Hubungan Antara Tingkat Kemampuan Perawatan Diri Lansia Dengan Perubahan Konsep Diri Lansia Di Upt Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan

(1)

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KEMAMPUAN PERAWATAN DIRI LANSIA DENGAN PERUBAHAN KONSEP DIRI LANSIA

DI UPT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA DAN ANAK BALITA WILAYAH BINJAI DAN MEDAN

SKRIPSI Oleh

Febrina Angraini S 071101055

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan antara Tingkat Kemampuan Perawatan Diri Lansia dengan Perubahan Konsep Diri Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan ”.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini, sebagai berikut:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ismayadi, S.Kep, Ns selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan waktu untuk membimbing dan memberikam masukan yang sangat berharga dalam penulisan skripsi ini.

3. Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS selaku dosen penguji I. 4. Ibu Lufthiani S.Kep, Ns selaku dosen penguji II.

5. Ibu Nur Asiah, S.Kep, Ns selaku dosen pembimbing akademik.

6. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.

7. Pihak UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan yang telah memberi izin penelitian dan informasi bagi penulis.


(4)

8. Terima kasih kepada Ayahanda Morhan Simamora dan Ibunda Rosmawar Dalimunthe tercinta yang selalu mendoakan dan menyayangi, memberikan dukungan baik moril maupun materil, dan senantiasa memberikan yang terbaik untuk penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan untuk saudara-saudaraku tercinta : Ali marzuki, Dinul Fazry, Latifa Hannum, dan Hijrah Nopriyanti yang senantiasa memberikan doa dan dukungan untuk penulis. 9. Kepada sahabat-sahabat terbaikku, Marliyani, Dita, Novri, Istik, Amel, Fitri,

Pipit dan kak Eka yang selalu, membantu dan mendukung dalam perkuliahanku, terima kasih atas kritik, saran, dan segala canda tawa kalian semua.

10. Teman-teman Fakultas Keperawatan stambuk 2007, Ruth, Dian, Dira, Ami, Maya dan lain-lain yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

11. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu per satu yang telah mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan profesi keperawatan. Akhirnya, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Medan, Juni 2011


(5)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ... i

Prakata ... ... ii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... vi

Daftar Skema ... vii

Abstrak ... viii

Bab 1. Pendahuluan. ... 1

1.Latar Belakang ... 1

2.Perumusan Masalah ... 3

3.Hipotesis ... 4

4.Tujuan penelitian ... 4

5.Manfaat Penelitian ... 5

Bab 2. Tinjauan Pustaka ... 6

1. Lansia ... 6

1.1 Pengertian Lansia ... 6

1.2 Proses Penuaan ... 7

1.3 Teori-Teori Penuaan ... 8

1.4 Tugas Perkembangan Lansia ... 11

1.5 Masalah Lansia ... 11

2. Perawatan Diri ... 12

2.1 Pengertian Perawatan Diri ... 12

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perawatan Diri ... 13

2.4 Tingkat Kemampuan Perawatan Diri ... 15

3. Self Care ... 17

3.1 Perawatan Diri Sendiri (Self Care) ... 18

3.2 Self Care Defisit ... 19

4. Konsep Diri ... 19

4.1 Identitas Diri ... 20

4.2 Citra Diri ... 21

4.3 Harga Diri ... 22

4.4 Ideal Diri ... 23

4.5 Peran ... 24

Bab 3. Kerangka Konsep ... 25

1. Kerangka Konseptual ... 25

2. Defenisi Konseptual dan Operasional ... 25


(6)

Bab 4. Metodologi Penelitian ... 28

1. Desain Penelitian ... 28

2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 28

3. Lokasi dan Waktu Penelitian... 30

4. Instrumen Penelitian ... 30

5. Pertimbangan Etik Penelitian ... 31

6. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 32

7. Pengumpulan Data ... 33

8. Analisa Data ... 35

Bab 5. Hasil dan Pembahasan ... 36

1. Hasil dan Pembahasan ... 36

2. Pembahasan ... 42

Bab 6. Kesimpulan dan Saran ... 51

1. Kesimpulan... 51

2. Saran ... 52

Daftar Pustaka ... 54

Lampiran-lampiran 1. Lembar Bukti Kegiatan Bimbingan skripsi ... 57

2. Lembar Surat Pengambilan Data ... 59

3. Formulir Persetujuan Menjadi Responden ... 63

4. Kuesioner Data Demografi ... 64

5. Kuesioner Tingkat Perawatan Diri (ketergantungan lansia) ... 66

6. Kuesioner Konsep Diri ... 68

7. Uji realibilitas instrumen... 70

8. Hasil data responden ... 71

9. Jadwal penelitian ... 82


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Indeks ADL Barthel ... 16 Tabel 3.1. Variabel Berdasarkan Defenisi Operasional ... 26 Tabel 5.1. Distribusi dan Frekuensi Responden berdasarkan data demografi ... 37 Tabel 5.2. Distribusi frekuensi dan persentase kemampuan perawatan diri

lansia ... 38 Tabel 5.3. Distribusi frekuensi dan persentase komponen konsep diri lansia ... 40 Tabel 5.4. Distribusi frekuensi dan persentase konsep diri lansia ... 41 Tabel 5.5. Hasil analisa hubungan antara tingkat kemampuan perawatan diri


(8)

DAFTAR SKEMA


(9)

Judul : Hubungan antara Tingkat Kemampuan Perawatan Diri Lansia dengan Perubahan Konsep Diri Lansia di UPT Pelayanan Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

Nama : Febrina Angraini Simamora

NIM : 071101055

Jurusan : S1 Keperawatan Tahun : 2011

Abstrak

Bertambahnya usia seseorang akan diikuti oleh berbagai perubahan yang berpotensi menimbulkan masalah-masalah kesehatan. Setiap perubahan kesehatan dapat menjadi stressor yang mempengaruhi konsep diri seseorang. Salah satunya adalah adanya perubahan fisik yang mengakibatkan ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidup terutama untuk memenuhi kebutuhan aktivitas dasar sehari-harinya. Perubahan kondisi fisik lanjut usia berpengaruh pada kondisi psikis, ketidakmampuan dalam melakukan perawatan diri akan mempengaruhi konsep diri.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara tingkat kemampuan perawatan diri lansia dengan perubahan konsep diri lansia. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi. Terdapat 50 orang sampel sesuai dengan kriteria sampel penelitian. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah quota sampling. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-April 2011. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Analisa data menggunakan uji hipotesa Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar lansia masih mandiri dalam transfer, mobilisasi, menggunakan toilet, membersihkan diri dan berpakaian. Mayoritas lansia memiliki konsep diri positif (86%). Hubungan antara tingkat kemampuan perawatan diri lansia dengan konsep diri lansia dianalisis dengan uji spearman

sehingga didapatkan hasil taraf signifikan 0.000 (p<0.05) dan r = 0,571. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat kemampuan perawatan diri lansia dengan perubahan konsep diri lansia.

Lansia seharusnya berusaha lebih aktif dan mandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari sehingga tercipta konsep diri yang positif pada lansia. Pada penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan desain prospektif agar lebih dapat mengobservasi faktor resikonya.


(10)

Title : The Relationship between the Self-Care Ability of the Elderly and the Change of Self-Concept among Elderly at UPT Pelayanan Lanjut Usia dan Anak Balita (Service for the Elderly and Childrens) Binjai and Medan.

Name : Febrina Anggraini Simamora

Student Number : 071101055

Faculty : Nursing Science

Year : 2011

Abstact

The older a person is, the more potential he gets health problems. The change in health will eventually be the trigger which influences his self-concept. Physical change is one of the causes which make a person unable to fulfill his need for life, especially to fulfill his basic need for everyday activities. The change of the physical condition of the elderly will influence his psychological condition, and his inability to do self-care will influence his self-concept.

This research was aimed to identify the relationship between the ability to do self-care of the elderly and the change of their self-concept. The design of this research was descriptive correlation. There were 50 respondents who were used for the samples which were in accordance with the criteria of research. The samples were taken by using quota sampling technique. The research was conducted from February until April, 2011. The data were collected by using questionnaires and analyzed by using Spearman hypothesis test.

The result of the research showed that the majority of the old-aged were still independent in transferring, mobilizing, using lavatories, taking a bath, and putting on clothes. The majority of them had positive self-concept (86%). The relationship between the self-care of the old-aged and their self-concept was analyzed by using spearman test so that the researcher obtained the significance level of 0.000 (p<0.05) and r = 0.571. The result of the research also showed that there was the relationship between the ability of the elderly to do self-care and their self-concept.

It was suggested that elderly should be independent and actively attempt to do everyday activities so that they would have positive self-concept. It was also suggested that the next research of the same case should use prospective design so that the researcher would observe the risk factors.


