Hubungan Tingkat Spiritual Terhadap Aktivitas Ritual Keagamaan Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

(1)

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN Hubungan Tingkat Spiritual Terhadap Aktivitas Ritual Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

Saya yang bernama Lola Valentina / NIM 121101016 adalah mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Spiritual Terhadap Aktivitas Ritual Lansia di panti Werda Binjai”. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan tingkat spiritual terhadap aktivitas ritual lansia di Panti Werda Binjai. Untuk keperluan tersebut saya mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Selanjutnya saya memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi lembar kuesioner dengan jujur dan apa adanya. Partisipasi bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat bebas untuk menjadi responden penelitian atau menolak tanpa ada sanksi apapun. Identitas pribadi dan semua informasi yang bapak/Ibu berikan akan dirahasiakan dan hanya akan digunakan untuk keperluan penelitian. Jika Bapak/Ibu bersedia menjadi responden penelitian ini, silahkan bapak/Ibu menandatangani formulir ini.

Saya ucapkan Terima kasih atas partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini.

Peneliti Responden

Lola Valentina (...)


(2)

Lampiran 2

LEMBAR KUESIONER

Judul Penelitian : Hubungan Tingkat Spiritual terhadap Aktivitas Ritual Keagamaan lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

Peneliti : Lola Valentina (121101016) Bagian 1. Kuesioner data Demografi

Kode: Tanggal: Ruangan: Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberikan tanda (√ )pada tempat yang disediakan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

1. Usia : ……….Tahun

2. Jenis kelamin : 1. Pria 2. Wanita

3. Agama : 1. Islam

2. Kristen 3. Budha 4. Hindu

4. Suku : 1. Batak

2. Jawa 3. Melayu 4. Minang 5. Lain-lain 5. Pendidikan Terakhir : 1. SD

2. SMP 3. SMA

4. Perguruan Tinggi 6. Status Perkawinan : 1. Menikah

2. Janda/duda 3. Lain-lain


(3)

Lampiran Bagian 2. Kuesioner Spiritualitas

Petunjuk pengisian:

Berilah tanda (√) pada setiap kolom jawaban yang tersedia dibawah ini sesuai dengan kondisi dan situasi yang anda alami dengan pernyataan:

TP = Tidak pernah J = Jarang S = Sering

SS = Sangat sering

No. Pernyataan TP J S SS

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Saya bersyukur dengan hidup yang saya jalani sekarang

Saya sering menginstropeksi diri

Saya mengingat kembali tindakan yang telah dilakukan

Saya menyadari bahwa saya masih memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah saya sendiri

Saya menerima banyak perhatian dari pengurus panti dan teman-teman yang sama tinggal dengan saya di panti

Saya mempunyai banyak teman dan merasa nyaman/senang bersahabat dengan mereka Saya berani mengungkapkan perasaan saya kepada orang lain atau pengurus panti Kegiatan menonton, berjalan-jalan maupun bercocok tanam serta kegiatan lainnya memberikan kesenangan dan hiburan bagi saya

Saya terbiasa berbagi informasi dan pengalaman dengan teman-teman saya maupun pengurus panti

Saya merasa lebih sabar dan semakin dekat dengan Tuhan

Saya semakin menyadari bahwa kita harus saling mengasihi, memaafkan, menghargai satu sama lain

Saya mendapat kekuatan dari kepercayaan kepada Tuhan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan sehari-hari


(4)

Lampiran Bagian 3. Kuesioner Aktivitas ritual

Petunjuk pengisian:

Berilah tanda (√) pada setiap kolom jawaban yang tersedia dibawah ini sesuai dengan kondisi dan situasi yang anda alami.

TP = Tidak Pernah J = Jarang S = Sering

SS = Sangat sering

No. Pernyataan TP J S SS

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

Saya melakukan ritual keagamaan sesuai yang saya yakini

Saya senantiasa mengingat Tuhan dalam setiap waktu

Saya berusaha melaksanakan sembahyang setiap hari/seminggu sekali

Kelemahan fisik membuat saya sulit melaksanakan kegiatan ibadah yang saya yakini

Saya melaksanakan ibadah sesuai dengan keyakinan saya

Saya menjadikan doa sebagai penyejuk hati

Saya terus berupaya meluangkan waktu membaca kitab suci

Saya memilih menjalankan ibadah diruang kamar

Saya menjalankan ibadah ketempat ibadah setiap minggu

Saya berusaha melakukan yang terbaik disetiap ibadah saya

Saya merasa bahagia bisa berkumpul bersama dalam suatu kegiatan keagamaan di panti

Pertemuan keagamaan rutin membuat saya lebih tenang dan tidak merasa sendiri

Saya senang mengikuti kegiatan besar keagamaan saya


(5)

14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.

Saya merasa lega setelah menjalankan ibadah

Saya merasa khawatir ketika belum melaksanakan ibadah

Saya sangat senang mengajak orang lain untuk beribadah

Saya merasa sedih melihat orang yang tidak melakukan ibadah

Saya meyakini agama saya yang benar Saya selalu mengingat Tuhan sebelum melakukan aktivitas

Saya senang suasana ruangan yang religious


(6)

Lampiran 4 Taksasi Dana Penelitian

No Nama kegiatan Biaya

1 Proposal

Penelusuran literatur dari internet Pencetakan literatur dari internet Fotokopi literatur dari buku Pencetakan Proposal

Penggandaan dan penjilidan Proposal

Rp 100.000,- Rp 50.000,- Rp 70.000,- Rp 80.000,- Rp 70.000,- 2 Pengumpulan Data

Transportasi

Penggandaan kuesioner dan lembar persetujuan responden

Rp 150.000,- Rp 50.000,-

3 A n a l i s a D a t a D a n P e n yu s u n a n La p o r a n

Pencetakan skripsi

Penggandaan dan penjilidan skripsi CD

Rp 100.000,- Rp 100.000,- Rp 10.000,-

4 Biaya tak terduga R p 2 0 0 . 0 0 0


(7)

Lampiran 5 DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Lola Valentina

Nama hijrah : Siti Aisyah Az-zahra Tempat Tanggal Lahir : Aceh Tamiang, 1 Mei 1994 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Menikah

Alamat : Jalan Karantina Tanjung Pura, Langkat Sumatera Utara

Email : zahrayanda123@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

1. SD Negeri 5 Aceh Tamiang Tahun 2000-2006 2. SMP Negeri 5 Aceh Tamiang Tahun 2006-2008 3. SMP Negeri 2 Tanjung Pura Tahun 2008-2009 4. SMA Negeri 1 Tanjung Pura Tahun 2009-2012 5. S1 Fakultas Keperawatan USU Tahun 2012-Sekarang

Riwayat Berorganisasi:

1. OSIS SMP Negeri 5 Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 2. OSIS SMA Negeri 1 Tanjung Pura Tahun 2010-2011 3. Badan Pengurus Mushollah SMA N 1 Tanjung Pura Tahun2010-2012 4. Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Chapter USU Tahun 2012-Sekarang


(8)

Lampiran 6 LEMBAR PERSETUJUAN VALIDITAS

Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara di bawah :

Nama : Lola Valentina

NIM : 121101016

Jurusan : S1 Keperawatan

Judul : Hubungan Tingkat Spiritual Terhadap Aktivitas Ritual Keagamaan Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

Mahasiswa tersebut telah melakukan uji validitas instrumen penelitian.

Instrumen penelitian ini telah diperiksa dan telah diuji kelayakannya serta dapat dilanjutkan untuk proses penelitian selanjutnya.

Medan, 24 Mei 2016 Validator


(9)

(10)

(11)

Lampiran 9 Surat Ethical Clereance

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS KEPERAWATAN

KOMISI ETIK PENELITIAN

KESEHATAN

JL. Prof.Maas No.3 Kampus USU 20155 Medan INDONESIA. Tel : +62-61-8213318 Fax: +62-61-8213318, E—Mail :

Nomor : 918/VI/SP/2016

Hal : Persetujuan Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan

USU

Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan USU, dengan ini menyatakan penelitian :

Nama : Lola Valentina

NIM : 121101016

Judul :Hubungan Tingkat Spiritual Terhadap Aktivitas Ritual

Keagamaan Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

telah dikaji dan diputuskan bahwa proposal penelitian tersebut tidak bertentangan dengan nilai dan norma kemanusiaan.


(12)

Lampiran 11 RELIABILITY

/VARIABLES=P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12

/SCALE('ALL VARIABLES') ALL

/MODEL=ALPHA /STATISTICS=DESCRIPTIVE SCALE.

Reliability

Scale: ALL VARIABLES Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0

Total 30 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items


(13)

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

Saya bersyukur dengan hidup

yang saya jalani sekarang 3.57 .504 30

Saya sering menginstropeksi diri 3.00 .371 30

Saya mengingat kembali

tindakan yang telah dilakukan 2.80 .551 30

Saya menyadari bahwa saya masih memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah saya sendiri

2.97 .414 30

Saya menerima banyak perhatian dari pengurus panti dan teman-teman yang sama tinggal dengan saya di panti

3.10 .607 30

Saya mempunyai banyak teman dan merasa nyaman/senang bersahabat dengan mereka

3.10 .481 30

Saya berani mengungkapkan perasaan saya kepada orang lain atau pengurus panti

2.67 .606 30

Kegiatan menonton, berjalan-jalan maupun bercocok tanam serta kegiatan lainnya memberikan kesenangan dan hiburan bagi saya


(14)

Saya terbiasa berbagi informasi dan penglaman dengan teman-teman saya maupun pengurus panti

2.77 .626 30

Saya merasa lebih sabar dan

semakin dekat dengan Tuhan 3.30 .596 30

Saya semakin menyadari bahwa kita harus saling mengasihi, memaafkan, menghargai satu sama lain

3.10 .481 30

Saya mendapat kekuatan dari kepercayaan kepada Tuhan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan sehari-hari

3.30 .596 30

RELIABILITY

/VARIABLES=P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20

/SCALE('ALL VARIABLES') ALL

/MODEL=ALPHA /STATISTICS=DESCRIPTIVE SCALE.

