Pembahasan 1 Spiritualitas pada lanjut usia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
2. Pembahasan 2.1 Spiritualitas pada lanjut usia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan
Hasil penelitian berdasarkan tingkat spiritual responden di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan, didapatkan bahwa
53 responden berada pada tingkat spiritual tinggi dan 46 responden berada pada tingkat spiritual rendah. Hasil studi ini sesuai dengan referensi dari Kozier,
Erb, Blais dan Wilkinson 1995 dalam Megawati 2006, bahwa perkembangan spiritualitas membantu lanjut usia menghadapi penyesuaian-penyesuaian hidup
pada masa tua. Spiritualitas responden yang tinggi dapat terjadi dari adanya keyakinan dan kekuatan responden terhadap aspek dimensi spiritualitas yaitu
hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan diri sendiri, dengan orang lain, dan hubungan dengan alam Hart 2002. Hal yang sama dikemukakan oleh Carson
2005, bahwa hubungan spiritualitas seseorang berkaitan erat dengan hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan orang lain, dan
hubungan dengan alam. Selanjutnya Yusnidar 2006 mengemukankan bahwa spiritualitas yang
tinggi pada individu dapat diperoleh dari kekuatan hubungan dengan Tuhan yang termasuk didalamnya adalah adanya nilai-nilai agama religion, dan doa prayer.
Dimana diyakini bahwa dimensi spiritualitas nilai-nilai agama dan doa merupakan upaya individu untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan
dimensi luar berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi stres emosional, penyakit fisik atau stres akibat kehilangankematian
Universitas Sumatera Utara
orang yang dicintai. Pandangan yang sama juga dikemukankan Hart 2002 bahwa hubungan dengan diri sendiri yaitu kepercayaan, harapan, makna atau arti hidup
dapat memberikan spiritualitas yang tinggi pada individu, dukungan dan perhatian dari berbagai pihak dapat membantu harapan-harapan akan adanya kehidupan
yang lebih baik pada individu. Dari aspek spiritualitas tentang hubungan dengan orang lain, yaitu; adanya
hubungan saling memberi, saling mengunjungi, memberi dukungan dan cinta kasih menimbulkan hubungan yang harmonis diantara sesama, hal itu terlihat
ketika para lanjut usia yang ada di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan dapat hidup bersama dalam satu wisma meski
berbeda latar belakang dan status sosial. Menurut Puchalski 2004 bahwa hubungan manusia dengan alam dapat
dilakukan melalui rekreasi dan keinginan untuk berdamai dengan hidup. Melalui kegiatan-kegiatan rekreasi dapat meningkatkan spiritualitas seseorang, yaitu
dalam menumbuhkan keyakinan, rasa terima kasih, harapan dan cinta kasih. Diyakini bahwa dengan rekreasi, seseorang dapat menyelaraskan antara jasmani
dan rohani sehingga timbul perasaan senang dan kepuasan dalam pemenuhan hal- hal yang dianggap penting dalam hidup seseorang seperti menonton tv,
mendengarkan musik, bercocok tanam, berkunjung ketempat wisata dan lain-lain. Hal inilah yang didapatkan oleh para lanjut usia yang ada di UPT Pelayanan
Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan, yang diberikan keleluasaan dan kesempatan oleh pengurus panti untuk menikmati hari-harinya
sesuai dengan kegemaran masing-masing.
Universitas Sumatera Utara
Disamping itu tingginya tingkat spiritualitas seseorang juga dapat dipengaruhi oleh hal-hal lain yang diantaranya peran tim kesehatan untuk
membantu seseorang didalam penanganan dan upaya peningkatan derajat kesehatan. Saran-saran yang diberikan oleh tim kesehatan kepada seseorang juga
dapat berupa aktivitas yang berkaitan dengan spiritualitas Carson, 2005. Namun demikian masih ada faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi
spiritualitas seseorang yaitu tahap perkembangan, keluarga, latar belakang etnik dan budaya, pengalaman hidup sebelumnya, krisis dan perubahan, isu moral
terkait dengan terapi, asuhan keperawatan yang kurang sesuai Hamid, 2008. Adapun lansia yang berada pada tingkat spiritual rendah yakni 46
responden, dapat diakibatkan oleh berbagai faktor seperti kurangnya penerimaan terhadap penyakit yang diderita, tidak yakin pada diri sendiri, hubungan kurang
baik dengan orang lain, tidak bersyukur kepada Tuhan dengan keadaan yang dijalani saat ini, perasaan tidak berdaya, dan persepsi tentang penurunan kekuatan
spiritualitas. Ketidaktahuan, kematian dan ancaman terhadap integritas yang dapat mengakibatkan ketidakpastian tentang makna kematian sehingga hal ini dapat
menyebabkan penurunan terhadap tingkat spiritual sesorang Hidayat, 2004.
