapat dibebaskan sebagian atau seluruh tanggung jawabnya.
100
Ibid, hlm. 101
Universitas Sumatera Utara
3 Perusahaan angkutan di perairan wajib mengasuransikan tanggung jawabnya
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan melaksanakan asuransi perlindungan dasar penumpang umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Dapat di jelaskan bahwa pada ayat 1 huruf a “kematian atau lukanya
penumpang yang diangkut” adalah matinya atau lukanya penumpang yang diakibatkan oleh kecelakaan selama dalam pengangkutan dan terjadi di dalam
kapal, danatau kecelakan pada saat naik ke atau turun dari kapal, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Huruf b “Tanggung jawab tersebut sesuai dengan
perjanjian pengangkutan dan peraturan perundang-undangan. Huruf c “Tanggung jawab tersebut meliputi antara lain memberikan pelayanan kepada penumpang
dalam batas kelayakan selama menunggu keberangkatan dalam hal terjadi keterlambatan pemberangkatan karena kelalaian perusahaan angkutan di perairan.
Huruf d yang dimaksud dengan “pihak ketiga” adalah orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan hukum yang tidak ada kaitannya dengan
pengoperasian kapal, tetapi meninggal atau luka atau menderita kerugian akibat pengoperasian kapal.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran dapat diketahui bahwa terdapat 3 tiga prinsip tanggung jawab pengangkut dalam
pengangkutan laut adalah sebagai berikut: 1.
Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Kesalahan
Universitas Sumatera Utara
Menurut prinsip ini setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggung jawab membayar ganti
kerugian atas segala kerugian yang timbul dari kesalahannya. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 pada Pasal 40 ayat 1 dan Pasal
41 ayat 1 yang menyebutkan, “Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang, dan atau barang yang
diangkutnya. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dapat ditimbulkan akibat pengoperasian kapal. Pihak yang menderita kerugian harus
membuktikan kesalahan pengangkut itu terlebih dahulu. Beban pembuktian ada pada pihak yang dirugikan, bukan pada pengangkut.
2. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Praduga Bersalah
Menurut prinsip ini pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya, tetapi jika
pengangkut dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, maka ia dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi. Hal ini diatur dalam Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran pada Pasal 41 ayat 2 yang menyebutkan, “Jika dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana
dimaksud ayat 1 huruf b, c, dan d bukan disebabkan oleh kesalahannya, perusahaan angkutan di perairan dapat dibebaskan sebagian atau seluruhnya
tanggung jawabnya”. Tidak bersalah yang dimaksud adalah tidak melakukan kelalaian, telah mengambil tindakan yang perlu untuk menghindari kerugian,
atau peristiwa yang menimbulkan kerugian itu tidak mungkin dihindari. Beban
Universitas Sumatera Utara
pembuktian ada pada pihak pengangkut, bukan pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan cukup menunjukkan adanya kerugian yang diderita
dalam pengangkutan yang diselenggarakan oleh pengangkut 3.
Prinsip Pembatasan Tanggung Jawab Pengangkut. Mengenai pembatasan tanggung jawab pengangkut ini diatur dalam Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran pada Pasal 40 ayat 2 dan Pasal 41 ayat 2 yang menyebutkan, “Perusahaan angkutan di perairan
bertanggung jawab terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan danatau perjanjian atau kontrak
pengangkutan yang telah disepakati. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dapat ditimbulkan akibat pengoperasian kapal. Bila tidak ada
pembatasan tanggung jawab pengangkut, maka ada kemungkinan pengangkut akan menderita rugi dan jatuh pailit. Menghindari hal ini, maka undang-
undang memberikan batasan tentang ganti rugi. Jadi, pembatasan ganti rugi dapat dilakukan oleh pengangkut sendiri dengan cara mengadakan klausula
dalam perjanjian pengangkutan, konosemen atau charter party, dan oleh pembentuk undang-undang.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan bahwa kewajiban dan tanggung jawab pengangkut yaitu PT. Pelni
menurut Pasal 177: 1.
Perusahaan angkutan di perairan wajib mengangkut penumpang danatau barang terutama angkutan pos yang disepakati dalam perjanjian pengangkutan.
Universitas Sumatera Utara
2. Perjanjian pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dibuktikan
dengan karcis penumpang atau dokumen muatan. 3.
Sebelum melaksanakan pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, perusahaan angkutan di perairan harus memastikan:
a. Sarana angkutan kapal telah memenuhi persyaratan kelaiklautan
b. Sarana angkutan kapal telah diisi bahan bakar dan air tawar yang cukup
serta dilengkapi dengan pasokan logistik. c.
Ruang penumpang, ruang muatan, ruang pendingin, dan tempat penyimpanan lain di kapal cukup memadai dan aman untuk ditempati
penumpang danatau dimuati barang. d.
Cara pemuatan, penanganan, penyimpanan, penumpukan, dan pembongkaran barang danatau naik atau turun penumpang dilakukan
secara cermat dan berhati-hati. Pasal
Pasal 180: 1.
Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang danatau barang yang diangkutnya.
2. Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan kapal
sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan danatau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati.