Reliability

Scale: ALL VARIABLES Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0


(15)

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0

Total 30 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.937 20

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

Saya melakukan ritual keagamaan sesuai yang saya yakini

3.57 .568 30

Saya senantiasa mengingat

Tuhan dalam setiap waktu 3.57 .568 30

Saya berusaha melaksanakan sembahyang setiap

hari/seminggu sekali


(16)

Kelemahan fisik membuat saya sulit melaksnakan kegiatan ibadah yang saya yakini

2.97 .320 30

Saya melaksanakan ibadah

sesuai dengan keyakinan saya 3.23 .504 30

Saya menjadikan doa sebagai

penyejuk hati 3.27 .583 30

Saya terus berupaya

meluangkan waktu membaca kitab suci

2.80 .664 30

Saya memilih menjalankan

ibadah diruang kamar 2.60 .814 30

Saya menjalankan ibadah

ketempat ibadah setiap minggu 2.90 .607 30

Saya berusaha melakukan yang

terbaik disetiap ibadah saya 3.13 .507 30

Saya merasa bahagia bisa berkumpul bersama dalam suatu kegiatan keagamaan di panti

3.10 .403 30

Pertemuan keagamaan rutin membuat saya lebih tenang dan tidak merasa sendiri

3.07 .450 30

Saya senang mengikuti kegiatan

besar keagamaan saya 3.13 .434 30

Saya merasa lega setelah

menjalankan ibadah 3.13 .434 30

Saya merasa khawatir ketika


(17)

Saya sangat senang mengajak

orang lain untuk beribadah 2.77 .774 30

Saya merasa sedih melihat orang yang tidak melakukan ibadah

2.90 .607 30

Saya meyakini agama saya

yang benar 3.10 .403 30

Saya selalu mengingat Tuhan

sebelum melakukan aktivitas 3.07 .365 30

Saya senang suasana ruangan


(18)

Lampiran 12 Frequencies

Statistics

TingkatSpiritual

N Valid 43

Missing 0

TingkatSpiritual

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Rendah 18-36 20 46.5 46.5 46.5

Tinggi 37-55 23 53.5 53.5 100.0


(19)

Lampiran 13

Frequencies Statistics

Aktivitaskeagamaanlansia

N Valid 43

Missing 0

Aktivitaskeagamaanlansia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Rendah 30-60 27 62.8 62.8 62.8

Tinggi 31-90 16 37.2 37.2 100.0


(20)

Lampiran 14 Nonparametric Correlations

Correlations

TingkatSpiritual

AktivitasRitualLa nsia

Spearman's rho TingkatSpiritual Correlation Coefficient 1.000 .397**

Sig. (2-tailed) . .008

N 43 43

AktivitasRitualLansia Correlation Coefficient .397** 1.000

Sig. (2-tailed) .008 .

N 43 43


(21)

Lampiran 15 LEMBAR BUKTI BIMBINGAN

Nama : Lola Valentina NIM : 121101016

Judul :Hubungan Tingkat Spiritual Terhadap Aktivitas Ritual Keagamaan Lansia

di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan


(22)

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Edisi. Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

Carson, (2005). Spirituality in Nursing Practice. Baltimore: Maryland.

Desiana, K. 2014. Gambaran Spiritualitas pada Perawat Rumah Sakit Umum Dr. Pringadi Medan. Skripsi. Dibuka pada

websit

Hart, J. A. (2002). Spirituality and Palliative Care. Dibuka pada Webside http:/www.nirh.htm.

Hamid, A. Y. 2008. Bunga Rampai Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Hawari, D. 2009. Dimensi Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi. Jakarta: Gaya Baru.

Kozier, B., et al. 2004. Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and Practice. California: Wesley Publishing Company.


(24)

Nugroho, W. 2000. KeperawatanGerontik & Geriatrik. Edisi-3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Polit, D.F. & Hungler, B.P. 2005. Nursing Research Principle and Methods. Philadelphia: Lippincot Company.

Potter, P. A. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik., Ed. 4. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Perinotti-Molinatti, Joseph .(2004). The Significance Of Spirituality In The Elderly. Boca Raton, Florida: Dissertation.com.

Punchalski, C. (2004). Spirituality and Health. Dibuka pada Webside http:/www.Gwish % News Files id 76 1.thm.

Taylor, C., Lilis, C., & Le Mone, P. 2002. Fundamental of Nursing: Art and Science of Nursing Care. Philadelphia: Lippincott.

Stevens, Paul. dkk. (2006). Pengantar Riset. Jakarta: EGC

Syam, Amir. 2010. Hubungan Antara Kesehatan spiritual Dengan Kesehatan Jiwa Pada Lansia Muslim Di Sasana Tresna Werdha KBRP Jakarta Timur. (Tesis)

Young, C. & Koopsen C. 2007. Spiritualitas, Kesehatan, dan Penyembuhan. Medan: Penerbit Bina Media Perintis.


(25)

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

1. Kerangka Konseptual

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Notoadmojo, 2010). Kerangka konsep ini dibuat sesuai dengan pertanyaan penelitian dan tinjauan pustaka yang telah diuraikan pada bab sebelumnya.

Kerangka konsep dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat spiritual dengan aktivitas ritual keagamaan lansia. Penelitian ini akan mengidentifikasi apakah tingkat spiritual lansia berpengaruh terhadap aktivitas ritual keagamaan lansia.

Skema 3.1 Kerangka penelitian hubungan tingkat spiritual terhadap aktivitas ritual keagamaan lansia.

Tingkat spiritual lansia di Panti:

Tinggi Rendah

Aktivitas ritual keagamaan lansia di Panti :

- Berdoa - Sembahyang

- Membaca Kitab Suci - Ketempat Ibadah

- Mengikuti pertemuan


(26)

2. Defenisi Operasional

Defenisi operasioanl dari variabel-variabel penelitian ini diuraikan untuk memberikan pemahaman yang sama tentang pengertian variabel yang akan diteliti, dan untuk menentukan metodologi yang akan digunakan dalam analisis selanjutnya.

Tabel 3.1 Defenisi Operasional Variabel

Defenisi Operasional

Cara Ukur Alat ukur Hasil ukur Skala

Spiritual Sebagai kekuatan yang menggerakka n, prinsip hidup, atau esensi yang menembus kehidupan dan diekspresika n dalam hubungan dengan diri sendiri, orang lain, alam, dan Tuhan. Mengisi Kuesioner Kuesioner menggunakan skala likert dengan alternative pilihan jawaban: Tidak pernah (TP) bernilai 1, Jarang (J) bernilai 2, Sering (S) bernilai 3, Sangat sering (SS) bernilai 4. Tingkat spiritual lansia dinyatakan dalam tingkatan:

Rendah jika skor bernilai 18-36 Tinggi jika skor bernilai 37-55 Ordinal


(27)

Aktivitas ritual keagama an lansia Suatu aktivitas yang dilakukan oleh lansia yang berkaitan dengan ritual-ritual keagamaan Mengisi kuesioner Kuesioner menggunaka n skala likert dengan alternative pilihan jawaban: Tidak pernah (TP) bernilai 1, Jarang (J) bernilai 2, Sering (S) bernilai 3, Sangat sering (SS) bernilai 4. Aktivitas ritual lansia:

Rendah jika skor bernilai 30-60 Tinggi jika skor bernilai 61-90 Ordinal 3. Hipotesa

Hipotesa yang ditegakkan dalam penelitian ini adalah hipotesa alternative (Ha) dengan kalimat pernyataan hipotesa “ada hubungan antara tingkat spiritual terhadap aktivitas ritual keagamaan lansia”, dan menolak hipotesa null (Ho) dengan pernyataan hipotesa “tidak ada hubungan antara tingkat spiritual terhadap aktivitas ritual keagamaan lansia”.


(28)

BAB IV

METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat cross sectional yaitu jenis penelitian yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara suatu variabel dengan variabel lain dengan mengidentifikasi kedua variabel yang ada pada responden yang sama dan dilihat apakah ada hubungan antara kedua variabel tersebut (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan Tingkat spiritual terhadap aktivitas ritual keagamaan lansia yang ada di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan tahun 2016.

2. Populasi dan Sampel Penelitian 2.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh klien lanjut usia yang tinggal di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan yang berjumlah 172 orang.

2.2 Sampel Penelitian

Sampel merupakan sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap dapat mewakili dari seluruh populasi (Arikunto, 2006). Adapun sampel dalam penelitian ini adalah Lanjut usia yang ada di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

Menurut Arikunto (2006), untuk pengambilan sampel jika subjeknya kurang dari 100, maka lebih baik diambil semua populasi. Namun apabila


(29)

populasi penelitian berjumlah lebih dari 150, maka sampel dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25 % atau lebih. Berdasarkan 172 orang diambil sampel 25 % sehingga didapatkan sampel 43 orang, dengan teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling dengan kriteria responden yaitu: lansia yang berusia 60 tahun keatas, dapat berkomunikasi dengan baik, tidak mengalami disorientasi tempat dan waktu, masih dapat melakukan aktivitas ritual keagamaan, dan bersedia menjadi responden penelitian.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Jalan Perintis Kemerdekaan Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai. Adapun alasan pengambilan lokasi penelitian di Panti werda atau UPT Pelayanan Sosial Lanjut usia dan anak balita wilayah Binjai dan Medan, dikarenakan panti ini merupakan panti lanjut usia yang memiliki penghuni terbesar di Sumatera Utara dan juga lokasinya yang mudah dijangkau. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 11 Juli sampai dengan 21 Juli 2016.

4. Pertimbangan Etik Penelitian

Pertimbangan etik dalam penelitian ini bertujuan agar peneliti dapat menjaga dan menghargai hak asasi responden. Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan izin dan rekomendasi dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan mendapat izin penelitian dari kepada pimpinan panti werda atau UPT Pelayanan Sosial Lanjut usia dan anak balita wilayah Binjai dan Medan yang kemudian peneliti mulai melakukan pengumpulan data dengan memberikan lembar persetujuan meliputi:


(30)

Informed consent, bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden peneliti dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan Informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia maka harus menandatangani lembar persetujuan.Jika responden tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak responden.

Anonymity, dalam penggunaan subjek peneliti, peneliti menjelaskan kepada responden bahwa menjamin kerahasiaan responden dengan tidak menuliskan atau mencantumkan identitas responden pada lembar pengumpulan data atau kuesioner dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

Confidentially, merupakan masalah etik dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah- masalah pada kuesioner terkait responden dan hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan pada hasil riset. Peneliti menjelaskan kepada responden bahwa semua informasi yang diperoleh dari responden tidak akan disajikan secara keseluruhan.

Self determination, dalam penelitian ini peneliti memberikan kebebasan kepada respondenuntuk menentukan apakah bersedia menjadi responden atau tidak dalam penelitian ini setelah diberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian.Responden tidak dipaksa untuk menjadi responden.


(31)

Justice, peneliti harus berusaha semaksimal mungkin untuk tetap melaksanakan prinsip justice pada saat melakukan penelitian.Prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan dan adil. Untuk memenuhi prinsip keterbukaan, penelitian dilakukan secara jujur, hati- hati, professional, berperikemanusiaan,dan memperhatikan faktor- faktor ketepatan, keseksamaan, kecermatan serta perasaan religious subyek penelitian. Prinsip keadilan menekankan sejauh mana kebijakan penelitian membagikan keuntungan dan beban atau menurut kebutuhan, kemampuan, kontribusi dan pilihan bebas masyarakat.

5. Instrument Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah kuesioner yang disebut untuk mengukur variabel sesuai dengan konsep teori pada tinjauan pustaka. Pertanyaan pada kuesioner di isi dengan menuliskan tanda ceklis (√) pada salah satu kolom yang telah disediakan dengan pilihan tidak pernah, jarang, sering, dan sangat sering sesuai dengan jawaban responden. Instrumen pengumpulan data terdiri dari tiga bagian, yaitu: Kuesioner Data Demografi (KDD), Kuesioner Spiritual (KS), dan Kuesioner Aktivitas Ritual (KAR).

Bagian pertama Kuesioner Data Demografi (KDD) meliputi usia, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan, dan status perkawinan. Sedangkan bagian kedua Kuesioner Spiritual (KS) terdiri dari 12 butir pernyataan meliputi: hubungan dengan diri sendiri 4 pernyataan (no. 1-4); hubungan dengan orang lain 3 pernyataan (no. 5-7); hubungan dengan alam 2 pernyataan (no. 8-9); hubungan dengan Tuhan 3 pernyataan (no. 10-12). Penilaian dengan menggunakan skala likert dengan empat pilihan alternatif jawaban yang terdiri dari: tidak pernah (TP)


(32)

bernilai 1, jarang (J) bernilai 2, sering (S) bernilai 3, sangat sering (SS) bernilai 4. Total skor yang diperoleh terendah yaitu dalam rentang 18-36 dan tertinggi dalam rentang 37-55.

Bagian ketiga Kuesioner Aktivitas Ritual (KAR) terdiri dari 20 pernyataan (no. 1-20) untuk menilai aktivitas ritual keagamaan lansia yang ada di UPT Pelayanan Sosial Lanjut usia dan anak balita wilayah Binjai dan Medan dengan empat pilihan alternatif jawaban yang terdiri dari: tidak pernah (TP) bernilai 1, jarang (J) bernilai 2, sering (S) bernilai 3, sangat sering (SS) bernilai 4. Total skor yang diperoleh terendah yaitu dalam rentang 30-60 dan tertinggi dalam rentang 61-90.

6. Uji Instrumen Penelitian 6.1 Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat keshahihan suatu instrument. Suatu instrument yang valid mempunyai validitas tinggi, sebaliknya instrument yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Suatu instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Tinggi rendahnya validitas instrument menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud (Arikunto, 2006). Instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner yang dimodifikasi berdasarkan tinjauan pustaka dan referensi terdahulu (Pratiwi, 2013). Instrument penelitian ini telah divalidasikan oleh seorang dosen yang sesuai dengan bidang keahliannya dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.


(33)

6.2 Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan suatu alat ukur. Realibilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan pada tingkat kepercayaan dan dapat diandalkan (Arikunto, 2006).

Uji reliabilitas ini dilakukan di UPT Pelayanan Sosial Lanjut usia dan anak balita wilayah Binjai dan Medan terhadap 30 orang responden yang tidak termasuk dalam jumlah sampel penelitian dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha. Kuesioner Spiritual sudah direliabilitas dengan nilai Cronbach’s Alpha 0.93 untuk kuesioner aktivitas ritual keagamaan dengan nilai Cronbach’s Alpha 0.86. Hasil ini sudah relibel sesuai dengan pendapat Arikunto (2010) yang mengatakan bahwa suatu instrument baru relibel bila koefisiennya 0.70 atau lebih.

7. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner untuk mengetahui hubungan tingkat spiritual terhadap aktivitas ritual keagamaan lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut usia dan anak balita wilayah Binjai dan Medan.Prosedur pengumpulan data yang digunakan dengan cara:

7.1 Setelah proposal penelitian disetujui maka, peneliti mengajukan surat rekomendasi izin penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

7.2 Mengajukan surat izin penelitian ke pimpinan UPT Pelayanan Sosial Lanjut usia dan anak balita wilayah Binjai dan Medan.


(34)

7.3 Setelah mendapatkan izin penelitian, kemudian peneliti melakukan pengumpulan data terhadap responden yaitu lanjut usia yang ada di UPT Pelayanan Sosial Lanjut usia dan anak balita wilayah Binjai dan Medan yang telah ditentukan berdasarkan kriteria jumlah sampel.

7.4 Peneliti memperkenalkan diri serta menjelaskan kepada calon responden mengenai tujuan dan manfaat penelitian.

7.5 Meminta persetujuan calon responden untuk kesediaan menjadi responden, bila disetujui maka responden diberi/ditunjukan formulir informed consent untuk ditandatangani.

7.6 Responden mengisi kuesioner yang telah disediakan oleh peneliti. Dan dalam proses ini dikarenakan respondennya adalah para lanjut usia maka penelitilah yang membantu mengisi kuesioner dengan cara membacakan pernyataan-pernyataannya satu per satu kemudian responden menjawab secara lisan dan peneliti menuliskan jawabannya pada lembar kuesioner yang sudah tersedia.

7.7 Setelah selesai peneliti memeriksa kelengkapan isian data dan bila ada data yang kurang dapat ditanyakan dan dilengkapi kembali.

8. Analisa Data

Analisa data dilakukan setelah semua data terkumpul melalui beberapa tahap berikut ini:

Edittingadalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh dilakukan setelah data terkumpul. Pada tahap ini peneliti menghitung jumlah kuesioner yang telah diisi, kemudian dijumlahkan semuanya. Pada proses


(35)

pengecekan tersebut semua isi kuesioner diperiksa kembali apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap, jelas, relevan dan konsisten. Apabila semua responden telah memenuhi persyaratan maka dilanjutkan ke proses pemberian kode.

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode dilakukan setelah semua data telah dukumpulkan dan siap untuk dientri.

Entry data, data yang dikumpulkan kemudian dimasukkan kedalam program pengolahan data secara komputerisasi dan kemudian membuat distribusi tentang variabel- variabel yang diteliti meliputi tingkat spiritual dan aktivitas ritual keagamaan pada responden.

Cleaning (pembersihan data), proses yang dilakukan setelah data masuk ke dalam Komputer, dan akan diperiksa apakah ada kesalahan atau tidak, jika terdapat data yang salah maka akan dicek dan diperiksa oleh proses cleaning ini.

Komputerisasi, untuk mengolah data dengan komputer penulis terlebih dahulu perlu menggunakan program tertentu, baik yang sudah tersedia maupun program yang sudah dipersiapkan. Dengan menggunakan program tersebut dapat dilakukan tabulasi sederhana, tabulasi silang, regresi, korelasi, dan berbagai tes statistik.

Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat dan bivariat, yaitu sebagai berikut:


(36)

8.1 Analisa univariat

Analisis univariat digunakan untuk mendapatkan gambaran pada masing-masing variabel. Gambaran yang didapatkan dimasukkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan akan digunakan untuk uji analisis statistik deskriptif terhadap data demografi dan variabel penelitian. Tabel distribusi frekuensi pada analisis ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel.

8.2 Analisa bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui interaksi dua variabel, baik berupa komparatif, asosiatif maupun korelatif. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan variabel dependen dan variable independen. Pada penelitian ini peneliti menggunakan skala pengukuran berupa kategorikal (ordinal) maka akan diuji dengan uji non parametrik. Untuk membuktikan kedua variabel memiliki hubungan, maka dilakukan uji korelasi rank spearman.


(37)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

3. Hasil Penelitian

Dalam bab ini diuraikan tentang hasil penelitian mengenai hubungan tingkat spiritual terhadap aktivitas ritual keagamaan lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan melalui proses pengumpulan data yang telah dilakukan pada tanggal 11 Juli sampai dengan 21 Juli 2016 terhadap 43 orang responden. Penyajian data hasil penelitian meliputi deskripsi karakteristik responden, tingkat spiritualitas lansia, aktivitas ritual keagamaan serta hubungan tingkat spiritual terhadap aktivitas ritual lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

1.1 Karakteristik Responden

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka hasil penelitian ini menguraikan gambaran demografi responden dan hubungan tingkat spiritual terhadap aktivitas ritual keagamaan lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Pada fase ini mayoritas responden adalah berusia 66-70 tahun sebanyak 14 orang (32,6%), jenis kelamin perempuan sebanyak 25 orang (58%), beragama Islam sebanyak 40 orang (93%), suku jawa sebanyak 25 orang (58%), jenjang pendidikan terakhir SD sebanyak 34 orang (79%), dan status janda/duda sebanyak 39 orang (90,7%).


(38)

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden berdasarkan data demografi (n=43)

Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%) Usia

60-65 6 14

66-70 14 32,6

71-75 12 27,9

76-80 7 16

81-85 4 9

Jenis Kelamin

Laki-laki 18 41

Perempuan 25 58

Agama

Islam 40 93

Kristen 3 7

Suku

Batak 15 34,9

Jawa 25 58

Melayu 1 2

Lain-lain 2 4,7

Pendidikan Terakhir

SD 34 79

SMP 8 18,6

SMA 1 2

Status perkawninan

Menikah 4 9


(39)

1.2 Kategori Tingkat Spiritual lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

Spiritual merupakan suatu kekuatan yang menggerakkan, prinsip hidup, atau esensi yang menembus kehidupan dan diekspresikan dalam hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan orang lain, hubungan dengan alam, dan hubungan dengan Tuhan. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan pada kategori tingkat spiritual tinggi sebanyak 23 orang (53%), dan kategori rendah sebanyak 20 orang (46%).

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentase tingkat spiritual lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai (n=43)

Variabel Frekuensi Persentase (%)

Tingkat Spiritual

Rendah 18-36 20 46

Tinggi 37-55 23 53

1.3 Kategori Aktivitas Ritual Keagamaan Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

Aktivitas ritual keagamaan adalah suatu aktivitas yangdilakukan oleh lansia yang berkaitan dengan ritual-ritual keagamaan sesuai dengan apa yang ia yakini seperti: berdoa, sembahyang, membaca kitab suci, beribadah ketempat ibadah, dan mengikuti pertemuan keagamaan. Dari hasil penelitian pada tabel 3 menunjukkan bahwa lansia yang memiliki aktivitas ritual keagamaan tinggi sebanyak 16 orang (37%), dan lansia yang memiliki aktivitas ritual keagamaan rendah sebanyak 27 orang (62%).


(40)

Tabel 5.3Distribusi frekuensi dan persentase aktivitas ritual keagamaan lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai (n=43)

Variabel Frekuensi Persentase (%)

Aktivitas Ritual Keagamaan

Rendah 30-60 27 62

Tinggi 61-90 16 37

1.4 Hubungan Tingkat Spiritual Terhadap Aktivitas Ritual Keagamaan Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai

Tabel 5 dapat dilihat bahwa dalam penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan antara tingkat spiritual terhadap aktivitas ritual keagamaan lansia yang signifikan. Hasil yang didapat dari perhitungan dengan menggunakan rumus koefisien korelasi Spearman rho didapatkan nilai rs sebesar -0,397 dengan nilai signifikan p= 0,008.

Tabel 5.4 Hasil analisa hubungan tingkat spiritual terhadap aktivitas ritual keagamaan lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai (n=43) Variabel 1 Variabel 2

p-value r Keterangan

Tingkat Spiritual

Aktivitas Ritual Keagamaan

lansia

0,008 -0,397

Tidak ada hubungan yang

signifikan


(41)

2. Pembahasan

2.1 Spiritualitas pada lanjut usia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

Hasil penelitian berdasarkan tingkat spiritual responden di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan, didapatkan bahwa 53% responden berada pada tingkat spiritual tinggi dan 46% responden berada pada tingkat spiritual rendah. Hasil studi ini sesuai dengan referensi dari Kozier, Erb, Blais dan Wilkinson (1995) dalam Megawati (2006), bahwa perkembangan spiritualitas membantu lanjut usia menghadapi penyesuaian-penyesuaian hidup pada masa tua. Spiritualitas responden yang tinggi dapat terjadi dari adanya keyakinan dan kekuatan responden terhadap aspek dimensi spiritualitas yaitu hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan diri sendiri, dengan orang lain, dan hubungan dengan alam (Hart 2002). Hal yang sama dikemukakan oleh Carson (2005), bahwa hubungan spiritualitas seseorang berkaitan erat dengan hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan orang lain, dan hubungan dengan alam.

Selanjutnya Yusnidar (2006) mengemukankan bahwa spiritualitas yang tinggi pada individu dapat diperoleh dari kekuatan hubungan dengan Tuhan yang termasuk didalamnya adalah adanya nilai-nilai agama (religion), dan doa (prayer). Dimana diyakini bahwa dimensi spiritualitas nilai-nilai agama dan doa merupakan upaya individu untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dimensi luar berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi stres emosional, penyakit fisik atau stres akibat kehilangan/kematian


(42)

orang yang dicintai. Pandangan yang sama juga dikemukankan Hart (2002) bahwa hubungan dengan diri sendiri yaitu kepercayaan, harapan, makna atau arti hidup dapat memberikan spiritualitas yang tinggi pada individu, dukungan dan perhatian dari berbagai pihak dapat membantu harapan-harapan akan adanya kehidupan yang lebih baik pada individu.

Dari aspek spiritualitas tentang hubungan dengan orang lain, yaitu; adanya hubungan saling memberi, saling mengunjungi, memberi dukungan dan cinta kasih menimbulkan hubungan yang harmonis diantara sesama, hal itu terlihat ketika para lanjut usia yang ada di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan dapat hidup bersama dalam satu wisma meski berbeda latar belakang dan status sosial.

Menurut Puchalski (2004) bahwa hubungan manusia dengan alam dapat dilakukan melalui rekreasi dan keinginan untuk berdamai dengan hidup. Melalui kegiatan-kegiatan rekreasi dapat meningkatkan spiritualitas seseorang, yaitu dalam menumbuhkan keyakinan, rasa terima kasih, harapan dan cinta kasih. Diyakini bahwa dengan rekreasi, seseorang dapat menyelaraskan antara jasmani dan rohani sehingga timbul perasaan senang dan kepuasan dalam pemenuhan hal-hal yang dianggap penting dalam hidup seseorang seperti menonton tv, mendengarkan musik, bercocok tanam, berkunjung ketempat wisata dan lain-lain. Hal inilah yang didapatkan oleh para lanjut usia yang ada di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan, yang diberikan keleluasaan dan kesempatan oleh pengurus panti untuk menikmati hari-harinya sesuai dengan kegemaran masing-masing.


(43)

Disamping itu tingginya tingkat spiritualitas seseorang juga dapat dipengaruhi oleh hal-hal lain yang diantaranya peran tim kesehatan untuk membantu seseorang didalam penanganan dan upaya peningkatan derajat kesehatan. Saran-saran yang diberikan oleh tim kesehatan kepada seseorang juga dapat berupa aktivitas yang berkaitan dengan spiritualitas (Carson, 2005).

Namun demikian masih ada faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang yaitu tahap perkembangan, keluarga, latar belakang etnik dan budaya, pengalaman hidup sebelumnya, krisis dan perubahan, isu moral terkait dengan terapi, asuhan keperawatan yang kurang sesuai (Hamid, 2008).

Adapun lansia yang berada pada tingkat spiritual rendah yakni 46% responden, dapat diakibatkan oleh berbagai faktor seperti kurangnya penerimaan terhadap penyakit yang diderita, tidak yakin pada diri sendiri, hubungan kurang baik dengan orang lain, tidak bersyukur kepada Tuhan dengan keadaan yang dijalani saat ini, perasaan tidak berdaya, dan persepsi tentang penurunan kekuatan spiritualitas. Ketidaktahuan, kematian dan ancaman terhadap integritas yang dapat mengakibatkan ketidakpastian tentang makna kematian sehingga hal ini dapat menyebabkan penurunan terhadap tingkat spiritual sesorang (Hidayat, 2004).

2.2Aktivitas Ritual Keagamaan Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

Hasil penelitian berdasarkan aktivitas ritual keagamaan lansia diperoleh bahwa 62% responden berada pada kategori aktivitas ritual keagamaan rendah. Hasil studi ini bertentangan dengan pendapat Prijosaksono dan Erningpraja (2003) bahwa kegiatan-kegiatan ritual keagamaan seperti shalat, syahadat, zakat, haji,


(44)

puasa, doa, pujian, penyembahan dan sebagaiannya adalah hal-hal yang dapat membimbing seseorang untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya serta merupakan sarana untuk meningkatkan spiritualitas seseorang.

Pada kenyataannya menua adalah suatu proses alami yang akan dialami oleh seseorang dalam tahapan kehidupannya. Proses menjadi tua ini merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami berbagai kemunduran dan pembatasan fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi. Secara umum seseorang yang sudah memasuki usia lanjut berkisar pada 60 tahun keatas. Adapun tanda-tandanya terlihat dari kemunduran-kemunduran fisik seperti kulit mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan-gerakan lambat dan postur tubuh yang tidak proposional (Nugroho, 2008). Sehingga pembatasan fisik menyebabkan lansia tidak dapat beraktifitas sebagaimana biasanya, termasuk untuk melakukan aktivitas ritual keagamaan seperti sembahyang 5 waktu dalam sehari semalam bagi muslim, membaca kitab suci, pergi beribadah ke tempat ibadah atau mengikuti kegiatan keagamaan rutin yang diadakan oleh pihak panti.

Selain itu, kemunduran atau perubahan fisik lainnya semakin diperparah dengan adanya penyakit yang diderita oleh lansia seperti penyakit rheumatik, osteoporosis, osteoarthritis, hipertensi, stroke, gastritis, infeksi saluran kemih (ISK), gagal ginjal, diabetes mellitus, kanker dan pikun/parkinson yang dialami oleh lansia yang ada di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.


(45)

2.3Hubungan Tingkat Spiritual terhadap Aktivitas Ritual Keagamaan Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara tingkat spiritual terhadap aktivitas ritual keagamaan lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Dimana terdapat 53% responden lansia memiliki tingkat spiritual yang tinggi, namun memiliki aktivitas ritual keagamaan yang rendah yakni 62%. Untuk tingkat spiritual seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: pengetahuan, paparan terhadap informasi sebelumnya mengenai makna spiritual, lingkungan dan pengalaman masa lalu.

Hal ini sejalan dengan hasil studi sebelumnya yang menunjukkan bahwa tingkat spiritualitas pada lansia setelah mencapai usia 70 tahun, maka lansia berada pada level di mana penyesalan dan tobat berperan dalam penebusan dosa-dosa. Spiritualitas seseorang dapat dipengaruhi oleh pengalaman hidupnya artinya pengalaman hidup baik yang positif maupun negatif dapat mempengaruhi spiritual seseorang dan sebaliknya juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang mengartikan secara spiritual pengalaman tersebut (Hamid, 2008). Sedangkan lansia yang memiliki aktivitas ritual keagamaan rendah dikarenakan beberapa faktor juga diantaranya, proses penuaan yang terjadi secara alami yang dapat menyebabkan berbagai kelemahan fisik, mudah lelah, kemunduran fungsi baik biologis maupun psikologis, mudah berubah perasaan dan suasana hati, pembatasan fisik yang berefek kepada tidak dapatnya lansia melakukan aktivitas


(46)

sebagaimana biasa, penyakit yang diderita seperti penyakit rheumatik, osteoporosis, osteoarthritis, hipertensi, stroke, gastritis, infeksi saluran kemih (ISK), gagal ginjal, diabetes mellitus, kanker, pikun/parkinson dan lain sebagainya, semakin mempersulit peningkatan aktivitas ritual keagamaan lansia.

Meski masa lansia adalah masa yang identik dengan masa senja dimana seharusnya terjadi peningkatan aktifitas ritual keagamaannya seperti berdoa, membaca kitab suci, sembahyang, beribadah ketempat ibadah, dan mengikuti kajian-kajian keagamaan secara rutin. Namun pada kenyataannya peningkatan aktivitas tersebut banyak tergantung juga pada kebiasaan yang telah dilakukannya semasa periode umur sebelumnya, sehingga tidak sedikit seseorang yang telah memasuki masa ini, aktivitas ritualnya masih tergolong rendah (Syam, 2010). Hasil peneltian ini sejalan dengan hasil penelitian yang saya lakukan pada lansia yang berada di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.


(47)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 43 responden yang ada di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

Sebagian besar lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut usia Binjai memiliki tingkat spiritual tinggi sebanyak 23 orang (53%) dan sebagian besar lansia memiliki aktivitas ritual keagamaan rendah sebanyak 27 orang (62%). Hasil analisa statistik menggunakan uji Korelasi Rank Spearman dengan tingkat kepercayaan 95% ((p≤0,05), didapatkan p= 0,008 maka Ha ditolak dan Ho diterima, artinya tidak terdapat hubungan antara tingkat spiritual terhadap aktivitas ritual keagamaan lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Hal ini dapat dilihat berdasarkan nilaicorrelation coefficient(r) yaitu: -0,397 yang berarti tidak terdapat hubungan

yang signifikan antara kedua variabel. 2. Saran

2.1 Bagi Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan bagi pelayanan keperawatan khususnya keperawatan komunitas agar dapat mempertimbangkan aspek spiritual dalam memberikan asuhan keperawatan pada lansia.


(48)

2.2 Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan dan rujukan bagi dunia pendidikan dalam mengintegrasikan pembelajaran mengenai konsep spiritual dan aktivitas ritual lansia ini.

2.3 Bagi Penelitian selanjutnya

Tidak adanya hubungan yang signifikan antara tingkat spiritual terhadap aktivitas ritual keagamaan lansia menunjukkan adanya faktor lain yang mempengaruhi aktivitas ritual keagamaan lansia. Sehingga bagi peneliti selanjutnya untuk dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain tersebut dengan jumlah sampel yang lebih banyak.


(49)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Spiritual 1.1 Defenisi spiritual

Spiritual atau keyakinan spiritual adalah keyakinan atau hubungan dengan kekuatan yang lebih tinggi, kekuatan yang menciptakan, sesuatu yang bersifat ketuhanan, atau sumber energi yang terbatas. Seperti seseorang yang percaya pada “Tuhan”, “Allah”, “Sang Pencipta” atau “kekuatan yang lebih tinggi” (Kozier et.al., 1997 dalam Syam, 2010). Menurut Mickley et.al., (1992, dalam Hamid 2008), spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama. Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Penguasa. Selanjutnya Stoll menguraikan bahwa spiritualitas sebagai konsep dua dimensi, yaitu dimensi vertikal dan dimensi horizontal. Dimensi vertikal adalah hubungan dengan Tuhan atau yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang. Dimensi horizontal adalah hubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain, dan dengan lingkungan. Terdapat hubungan yang terus menerus antara dua dimensi tersebut.

1.2 Konsep-konsep yang berkaitan dengan spiritual

Spiritual merupakan refleksi dari pengalaman internal (inner experience) yang diekspresikan secara individual, maka spiritual mempresentasikan dari banyak aspek dalam diri manusia antara lain agama, keyakinan/keimanan,


(50)

harapan, transendensi dan pengampunan (Kozier et.al., 2004). Beberapa konsep diatas diuraikan sebagai berikut:

1.2.1 Agama

Merupakan sistem dari kepercayaan dan praktik-praktik yang terorganisir. Agama menawarkan cara-cara mengekspresikan spiritual dengan memberikan panduan yang mempercayainya dalam merespon pertanyaan-pertanyaan dan tantangan-tantangan kehidupan. Hawari (2009) menjelaskan bahwa dalam agama islam terdapat dimensi kesehatan jiwa pada kelima rukun Islam.

1.2.2 Keyakinan/keimanan

Keyakinan adalah komitmen kepada sesuatu atau seseorang, Fowler (1981 dalam Kozier et.al., 2004) menjelaskan keimanan dapat ada baik pada orang yang beragama maupun orang yang tidak beragama. Keimanan memberikan makna hidup, memberikan kekuatan pada saat individu mengalami kesulitan dalam kehidupannya. Untuk klien yang sedang sakit, keimanan terhadap Tuhan, Allah, atau lainnya) dalam diri klien sendiri, dalam setiap anggota tim kesehatan, atau pada keduanya, dapat memberikan kekuatan dan harapan.

1.2.3 Harapan

Suatu konsep yang termaksud dalam spiritualitas. Harapan adalah inti dalam kehidupan dan merupakan dimensi esensial bagi keberhasilan dalam menghadapi dan mengatasi keadaan sakit dan kematian (Miller, 2007).


(51)

1.2.4 Trensendensi

Trensendensi adalah persepsi individu tentang dirinya yang menjadi bagian dari sesuatu yang lebih tinggi dan lebih luas dari keberadaannya dan ini merupakan salah satu aspek penting dalam spiritual. (Seaward, 2006 dalam Yampolsky, 2008).

1.2.5 Ampunan

Konsep ampunan (forgiveness) mendapat perhatian meningkat dari para professional pelayanan kesehatan. Bagi banyak klian, sakit atau kecacatan berkaitan dengan rasa malu dan rasa bersalah.

1.3Tahap perkembangan spiritual

Tahap perkembangan spiritual individu menurut hamid (2008), sebagai berikut:

1.3.1 Bayi dan Toddler (0-2 tahun)

Tahap awal perkembangan spiritual adalah rasa percaya kepada yang mengasuh yang sejalan dengan perkembangan rasa aman dan dalam hubungan interpersonal, kerena sejak awal kehidupan manusia mengenal dunia melalui hubungannya dengan lingkungan, khususnya orang tua. Bayi dan toddler belum memiliki rasa salah dan benar, serta keyakinan spiritual. Mereka mulai meniru kegiatan ritual tanpa mengerti arti kegiatan tersebut serta ikut ke tempat ibadah yang mempengaruhi citra diri mereka.

1.3.2 Prasekolah

Sikap orang tua tentang kode moral dan agama mengajarkan kepada anak tentang apa yang dianggap baik dan buruk. Anak prasekolah


(52)

meniru apa yang mereka lihat bukan yang dikatakan orang lain. Permasalahan akan timbul apabila tidak ada kesesuaian atau bertolak belakang antara apa yang dilihat dan yang dikatakan kepada mereka. Anak sekolah sering bertanya tentang moralitas dan agama, seperti perkataan atau tindakan tertentu dianggap salah. Juga bertanya “apa itu surga?” mereka meyakini bahwa orang tua mereka seperti tuhan. Pada usia ini metode pendidikan spiritual yang paling efektif adalah memberi indokrinasi dan memberi kesempatan kepada mereka untuk memilih caranya. Agama merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Mereka percaya bahwa Tuhan yang membuat hujan dan angin; hujan dianggap sebagai air mata Tuhan.

1.3.3 Usia sekolah

Anak usia sekolah mengharapkan Tuhan menjawab doanya, yang salah akan dihukum dan yang baik akan diberi hadiah. Pada masa prapubertas, anak sering mengalami kekecewaan karena mereka mulai menyadari bahwa doanya tidak selalu dijawab menggunakan cara mereka dan mulai mencari alasan tanpa mau menerima keyakinan begitu saja. Pada usia ini anak mulai mengambil keputusan akan melepaskan atau meneruskan agama yang dianutnya karena ketergantungannya kepada orang tua. Pada masa remaja, mereka membandingkan standar orang tua mereka dengan orang tua lain dan menetapkan standar apa yang akan diintegrasikan dalam perilakunya. Remaja juga membandingkan pandangan ilmiah dengan pandangan agama serta mencoba untuk


(53)

menyatukannya. Pada masa ini, remaja yang mempunyai orang tua berbeda agama, akan memutuskan pilihan agama yang akan dianutnya atau tidak memilih satupun dari kedua agama orang tuanya.

1.3.4 Dewasa

Kelompok usia dewasa muda yang dihadapkan pada pertanyaan bersifat keagamaan dari anaknya akan menyadari apa yang pernah diajarkan kepadanya pada masa kanak-kanak dahulu, lebih dapat diterima pada masa dewasa daripada waktu remaja dan masukan dari orang tua tersebut dipakai untuk mendidik anaknya. Usia dewasa muda ini akan cenderung mengklarifikasi keyakinan, pribadi, dan komitmennya berdasarkan pengalaman dan hubungannya pada masa lalu.

1.3.5 Usia pertengahan dan lansia

Kelompok usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama dan berusaha untuk mengerti nilai agama yang diyakini oleh generasi muda. Perasaan kehilangan karena pensiun dan tidak aktif serta menghadapi kematian orang lain (saudara, atau sahabat) menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri. Perkembangan filosofis agama yang lebih matang sering dapat membantu orang tua untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan dan merasa berharga, serta lebih dapat ditolak atau dihindarkan.

Lanjut usia yang telah pensiun, kehilangan pasangan atau teman, atau menjelang kematian merasa sangat sedih dan kehilangan. Pada masa ini walaupun membayangkan kematian mereka banyak menggeluti


(54)

spiritual sebagai isu yang menarik. Keyakinan spiritual yang terbangun dengan baik membantu lansia menghadapi kenyataan, berpartisipasi dalam hidup, merasa memiliki harga diri, dan menerima kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari.

Lanjut usia sering merasa bahwa agama lebih penting bagi mereka dibanding orang yang lebih muda.

1.4 Karakteristik Spiritual

Karakteristik dan kesehatan spiritual mengandung arti yang sama. Menurut Burhardt (1993 dalam Kozier et.al., 2004) menjelaskan bahwa karakteristik spiritual mencakup empat dimensi yaitu:

1.4.1 Hubungan dengan diri sendiri

Kekuatan dalam diri atau kepercayaan diri sendiri yang meliputi pengenalan tentang diri sendiri (misalnya menjawab pertanyaan siapa saya, apa yang dapat saya lakukan) dan sikap pada diri sendiri, percaya pada kehidupan dan masa depan, ketentraman, dan harmonis dengan diri sendiri. Elemen spiritualitas pertama adalah menemukan makna dan tujuan hidup. (Hasselkus dalam Young, 2007) mengungkapkan dari mana makna hidup berasal? Mereka bersal dari lingkup personal dan sosial. Untuk sementara orang, makna hidup, berasal terlebih dari nilai dan sejarah yang dihayati pribadi dan unik, untuk orang lain makna hidup berakar dari komunitas dan lingkup budaya empatnya hidup. Dari sudut pandang tenang waktu hidup, sumber makna hidup dirasakan


(55)

sebagai lintasan atau garis perkembangan hidup yang membentang dalam hidup kita.

Menurut Burkhardt (2002) memberkan pengertian makna hidup sebagai suatu ”misteri yang selalu menyingkapkan diri”. Kebutuhan akan tujuan dan makna hidup merupakan ciri universal dan barangkali menjadi hakikat hidup itu sendiri. Apabila seseorang tidak mampu menemukan tujuan dan makna hidupnya, seluruh aspek hidupnya akan rusak dan mengakibatkan penderitaan karena kesepian dan kehampaan. Kemudian mengalami distress spiritual, dan akhirnya fisik. Orang yang memelihara hidup spiritual secara sehat akan mampu menyelami hidup yang kaya makna dan bertujuan jelas dalam menjalani kehidupannya didunia daripada sesamanya yang tidak. Beberapa orang menemukan makna setelah mengalami perjalanan yang merugikan dan mampu mengolah pengalaman itu agar tetap sehat dan menjadi daya penyembuh. Makna hidup juga merupakan hasil oleh spiritual yang secara sefektif, terukur dan dapat diperoleh kreatif melalui puisi atau lukisan, ideologi yang berlawanan atau relasi dengan sesama. Hubungan dengan diri sendiri merupakan fundamental dalam eksplorasi atau penyelidikan spiritual.

1.4.2 Hubungan dengan orang lain

Hubungan dengan orang lain dimanifestasikan dengan berbagi waktu, pengetahuan, dan sumber daya dengan orang lain dan


(56)

membalas perbuatan baik orang lain. Hubungan ini juga dimanifestasikan dengan sikap peduli pada anak-anak, orang tua, dan orang yang sakit, menguatkan kembali makna kehidupan dan kematian dengan cara mengunjungi makam/kuburan. Hubungan dengan sesama dideskripsikan sebagai dimensi horizontal yang beririsan dengan hubungan vertikal dengan Tuhan.

Dyer (2001) mengakui adanya saling keterhubungan antara manusia satu dengan manusia lainnya dalam menjalani kehidupan. “Pada taraf kesadaran spiritual kita tahu bahwa kita terhubung dengan setiap manusia.” Relasi yang mencinta, penuh derita, mendukung dan sukar dengan keluarga, teman dan sesama. Memperhatikan orang lain dan diperhatikan oleh orang lain. Mengakui hubungan dengan sesama manusia sebagai sumber pertumbuhan dan perubahan. Spiritualitas juga melibatkan hubungan dengan seseorang atau sesuatu yang mengatasi diri sendiri. Orang atau sesuatu itu dapat menopang dan menghibur, membimbing dalam pengambilan keputusan, memaafkan kelemahan kita, dan merayakan perjalanan hidup kita. (Spaniol, 2002).

1.4.3 Hubungan dengan alam

Harmonisasi dengan alam, meliputi pengenalan tentang tumbuhan, tanaman, pepohonan, kehidupan alam, dan cuaca. Harmonisasi dengan alam seperti berkebun, berjalan, berada diluar dan


(57)

memelihara alam. Seluruh rangkaian hidup ada dalam jejaring saling keterhubungan, apa yang terjadi pada bumi mempengaruhi tiap manusia dan tiap perilaku manusia mempengaruhi bumi, maka amatlah penting untuk menyadari dan menghormati jejaring kesalingterhubungan hidup ini. Spiritualitas member sumbangsih besar dalam penyadaran dan penghormatan ini. (Spaniol 2002). Keserasian untuk menjaga harmonisasi alam dan lingkungan adalah hal penting.

1.4.4 Hubungan dengan Tuhan

Elemen spiritualitas lain yang hakiki adalah konsep tentang kepercayaan dan sistem kepercayaan. Dossey et. al (2000) menjelaskan kepercayaan sebagai, “ sikap sekunder”. Faktor kognitif yang melibatkan kepercayaan kurang berkorelasi dengan fakta dibandingkan perasaan. Faktor itu mengungkapkan kepercayaan diri atau iman akan validitas seseorang, benda atau gagasan. Iman dapat menjadi bagian penting dari kepercayaan seseorang dan keputusan yang dibuatnya dalam hidup. Iman dapat digambarkan sebagai kepercayaan akan Tuhan, yang member makna dan tujuan hidup. Iman yang bertumbuh selalu merupakan proses aktif dan berlangsung terus-menerus serta unik bagi masing-masing orang, karena tertanam dimasa lampau, sekarang dan harapan akan masa depan.


(58)

Bagi sebagian orang, kepercayaan spiritual secara eksklusif dikaitkan dengan agama, sehingga kepercayaan itu tidak pernah berkaitan dengan orang lain. Bukti menunujukan bahwa minat pada spiritualitas tidak terbatas pada mereka yang pergi kegeraja atau menjadi anggota kelompok agama saja (Shea, 2000). Jika Tuhan didefenisikan sebagai kontruk yang menunjukkan nilai utama dalam hidup seseorang, dan membentuk kepercayaan, nilai dan pilihan yang dianut orang itu, maka baik sistem kepercayaan religius dan non-religius harus dipandang sangat penting dalam eksplorasi tentang spiritualitas.

Hubungan dengan tuhan dapat juga dilihat dari religiusnya seseorang, seperti melakukan kegiatan doa atau meditasi, membaca kitab atau buku keagamaan, berpartisipasi dalam kelompok keagamaan. Hawari (2009) menjelaskan bahwa dalam agama Islam terdapat dimensi kesehatan jiwa pada rukun iman yaitu iman kepada Allah besar pengaruhnya bagi kesehatan jiwa manusia dimana orang yang beriman itu selalu ingat kepada Allah (dzikrullah/zikir) sehingga perasaan tenang/aman/terlindung selalu menyertainya. Pikiran, perasaan dan perilakunya baik dengan tidak melanggar hukum, norma, moral dan etika kehidupan serta tidak merugikan orang lain karena ia tahu benar dan yakin apa yang dilakukannya itu semua dicatat oleh malaikat. Mampu mengendalikan diri (self control) yang merupakan salah satu ajaran


(59)

nabi Muhammad, Yakni bahwa sesungguhnya Al-Qur’an merupakan “text book” kesehatan jiwa terlengkap dan sempurna di dunia, bagi mereka yang mengerti/menghayati/mengamalkannya akan memperoleh manfaat serta kesejahteraan lahir dan bathin serta selamat di dunia maupun di akhirat kelak.

1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi spiritual

Menurut Taylor et.al., 1997 dan Craven, 1996 (dalam hamid 2008), faktor penting yang dapat mempengaruhi spiritual seseorang adalah pertimbangan tahap perkembangan, keluarga, latar belakang etnik dan budaya, pengalaman hidup sebelumnya, krisis, terpisah dari ikatan spiritual, isu moral terkait dengan terapi, serta asuhan keperawatan yang kurang tepat. Untuk lebih jelas, faktor-faktor pening tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

Tahap perkembangan. Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak dengan empat agama yang berbeda ditemukan bahwa mereka mempunyai persepsi tentang Tuhan dan sembahyang yang berbeda menurut usia, seks, agama, dan kepribadian anak.

Keluarga. Peran orang tua sangat menentukan perkembangan spiritual anak. Yang terpenting bukan apa yang diajarkan oleh orang tua kepada anaknya tentang Tuhan, tetapi apa yang anak pelajari mengenai Tuhan, kehidupan, dan diri sendiri dari perilaku orang tua mereka. Karena keluarga merupakan lingkungan terdekat dan pengalaman pertama anak dalam mempersepsikan kehidupan di dunia, pandangan anak pada umumnya diwarnai oleh pengalaman mereka dalam berhubungan dengan orang tua dan saudaranya.


(60)

Latar belakang etnik dan budaya. Sikap, keyakinan, dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan social budaya. Pada umumnya, seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. Anak belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama, termasuk nilai moral dari hubungan keluarga dan peran serta dalam berbagai bentuk kegiaan keagamaan. Perlu diperhatikan apa pun tradisi agama dan sistem kepercayaan yang dianut individu, tetap saja pengalaman spiritual adalah hal unik bagi tiap individu.

Pengalaman hidup sebelumnya. Pengalaman hidup, baik yang positif maupun pengalaman negative dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang. Sebaliknya, juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang mengartikan secara spiritual kejadian atau pengalaman tersebut. Peristiwa dalam kehidupan sering dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan tuhan kepada manusia untuk menguji kekuatan imannya. Pada saat ini, kebutuhan spiritual akan meningkat yang memerlukan kedalaman spiritual dan kemampuan koping untuk memenuhinya.

Krisis dan perubahan. Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual seseorang. Krisis sering dialami ketika seseorang menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan, dan bahkan kematian, khususnya pada klien dengan penyakit terminal atau dengan prognosis yang buruk. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dihadapi tersebut merupakan pengalaman spiritual selain juga pengalaman yang bersifat fisik dan emosional. Krisis dapat berhubungan dengan perubahan patofisiologi, terapi atau pengobatan yang diperlukan, atau siuasi yang mempengaruhi seseorang.


(61)

Terpisah dari ikatan spiritual. Menderita sakit terutama yang bersifat akut, sering kali membuat individu merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial. Klien yang dirawat merasa terisolasi dalam ruangan yang asing baginya dan merasa tidak aman. Kebiasaan hidup sehari-hari juga berubah, antara lain, tidak dapat menghadiri acara resmi, mengikuti kegiatan keagamaan atau tidak dapat berkumpul dengan keluarga atau teman dekat yang biasa member dukungan setiap saat diinginkan. Terpisahnya klien dari ikatan spiritual dapat berisiko terjadinya perubahan fungsi spiritualnya.

Isu moral terkait dengan terapi. Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara tuhan untuk menunjukkan kebesarannya walaupun ada juga yang menolak intervensi pengobatan. Prosedur medic sering kali dapat dipengaruhi oleh pengajaran agama, misalnya sirkumsisi, tranplantasi organ, pencegahan kehamilan, dan sterilisasi. Konflik anatara jenis terapi dengan keyakinan agama sering dialami oleh klien dan tenaga kesehatan.

Asuhan keperawatan yang kurang sesuai. Ketika memberikan asuhan keperawatan kepada klien, perawat diharapkan peka terhadap kebutuhan spiritual klien, tetapi dengan berbagai alasan ada kemungkinan perawat justru menghindar untuk member asuhan spiritual. Alasan tersebut, antara lain karena perawat merasa kurang menganggap penting kebutuhan spiritual, tidak mendapatkan pendidikan tentang aspek spiritual dalam keperawatan, atau merasa bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual klien bukan menjadi tugasnya, tetapi tanggung jawab pemuka agama.


(62)

Lima isu nilai yang mungkin timbul antara perawat danklien adalah Pluralisme: perawat dan klien menganut kepercayaan dan iman dalam spektrum yang luas.Fear: berhubungan dengan ketidakmampuan mengatasi situasi, melanggar privasi klien, atau merasa tidak pasti dengan sistem kepercayaan dan nilai diri sendiri.Kesadaran tentang pertanyaan spiritual: apa yang memberi arti dalam kehidupan, tujuan, harapan, dan merasakan cinta dalam kehidupan pribadi perawat.Bingung: bingung terjadi karena adanya perbedaan antara agama dan konsep spiritual.

2. Konsep Aktivitas Ritual 2.1 Defenisi Aktivitas Ritual

Ritual adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan terutama untuk tujuan simbolis. Ritual dilaksanakan berdasarkan suatu agama atau bisa juga berdasarkan tradisi dari suatu komunitas tertentu. Kegiatan-kegiatan dalam ritual biasanya sudah diatur dan ditentukan, dan tidak dapat dilaksanakan secara sembarangan. Sedangkan aktivitas ritual atau aktivitas keagamaan adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang yang berkaitan dengan ibadah. Agama biasanya dipahami sebagai pengungkapan praktik spiritualitas, organisasi, ritual dan praktik iman seseorang. Diturunkan dari kata latin, religare yang berarti diikat kembali (Mueller et.al., 2001)

2.2Aktivitas Ritual berbagai Agama

Agama Kristen, adalah ajaran yang mengajarkan satu Tuhan, Tritunggal yang Esa-Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Agama kristiani yang terdapat di semua Negara didunia mencakup tiga cabang utama: Gereja Katolok, Protestan dan


(63)

Ortodoks. Kekristenan menjadikan Kitab suci sebagai sumber inspirasi. Tujuan utama kekristenan adalah keselamatan. Mereka menghayati hidup Kristen dengan baik maka akan naik ke surga dan bersatu dengan Yesus kristus (Cristmas, 2002). Penggunaan doa umum digunakan oleh semua gereja dan senantiasa melakukan kebaktian. Orang Kristen mempunyai pandangan yang berbeda tentang apa yang terjadi setelah seseorang mati, tetapi mereka mempercayai tentang hidup sesudah kematian dan pada pengadilan terakhir Tuhan menentukan masa depan manusia disurga atau neraka. Dua ritual yang dipraktikan umum adalah komuni, menyantap roti dan anggur sebagai symbol tubuh dan darah Yesus, dan Baptis, mencelupkan atau memerciki tubuh dengan air sebagai tanda pembersihan dosa dan penerimaan dalam agama Kristen. (Taylor, 2002). Kepercayaan dan praktik kesehatan sangatlah berbeda diantara cabang-cabang Gereja Kristen itu. Kitab suci memuat banyak contoh Yesus menyembuhkan orang sakit dengan penumpangan tangan, penyembuhan karena iman, dan pengusiran roh jahat. Praktik-praktik khusus seperti menyumbangkan organ tubuh, bervariasi. Misalnya, kaum Kristen Protestan dengan senang hati mau menyumbangkan organ tubuh, sedangkan Saksi Yehovah mendukung sumbangan organ ini hanya sepanjang seluruh darah dipindahkan dari organ dan selaput sebelum organ itu ditransplantasikan.

Agama Hindu,agama hindu merupakan perpaduan berbagaimacam tradisi dan kepercayaan bersama (Jootun, 2002). Agama ini mencerminkan pemahaman metafisis dan cara hidup yang menentukan moral, adat, pengobatan, seni, musik dan tari. Salah satu filsafat utama bagi semua penganut agama Hindu adalah


(64)

bahwa segalanya adalah Brahma, ada Tertinggi atau Tuhan. Praktik pengobatan dalam kultur Hindu berdasarkan pada pemahaman akan prana, daya energy manusia. Dalam agama Hindu, Chakra (pusat energi) dikaitkan dengan kesadaran dan fungsi tubuh. Ketika daya-daya ini harmonis, orang menjadi sehat. Ketika daya-daya itu tidak harmonis orang mengalami sakit. (Taylor 2002). Adat, kepercayaan dan nilai dalam agama Hindu didasarkan pada pemahaman bahwa makhluk hidup memiliki jiwa yang berputar melalui perputaran kelahiran dan kelahiran kembali. Agama Hindu memandang manusia sebagai perpaduan jiwa, tubuh dan roh yang ada dalam konteks keluarga, budaya dan lingkungan dan kesucian sangat dijunjung tinggi. (Jootun, 2002). Ritual keagamaannya mencakup penggunaan api, air, cahaya, wewangian, suara, bunga, sikap badan, gerak dan mantra. Banyak penganut agama Hindu adalah kaum vegetarian karena alasan spiritual. Mereka tidak memakan daging sapi atau babi karena meyakini bahwa sapi adalah hewan suci dan babi adalah pemakan bangkai yang dagingnya “kotor” (Taylor, 2002).

Agama Budha, adalah agama yang terdapat banyak aliran dan sakte.Akan tetapi kepercayaan inti tertentu mempersatukan agama ini, agama budha tidak mengakui ada yang agung dan Personal yang tiap sabdanya harus diikuti. Agama budha mengajarkan bahwa Sang budha mampu menunjukkan jalan ke pencerahan, tetapi jalan itu tergantung pada masing-masing untuk melaksanakan jalan hidup yang menekankan belas kasih, pengendalian jiwa, transformasi pikiran negative, dan usaha meraih kebijaksanaan tertinggi. Tujuan utama agama budha adalah meraih Hakikat-Tunggal, keadaan dimana yang mengikuti konsep ajaran ilahi dan


(65)

keberadaan manusia yang damai dan harmonis. Kepercayaan dan praktik kesehatan bermakna sama dan mencakup beberapa hal diantaranya: meditasi, mendaras, vegatarianisme, menghindari alcohol dan tembakau, obat dan ramuan. Ritual buddhis meliputi: puja bhakti atau kebaktian yang biasa dilakukan setiap minggu atau upacara-upacara tertentu seperti pelimpahan jasa, berulang-ulang mengucapkan nama budha dengan sepenuh hati, Pai chan (ksamayati), dan sebagainya.

Agama Islam, adalah agama sekaligus ideologi, yang diturunkan Allah kepada rasulullah Muhammad saw sebagai rahmat bagi seluruh alam. Kepercayaan utama agama Islam ialah” tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah rasul-Nya. Islam memandang manusia sebagai mahkota penciptaan. Bagi para penganutnya tugas dan kewajiban sangatlah penting.Tujuan para penganut agama islam mencakup perlindungan terhadap jiwa, agama, keluarga, dan harta milik (Taylor 2002). Kaum muslim memandang penyakit sebagai penderitaan karena dosa, mereka tidak memandang sebagai hukuman atau ungkapan kemarahan Allah, kaum muslim juga memandang kematian adalah pintu perjumpaan langsung dengan Sang Maha Pencipta yaitu Allah SWT. “Lima rukun Iman” merupakan ritual dan praktik keagamaan dalam islam dan mencakup hal-hal berikut (Akhtar, 2002 dalam young 2007).

a. Syahadat: Tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah rasul-Nya. Ini disebut sebagai syahadat.

b. Shalat: Shalat wajib dilakukan lima kali sehari dengan berkiblat ke kota Mekkah (pada subuh, dzuhur, ashar, magrib, dan isya). Islam juga


(66)

mengajarkan para penganutnya untuk melaksanakan shalat sunnah baik, sunnah rawatib, tahajud, dhuha disamping shalat wajib.

c. Zakat: Zakat merupakan bentuk penyucian diri dan pertumbuhan iman. Harta disucikan dengan menyisihkan sebagian bagi mereka yang miskin. d. Puasa: Puasa dipandang sebagai cara mencapai kesucian diri dan

mencakup doa, refleksi, dan berpikir positif akan orang lain. Puasa harian mulai dari dini hari hingga terbenamnya matahari selama bulan Ramadhan berarti menjauhkan diri dari makan, minum, dan relasi seksual. Anak-anak mulai berpuasa setelah mencapai akil baligh.

e. Menunaikan ibadah haji: menunaikan ibadah haji di Makkah di kerajaan Arab Saudi seharusnya dilaksanakan sekali seumur hidup, jika mampu mereka yang menunaikan ibadah haji mengenakan pakaian sederhana sehingga tiada perbedaan dihadapan Allah karena status, kelas sosial atau warna kulit.

Selain itu, islam adalah agama yang sangat menganjurkan para penganutnya untuk senantiasa melakukan aktivitas-aktivitas yang bernilai ibadah dalam pandangan Sang pencipta-Nya. Seperti, menyantuni anak yatim, fakir miskin, berdzikir, bermuhasabah/memperbaiki, memperdalam ilmu islam secara rutin, menjalin silah ukhuwah, saling menasehati dalam kebaikan, berbakti kepada kedua orangtua dan semua aktivitas sehari-hari yang diniatkan karena Allah SWT.


(67)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Lanjut usia merupakan suatu kejadian yang pasti dialami secara fisiologis oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang. Lansia akan mengalami proses penuaan, yang merupakan proses terus menerus secara alamiah. Mulai dari lahir sampai meninggal dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup yang telah melalui tahap-tahap kehidupannya, yaitu neonatus, toodler, pra school, school, remaja, dewasa dan lansia. Menua (menjadi tua) adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan manusia yang ditandai dengan menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi (Nugroho, 2000).

Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia dimulai dari tingkat sel sampai kesemua sistem organ tubuh, diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal, genital urinaria, endokrin dan integument. Pada sistem pernafasan, lansia akan mengalami nafas yang lebih pendek dan sering tersengal-sengal akibat menurunnya aktivitas paru, hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, menurunnya lapang pandang penglihatan, menurunnya kemampuan jantung, menurunnya pengaturan suhu tubuh, menurunnya fungsi tulang dan sendi, menurunnya sensitifitas indra pengecapan dan fungsi absorbsi, melemahnya otot-otot pada vesika urinaria dan kapasitasnya,


(68)

menurunnya produksi hormon (ACTH, TSH, FSH, LH), dan penurunan sekresi hormon kelamin misalnya: estrogen, progesteron, dan testoteron adalah hal lazim yang terjadi pada lansia. Pada sistem integument kulit kehilangan proses keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak, sehingga kulit menjadi keriput. Hal ini mulai tampak sejak usia 45 tahun dan akan menimbulkan masalah pada usia sekitar 60 tahun (Pudjiastuti, 2002).

Selain itu seseorang yang telah memasuki usia lansia maka dia juga akan mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat lansia menjadi kurang cekatan.Selain penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan fungsi psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia, dikarenakan kehilangan pekerjaan, kehilangan status jabatan, kehilangan finansial, kehilangan teman atau relasi, kehilangan orang yang dicintai seperti pasangan atau keluarga yang membuat lansia merasa tidak dianggap dan akhirnya kehilangan semangat hidup. Hal ini tampak dari sikap lansia yang mulai menarik diri, selalu khawatir, cemas, selalu mengingat kembali masa lalu, kurang motivasi hidup dan sering sendirian karena hubungan dengan keluarga yang kurang baik. Perubahan baik fisik ataupun psikologis ini akan berdampak terhadap kesehatannya dan juga aktivitas sehari-harinya. Maka haruslah ada upaya yang dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan lansia, salah satunya adalah


(69)

dengan meningkatkan aspek spiritualitasnya. Spiritual adalah suatu proses pencarian yang dilakukan seorang individu untuk menemukan makna dalam hidup (Whelan-Gales, 2009) dan berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi depresi, stress emosional, penyakit fisik atau kematian (Hamid, 2008). Stoll (1995 dalam Hamid, 2008) menguraikan bahwa spiritual sebagai konsep dua dimensi yaitu dimensi vertikal adalah hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan lingkungan. Upaya yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan spiritualitas lansia adalah dengan melibatkan keluarga sebagai orang terdekat yang akan mencurahkan segala perhatiannya bagi kesejahteraan lansia khususnya kesejahteraan spiritualitas lansia (Alvianti, 2008).

Menurut Warren (2009) dariHuman Relation Advisor menyatakan bahwa dari beberapahasil penelitian dengan jelasmenunjukkan bahwa spiritualmeningkatkan kesehatan seseorang,dan memberikan pengaruh diantaranya: Memberikan arti dan makna daritujuan hidup, memberikan kode moral danmenyusun system kepercayaanuntuk menjalani kehidupan, sebagai pengatur dan petunjukuntuk menjalani hidup, memberikan resep untukmengatur makan dan perilakusehat yang memberikankontribusi terhadap kesehatan serta memberikan support danpenguasaan diri. Tingkatspiritualitas seseorang dipengaruhioleh berbagai hal, antara lainpengetahuan, paparan terhadapinformasi, lingkungan danpengalaman masa lalu.


(70)

Hasil penelitian Destarina (2014) menunjukkan bahwa sebagian besar lansia memiliki tingkat spiritualitas yang baik, dengan persentase 87,2% ditandai dengan aktivitas ritual yang dilakukan seperti mengerjakan sholat 5 waktu, ibadah shalat sunnah, dan membaca kitab suci (Al-Qur’an). Kemudian Anggraini (2013) melakukan penelitian tentang hubungan antara status spiritual lansia dengan gaya hidup lansia di Kecamatan Rumbai Pesisir Pekanbaru. Penelitian terdahulu diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status spiritual lansia dengan gaya hidup lansia. Hal ini berarti status spiritual yang sehat akan memiliki gaya hidup yang sehat. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara agama, spritualitas, dan well-being (Burkey, Chauvin & Miranti, 2005) penelitian yang dilakukan Eddington dan Shurman (2008) mengemukakansubjective well-being berkaitan dengan kekuatan yang berkorelasi dengan Tuhan Yang Maha Kuasa dan dengan keikutsertaan dalam aspek keagamaan. Kemudian penelitian Diener (2009) yang menyatakan bahwa secara umum orang yang religius cenderung untuk memiliki tingkat well-being yang lebih tinggi, dan lebih spesifik. Diener (2009) juga mengungkapkan bahwa hubungan positif antara spiritualitas dan keagamaan dengan subjective well-being berasal dari sistem dukungan yang diberikan oleh organisasi keagamaan (Diener, 2009).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Koenig,et.al (2008) agama dan spiritual adalah sumber koping yang biasanya digunakan oleh lansia ketika mengalami sedih, kesepian dan kehilangan. Hasil studi menunjukkan bahwa tingkat spiritualitas pada lansia setelah mencapai usia 70 tahun, maka lansia berada pada


(71)

level di mana penyesalan dan tobat berperan dalam penebusan dosa-dosa. Spiritualitas seseorang dapat dipengaruhi oleh pengalaman hidupnya artinya pengalaman hidup baik yang positif maupun negatif dapat mempengaruhi spiritual seseorang dan sebaliknya juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang mengartikan secara spiritual pengalaman tersebut (Hamid, 2008).

Namun masa lansia yang seharusnya identik dengan masa senja dimana terjadi peningkatan aktifitas spiritual keagamaannya seperti berdoa, membaca kitab suci, sembahyang, beribadah ketempat ibadah, dan mengikuti kajian-kajian keagamaan secara rutin. Pada kenyataannya peningkatan aktifitas tersebut banyak tergantung pada kebiasaan yang telah dilakukannya semasa periode umur sebelumnya, sehingga tidak sedikit seseorang yang telah memasuki masa ini, tingkat spiritualnya masih tergolong rendah (Syam, 2010). Menurut Mollinati (2004) Lansia yang memiliki tingkat spiritualitas rendah seperti ini adalah lansia yang memiliki pengalaman dibidang spiritual yang sangat kurang, hal ini dikarenakan mereka sibuk mencari uang di jalanan selama masa muda, lansia yang tak memiliki saudara, lansia yang tunawisma, lansia yang mengaku ada konflik dengan orang lain, dan lansia yang masih belum memahami tujuan hidupnya serta lansia yang mengungkapkan keraguan dalam sistem keyakinannya.

Sehingga dari pemaparan diatas peneliti tertarik untuk mengetahui ada tidaknya hubungan tingkatspiritualitas lansia baik tinggi maupun rendah terhadap aktivitas ritual keagamaannya yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan lansia yang ada di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.


(72)

2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

2.1 Apakah terdapat hubungan antara hubungan tingkat spiritual terhadap aktivitas ritual keagamaan lansia?

3. Tujuan Penelitian

3.1 Mengidentifikasi tingkat spiritual lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

3.2 Mengidentifikasi aktivitas ritual keagamaan lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

3.3 Mengetahui hubungan tingkat spiritual terhadap aktivitas ritual keagamaan lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan banyak manfaat kepada berbagai pihak yaitu:

4.1 Bagi Praktek keperawatan

Dari hasil penelitian ini akan dapat memberikan informasi tentang karakteristik tingkat spiritual dan aktivitas ritual keagamaan lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Dengan diketahuinya hubungan tingkat spiritual terhadap aktivitas ritual keagamaan lansia dapat menjadi dasar praktek keperawatan untuk mempertimbangkan aspek spiritual dalam memberikan asuhan keperawatan.


(73)

4.2 Bagi Pendidikan Keperawatan

Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tambahan bagi pendidikan keperawatan untuk mengintegrasikan dalam pembelajaran terkait dengan tingkat spiritual terhadap aktivitas ritual keagamaan.

4.3 Bagi Penelitian selanjutnya

Dari hasil penelitian ini dapat memberikan data dasar tentang hubungan tingkat spiritual terhadap aktivitas ritual keagamaan lansia di Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan untuk digunakan dalam pengembangan penelitian selanjutnya yang belum terlaksana dalam penelitian ini.


(1)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Pernyataan Orisinalitas ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Abstract ... iv

Abstrak ... v

Prakata ... vi

Daftar Isi ... ix

Daftar Skema ... xiii

Daftar Tabel ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Rumusan Masalah ... 6

3. Tujuan Penelitian ... 6

4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

1. Konsep Spiritual ... 8

1.1 Defenisi Spiritual ... 8

1.2 Konsep-konsep yang berkaitan dengan spiritual ... 8

1.2.1 Agama ... 9

1.2.2 Keyakinan/keimanan ... 9

1.2.3 Harapan ... 9

1.2.4 Trensendensi ... 10

1.2.5 Ampunan ... 10

1.3 Tahap Perkembangan Spiritual ... 10

1.3.1 Bayi dan Toddler ... 10

1.3.2 Prasekolah ... 10


(2)

1.3.4 Dewasa ... 12

1.3.5 Usia Pertengahan dan Lansia ... 12

1.4 Karakteristik Spiritual ... 13

1.4.1 Hubungan dengan diri sendiri ... 13

1.4.2 Hubungan dengan Orang Lain ... 14

1.4.3 Hubungan dengan Alam ... 15

1.4.4 Hubungan dengan Tuhan ... 16

1.5Faktor-faktor yang mempengaruhi spiritual... 18

2. Konsep Aktivitas Ritual ... 21

2.1 Defenisi Aktivitas Ritual ... 21

2.2 Aktivitas Ritual berbagai Agama ... 21

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN ... 26

1. Kerangka Konseptual ... 26

2. Defenisi Operasionel ... 27

3. Hipotesa ... 28

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 29

1. Desain Penelitian ... 29

2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 29

2.1Populasi Penelitian ... 29

2.2Sampel penelitian ... 29

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.1 Lokasi Penelitian ... 30

3.2 Waktu Penelitian ... 30

4. Pertimbangan Etik Penelitian ... 30

5. Instrumen Penelitian... 32

6. Uji Instrumen Penelitian ... 33

6.1 Uji Validitas ... 33

6.2 Uji Reliabilitas ... 34

7. Metode Pengumpulan Data ... 34

8. Analisa Data ... 35

8.1 Analisa univariat ... 37


(3)

8.2 Analisa bivariat ... 37

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

1. Hasil Penelitian ... 38

1.1 Karakteristik Responden ... 38

1.2 Karakteristik Tingkat Spiritual ... 40

1.3 Kategori Aktivitas Ritual Keagamaan ... 40

1.4 Hubungan Tingkat Spiritual ... 41

2. Pembahasan ... 42

2.1 Spiritualitas pada lanjut usia ... 42

2.2 Aktivitas Ritual Keagamaan lanjut usia ... 44

2.3 Hubungan Tingkat Spiritual ... 46

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

1. Kesimpulan Hasil Penelitian ... 48

2. Saran ... 48


(4)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Inform consent Lampiran 2. Instrumen penelitian Lampiran 3. Jadwal tentatifpenelitian Lampiran 4. Taksasi dana penelitian Lampiran 5. Riwayat hidup

Lampiran 6. Lembar persetujuan valid Lampiran 7. Surat izin survey

Lampiran 8. Surat izin reliabilitas Lampiran 9. Surat komisi etik

Lampiran 10. Surat izin pengambilan data Lampiran 11. Uji realibilitas

Lampiran 12. Master data

Lampiran 13. Hasil pengolahan karakteristik

Lampiran 14. Hasil pengolahan uji analisa data (spearman’s rho) Lampiran 15. Lembar bukti bimbingan


(5)

DAFTAR SKEMA

... Halaman


(6)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Defenisi Operasional ... ….27 Tabel 5.1Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan karakteristik

responden ... ….39 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase tingkat spiritual lansia ... ….40 Tabel5.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase aktivitas ritual keagamaan ... ….41 Tabel 5.4 Hubungan tingkat spiritual terhadap aktivitas ritual keagamaan……..41


Dokumen yang terkait

Hubungan Interaksi Sosial Lansia Dengan Kesepian Pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Balita di Wilayah Binjai dan Medan

30 172 95

Hubungan Antara Tingkat Kemampuan Perawatan Diri Lansia Dengan Perubahan Konsep Diri Lansia Di Upt Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan

10 54 93

Kemampuan Fungsional Lansia Di Panti Werdha UPT.Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan.

20 190 90

Hubungan Tingkat Spiritual Terhadap Aktivitas Ritual Keagamaan Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

0 0 15

Hubungan Tingkat Spiritual Terhadap Aktivitas Ritual Keagamaan Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

0 0 2

Hubungan Tingkat Spiritual Terhadap Aktivitas Ritual Keagamaan Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

0 0 7

Hubungan Tingkat Spiritual Terhadap Aktivitas Ritual Keagamaan Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

0 0 18

Hubungan Tingkat Spiritual Terhadap Aktivitas Ritual Keagamaan Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

0 0 2

Hubungan Tingkat Spiritual Terhadap Aktivitas Ritual Keagamaan Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

0 0 22

HUBUNGAN INTERAKSI SOSIAL LANSIA DENGAN KESEPIAN LANSIA DI UPT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA DAN BALITA WILAYAH BINJAI DAN MEDAN

0 1 10