2.2Aktivitas Ritual Keagamaan Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan
Hasil penelitian berdasarkan aktivitas ritual keagamaan lansia diperoleh bahwa 62 responden berada pada kategori aktivitas ritual keagamaan rendah.
Hasil studi ini bertentangan dengan pendapat Prijosaksono dan Erningpraja 2003 bahwa kegiatan-kegiatan ritual keagamaan seperti shalat, syahadat, zakat, haji,
Universitas Sumatera Utara
puasa, doa, pujian, penyembahan dan sebagaiannya adalah hal-hal yang dapat membimbing seseorang untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya serta
merupakan sarana untuk meningkatkan spiritualitas seseorang. Pada kenyataannya menua adalah suatu proses alami yang akan dialami
oleh seseorang dalam tahapan kehidupannya. Proses menjadi tua ini merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami
berbagai kemunduran dan pembatasan fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi. Secara umum
seseorang yang sudah memasuki usia lanjut berkisar pada 60 tahun keatas. Adapun tanda-tandanya terlihat dari kemunduran-kemunduran fisik seperti kulit
mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan-gerakan lambat dan postur tubuh yang
tidak proposional Nugroho, 2008. Sehingga pembatasan fisik menyebabkan lansia tidak dapat beraktifitas sebagaimana biasanya, termasuk untuk melakukan
aktivitas ritual keagamaan seperti sembahyang 5 waktu dalam sehari semalam bagi muslim, membaca kitab suci, pergi beribadah ke tempat ibadah atau
mengikuti kegiatan keagamaan rutin yang diadakan oleh pihak panti. Selain itu, kemunduran atau perubahan fisik lainnya semakin diperparah
dengan adanya penyakit yang diderita oleh lansia seperti penyakit rheumatik, osteoporosis, osteoarthritis, hipertensi, stroke, gastritis, infeksi saluran kemih
ISK, gagal ginjal, diabetes mellitus, kanker dan pikunparkinson yang dialami oleh lansia yang ada di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita
Wilayah Binjai dan Medan.
Universitas Sumatera Utara
2.3Hubungan Tingkat Spiritual terhadap Aktivitas Ritual Keagamaan Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita
Wilayah Binjai dan Medan
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara tingkat spiritual terhadap aktivitas ritual keagamaan lansia di UPT
Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Dimana terdapat 53 responden lansia memiliki tingkat spiritual yang tinggi,
namun memiliki aktivitas ritual keagamaan yang rendah yakni 62. Untuk tingkat spiritual seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
pengetahuan, paparan terhadap informasi sebelumnya mengenai makna spiritual,
lingkungan dan pengalaman masa lalu.
Hal ini sejalan dengan hasil studi sebelumnya yang menunjukkan bahwa tingkat spiritualitas pada lansia setelah mencapai usia 70 tahun, maka lansia
berada pada level di mana penyesalan dan tobat berperan dalam penebusan dosa- dosa. Spiritualitas seseorang dapat dipengaruhi oleh pengalaman hidupnya artinya
pengalaman hidup baik yang positif maupun negatif dapat mempengaruhi spiritual seseorang dan sebaliknya juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang
mengartikan secara spiritual pengalaman tersebut Hamid, 2008. Sedangkan lansia yang memiliki aktivitas ritual keagamaan rendah dikarenakan beberapa
faktor juga diantaranya, proses penuaan yang terjadi secara alami yang dapat menyebabkan berbagai kelemahan fisik, mudah lelah, kemunduran fungsi baik
biologis maupun psikologis, mudah berubah perasaan dan suasana hati, pembatasan fisik yang berefek kepada tidak dapatnya lansia melakukan aktivitas
Universitas Sumatera Utara
sebagaimana biasa, penyakit yang diderita seperti penyakit rheumatik, osteoporosis, osteoarthritis, hipertensi, stroke, gastritis, infeksi saluran kemih
ISK, gagal ginjal, diabetes mellitus, kanker, pikunparkinson dan lain sebagainya, semakin mempersulit peningkatan aktivitas ritual keagamaan lansia.
Meski masa lansia adalah masa yang identik dengan masa senja dimana seharusnya terjadi peningkatan aktifitas ritual keagamaannya seperti berdoa,
membaca kitab suci, sembahyang, beribadah ketempat ibadah, dan mengikuti kajian-kajian keagamaan secara rutin. Namun pada kenyataannya peningkatan
aktivitas tersebut banyak tergantung juga pada kebiasaan yang telah dilakukannya semasa periode umur sebelumnya, sehingga tidak sedikit seseorang yang telah
memasuki masa ini, aktivitas ritualnya masih tergolong rendah Syam, 2010. Hasil peneltian ini sejalan dengan hasil penelitian yang saya lakukan pada lansia
yang berada di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.
Universitas Sumatera Utara