Pasal 181: 1.
Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab atas akibat yang ditimbulkan oleh pengoperasian kapalnya.
Universitas Sumatera Utara
2. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan terhadap:
a. Kematian atau lukanya penumpang yang diangkut
b. Musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut
c. Keterlambatan angkutan penumpang danatau barang yang diangkut
d. Kerugian pihak ketiga.
3. Perusahaan angkutan di perairan wajib mengasuransikan tanggung jawabnya
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan melaksanakan asuransi perlindungan dasar penumpang umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. 4.
Batas tanggung jawab untuk pengangkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama antara
pengguna dan penyedia jasa sesuai dengan perjanjian angkutan atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Batas tanggung jawab keterlambatan angkutan penumpang danatau barang
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf c ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama antara pengguna dan penyedia jasa sesuai dengan
perjanjian angkutan atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
6. Batas tanggung jawab atas kerugian pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada
ayat 2 huruf d ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.
7. Jika dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat 2
huruf b, huruf c, dan huruf d bukan disebabkan oleh kesalahannya, perusahaan
Universitas Sumatera Utara
angkutan di perairan dapat dibebaskan sebagian atau seluruh tanggung jawabnya.
Dalam hukum pengangkut terdapat tiga prinsip atau ajaran dalam menentukan tanggung jawab pengangkut, yaitu sebagai berikut :
101
1. Prinsip tanggungjawab atas dasar kesalahan the based on fault atau liability
based on fault principle .
2. Prinsip tanggungjawab atas dasar praduga rebuttable presumption of liability
principle .
3. Prinsip tanggungjawab mutlak no fault, atau strict liability, absolute liability
principle .
Pengangkut tidak mungkin bebas dari tanggung jawab dengan alasan apapun yang menimbulkan kerugian bagi penumpang atau pengirim barang.
Prinsip ini dapat dirumuskan dalam kalimat pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul karena peristiwa apapun dalam penyelenggaraan
pengangkutan. Dalam perundang-undangan mengenai pengangkutan prinsip tanggung jawab mutlak tidak diatur. Hal ini tidak mungkin diatur karena alasan
bahwa pengangkut yang berusaha dibidang jasa angkutan tidak perlu dibebani dengan risiko yang terlalu berat. Namun tidak berarti para pihak tidak boleh
menggunakan prinsip ini dalam perjanjian pengangkutan, hal tersebut berdasarkan asas perjanjian yang bersifat kebebasan berkontrak.
102
101
K. Martono, Pengantar Hukum Udara Nasional dan Internasional, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 146.
102
Achmad Ichsan, Hukum Dagang, Pradnya Paramita, Jakarta, 1993, hlm. 41
Universitas Sumatera Utara
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 17 Tahun 1965 Pasal 15 yaitu sebagai berikut:
103
1. Direksi perusahaan mengatur cara melaksanakan pembayaran ganti kerugian
pertanggungan berdasarkan pasal 10 di atas secara mudah tanpa pembebanan pada yang berhak, menurut petunjukdengan persetujuan Menteri.
2. Untuk keperluan melayani tuntutan-tuntutan pembayaran ganti kerugian
pertaggungan, pengusahapemilik alat angkutan menetri berdasarkan persetujuan dengan menteri yang berdasarkan dan pihak-pihak lain yang dapat
ditunjuk oleh direksi perusahaan, bertindak sebagai badan pembantu dalam hal pelayanan tuntutan-tuntutan ganti kerugian pertanggungan berdasarkan
peraturan pemerintah ini. Hubungan kewajiban dan hak tersebut terjadi baik karena perjanjian
maupun karena ketentuan undang-undang.
104
Kebiasaan dalam pengangkutan yang dilakukan oleh para pihak mengenai hak dan kewajiban yang mana peng-angkut wajib menyelenggarakan peng-
angkutan barang dan atau penumpang dari tempat pemuatan sampai tempat tujuan dengan aman dan selamat tetapi hal ini tidak terlaksana dikarenakan pe-numpang
tidak mendapatkan haknya untuk mendapatkan perlindungan atas pe- Hak dan kewajiban dalam perjanjian
pengangkutan umumnya tidak tertulis, tetapi didukung oleh dokumen angkutan, maka kewajiban dan hak para pihak biasanya sudah tertulis pada dokumen
tersebut.
103
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 tentang Ketentuan-ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang
104
Abdul Kadir Muhammad, Op.Cit, hlm.75
Universitas Sumatera Utara
nyelenggaraan barang dan atau penum-pang dari tempat pemuatan sampai ke tempat tujuan dengan selamat.
Berdasarkan uraian di atas perusahaan angkutan di perairan wajib mengasuransikan tanggung jawabnya dan melaksanakan asuransi perlindungan
dasar penumpang umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dari adanya tanggung jawab pengangkut terhadap penumpang tersebut maka
timbullah hubungan hukum antara kedua belah pihak. Hubungan hukum tersebut ialah hubungan kewajiban dan hak secara timbal balik yang timbul karena adanya
peristiwa hukum berupa perbuatan, kejadian, atau keadaan.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN