Tinjauan Hukum Terhadap Pemberian Santunan Pada Penyandang Disabilitas Pada Kecelakaan Angkutan Laut

(1)

DAFTAR ISI Buku :

Elfrida Gultom, 2007, Refungsionalisasi Pengaturan Pelabuhan untuk Meningkatkan Ekonomi Nasional, Jakarta : Raja Grafindo Persada

Tjakranegara Soegijatna, 1995, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Bandung : Penerbit Rineka Cipta

Abdulkadir Muhammad, 2013, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bakti, Cetakan Kelima

Purwosutjipto H.M.N, 2000, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 5, Jakarta : Penerbit Djambatan

Sution Usman Adji, dkk, Hukum Pengangkutan di Indonesia, PT Rinka Cipta, cet.2; Jakarta,1991, Hlm.26.

Hasim Purba, 2005,Hukum Pengangkutan Di Laut, Perspektif Teori dan Praktek, Medan : Pustaka Bangsa Press

Sution Usman Adji, Djoko Prakoso, dkk, 2007, Hukum Pengangkutan di Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta

Subekti, 1996, Hukum Perjanjian, Jakarta : Intermasa

Mangkunegara Anwar Prabu, 2011, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, Bandung :PT Remaja Rosdakarya

Santosa Djohari, 2004, Pokok-Pokok Hukum Perkapalan. Yogyakarta: UII Press Muhammad Abdulkadir, 2013, Hukum Pengangkutan Niaga. Bandung: PT Citra

Aditya Bakti

Purwosutjipto, H.M.N, 1985, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia:Hukum Pelayaran Laut dan Perairan Darat. Jakarta: Djambatan.

Sinta Uli, 2012,Pengangkutan : Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut, Angkutan Darat, dan Angkutan Udara. Medan : USU Press

Chung, Kae H., and Leon C. Megginson, 1981, Organizational Behaviour: Developing Managerial Skills, New York: Harper & Row Publishers


(2)

Mangkunegara Anwar Prabu, 2013,Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

J.C.T.Simorangkir,Rudy Erwin,J.T Prasetyo, 2009, Kamus Hukum, Jakarta : Sinar Grafika

Muhammad Muslehuddin, 1999, Menggugat Asuransi Modern. Jakarta: PT Lentera Basritama

Sardjono Sapto, 1985, Hukum Dagang Laut Bagi Indonesia,Jakarta :Simplex

Sri Rejeki Hartono, 2008,Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Jakarta : Sinar Grafika

Bagus Irawan, 2007, Hukum Kepailitan Perusahaan dan Asuransi, Bandung : Alumni

Kun Wahyu Wardana, 2009, Hukum Asuransi Proteksi Kecelakaan Transportasi, Bandung: Mandar Maju

Undang-Undang :

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

PP Nomor 17 Tahun 1965 Tentang Dana Pertanggungan bagi kecelakaan penumpang

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran,

Internet :

https://id.wikipedia.org/wiki/Tenggelam

kbbi.web.id/tenggelam


(3)

PP No 17 Tahun 1965 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang


(4)

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PEMBERIAN SANTUNAN

PADA PENYANDANG DISABILITAS PADA KECELAKAAN

ANGKUTAN LAUT

(Studi Pada PT. ASDP Indonesia Ferry cabang Merak)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH : Andre William NIM :120200446

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAN BW

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS HUKUM

MEDAN 2017


(5)

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PEMBERIAN SANTUNAN

YANG DITERIMA OLEH PENYANDANG DISABILITAS

PADA KECELAKAAN ANGKUTAN LAUT

(StudiPada PT. ASDP Indonesia Ferry CabangMerak)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dalam memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

OLEH : Andre William NIM : 120200446

DEPARTEMEN HUKUM PERDATA Disetujui oleh:

Ketua Departemen Hukum Perdata

NIP: 196603031985081001 Prof. Dr. H. HasimPurba SH, M.Hum

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. H. Hasim Purba SH, M.Hum

NIP: 196603031985081001 NIP. 197005192002122002 Aflah SH. M. Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(6)

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PEMBERIAN SANTUAN YANG DITERIMA OLEH PENUMPANG PENYANDANG DISABILITAS

PADA KECELAKAAN ANGKUTAN LAUT (Studi Pada PT. ASDP Indonesia Ferry cabang Merak)

ABSTRAK

Andre William * Hasim Purba **

Aflah**

Perusahaan angkutan laut bertanggung jawab atas keselamatan dan keamanan yang diangkut diatas kapal. Tanggung jawab yang dimaksud dapat berupa kematian atau lukanya penumpang yang diangkut, musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut, keterlambatan angkutan penumpang, serta kerugian pihak ketiga. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini adalah bagaimana penerapan pemberian santunan bagi penyandang disabilitas pada kecelakaan angkutan laut, bagaimanakah perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas pada kecelakaan angkutan laut, bagaimanakah tanggung jawab PT. ASDP Terhadap penumpangpenyandang disabilitas yang mengalami kecelakaan angkutan laut.

Metode pendekatan yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris dan spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis. Pengumpulan data melalui data primer dan data skunder. Metode analisis yang dipakai adalah kualitatif, dan penyajian datanya dalam bentuk laporan tertulis secara ilmiah.

Penerapan pemberian santunan bagi penyandang disabilitas pada kecelakaan angkutan laut adalah sama dengan penumpang lainya yang memiliki tiket. Adanya tiket penumpang kapal laut tersebut, maka menimbulkan hak dan kewajiban para pihak. Pengangkut mulai bertanggung jawab atas penumpang maupun barang yang diangkut. Sebelum penumpang naik ke dalam kapal laut, penumpang tersebut harus membayar lunas biaya angkutan. Selain membayar biaya angkutan, penumpang juga harus membayar iuran wajib yang dibayar secara bersamaan dengan pembayaran angkutan. Perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas pada kecelakaan angkutan laut adalah penumpang memiliki hak atas keselamatan, keamanan dan kenyamanan. Penumpang juga berhak mendapatkan ganti rugi apabila ada hak-haknya yang tidak terpenuhi.. Tanggung jawab PT. ASDP terhadap penumpang penyandang disabilitas yang mengalami kecelakaan angkutan laut adalah bertangggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang yang diangkutnya dan mengasuransikan semua penumpang sehingga jika terjadi kecelakaan atau musibah semua penumpang yang terdaftar dalam manifest akan mendapatkan santunan yang besarnya telah diatur dan ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku.

Kata Kunci : Santunan, Disabilitas, Angkutan Laut. .

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. *** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(7)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Telah menjadi Kewajiban bagi setiap mahasiswa yang hendak menyelesaikan studinya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk menyusun dan menyelesaikan suatu skripsi, dan untuk itu penulis melakukan kewajiban sebagaimana mestinya untuk menyusun suatu skripsi dengan judul “TINJAUAN HUKUM TERHADAP PEMBERIAN SANTUNAN YANG DITERIMA

OLEH PENYANDANG DISABILITAS YANG MENGALAMI

KECELAKAAN ANGKUTAN LAUT (Studi Pada PT. ASDP Indonesia Ferry cabang Merak)”.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada para pihak yang telah memberikan dukungan, pengetahuan serta doanya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Serta secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum., Selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum., Selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Puspa Melati, SH., M.Hum., Selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan juga sebagai Dosen Pembimbing


(8)

5. II yang mana telah berkenan untuk meluangkan waktu untuk membantu dan mengarahkan dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum., Selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Dr. Hasyim Purba, SH, M.Hum, Selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan sekaligus selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan pengetahuan beliau untuk membimbing, mengarahkan dan memeriksa skripsi ini agar menjadi lebih baik.

8. Ibu Aflah, SH, M.Hum, Selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan serta masukan dalam penulisan skripsi ini.

9. Dan seluruh para staf pengajar, staf, pegawai, staf pendidikan serta staf kepustakaan yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

10.Kepada yang tercinta Bapak dan Mama saya, Jack Silaban dan Esther Meyliana Sitompul yang telah memberikan dorongan moril, keuangan serta tenaga dalam masa perkuliahan saya sehingga saya dapat menyelesaikan perkuliahan saya dengan baik.

11.Kepada adik saya Angel Silaban yang ikut serta memberikan semangat dalam perkuliahan saya.

12.Kepada tulang Nelson dan tulang Ferdinand yang terus menerus memberikan nasehat kepada saya agar dapat menyelesaikan kuliah saya dengan baik.


(9)

14.Kepada yang tersayang Jane Kembarini Barus yang memberikan saya nasehat serta dorongan moril ketika saya mengerjakan skripsi ini.

15.Kepada teman-teman seperjuangan saya dari semester 1, Yesaya Valianto Simanjuntak dan Anhari Nafiz Nasution yang banyak membantu saya dari awal kuliah hingga akhir perkuliahan.

16.Kepada Dedi Kurnia Ginting yang dari awal saya mengerjakan skripsi hingga akhir pengerjaan skripsi tetap membantu dan memberikan dorongan kepada saya.

17.Kepada teman-teman yang tergabung dalam Grup Kedai Kopi Nations yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang selalu menemani saya disaat susah maupun senang.

18.Serta teman-teman seperjuangan stambuk 2012 yang telah menjadi bagian dari saya selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun diterima dengan tangan terbuka demi kebaikan dalam penulisan karya ilmiah selanjutnya. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga Tuhan memberkati, melindungi dan menyertai kita semua.

Medan, Februari 2017

Penulis,


(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………..……. i

DAFTAR ISI……….….… ii

ABSTRAK………....………… iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……….…….. 1

B. Permasalahan………..…..………. 13

C. Tujuan Penulisan………... 13

D. Manfaat Penulisan……….………….... 14

E. Metode Penelitian……….. 15

F. Sistematika Penulisan……….17

G. Keaslian Penulisan……….………. 18

BAB II ANALISA KARAKTERISTIK KECELAKAAN ANGKUTAN LAUT A. Jenis-Jenis Kecelakaan Angkutan Laut………. 20

B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kecelakaan Pada Angkutan Laut………..… 30

C. Pihak-Pihak Yang Bertanggung Jawab Terhadap Terjadinya Kecelakaan Angkutan Laut……… 38


(11)

BAB III SANTUNAN PADA PENGANGKUTAN LAUT

A. Jenis-Jenis Santunan Pada Angkutan Laut………. 43 B. Alasan Pemberian Santunan Pada Pengangkutan Laut………...……... 52 C. Cara memperoleh Santunan Pada Angkutan Laut………….……….... 58 D. Pihak-Pihak Yang Berhak Mendapatkan Santunan

Atas Kecelakaan Pada Angkutan Laut……….…… 60

BAB IV TINJAUAN HUKUM TERHADAP PEMBERIAN SANTUNAN PADA PENYANDANG DISABILITAS KECELAKAAN ANGKUTAN LAUT (Studi Pada PT. ASDP Indonesia Ferry cabang Merak)

A. Penerapan Santunan Bagi Penyandang

Disabilitas pada Kecelakaan Angkutan Laut………. 67 B. Perlindungan Hukum Bagi Penyandang

Disabilitas pada Kecelakaan Angkutan Laut………. 83 C. Tanggung jawab PT. ASDP Terhadap Penumpang

Penyandang Disabilitas yang Mengalami

Kecelakaan Angkutan Laut……….….. 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN……….. 97

B. SARAN……….. 98

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Transportasi bagi bangsa Indonesia merupakan hal terpenting dalam menunjang kehidupan masyarakat, yang erat kaitannya dengan perekonomian masyarakat dan bangsa Indonesia. Perkembangan transportasi di Indonesia tidak luput dari mobilitas ataupun kepentingan dari masyarakat itu sendiri.Mulai dari kepentingan yang bersifat ekonomi, maupun kepentingan yang sifatnya sosial budaya. Ada tiga macam transportasi yang dikenal di Indonesia ini, yaitu Transportasi Darat, Transportasi Udara, dan Transportasi Laut. Itu dikarenakan Indonesia memiliki kawasan darat, udara, dan laut.1

Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila, transportasi, memiliki posisi yang penting dan strategis dalam pembangunan bangsa yang berwawasan lingkungan dan hal ini harus tercermin pada kebutuhan mobilitas seluruh sektor dan wilayah.2

Menyadari peranan transportasimaka pelayaran sebagai salah satu modal transportasi, penyelenggaraannya harus ditata dalam satu kesatuan sistem transportasi nasional secara terpadu dan mampu mewujudkan penyediaan jasa transportasi yang seimbang dengan tingkat kebutuhan dan tersedianya pelayanan

1

Elfrida Gultom, Refungsionalisasi Pengaturan Pelabuhan untuk Meningkatkan Ekonomi Nasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 207, hal.2-3

2

Tjakranegara Soegijatna, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Penerbit Rineka Cipta; Bandung, 1995. hlm. 24


(13)

angkutan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib, teratur, nyaman, dan efisien dengan biaya yang wajar serta terjangkau oleh daya beli masyarakat.3

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berciri nusantara yang disatukan oleh wilayah perairan sangat luas dengan batas-batas, hak-hak, dan kedalaulatan yang ditetapkan oleh undang-undang.4

Indonesia juga memiliki ribuan pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, tentunya sangat memerlukan alat transportasi udara dan laut. Oleh karena keterbatasan sarana dan prasarana untuk menunjang perkembangan transportasi udara di tiap pulau di Indonesia, maka dipilihlah transportasi laut untuk melakukan kegiatan atau aktivitas yang sifatnya ekonomi maupun sosial budaya. Meskipun pada kenyataannya masyarakat masih lebih memilih menggunakan transportasi udara dengan alasan cepat.Keberadaan transportasi laut bukanlah wajah baru bagi dunia transportasi di Indonesia.Transportasi laut atau bisa juga dikatakan sebagai angkutan laut sudah dikenal sejak zaman penjajahan dahulu.Nenek moyang kita menggunakan transportasi laut sebagai sarana untuk menyalurkan hasil bumi ke seluruh Indonesia.Para Penjajahpun datang ke Indonesia dengan menggunakan transportasi laut.Maka dari itu transportasi laut atau bisa dikatakan juga sebagai angkutan laut termasuk angkutan yang terbilang terkenal dari zaman dahulu.Keberadaan angkutan laut di Indonesia ini sangatlah vital dikatakan vital karena didasari oleh berbagai faktor baik geografis maupun

3Ibid

, Hal. 25

4


(14)

kebutuhan yang tidak dapat dihindari dalam rangka pelaksanaan pembangunan ekonomi, ilmu pengetahuan, dan teknologi.5

Berbicara mengenai transportasi, erat kaitannya dengan angkutan atau pengangkutan. Menurut beberapa ahli penganngkutan adalah merupakan Memindahkan barang atau orang dari satu tempat ketempat lain dengan maksud untuk meningkatkan guna dan nilai.6

Menurut HMN. Poerwosutjipto mengatakan bahwa: “Pengangkutan adalah perjanjian timbal-balik antara pengangkut dengan pengirim dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari satu tempat ke tempat tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.7

Sedangkan Abdul Kadir Muhammad mengatakan bahwa: “Pengangkutan adalah proses kegiatan memuat barang atau penumpang kedalam pengangkutan,membawa barang atau penumpang dari tempat pemuatan ke tempat tujuan dan menurunkan barang atau penumpang dari alat pengangkut ke tempat yangditentukan.”8

5

Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bakti, Cetakan Kelima, 2013, hal.30

6

H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 3, Penerbit Djambatan, Jakarta,;2001. Hal. 1

7

Purwosutjipto H.M.N, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 5, Penerbit Djambatan;Jakarta ,2000.Hlm.10

8

Muhammad Abdul Kadir, Hukum Pengangkut Darat, laut dan Udara, Cipta Aditya Bahkti; Jakarta,1991, Hlm.18.


(15)

Menurut Sution Usma Adji, bahwa pengangkutan adalah: ”Sebuah perjanjian timbal balik, dimana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakanpengangkutan barang atau orang dari tempat tujuan tertentu dengan selamat tanpa berkurang jumlah dari barang yang dikirimkan, sedangkan pihak lainnya (pengirim atau penerima) berkeharusan memberikan pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut.”9

• Pihak pengangkut (penyedia jasa angkutan), yakni pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan, barang dan berhak atas penerimaan tarif angkutan sesuai yang telah diperjanjikan

Dalam pengangkutan kita bisa melihat siapa saja yang menjadi pihak yang terkait dalam perjanjian pengangkutan, menurut Hasim Purba dalam perjanjian pengangkutan barang pihak yang terkait terdiri dari:

• Pihak pengguna barang (pengguna jasa angkutan) yakni pihak yang berkewajiban untuk membayar kewajiban tarif angkutan sesuai yang telah disepakati dan berhak memperoleh pelayanan jasa angkutan atas barang dikirimnya

• Pihak penerima barang (pengguna jasa angkutan) yakni sama dengan pihak pengrim barang dalam hal ini penerima dan pengirim adalah

9

Sution Usman Adji, dkk, Hukum Pengangkutan di Indonesia,PT Rinka Cipta, cet.2; Jakarta,1991, Hlm.26.


(16)

merupakan subjek berbeda. Namun ada kalanya pihak pengirim barang juga sebagai pihak penerima barang yang diangkut ketempat tujuan.10

• Sedangkan dalam hal penumpang, maka pihak yang terkait adalah:

• Pihak pengangkut (penyedia jasa angkutan) yakni pihak yang berkewajiban memberikan jasa pelayanan jasa angkutan penumpang dan berhak atas penerima pembayaran tarif (ongkos) angkutan sesuai yang ditetapkan.

• Pihak penumpang (pengguna jasa angkutan) yakni pihak yang berhak mendapatkan pelayanan jasa angkutan penumpang dan berkewajiban untuk membayar tarif (ongkos) angkutan sesuai yang ditetapkan.11

Pengangkutan sebagai proses merupakan sistem hukum yang mempunyai unsur-unsur sistem, yaitu:12

• Subjek (pelaku) hukum pengangkutan, yaitu pihak-pihak dalam perjanjian dan pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan.

• Status pelaku hukum pengangkutan, khususnya pengangkut selalu berstatus perusahaan badan hukum atau bukan badan hukum.

• Objek hukum pengangkutan, yaitu proses penyelenggaraan pengangkutan.

• Peristiwa hukum pengangkutan, yaitu proses penyelenggaraan pengangkutan.

10Hasim Purba, Hukum Pengangkutan Di Laut, Perspektif Teori dan Praktek,

Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, Hal. 3

11Ibid

, Hal.4

12


(17)

• Hubungan hukum pengangkutan, yaitu hubungan kewajiban dan hak antara pihak-pihak dan mereka yang berkepentingan dengan pengangkutan.

Dalam peningkatan permintaan jasa angkutan oleh masyarakat harus diimbangi dengan sistem penyelenggaraan angkutan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat secara terpadu. Adapun jenis-jenis pengangkutan dalam pengangkutan barang maupun penumpang yakni :

• Pengangkutan Darat

Pengangkutan darat dapat dilakukan dengan beberapa jenis yaitu dengan kendaraan bermotor di jalan raya maupun kereta api. Adapun yang dapat diangkut melalui angkutan darat adalah barang dan orang, sedangkan sifatnya dari pengangkutan darat itu sendiri adalah fleksibel, luwes dan praktis serta tidak banyak formalitasnya. Peraturan pengangkutan barang secara umum melalui darat ada diatur dalam buku I bab ke-5 bagian ke-3 KUH Dagang, mengatur secara umum tentang pengangkutan barang saja yang menegaskan tentang pengangkutan yang melalui darat dan nahkoda-nahkoda yang melayari sungai-sungai di pedalaman termasuk terusan dandanau.

Adapun peraturan-peraturan yang mengatur tentang pengangkutan melaluidarat, antara lain:

1. Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tenatang lalu lintas dan angkutan jalan. Undang tersebut dilengkapi dengan beberapa peraturan pelaksana: a. Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan


(18)

b. Peraturan Pemerintah No 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan dan Kendaraan bermotor di jalan;

c. Peraturan Pemerintah No 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu lintas jalan;

d. Peraturan Pemerintah No 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Bermotor

2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yaitu Buku I, Bab V, bahagian 2 dan 3. dari Pasal 90 sampai Pasal 98, peraturan ini mengatur tentang pengangkutan barang

3. Undang-Undang No 6 Tahun 1984 tentang Pos, Undang-Undang No 13 Tahun 1969 tentang konstitusi perhimpunan pos sedunia, Undang-Undang No.5 Tahun 1964 tentang telekomunikasi,Peraturan Pemerintah No 35 Tahun 1965, Undang-Undang No 10 Tahun 1969 tentang Konvensi International Telecomunication Union Di Montreux 1965.

4. Undang-Undang No 13 Tahun 1992 tentang Perkereta Apian.

• Pengangkutan Udara

Pengangkutan udara merupakan sarana transportasi yang mengangkut barang dan penumpang melalui lalu lintas udara, yang melintasi batas wilayah peraturan maupun negara. Pengangkutan udara ini dengan menggunakan pesawat udara atau pesawat terbang.

Peraturan pokok yang mengatur tentang pengangkutan udara di Indonesia adalah Ordonans Pengangkutan Udara (luchtvervoer OrdonantieStb 100-1939) atau disingkat dengan OPU, OPU ini dibuat sesuai dengan perjanjian Intenasional


(19)

di Warsawa tanggal 12 Oktober 1929, akan tetapi ketentuan OPU ini tidak semua pengangkutan udara ini tunduk pada OPU ini.17Tanggung jawab pengangkut udara pada umumnya dikenal dengan 2 macam jenis, yaitu:

1. Presumtion of liabilty 2. Limitation of liability13

Pertanggung jawaban pengangkutan penumpang dan barang bawaan berlaku Presumtion of Liability, sedangkan mengenai bagage ditempatkan pada Limitation of Liability. Dalam pengangkutan udara kita harus memiliki surat/dokumen pengangkutan udara, yaitu: tiket penumpang, tiket bagasi dan surat muatan, hal ini diatur didalam OPU, dalam hal ini surat/dokumen harus dimiliki oleh pemakai pengangkutan udara ini karena surat/dokumen sebagai bukti bahwa barang tersebut adalah miliknya agar dia dapat mengajukan klaim kepada pihak pengangkut apabila adanya kesalahan terhadap pengangkut yang tunduk terhadap perjanjian OPU.

Adapun peraturan-peraturan yang mengatur tentang pengangkutan udara adalah:

1. Undang-Undang No. 1 Tahun 2009.

2. Luchtvervoer Ordonantie(Stb. 1939-100), tentang Ordonansi Pengangkutan Udara.

3. Luuchtversverkeersverrodening(Stb. 1936-426), yang mengatur tentang lalu lintas udara, misalnya: pnerangan, tanda dan isyarat yang harus digunakan dalam penerbangan.

13

Soegjatna Tjakranegara, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Rineka Cipta;Jakarta, 2005, Hal. 103.


(20)

4. Luchtvaartquarantie Ordonantie(Stb.1936-149, Jo Stb.1939-150) yang mengatur tentang persoalan-persoalan pencegahan disebarkan penyakit oleh penumpang pesawat terbang.

5. Verodening Toezicht Luchtvaart (Stb. 1936-426) tentang pengawasan penerbangan.

• Pengangkutan Laut

Pengangkutan laut ini sama halnya dengan pengangkutan udara yang dapatmelintasi lintas batasa negara, tetapi peruntukannya lebih luas, seperti ekspor-impor minyak, “Hukum Laut” itu mempunyai banyak Facet dan bidang yang beraneka warna, tidak hanya dalam hubungan nasional, tetapi juga dalam hubungan Internasional.14

Karena Laut adalah merupakan sebagian dari isi dari permukaan bumi dan penuh risiko ketidakpastian maka sifat hukum laut adalah sebagai pelengkap, kalau sesuatu yang semula dapat diatur, maka ketentuan-ketentuan yang sifatnya mutlak, yang artinya ketentuan tersebut tidak dapat dikesampingkan.15

Adapun peraturan peraturan yang mengatur tentang pengangkutan laut ini adalah: Dalam pengangkutan di laut ini kita akan menggunakan Kapal, dengan ini kita harus mengetahui apa yang menjadi pengertian kapal tersebut. Dalam Pasal 309 ayat (1) KUH Dagang, kapal adalah semua perahu dengan nama apapun, dan dari macam apapun juga, ayat (2) segala yang diaggapi meliputisegala alat perlengkapannya.Sedangkan Pasal 310, kapal laut adalah kapal yang dipakai untuk pelayaran laut atau yang diperuntukan untuk itu.

14

Sution Usman Adji, Djoko Prakoso, dkk, Hukum Pengangkutan di Indonesia, Rineka Cipta; Jakarta, 2007, Hal. 215

15Ibid


(21)

- Undang-Undang No 18 Tahun 2007 tentang pelayaran. - KUH Dagang buku II bab V tentang charter kapal.

- KUH Dagang buku II bab VA tentang pengangkutan barang. - KUH Dagang buku II bab VB tentang pengangkutan orang.

Dalam transportasi laut, salah satu faktor yang terpenting adalah kapal.Karena pengangkutan barang atau penumpang yang melalui transportasi laut, membutuhkan kapal sebagai pendukungnya.Selain dapat memuat muatan yang cukup besar, kapal juga memiliki perlengkapan dan alat kelengkapan yang lebih memadai. Adapun yang dimaksud dengan kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.16

Atas dasar hal-hal tersebut di atas, maka disusunlah Undang-undang(UU)tentang Pelayaran, yang merupakan penyempurnaan dan kodifikasi, agarpenyelenggaraan pelayaran dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada seluruh rakyat, bangsa dan negara, memupuk dan mengembangkan jiwa bahari, dengan mengutamakan kepentingan umum, dan kelestarian lingkungan, koordinasi antara pusat dan daerah serta antara instansi, sektor, dan antar unsur terkait serta pertahanan keamanan negara.17

16Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran 17Ibid


(22)

Jika berbicara mengenai kapal, erat kaitannya dengan adanya penumpang.Penumpang tersebut berasal dari suatu perjanjian terikat yang terdapat dalam tiket.Baik penumpang maupun Pihak yang menyediakan sarana transportasi laut seperti PT. ASDP telah mengikatkan Hak dan Kewajibannya masing-masing.Dalam angkutan laut, penumpang menjadi tanggung jawab yang sangat penting, itu dikarenakan kemungkinan resiko atas suatu kecelakaan kapal.Sudah menjadi tanggung jawab PT. ASDP untuk menanggung resiko yang dialami para penumpang angkutan laut. Atau dengan kata lain antara penumpang dengan penyedia jasa angkutan laut mempunyai hubungan hukum antar keduanya, atas dasar mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu prestasi dari yang lain, yang lain berkewajiban melaksanakan dan bertanggung jawab atas suatu prestasi.18

18

Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1996, hal. 1.

Sejalan dengan berkembangnya kebutuhan masyarakat, maka penggunaan akan transportasi akan semakin meningkat terlebih transportasi laut. Tetapi perkembangan kebutuhan atau perkembangan perekonomian di Indonesia, tidak di barengi dengan perkembangan sarana dan prasarana keselamatan transportasi laut.Masih banyak terjadi kecelakaan terhadap angkutan laut, Kecelakaan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor.Ada yang disebabkan oleh kondisi kapal yang tidak layak jalan, faktor teknis, human error dan lain-lain. Kecelakaan tersebut tidak lepas dari adanya korban,baik korban yang mengalami luka-luka, korban yang meninggal dunia, maupun korban yang mengalami trauma. Korban tersebut ada yang berasal dari penumpang maupun awak kapal.


(23)

Perusahaan angkutan laut bertanggung jawab atas keselamatan dan keamanan yang diangkut diatas kapal.Tanggung jawab yang dimaksud dapat berupa kematian atau lukanya penumpang yang diangkut, musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut, keterlambatan angkutan penumpang, serta kerugian pihak ketiga.19

Penyedia jasa angkutan laut sudah mempunyai fasilitas yang disediakan untuk para penumpang penyandang disabilitas..Tentunya fasilitas yang disediakan cukup berbeda dari fasilitas yang diberikan kepada penumpang pada umumnya.Pelayanan yang diberikan juga berbeda pada umumnya. Sesuai dengan bunyi pasal 42 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran bahwa, perusahaan angkutan di perairan wajib memberikan fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak dibawah usia 5(lima) tahun,orang sakit, dan orang lanjut usia. Maka dari itulah, pihak penyedia angkutan laut berhak sepenuhnya dalam memberikan pelayanan bagi penumpang

Biasanya tanggung jawab dari pihak yang menyediakan jasa angkutan laut bagi penumpang yang mengalami luka-luka atau cacat sementara akan ditanggung biaya pengobatan sampai sembuh. Jika suatu kecelakaan kapal menimbulkan korban jiwa, maka pihak keluarga korban yang meninggal dunia akan mendapatkan santunan yang diberikan oleh pihak penyedia jasa angkutan laut seperti PT. ASDP. Santunan itu sendiri bermacam-macam jenis dan jumlahnya, tergantung dari kebijakan penyedia jasa angkutan laut.Tetapi dalam perkembangannya, terdapat penumpang yang mempunyai keterbatasan mental atau cacat fisik, atau yang sering kita sebut sebagai penyandang disabilitas.

19


(24)

penyandang disabilitas.Pelayanan ataupun pemberian fasilitas bagi penumpang penyandang disabilitas juga tanpa dipungut biaya.Karena fasilitas ataupun pelayanan yang diberikan oleh pihak angkutan laut sudah menjadi kewajiban yang dimuat dalam sebuah tiket tersebut.

B. Permasalahan

Berdasarkan alasan pemilihan judul dan uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan yang akan dikemukakan dalam skripsi ini, yaitu :

1. Bagaimanakah penerapan pemberian santunan bagi penyandang disabilitas pada kecelakaan angkutan laut ?

2. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas pada kecelakaan angkutan laut ?

3. Bagaimanakah tanggung jawab PT. ASDP Terhadap penumpangpenyandang disabilitas yang mengalami kecelakaan angkutan laut ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan utama dari penulisan skripsi ini adalah sebagai tugas akhir penulis dan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Universitas Sumatera Utara. Namun berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah :

1. Untuk mengetahui seperti apa penerapan pemberian santunan bagi penyandang disabilitas pada kecelakaan angkutan laut.


(25)

2. Untuk mengetahui bagaimanakah perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas pada kecelakaan angkutan laut.

3. Untuk mengetahui apa saja tanggung jawab PT. ASDP terhadap penumpang penyandang disabilitas yang mengalami kecelakaan angkutan laut.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Secara Teoritis

a. Diharapkan dapat memberikan seumbangan pemikiran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khususnya terhadap ilmu pengetahuan hukum.

b. Diharapkan dapat memberikan refrensi untuk pengembangan penelitian terhadap santunan bagi penyandang disabilitas pada kecelakaan angkutan laut.

c. Dapat memberikan gambaran tentang pemberian santunan bagi penumpang penyandang disabilitas pada kecelakaan angkutan laut. 2. Secara Praktis

a. Untuk mengembangkan pola pikir dan mengetahui kemampuan penulis untuk menetapkan ilmu yang di peroleh.

b. Untuk memberikan masukan bagi pihak yang bersangkutan tentang pemberian santunan pada penumpang penyandang disabilitas pada kecelakaan angkutan laut.


(26)

E. Metode Penelitian

Istilah “metodologi” berasal dari kata “metode” tang berarti “jalan ke”; namun demikian, menurut kebiasaan metode dirumuskan, dengan kemungkinan-kemungkinan, sebagai berikut:20

1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian, 2. Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan,

3. Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur.

Terhadap pengertian metodologi, biasanya diberikan arti-arti, sebagai berikut:21 1. Logika dari penelitian ilmiah,

2. Studi terhadap prosedur dan teknik penelitian, 3. Suatu sistem dari prosedur dan teknik penelitian.

Untuk memperoleh data dalam penulisan skripsi ini, metode penelitian hukum yang digunakan penulis meliputi:

1. Yuridis Normatif (Penelitian Perpustakaan/Library Research)

Jenis penilitian ini adalah penelitian yang menunjukan perpustakaan sebagai tempat dilaksanakannya suatu penelitian.Sebenarnya suatu penelitian mutlak menggunakan kepustakaan sebagai sumber data sekunder.Di tempat inilah diperoleh hasil-hasil penelitian dalam bentuk tulisan yang sangat berguna bagi mereka yang sedang melaksanakan penelitian.Peneliti dapat memilih dan menelaah bahan-bahan kepustakaan hukum yang diperlukan guna dapat memecahkan dan menjawab permasalahan pada penelitian yang dilaksanakan.22

20

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-PRESS, Jakarta, 2008, hal. 5

21

Ibid., hal. 5-6

22

Tampil Anshari Siregar, Metodologi Penelitian Hukum Penulisan Skripsi, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, hal. 21


(27)

1. Yuridis Empiris (Penelitian Lapangan/Field Research)

Penelitian ini menunjukan lapangan atau kancah adalah tempat para peneliti untuk mendapatkan data primer.Peneliti tidak seyogianya tidak hanya mencukupkan data sekunder yang telah diperoleh dari kepustakaan.Kelengkapan data sangat menentukan hasil penelitian yang diperoleh.23

Berdasarkan fokus penelitiannya, penelitian hukum dibagi lagi menjadi beberapa jenis, Abdulkadir Muhammad dalam bukunya membagi penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris yang dibagi berdasarkan fokus penelitiannya. Penjelasan mengenai jenis penelitian tersebut adalah sebagai berikut :

Adapun metode penelitian lapangan (yuridis empiris) penulis lakukan dengan metode wawancara yaitu dengan melakukan wawancara langsung dengan pimpinan atau staf di PT. Pelni Jakarta untuk mendapatkan informasi yang akurat, nyata, dan benar.

24

a. Penelitian hukum normatif (normative law research) menggunakan studi kasus hukum normatif berupa produk perilaku hukum, misalnya dengan rancangan undang-undang, pokok kajiannya adalah hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat dan menjadi acuan perilaku setiap orang, sehingga penelitian hukum normatif berfokus pada inventarisasi hukum positif, asas-asas dan doktrin hukum, penemuan hukum dalam perkara in concreto, sistematik hukum, 23

Ibid., hal. 21

24

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2004, hal. 52


(28)

taraf sinkronisasi hukum, perbandingan hukum, dan sejarah hukum.

b. Penelitian hukum empiris menggunakan studi kasus hukum empiris berupa perilaku hukum masyarakat, pokok kajiannya adalah hukum yang dikonsepkan sebagai perilaku nyata (actual behavior) sebagai gejala sosial yang sifatnya tidak tertulis, yang dialami setiap orang dalam hubungan hidup bermasyarakat. Sumber data penelitian hukum empiris tidak bertolak pada hukum positif yang tertulis, melainkan hasil observasi di lokasi penelitian.

F. Sistematika Penulisan

Dalam memudahkan serta memahami pembahasan dalam penulisan skripsi ini, penulis membuat rancangan sistematika yang memuat tentang beberapa pokok bahasan yang kemudian diuraikan menjadi beberapa bagian yang lebih khusus sub-sub pokok bahasan. Secara sistematis skripsi ini terbagi atas 5 (lima) bab dan masing-masing bab terbagi lagi menjadi beberapa sub bab, dengan uraian sebagai berikut :

Bab I (Pendahuluan), berisi mengenai hal-hal yang bersifat umum, yaitu mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian,sistematika penulisan, dan keaslian penulisan.

Bab II (Analisa Karakteristik Kecelakaan Angkutan Laut), berisi tentang jenis-jenis kecelakaan pada angkutan laut, faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan pada angkutan laut, dan pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap terjadinya kecelakaan pada angkutan laut.


(29)

Bab III (Santunan Pada Pengangkutan Laut), membicarakan tentang jenis-jenis santunan pada angkutan laut, alasan pemberian santunan pada pengangkutan laut, cara memperoleh santunan pada angkutan laut, dan pihak-pihak yang berhak mendapatkan santunan atas kecelakaan pada angkutan laut.

Bab IV (Tinjauan Hukum Terhadap Pemberian Santunan Pada Penyandang Disabilitas Pada Kecelakaan Angkutan Laut, yang akan dibahas seluruh rangkaian teoritis dari bab-bab sebelumnya yang dirangkai dengan data-data yang didapat di dalam praktek atau lapangan, yaitu pada PT. ASDP cabang Merak. Didalamnya dibahas mengenai penerapan santunan bagi penyandang disabilitas pada kecelakaan angkutan laut, perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas pada kecelakaan angkutan laut, dan tanggung jawab PT. ASDP terhadap penumpang penyandang disabilitas yang mengalami kecelakaan angkutan laut.

Bab V (Kesimpulan dan Saran), berisi tentang kesimpulan dari uraian-uraian yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya dan sekaligus memberikan beberapa saran yang dianggap perlu yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

G. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan di perpustakaan Universitas Sumatera Utara, belum pernah ada penulisan mengenai “Tinjauan Hukum Terhadap Pemberian Santunan Yang Diterima Oleh Penumpang Penyandang Disabilitas Pada Kecelakaan Angkutan Laut (Studi pada PT. ASDP Indonesia Ferry cabang Merak)”.Penulisan ini dibuat unntuk mengetahui penerapan


(30)

pemberian santunan kepada penumpang penyandang disabilitas pada kecelakaan angkutan laut, dan perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas pada kecelakaan angkutan laut, serta tanggung jawab PT. ASDP terhadap penumpang penyandang disabilitas pada kecelakaan angkutan laut.

Penulisan ini disusun berdasarkan literatur-literatur dan data-data yang berkaitan dengan Pemberian Santunan Pada Penyandang Disabilitas Pada Kecelakaan Angkutan Laut, karena itu keaslian penulisan ini terjamin adanya, kalaupun kutipan-kutipan dalam penulisan ini semata-mata adalah sebagai faktor pendukung dan pelengkap dalam penulisan yang sangat diperlukan didalam penyempurnaan penulisan ini. Oleh karena itu penulisan ini merupakan asli hasil karya penulis sendiri.


(31)

BAB II

ANALISA KARAKTERISTIK KECELAKAAN ANGKUTAN LAUT A. Jenis-Jenis Kecelakaan Angkutan Laut

Berbicara mengenai angkutan laut, erat kaitannya dengan kapal yang menjadi salah satu alat transportasi yang digemari masyarakat Indonesia. Sudah menjadi pihak penyedia kapal atau penyedia angkutan laut untuk merawat kapal,menjaga kenyaman dan keamanan kapal. Baik sebelum berlayar, sedang berlayar, ataupun sesudah berlayar.Itu dikarenakan angkutan lautlah yang memiliki resiko kecelakaan yang cukup tinggi.Baik penumpang maupun awak kapal bisa terancam nyawanya apabila kapal tersebut tidak layak jalan.

Berbicara mengenai kecelakaan erat kaitannya dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, atau yang sering disebut dengan (K3). Prinsip K3 tersebut dibuat dengan maksud untuk memberikan jaminan ataupun perlindungan pada setiap pekerja yang melakukan pekerjaan. Prinsip K3 tersebut juga dibuat dengan berbagai macam tujuan, antara lain :25

• Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, maupun psikologis.

• Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya, seefektif mungkin.

• Agar semua hasil produksi di pelihara keamananya.

• Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.

25

Mangkunegara Anwar Prabu. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. PT Remaja Rosdakarya:Bandung. 2013. Hal. 162


(32)

• Agar meningkat kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.

• Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau konsisi kerja.

• Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

Sesuai dengan tujuan yang dibuatnya prisnsip keselamatan dan kesehatan kerja tersebut, maka dapat di tarik kesimpulan bahwa, agar terjadi peningkatan pekerjaan ditinjau dari hasil kerjanya, serta agar membuat para pekerja merasa terlindungi pada saat melakukan pekerjaan, dan agar setiap pekerjaan yang dilakukan terhindar dari segala macam kecelakaan.

Untuk menghindari kecelakaan juga, perusahaan dalam mengawasi pekerjanya harus memperhatikan beberapa hal, agar terhindar dari segala kecelakaan :

• Harus memeriksa apakah calon pegawai ataupun pekerja dalam keadaan sehat atau tidak. Artinya dari mulai alat indera, stamina, emosi, motivasi harus diperhatikan.

• Pemakaian peralatan kerja harus digunakan secara benar.

• Keadaan lingkungan kerja harus memungkinkan, artinya lingkungan kerja harus terhindar dari segala bahaya yang dapat mengancam keselamatan kerja.

Masih banyak lagi hal-hal yang harus diperhatikan untuk menghindari terjadinya kecelakaan. Terkadang semua aturan mengenai keselamatan kerja tetap dilakukan, tetapi masih saja kecelakaan dapat terjadi. Itulah sebabnya semua aspek yang berkaitan dengan keselamatan kerja harus diperhatikan dengan baik.


(33)

Kecelakaan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan menimpa siapa saja.Maka dari itu sudah menjadi tanggung jawab bersama untuk menjaga kenyaman dan keselamatan pada saat berlayar. Awak kapal maupun pihak yang menyediakan angkutan laut tersebut harus memperhatikan kelayakan kapal, apakah kapal tersebut dalam keadaan layak atau tidak untuk berlayar, juga memeriksa kelengkapan dan perlengkapan dalam menunjang keselamatan pada saat berlayar apakah semua sudah memenuhi standard operasional apa belum.Sedangkan para penumpang wajib menjaga perlengkapan dan kelengkapan keselamatan didalam kapal agar tidak rusak ataupun dicuri, serta para penumpang wajib mengikuti semua peraturan yang telah dibuat oleh penyedia jasa angkutan laut, selama berlayar.

Kecelakaan dalam pelayaran harus menjadi tanggung jawab seluruh pihak yang terkait dalam praktek pelayaran.Salah satu pihak yang turut bertanggung jawab dalam kecelakaan yangvterjadi pada suatu kapal adalah Nahkoda ataupunawak kapal dari kapal tersebut. Dalam KUHD disebutkan dalam pasal 341 bahwa Nahkoda adalah pemimpin kapal. Sehingga sebagai pemimpin kapal, diharapkan Nahkoda dapat memenuhi pertanggung jawabannya seperti yang diisyaratkan oleh Undang-Undang.26

Kecelakaan yang terjadi pada saat berlayar ada berbagai macam jenis dan faktor penyebabnya. Berikut akan dijelaskan terlebih dahulu Jenis-Jenis Kecelakaan, yaitu :

26

Andrea Nathaly Sitompul, “Pertanggungjawaban Nahkoda dan Pengangkut Terhadap Kecelakaan Kapal ( Tinjauan KEPUTUSAN Mahkamah Pelayaran No.973/051/XII/MP-8)”, (Skripsi Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta: 2010), hlm. 6-8


(34)

1. Tenggelam

Menurut beberapa literatur secara garis besar yang disebut dengan tenggelam adalah kematian yang disebabkan mati lemas (kekurangan napas) ketika cairan menghalangi kemampuan tubuh untuk menyerap oksigen dari udara hingga menyebabkan asfiksia.27

Tetapi dalam pembahasan ini bukanlah tenggelam yang di terangkan diatas, melainkan tenggelam yang dialami oleh sebuah kapal ataupun angkutan laut yang kadang kala terjadi dalam sebuah pelayaran. Yang dimaksudkan dengan tenggelam disini ialah peristiwa masuknya badan kapal sebagian atau seluruhnya yang mengakibatkan sebuah kapal tidak dapat lagi berlayar atau beroperasi.Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan tenggelam ialah masuk terbenam didalam air.28

a. Faktor Cuaca

Peristiwa tenggelamnya sebuah kapal dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :

Dalam sebuah pelayaran yang dilakukan oleh sebuah kapal, cuaca sangat berpengaruh dalam kelancaran dan keamanan kegiatan pelayaran tersebut. Sering kali cuaca yang tidak mendukung menyebabkan terhambatnya ataupun mengganggu kegiatan pelayaran. Bahkan jika sebuah kapal melakukan pelayaran ditengah cuaca yang sedang buruk, akan menyebabkan kecelakaan.

27https://id.wikipedia.org/wiki/Tenggelam 28kbbi.web.id/tenggelam


(35)

Seperti yang dialami oleh Pelayaran yang dilakukan pada tanggal 14-15 April 1912 dilautan Atlantis, sebuah kapal yangbernama Titanic tenggelam yang disebabkan oleh cuaca yang sangat buruk.29

Selain peristiwa yang terjadi di Samudera Atlantis, peristiwa tenggelamnya sebuah kapal yang disebabkan oelh faktor cuaca juga terjadi di Indonesia. Yakni peristiwa yang terjadi di Denpasar pada perairan Jungut Batu, Nusa Lembongan, Klungkung Bali. Sebuah kapal yang berkapasitas 40 orang itu tenggelam yang disebabkan oleh cuaca yang buruk, dan memaksa gelombang tinggi untuk menghantam kapal tersebut.

Pada saat itu Titanic berlayar dalam kondisi cuaca yang sedang berkabut sehingga mengganggu pandangan dari sang Nahkoda kapal, pada saat yang bersamaan iklim pada saat itu sedang mempertemukan Labrador Current dan the Gulf Stream atau pertemuan dua air dingin dan hangat yang menyebabkan arus yang sangat deras, serta pada saat pelayaran tersebut sedang mengalami musim dingin yang menyebabkan terbentuknya lapisan-lapisan es di Samudera Atlantis tersebut.

30

Masih banyak lagi kejadian-kejadian tenggelamnya sebuah kapal yang disebabkan oleh cuaca buruk yang terjadi di Indonesia maupun di luar Indonesia. Pada intinya sebelum melakukan pelayaran seorang Nahkoda wajib memeriksa informasi kondisi cuaca maupun iklim yang terjadi pada jalur pelayaran. Informasi mengenai cuaca dan iklim dapat diterima Nahkoda kapal dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Dan memang Perusahaan Angkutan Laut

29

https://bunkimliong.blogspot.co.id/2012/08/penyebab-penyebab-tenggelamnya-kapal.html

30


(36)

harus mengadakan ikatan dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) demi menunjang kelancaran dan kenyamanan pada saat kegiatan pelayaran.

b. Human Error

Bagi sebuah kapal laut terutama sekali apabila sedang dalam pelayaran menyebrangi lautan, peranan dan keberadaan seorang nahkoda sebagai pejabat tertinggi yang memimpin dan bertanggung jawab atas keselamatan kapal dan segala sesuatu yang berada didalamnya, mempunyai arti yang sangat penting.31 Juga, setiap pengadaan, pembangunan, dan pengerjaan kapal, termasuk perlengkapannya, serta pengoperasian kapal di Indonesia harus memenuhi persyaratan keselamatan kapal.32

Maka dari itu Nahkoda dan/atau anak buah kapal harus memberitahukan kepada pejabat Pemeriksa Keselamatan Kapal apabila mengetahui bahwa kondisi kapal atau bagian dari kapalnya dinilai tidak memenuhi persyaratan keselamatan kapal.33

Terlebih anak buah kapal harus mematuhi juga menaati nahkoda secara cepat dan cermat. Terkadang anak buah kapal mengabaikan perintah yang diberikan oleh Nahkoda kapal untuk memeriksa perlengkapan serta kelengkapan untuk menunjang kelancaran pelayaran. Serta para anak buah dari kapal tersebut sering kali mengambil jalan keluar yang tidak di kordinasikan terlebih dahulu dengan Nahkoda mengenai keadaan mesin yang rusak atau kapal yang tidak layak

31

Santosa Djohari. Pokok-Pokok Hukum Perkapalan. Yogyakarta: UII Press,2004. Hal.51

32

Muhammad Abdulkadir. Hukum Pengangkutan Niaga. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2013. Hal. 104

33Ibid


(37)

untuk berlayar. Peristiwa seperti itulah yang banyak menyebabkan tenggelamnya kapal yang disebabkan oleh keadaan kapal yang kurang layak untuk melakukan pelayaran, akibat kelalaian dari anak buah kapal ataupun Nahkoda kapal.

Adapun yang menyebabkan sebuah kapal dapat tenggelam akibat sang Nahkoda kapal menghiraukan kapasitas penumpang dan barang pada kapalnya tersebut. Akibatnya kapal tidak dapat menahan kapasitas yang berada didalamnya. Seperti yang dialami oleh Kapal Mitra Abadi yang pada saat itu berada di Pelabuhan Jambrud Timur, Tanjung Perak Surabaya. Kapal yang akan berlayar dengan tujuan Donggala Sulawesi Tengah harus tenggelam sebelum berlayar akibat kelebihan muatan atau Over Capacity. Kapal tersebut memuat berbagai barang campuran makanan dan minuman, dan bahan-bahan kebutuhan lainnya yang melebihi kapasitas, yang mengakibatkan kapal tersebut tenggelam.34

c. Terbakar

Kecelakaan yang selanjutnya yaitu kebakaran yang di alami oleh sebuah kapal. Kecelakaan ini jarang terjadi pada saat pelayaran, lebih sering kecelakaan ini terjadi pada saat sebuah kapal sedang bersandar di pelabuhan. Kebakaran pada sebuah kapal dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Korseleting listrik yang terjadi pada komponen-komponen mesin yang berguna untuk menjalankan motor kapal tersebut.

2. Sabotase yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu, dengan tujuan tertentu,

34

http://photo.sindonews.com/view/4705/kapal-mitra-abadi-tenggelam-akibat-kelebihan-muatan


(38)

3. Kondisi kelistrikan kapal yang tidak layak lagi untuk digunakan, yang mengakibatkan terjadinya arus pendek,

4. Tabrakan kapal yang dapat mengeluarkan bahan bakar kapal tersebut keluar,dan mungkin saja dapat mengakibatkan kebakaran kapal,

5. Lubang buang (scuppers) tidak dimatikan pada waktu bongkar/muat dan bahan nya yang mudah terbakar.

d. Tubrukan

Kejadian tubrukan kapal sering kali terjadi pada saat pelayaran, tubrukan yang terjadi oleh sebuah kapal dapat terjadi antara kapal dengan kapal dan kapal dengan benda keras yang dapat membahayakan kegiatan pelayaran.

Ada beberapa pengertian mengenai Tubrukan kapal, suatu tubrukan kapal dapat diartikan sebagai suatu bencana laut yang menjadi sumber dari kerugian-kerugian yang timbul pada salah satu pihak atau kedua belah pihak. Dan akibat-akibat hukum yang timbul dari peristiwa tubrukan kapal itu harus diatur dalam Undang-Undang. Untuk itulah bab VI, buku kedua KUHD dibuat.35

1. Apabila sebuah kapal, sebagai akibat dari caranya berlayar atau karena tidak memenuhi suatu ketentuan Undang-Undang, sehingga menimbulkan kerugian pada kapal lain, barang-barang atau orang yang ada di kapal tersebut, maka peristiwa tersebut termasuk dalam pengertian tubrukan kapal (pasal 544). Disini tidak terjadi tabrakan Pengertian yang lain mengenai tubrukan kapal juga terdapat dalam pasal 544 dan 544-a, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

35

Purwosutjipto, H.M.N,. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia:Hukum Pelayaran Laut dan Perairan Darat. Jakarta: Djambatan. 1985. Hal. 274


(39)

atau singgungan antara kapal yang satu dengan lainnya, meskipun begitu peristiwa ini dimasukkan dalam pengertian tubrukan kapal. 2. Jika sebuah kapal menabrak benda lain yang bukan kapal, baik yang

berupa benda tetap maupun bergerak, misalnya: pangkalan laut atau dermaga, lentera laut, rambu-rambu laut (baken) dan lain-lain, maka peristiwa tabrakan antara kapal dengan benda lain yang bukan kapal tersebut dapat disebut tabrakan kapal (pasal 544-a).36

Tubrukan yang terjadi antara kapal dengan kapal, biasanya disebabkan oleh perubahan haluan yang dilakukan oleh sebuah kapal yang mengakibatkan terambilnya jalur pelayaran kapal yang lainnya. Dan biasanya kejadian tubrukan kapal terjadi dikarenakan kurangnya komunikasi yang dilakukan antar nahkoda kapal, sehingga terjadi tubrukan kapal.

Nahkoda kapal juga harus memperhatikan beberapa peraturan agar tidak terjadi tubrukan kapal, yaitu Nahkoda kapal harus memperhatikan ruang gerak dilaut yang cukup. Ruang gerak terhadap kapal yang luas sangat memungkinkan sebuah kapal merubah haluannya dengan tujuan untuk menghindari bahaya ataupun halangan yang berada didepannya. Jika ruang gerak dari kapal tersebut terbatas, sebuah kapal tidaklah mungkin untuk merubah arah haluannya, karena akan mengganggu jalur pelayaran kapal lain ataupun menabrak se.suatu benda yang dapat menimbulkan kecelakaan. Nahkoda pada sebuah kapal juga harus memperhatikan kecepatan kapalnya, nahkoda harus menjaga kecepatan kapal selama pelayaran Jika Nahkoda tidak memerhatikan kecepatan kapal tersebut

36Ibid


(40)

apalagi menambah kecepatan kapal tersebut, memungkinkan kapal tersebut akan mengalami tubrukan dengan kapal yang berada didepannya ataupun dengan kapal yang lainnya dengan jalur yang berbeda.37

Ataupun kejadian tubrukan kapal terjadi karena penyalahgunaan kekuasaan oleh Nahkoda. Sang Nahkoda dengan sengaja tidak memperhatikan peraturan-peraturan dalam mengemudikan kapal. Padahal, Undang-Undang telah memberikan kekuasaan begitu besar kepada seorang Nahkoda, namun demikian Undang-Undang juga memberikan acaman pidana dan denda keperdataan serta tindakan disipliner terhadap nahkoda, apabila Nahkoda tersebut menyalahgunakan kekuasaannya. Bagi Nahkoda yang bertindak buruk terhadap kapal yang dikemudikannya dengan putusan Mahkamah Pelayaran Indonesia, wewenang dari Nahkoda tersebut untuk mengemudikan kapal dicabut selama jangka waktu maksimal 2 (dua) tahun.38

e. Kandas

Sedangkan tubrukan kapal yang terjadi karena kapal menabrak benda-benda tertentu seperti pegunungan es, yang terjadi pada kapal Titanic, itu disebabkan oleh faktor cuaca yang sangat buruk.

Kapal yang mengalami kandas biasanya disebabkan oleh nahkoda kapal yang terlalu memaksakan melewati perairan dengan keadaan air yang sedang surut.

Seperti yang terjadi pada KM Titian Nusantara yang mengalami kandas di Muara Jungkat. Sang Nahkoda dari KM Titian Nusantara memkasakan kapalnya untuk

37

http://arieflaksmono.com/peraturan%20pencegahan%20tubrukan%20di%20laut.php

38


(41)

keluar dari Pelabuhan Dwikora Pontianak melewati Muara Jungkat yang keadaan air pada saat itu sedang surut. Akibatnya KM Titian Nusantara mengalami kandas.39

B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kecelakaan Pada Angkutan Laut

Kandasnya sebuah kapal dapat juga disebabkan oleh menabrak sebuah gundukan yang berada didasar laut. Maka dari itu peran penting seorang Nahkoda sangat berpengaruh, Nahkoda harus memperhatikan keadaan permukaan air pada saat pelayaran untuk menghindari kandas. Nahkoda harus menghindari permukaan air yang sedang surut dan juga harus memperhatikan apakah didalam permukaan air tersebut atau didasar air laut terdapat gundukan apa tidak yang dapat menyebabkan sebuah kapal kandas.

Pengangkutan mempunyai peranan yang sangat luas dan penting untuk pembangunan ekonomi bangsa. Dapat dilakukan melalui udara, laut, dan darat untuk mengangkut orang dan barang. Dalam perjalanannya dalam melakukan pengangkutan melalui udara, laut, dan darat sering mendapat halangan ataupun hal-hal yang menghambat pengangkutan tersebut. Salah satu hambatan ataupun halangan tersebut adalah kecelakaan.40

Kecelakaan (Accident) adalah peristiwa hukum pengangkutan berupa kejadian atau musibah; yang tidak dikehendaki oleh pihak-pihak; terjadi sebelum, dalam waktu, atau sesudah penyelenggaraan pengangkutan; karena perbuatan

39

http://www.kalamanthana.com/2016/06/09/ini-penyebab-kenapa-sering-kapal-kandas-di-muara-jungkat/

40

Sinta Uli. Pengangkutan : Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut, Angkutan Darat, dan Angkutan Udara. Medan.USU Press. 2006. Hal.1


(42)

manusia atau kerusakan alat pengangkut sehingga menimbulkan kerugian material, fisik, jiwa, atau hilangnya mata pencaharian bagi pihak penumpang, bukan penumpang, pemilik barang, atau pihak pengangkut.41

The term safety is an overall term that can include both safety and health hazards. In the personel are, however, a distinction is usually made between them. Occupational safety refers to the condition of being safe from suffering or causing-hurt, injury, or loss in the workplace. Safety hazards are those aspects of the work environment that can cause burns, electrical shick, cuts, bruises, sprains, broken bones, and the loss of limbs, eyesight, or hearing. They are often associated with industrial equipment or the physical environment and involve job taks that require care and training. The harm is usualy immediate and sometimes violent. Occupational health refers to the condition of being free from physical, mental, or emotional disease or pain caused by the work environment that, over a period of time, can create emotional stress or physical disease.

Dalam pengangkutan apapun, keselamatan menjadi faktor penting demi menunjang kenyamanan dalam perjalanan. Keselamatan juga menjadi modal penting bagi berkembangnya usaha, terlebih dalam bidang jasa. Semua orang atau pengguna jasa angkutan pastinya sangat mementingkan keselamatan dalam memilih sebuah angkutan, karena keselamatan berhubungan erat dengan jiwa manusia.

Seperti kutipan Leon C. Megginson (1981:364) mengemukakan bahwa :

42

41

Muhammad Abdulkadir., op.cit. Hal. 225

42

Chung, Kae H., and Leon C. Megginson.Organizational Behaviour: Developing Managerial Skills. New York: Harper & Row Publishers. 1981. Hal. 364


(43)

Memang dalam tulisan tersebut lebih ditegaskan pada keselamatan kerja, tetapi ada sebuah tulisan tersebut yang menegskan bahwa istilah keselamatan mencakup kedua istilah resiko keselamatan dan resiko kesehatan. Maka dalam sebuah pengangkutan keselamatan menjadi unsur yang sangat penting. Tidak menutup kemungkinan bahwa memang setiap orang ingin agar perjalanan mereka ke suatu tempat aman dan selamat, tanpa ada halangan dan hambatan.43

International Ship and Port Facility Security Code atau ISPS Code adalah merupakan aturan yang menyeluruh mengenai langkah-langkah untuk

Pada pembahasan sekarang ini Kecelakaan yang akan di bahas adalah mengenai kecelakaan yang terjadi pada angkutan laut. Kecelakaan yang dapat terjadi pada kegiatan pelayaran. Pelayaran itu sendiri dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan angkutan perairan, kepelabuhan, serta keamanan dan keselamatannya. Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa, dalam menjalankan pengangkutan terlebih pengangkutan laut harus memperhatikan nilai keamanan dan keselamatan. Terlebih dalam angkutan laut, pihak penyedia moda angkutan laut harus memperhatikan aspek-aspek keamanan dan keselamatan yang terdapat didalam sebuah objek angkutan laut yaitu kapal.

Ada berbagai fasilitas ataupun aspek yang menunjang keamanan dan keselamatan pada angkutan laut. Dimulai dari pelampung,skoci,dan fasilitas keamanan kapal lainnya. Tetapi sekarang sudah ada peraturan Internasional yang mengatur tentang keamanan kapal.Peraturan tersebut dinamakan International Shipand Port Facility Security Code atau yang disingkat dengan ISPS Code.

43

Mangkunegara Anwar Prabu. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung:PT Remaja Rosdakarya. 2013. Hal. 161


(44)

meningkatkan keamanan terhadap kapal dan fasilitas pelabuhan, atau dapat dikatakan sebagai peraturan Internasional tentang keamanan kapal dana fasilitas pelabuhan, yang terdiri dari dua bagian, bagian A dan B. Bagian A terdiri berisi persyaratan wajib untuk pemerintah, kapal/perusahaan, dan fasiitas pelabuhan. Sedangkan bagian B berisi pedoman.

Adapun fasilitas ataupun kelengkapan keselamatan yang harus ada dalam sebuah kapal, sesuai dengan isi dari International Ship and Port Facility Security Code adalah :

a. Memastikan pelaksanaan terhadap seluruh tugas-tugas keamanan kapal. b. Pengawasan keluar masuk ke kapal.

c. Pengawasan terhadap naiknya orang-orang/personil-personilnya dan barang bawaannya.

d. Memantau areal terbatas untuk memastikan bahwa hanya orang-orang/personil-personil yang berwenang yang memiliki akses keluar masuk.

e. Memantau areal geladak dan areal sekeliling kapal. f. Mengawasi penanganan muatan dan perbekalan kapal.

g. Memastikan bahwa komunikasi keamanan ada dan siap digunakan.

Masih banyak lagi aspek keamanan kapal yang diatur dalam International Ship and Port Facility Security Code tersebut, untuk menunjang kelancaran serta keamanan dan kenyamanan kapal dalam hal pelayaran. Namun seringkali pihak-pihak tertentu tidak memperhatikan peraturan yang telah dibuat,terutama ISPS itu sendiri. Akibatnya masih sering terjadi kecelakaan yang dialami oleh sebuah


(45)

kapal. Akan tetapi, tidak semua kecelakaan kapal yang terjadi disebabkan oleh kesalahan teknis atau Human Error. Kecelakaan kapal dapat juga disebabkan oleh faktor alam. Dan masih ada lagi faktor yang menyebabkan kecelakaan pada angkutan laut terlebih pada kapal.

Menurut Ketentuan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Mahkamah Pelayaran dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada menteri Perhubungan, yang berfungsi untuk melaksanakan pemeriksaan lanjutan atas kecelakaan kapal.44

a. Faktor Manusia

Berikut akan diuraikan faktor-faktor penyebab dari kecelakaan angkutan laut, antara lain:

Kecelakaan yang terjadi atau dialami oleh angkutan umum terlebih angkutan laut, tidak lepas dari faktor manusia. Faktor manusia merupakan faktor yang paling besar yang diantaranya adalah kecerobohan didalam menjalankan kapal, kurangnya kemampuan awak kapal dalam menguasai berbagai permasalahan yang timbul dalam operasional kapal.

Masih banyak awak kapal ataupun Nahkoda kapal yang menghiraukan aspek keselamatan pada saat pelayaran. Padahal sudah ada peraturan yang mengatur Nahkoda dan awak kapal untuk menjaga kenyaman dan keselamatan kapal yang dikemudikan. Sebelum berbicara mengenai faktor manusia yang menyebabkan kecelakaan pada angkutan laut, perlu di jelaskan terlebih dahulu pihak-pihak ataupun petugas-petugas yang mendukung kelancaran dan keselamatan pelayaran.

44


(46)

Adapun pihak-pihak tersebut antara lain:45

Selain daripada Nahkoda kapal, pihak yang berperan dalam sebuah pelayaran adalah awak kapal. Awak kapal teridiri dari:

Sesuai dengan definisi dari Nahkoda itu sendiri, Nahkoda ialah pejabat yang bertanggung jawab dan memegang kekuasaan tertinggi dalam kapal. Artinya segala sesuatu baik mengenai pengoperasian, mekanisme kapal, ataupun keselamatan pada saat pelayaran, itu dipegang penuh oleh seorang nahkoda.

46

• Bagian Geladak (Deck Departement).

Awak kapal bagian geladak ini bertugas untuk navigasi (pelayaran).

• Bagian Kamar Mesin (Engineering Departement).

Kepala bagian mesin ini disebut “kepala kamar mesin” atau masinis kepala, tugasnya ialah menjalankan dan memelihara segala macam mesin, yang ada di kapal.

• Bagian Perbekalan (Catering Departement)

Bagian ini mempunyai dua seksi, yaitu: seksi masak dan seksi pelayanan. Bagian ini adalah besar, dan lebih luas lagi di kapal penumpang, dimana organisasinya menyerupai hotel.

• Urusan administrasi/keuangan.

Dalam kapal terkadang ditempatkan seorang petugas khusus yang mengurus administrasi/keuangan/muatan. Petugas ini disebut “Purser”.

45

Purwosutjipto, H.M.N,. Opcit. Hal. 115

46Ibid


(47)

• Urusan Kesehatan.

Pada kapal penumpang terdapat pula seorang dokter dan beberapa juru rawat.

• Markonis.

Hampir disetiap kapal ditempatkan satu atau beberapa orang markonis, yang bertugas menerima dan mengirimkan telegrap atau telepon radio.

Dari semua pihak yang berperan dalam sebuah pelayaran, sudah jelas bahwa masing-masing pihak sudah ada tugasnya sendiri. Dan sekali lagi para awak kapal tersebut bekerja berdasarkan perintah dari seorang Nahkoda kapal. Sering kali, kecelakaan yang terjadi disebabkan oleh masing-masing pihak ataupun pihak tertentu menghiraukan perintah dari seorang Nahkoda kapal, serta kecelakaan kapal dapat terjadi karena kesalahan kordinasi antara Nahkoda kapal dengan awak kapal, yang mengakibatkan tidak berjalannya satu atau beberapa sistem kapal yang dapat mengakibatkan kecelakaan.

a. Faktor Teknis

Kecelakaan yang dialami oleh sebuah kapal, dapat juga disebabkan oleh faktor teknis. Yang dimaksudkan dengan faktor teknis disini adalah masalah kurang cermatnya pembuat design kapal dalam membuat design kapal. Banyak kapal-kapal, terlebih kapal penumpang yang salah dalam hal design kapal tersebut. Ada juga faktor teknis dalam hal perawatan kapal telebih mesin kapal. Perawatan yang dilakukan terkadang tidak sesuai dengan jadwal yang telah


(48)

dibuat, sehingga menyebabkan mesin kapal menjadi cepat panas dan mengakibatkan sebuah kapal dapat terbakar.47

b. Faktor Cuaca

Kecelakaan seringkali disebabkan oleh kondisi alam yang tidak bersahabat ataupun kondisi cuaca yang sedang buruk. Banyak Nahkoda yang menghiraukan kondisi cuaca pada saat pelayaran, padahal sudah ada laporan mengenai kondisi cuaca yang terjadi pada jalur pelayaran. Faktor cuaca disini dapat berupa angin yang sangat kencang, gelombang yang sedang meninggi, hujan yang sangat lebat, ataupun kabut yang dapat menghalangi jarak pandang dari Nahkoda tersebut. Serta arus yang sangat deras yang dapat mengakibatkan terganggu nya sistem navigasi dari sang Nahkoda.

Dari faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan laut diatas, maka jelaslah bahwa sebelum sebuah kapal melakukan sebuah pelayaran harus diperiksa terlebih dahulu kelengkapan serta perlengkapan dalam menunjang keselamatan dan kenyamanan dalam pelayaran, selanjutnya seorang Nahkoda harus bekerja sama ataupun Nahkoda harus meminta laporan cuaca dari BMKG pada jalur pelayarannya, agar terhindar dari cuaca buruk. Tetapi sebelum itu semua perusahaan penyedia transportasi laut harus menyeleksi Nahkoda dan awak kapal. Mereka harus mempunyai kompetensi dalam hal perkapalan agar sebuah kapal terhindar dari sebuah kecelakaan.

47


(49)

C. Pihak-Pihak Yang Bertanggung Jawab Terhadap Terjadinya Kecelakaan Angkutan Laut

Pada setiap angkutan, terlebih angkutan laut sangat mementingkan aspek keselamatan dalam setiap pelayanannya. Tidak ada orang yang mau perjalanan mereka ataupun barang yang diangkut mengalami kendala tersuk kecelakaan. Sudah menjadi tanggung jawab penyedia jasa angkutan untuk menjaga kenyamanan serta keamanan dalam setiap angkutan. Sudah terdapat peraturan mengenai pelayanan dalam setiap angkutan umum, lebih khususnya angkutan laut. Mengenai Angkutan Laut sudah ada Undang-Undang yang mengatur segala kegiatan yang berkaitan dengan angkutan laut, yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

Jika berbicara mengenai kecelakaan, terdapat pihak yang dirugikan akibat kecelakaan dan pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan tersebut. Kerugian yang di timbulkan dapat kerugian materiil dan kerugian immateriil.Kerugian materiil dan immateriil biasanya ditujukan pada benda yang terangkut dalam sebuah kapal.

Yang dimaksudkan dengan kerugian materiil yaitu jika barang tampak tidak menderita kerugian atau kerusakan, tidak kurang dan tidak cacat, tetapi harga itu merosot, sehingga bagi tertanggung hal yang demikian juga merupakan kerugian juga. Tetapi yang dimaksudkan kerugian immateriil adalah sebagai kerugian dimana keadaaan barang kurang dan cacat, serta harga dari barang itu pun merosot.48

48


(50)

Sedangkan untuk kerugian yang ditimbulkan bagi manusia, kerugian materiil ialah kerugian yang sebabkan oleh sebuah kecelakaan yang mengakibatkan hilangnya barang atau rusaknya barang dari penumpang tersebut, sehingga menimbulkan kerugian dari segi materi. Lain hal dengan kerugian immateriil, kerugian immateriil dapat berupa trauma yang ditimbulkan dari kecelakaan tersebut, timbulnya luka-luka yang disebabkan oleh kecelakaan, serta hilangnya nyawa penumpang yang disebabkan oleh kecelakaan tersebut.49

Perusahaan pengangkutan di perairan wajib mengangkut penumpang dan/atau barang terutama pengangkutan pos yang disepakati dalam perjanjian pengangkutan. Perjanjian pengangkutan yang dimaksud dibuktikan dengan karcis penumpang dan dokumen muatan (pasal 38 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008). Perusahaan pengangkutan di perairan bertanggung jawab terhadap keselamatandan keamanan penumpang dan/atau barang yang diangkutnya. Perusahaan tersebut bertanggung jawab terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan dan/atau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati.50

49Ibid

. Hal. 274

50

Muhammad Abdulkadir. Opcit. Hal. 45

Mengenai kerugian yang timbulkan oleh sebuah kecelakaan, harus ada yang bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Mengenai tanggung jawab tersebut sudah dituliskan dalam pasal 40 sampai pasal 43 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang pelayaran.


(51)

Dalam pasal 40 tertulis bahwa: “Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang dan/atau barang yang diangkatnya.51

Ini berarti bahwa setiap kejadian yang bersangkutan dengan kapal, itu adalah tanggung jawab perusahaan kapal. Terlebih Nahkoda dan awak kapal. Dan juga dijelaskan pada pasal 41 tanggung jawab yang dimaksudkan jika di timbulkan akibat dari kematian dan luka-luka penumpang yang diangkut, musnah atau hilangnya barang yang diangkut, keterlambatan angkutan penumpang, dan kerugian pihak ketiga.52

Selain perusahaan kapal, dijelaskan pada pasal 341 KUHD ditegaskan bahwa nahkoda itu memimpin kapal. Penegasan ini membawa konsekuensi bahwa nahkoda itu harus bertanggung jawab atas keselamatan kapal dan segala sesuatu yang terdapat didalamnya.53

Jika berujuk pada Hukum pengangkutan, bahwa terlah dijelaskan pada pasal 468 KUHD menyebutkan:54

Perjanjian pengangkutan mewajibkan pengangkut menjaga keselamatan barang yang di angkut sejak saat penerima sampai saat penyerahannya. Pengangkut diwajibkan mengganti kerugian yang disebabkan karena tidak diserahkannya barang seluruhnya atau sebagian atau karena kerusakan barang, kecuali bilamana ia membuktikan bahwa tidak diserahkannya barang atau kerusakan itu adalah suatu peristiwa yang sepantasnya tidak dapat dicegah atau

51

Pasal 40. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran

52

Pasal 41. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008.

53

Djohari Santosa. Pokok-Pokok Hukum Perkapalan. Yogyakarta:UII Press.2004. Hal. 51

54

Sinta Uli. Pengangkutan : Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut, Angkutan Darat, dan Angkutan Udara. Medan.USU Press. 2006. Hal. 27


(52)

dihindarinya akibat dari sifat keadaan atau cacat benda sendiri atau dari kesalahan pengirim. Ia bertanggung jawab perbuatan-perbuatan darimereka yang ia pekerjakan dan terhadap benda-benda yang ia pergunakan pada pengangkutan. Pada pasal 321 ayat (1) KUHD menetapkan bahwa pengusaha kapal terikatoleh segala perbuatan hukum, yang dilakukan oleh mereka yang bekerja tetap atau sementara pada kapalnya, dalam kedudukan dan lingkungan kekuasaan mereka. Sedangkan pengusaha kapal bertanggungjawab untuk segala kerugian yang diterbitkan pada pihak ketiga, oleh suatu perbuatan melanggar hukum dari mereka yang bekerja tetap atau sementara pada kapalnya atau yang melakukan sesuatu pekerjaan dikapal guna kepentingan kapal dan muatannya, asal perbuatan melanggar hukum itu dilakukan dalam rangka dan pada waktu mereka menjalankan tugas mereka. Jadi, kalau perbuatan yang dilakukan oleh buruh kapal itu suatu perbuatan hukum, maka pengusaha kapal itu terikat, artinya pengusaha kapal harus melaksanakan pekerjaan sebagai akibat adanya perbuatan hukum tersebut.55

Sebagai contoh seorang Nahkoda, karena Nahkoda adalah buruh utama pengusaha kapal (pasal 399 KUHD), maka segala perbuatannya menjadi tanggung jawab pengusaha kapal, asal segala perbuatannya itu dilakukan dalam jabatannyaatau dalam waktu mereka menjalankan pekerjaan itu. Kalau seorang nahkoda berbuat diluar wewenangnya, maka menurut pasal 373 KUHD nahkoda sendirilah yang bertanggung jawab.56

55

Purwosutjipto, H.M.N,. Opcit. Hal. 87

56Ibid


(53)

Hukum pengangkutan mengenal tiga prinsip tanggung jawab, yaitu tanggung jawab karena kesalahan (fault liability), tanggung jawab karena praduga (presumption liability), dan tanggung jawab mutlak (absolute liability). Hukum pengangkutan di Indonesia umumnya menganut prinsip tanggung jawab karena kesalahan dan karena praduga.57

Tanggung jawab karena kesalahan ialah jika setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggung jawab membayar segala kerugian yang timbul akibat kesalahan itu. Pihak yang menderita kerugian wajib membuktikan kesalahan pengangkut. Tanggung jawab karena praduga dijelaskan bahwa pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya. Sedangkan tanggung jawab mutlak dijelaskan juga bahwa pengangkut harus bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang diselenggarakannya tanpa keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut.58

57

Muhammad Abdulkadir. Opcit. Hal. 43

58Ibid


(54)

BAB III

SANTUNAN PADA PENGANGKUTAN LAUT A. Jenis-Jenis Santunan Pada Angkutan Laut

Berbicara mengenai santunan yang ada pengangkutan laut erat kaitannya dengan asuransi yang terdapat pada pengangkutan laut. Sebab, santunan adalah sebagian bentuk dari asuransi.

Asuransi dalam bahasa Belanda disebutverzekeringyang berartipertanggunganatau asuransidan dalam bahasa Inggris disebut Insurance.59Ada 2 (dua) pihak yang terlibat dalam Asuransi , yaitu pihak penanggung sebagai pihak yang sanggup menjamin serta menanggung pihak lain yang akan mendapat suatu penggantian kerugian yang mungkin akan dideritanya sebagai suatu akibat dari suatu peristiwa yang belum tentu terjadi dan pihak tertanggung akan menerima ganti kerugian, yang mana pihak tertanggung diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pihak penanggung.60

Subekti, dalam bukunya memberikan definisi mengenai asuransi yaitu, Asuransi atau pertanggungansebagai suatu perjanjian yang termasuk dalam golongan perjanjian untung -untungan(kansovereenkomst).Suatu perjanjian untung-untungan ialah suatu perjanjian yang dengan sengaja digantungkan pada

59

J.C.T.Simorangkir,Rudy Erwin,J.T Prasetyo. Kamus Hukum. Sinar Grafika. Jakarta: 2009. hal. 182

60


(55)

suatu kejadian yangbelum tentu terjadi, kejadian mana akan menentukan untung-ruginya salah satu pihak.61

Sedangkan menurut Muhammad Muslehuddin, istilah asuransi menurut pengertian riilnya adalah iuran bersama untuk meringankan beban individu kalau-kalau beban tersebut menghancurkannya.62

Selanjutnya menurutketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian, yang dimaksud dengan asuransi atau

Asuransi itu sendiri diatur di dalam KUHD di dalam buku I Bab IX tentang asuransi atau pertanggungan pada umumnya, Bab X mengenai beberapa jenis asuransi antara lain tentang asuransi terhadap bahaya kebakaran, terhadap bahaya yang mengancam hasil-hasil pertanian yang belum dipaneni dan tentang asuransi jiwa pada buku II Bab IX, tentang asuransi terhadap bahaya laut dan bahaya pembudakan, dan Bab X tentang pertanggungan terhadap bahaya dalam pengangkutan di daratan, di sungai dan perairan darat.

Dasar hukum perjanjian asuransi juga diatur dalam Pasal 1774 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada Pasal 1774 di jelaskan bahwa, Suatu persetujuan untung-untungan ialah suatu perbuataan yang hasilnya, yaitu mengenai untung-ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, tergantung pada suatu kejadian yang belum pasti.yaitu persetujuan pertanggungan, bunga cagak hidup, perjudian dan pertaruhan.

61

Ibid.

62

Muhammad Muslehuddin. Menggugat Asuransi Modern. Jakarta: PT Lentera Basritama:1999. hal. 3


(56)

pertanggungan adalah: “perjaniian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Berdasarkan definisi tersebut dapat diuraikan unsur-unsur asuransi atau pertanggungan yaitu sebagai berikut :63

1. Pihak-Pihak

Subjek asuransi adalah pihak-pihak dalam asuransi, yaitu penanggung dan tertanggung yang mengadakan perjanjian asuransi, penanggung dan tertanggung adalah pendukung kewajiban dan hak. Penanggung wajib memikul risiko yang dialihkan kepadanya dan berhak memperoleh pembayaran premi, sedangka n tertanggu ng wajib membayar premi dan berhak memperoleh penggantian jika timbul kerugian atas harta miliknya yang diasuransikan.

2. Status Pihak-Pihak

Penanggung harus berstatus sebagai perusahaan badan hukum, dapat berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Perseroan (Persero) ataukoperasi. Sedangkan tertanggung dapat berstatus sebagai perseorangan, persekutuan atau

63

Abdulkadir Muhammad. Hukum Asuransi Indonesia. PT Citra Aditya Bhakti. Bandung:2004. Hal. 8


(57)

badan hukum dan harus pihak yang berkepentingan atas obyek yang diasuransikan.

3. Obyek Asuransi

Objekasuransi dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat kepada benda dan sejumlah uang yang disebut premi atau ganti kerugian. Melalui objek asuransi tersebut ada tujuan yang ingin dicapai oleh pihak-pihak. Penanggung bertujuan memperoleh pembayaran sejumlah premi sebagai imbalan pengalihan risiko, sedangkan tertanggung bertujuan bebas dari risiko dan memperoleh penggantian jika timbul kerugian atas harta miliknya.

4. Peristiwa Asuransi

Peristiwa asuransi adalah merupakan perbuatan hukum (legal act) berupa persetujuan atau kesepakatan bebas antara penanggung dengan tertangggung mengenai objek asuransi, perisiwa tidak pasti (evenement) yang mengancam obyek asuransi, dan syarat-syarat yang berlaku dalam asuransi. Persetujuan atau kesepakatan bebas tersebut dibuat dalam bentuk tertulis berupa akta yang disebut polis, polis ini merupakan satu-satunya alat bukti yang dipakai

untuk membuktikan telah terjadi asuransi. 5. Hubungan Asuransi

Hubungan asuransi yang terjadi antara penanggung dengan tertanggungadalah keterikatan (legally bound) yang timbul karena adanya persetujuan atau kesepakatan bebas untuk memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing, apabila terjadi evenemen yang menimbulkan kerugian atas benda asuransi, penanggung wajib membayar ganti kerugian sesuai dengan polis


(58)

asuransi, sedangkan apabila tidak terjadi evenemen premi yang sudah dibayar oleh tertanggung tetap menjadi milik penanggung.

Dalam pengertian yang terdapat dalam Pasal 246 Kitab Undang-UndangHukum Dagang(KUHD), dapat di simpulkan adanya 3 (tiga) unsurpenting dalam Asuransi, yaitu:64

1. Pihak tertanggung atau dalam bahasa Belanda disebut verzekerde mengikatkan kepada pihak penanggung atau dalam bahasa Belandadisebut verzekeraar

2. Pihak penanggung mempunyai kewajiban untuk membayar sejumlah uang kepada pihak tertanggung, karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan.

3. Suatu kejadian atau peristiwa yang tidak tentu jelas akan terjadi. 4. Ada 2 (dua) pihak yang terlibat di dalam perjanjian asuransi, yaitu:65 5. Penanggung atau verzekeraar, asuradur, penjamin; ialah mereka yang

dengan mendapat premi, berjanji akan mengganti kerugian atau membayar sejumlah uang yang telah disetujui, jika terjadi peristiwa yang tidak dapat diduga sebelumnya, yang mengakibatkan kerugian bagi tertanggung. Jadi penanggung adalah sebagai subjek yang berhadapan dengan (lawan dari); tertanggung. Dan yang biasanya menjadi penanggung adalah suatu badan usaha yang memperhitungkan untung rugi dalam tindakan-tindakannya.

64

Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

65


(1)

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PEMBERIAN SANTUAN YANG DITERIMA OLEH PENUMPANG PENYANDANG DISABILITAS

PADA KECELAKAAN ANGKUTAN LAUT (Studi Pada PT. ASDP Indonesia Ferry cabang Merak)

ABSTRAK Andre William *

Hasim Purba **

Aflah**

Perusahaan angkutan laut bertanggung jawab atas keselamatan dan keamanan yang diangkut diatas kapal. Tanggung jawab yang dimaksud dapat berupa kematian atau lukanya penumpang yang diangkut, musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut, keterlambatan angkutan penumpang, serta kerugian pihak ketiga. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini adalah bagaimana penerapan pemberian santunan bagi penyandang disabilitas pada kecelakaan angkutan laut, bagaimanakah perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas pada kecelakaan angkutan laut, bagaimanakah tanggung jawab PT. ASDP Terhadap penumpangpenyandang disabilitas yang mengalami kecelakaan angkutan laut.

Metode pendekatan yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris dan spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis. Pengumpulan data melalui data primer dan data skunder. Metode analisis yang dipakai adalah kualitatif, dan penyajian datanya dalam bentuk laporan tertulis secara ilmiah.

Penerapan pemberian santunan bagi penyandang disabilitas pada kecelakaan angkutan laut adalah sama dengan penumpang lainya yang memiliki tiket. Adanya tiket penumpang kapal laut tersebut, maka menimbulkan hak dan kewajiban para pihak. Pengangkut mulai bertanggung jawab atas penumpang maupun barang yang diangkut. Sebelum penumpang naik ke dalam kapal laut, penumpang tersebut harus membayar lunas biaya angkutan. Selain membayar biaya angkutan, penumpang juga harus membayar iuran wajib yang dibayar secara bersamaan dengan pembayaran angkutan. Perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas pada kecelakaan angkutan laut adalah penumpang memiliki hak atas keselamatan, keamanan dan kenyamanan. Penumpang juga berhak mendapatkan ganti rugi apabila ada hak-haknya yang tidak terpenuhi.. Tanggung jawab PT. ASDP terhadap penumpang penyandang disabilitas yang mengalami kecelakaan angkutan laut adalah bertangggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang yang diangkutnya dan mengasuransikan semua penumpang sehingga jika terjadi kecelakaan atau musibah semua penumpang yang terdaftar dalam manifest akan mendapatkan santunan yang besarnya telah diatur dan ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku.

Kata Kunci : Santunan, Disabilitas, Angkutan Laut. .

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. *** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(2)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Telah menjadi Kewajiban bagi setiap mahasiswa yang hendak menyelesaikan studinya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk menyusun dan menyelesaikan suatu skripsi, dan untuk itu penulis melakukan kewajiban sebagaimana mestinya untuk menyusun suatu skripsi dengan judul “TINJAUAN HUKUM TERHADAP PEMBERIAN SANTUNAN YANG DITERIMA

OLEH PENYANDANG DISABILITAS YANG MENGALAMI

KECELAKAAN ANGKUTAN LAUT (Studi Pada PT. ASDP Indonesia Ferry cabang Merak)”.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada para pihak yang telah memberikan dukungan, pengetahuan serta doanya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Serta secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum., Selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum., Selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Puspa Melati, SH., M.Hum., Selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan juga sebagai Dosen Pembimbing


(3)

5. II yang mana telah berkenan untuk meluangkan waktu untuk membantu dan mengarahkan dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum., Selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Dr. Hasyim Purba, SH, M.Hum, Selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan sekaligus selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan pengetahuan beliau untuk membimbing, mengarahkan dan memeriksa skripsi ini agar menjadi lebih baik.

8. Ibu Aflah, SH, M.Hum, Selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan serta masukan dalam penulisan skripsi ini.

9. Dan seluruh para staf pengajar, staf, pegawai, staf pendidikan serta staf kepustakaan yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

10.Kepada yang tercinta Bapak dan Mama saya, Jack Silaban dan Esther Meyliana Sitompul yang telah memberikan dorongan moril, keuangan serta tenaga dalam masa perkuliahan saya sehingga saya dapat menyelesaikan perkuliahan saya dengan baik.

11.Kepada adik saya Angel Silaban yang ikut serta memberikan semangat dalam perkuliahan saya.

12.Kepada tulang Nelson dan tulang Ferdinand yang terus menerus memberikan nasehat kepada saya agar dapat menyelesaikan kuliah saya dengan baik.


(4)

14.Kepada yang tersayang Jane Kembarini Barus yang memberikan saya nasehat serta dorongan moril ketika saya mengerjakan skripsi ini.

15.Kepada teman-teman seperjuangan saya dari semester 1, Yesaya Valianto Simanjuntak dan Anhari Nafiz Nasution yang banyak membantu saya dari awal kuliah hingga akhir perkuliahan.

16.Kepada Dedi Kurnia Ginting yang dari awal saya mengerjakan skripsi hingga akhir pengerjaan skripsi tetap membantu dan memberikan dorongan kepada saya.

17.Kepada teman-teman yang tergabung dalam Grup Kedai Kopi Nations yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang selalu menemani saya disaat susah maupun senang.

18.Serta teman-teman seperjuangan stambuk 2012 yang telah menjadi bagian dari saya selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun diterima dengan tangan terbuka demi kebaikan dalam penulisan karya ilmiah selanjutnya. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga Tuhan memberkati, melindungi dan menyertai kita semua.

Medan, Februari 2017

Penulis,


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………..……. i

DAFTAR ISI……….….… ii

ABSTRAK………....………… iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……….…….. 1

B. Permasalahan………..…..………. 13

C. Tujuan Penulisan………... 13

D. Manfaat Penulisan……….………….... 14

E. Metode Penelitian……….. 15

F. Sistematika Penulisan……….17

G. Keaslian Penulisan……….………. 18

BAB II ANALISA KARAKTERISTIK KECELAKAAN ANGKUTAN LAUT A. Jenis-Jenis Kecelakaan Angkutan Laut………. 20

B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kecelakaan Pada Angkutan Laut………..… 30

C. Pihak-Pihak Yang Bertanggung Jawab Terhadap Terjadinya Kecelakaan Angkutan Laut……… 38


(6)

BAB III SANTUNAN PADA PENGANGKUTAN LAUT

A. Jenis-Jenis Santunan Pada Angkutan Laut………. 43 B. Alasan Pemberian Santunan Pada Pengangkutan Laut………...……... 52 C. Cara memperoleh Santunan Pada Angkutan Laut………….……….... 58 D. Pihak-Pihak Yang Berhak Mendapatkan Santunan

Atas Kecelakaan Pada Angkutan Laut……….…… 60 BAB IV TINJAUAN HUKUM TERHADAP PEMBERIAN SANTUNAN

PADA PENYANDANG DISABILITAS KECELAKAAN ANGKUTAN LAUT (Studi Pada PT. ASDP Indonesia Ferry cabang Merak)

A. Penerapan Santunan Bagi Penyandang

Disabilitas pada Kecelakaan Angkutan Laut………. 67 B. Perlindungan Hukum Bagi Penyandang

Disabilitas pada Kecelakaan Angkutan Laut………. 83 C. Tanggung jawab PT. ASDP Terhadap Penumpang

Penyandang Disabilitas yang Mengalami

Kecelakaan Angkutan Laut……….….. 87 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN……….. 97 B. SARAN……….. 98 DAFTAR PUSTAKA