(11)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Penduduk lanjut usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup (BPS, 2000 dalam Setiawan 2009). Jumlah penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2006 sebesar ±19 juta jiwa dengan usia harapan hidup 66,2 tahun. Pada tahun 2010, diprediksi jumlah lansia sebesar 23,9 juta jiwa dengan usia harapan hidup 67,4 tahun. Sedangkan pada tahun 2020 diprediksi jumlah lansia sebesar 28,8 juta jiwa dengan usia harapan hidup 71,1 tahun (Effendi, 2009).

Usia individu tidak dapat dielakkan terus bertambah dan berlangsung konstan dari lahir sampai mati, sedangkan penuaan dalam masyarakat tidak seperti itu, proporsi populasi lansia relatif meningkat dibandingkan populasi usia muda (Clement, 1985 dalam Stanley 2006). Pada hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu : masa anak, masa dewasa, dan masa tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran secara fisik maupun psikis. Penurunan kondisi psikis pada lansia disebabkan karena demensia di mana lansia mengalami kemunduran daya ingat dan hal ini dapat mempengaruhi ADL (Activity of Daily Living) yaitu kemampuan seseorang untuk mengurus dirinya sendiri, dimulai dari bangun tidur, mandi, berpakaian dan seterusnya (Mubarak, 2009).


(12)

Studi penelitian yang dilakukan Lembaga Demografi Universitas Indonesia pada tahun 1998 menemukan bahwa sekitar 74 persen lansia dinyatakan mengidap penyakit kronis. Tekanan darah tinggi adalah penyakit kronis yang banyak diderita lanjut usia, sehingga mereka tidak dapat melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari (Wirakartakusumah, 2000 dalam Setiawan 2009). Penurunan kondisi fisik lanjut usia berpengaruh pada kondisi psikis. Dengan berubahnya penampilan, menurunnya fungsi panca indera menyebabkan lanjut usia merasa rendah diri, mudah tersinggung dan merasa tidak berguna lagi (Setiawan, 2009).

Praktik hygiene (perawatan diri) lansia dapat berubah dikarenakan situasi kehidupan. Selain keterbatasan dalam kemampuan perawatan diri (self care), lansia juga memiliki gambaran diri yang berubah terhadap dirinya sendiri dan perubahan pada konsep dirinya. Konsep diri terdiri dari beberapa komponen yaitu : identitas, citra tubuh, harga diri, ideal diri dan peran. Perubahan dalam penampilan, struktur atau fungsi bagian tubuh akan membutuhkan perubahan dalam gambaran diri (citra diri). Persepsi seseorang tentang perubahan tubuh dapat dipengaruhi oleh perubahan tersebut terjadi (Potter & Perry, 2005).

Semakin lanjut usia seseorang, maka akan mengalami kemunduran terutama di bidang kemampuan fisik, yang dapat mengakibatkan penurunan peranan-peranan sosialnya. Hal ini mengakibatkan timbulnya gangguan di dalam mencukupi kebutuhan hidupnya. Sehingga dapat meningkatkan bantuan orang lain (Nugroho, 2000). Seiring dengan bertambahnya usia populasi kita, perawat perlu untuk memeriksa kebutuhan lansia, untuk mempengaruhi kebijakan


(13)

kesehatan dan untuk mengevaluasi standar praktik keperawatan gerontik, dan untuk membuat perencanaan di masa yang akan datang (Stanley, 2006).

Berdasarkan literature review tersebut, muncul masalah berupa sejauh mana tingkat kemampuan perawatan diri lansia dan perubahan konsep diri apa saja yang terjadi pada lansia. Dari data yang diperoleh sebelumnya, terdapat sekitar 160 orang lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan dengan tingkat kemampuan perawatan diri yang berbeda yaitu ada yang minimal care, partial care, dan total care (ketergantungan ringan, sedang, berat dan total). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang hubungan antara tingkat kemampuan perawatan diri lansia dengan perubahan konsep diri lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan yang bertujuan agar perawat mengetahui batas kemampuan perawatan diri lansia sehingga dapat mengimplikasikan intervensi keperawatan yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan hidup lansia serta mengetahui perubahan konsep diri lansia sehingga perawat dapat memotivasi lansia dalam menjalani kehidupannya.

2. Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain :

2.1 Bagaimana tingkat perawatan diri lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan?

2.2 Bagaimana perubahan konsep diri yang terjadi pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan?


(14)

2.3 Adakah hubungan antara tingkat kemampuan perawatan diri lansia dengan perubahan konsep diri lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan?

3. Hipotesis

Hipotesis yang diharapkan dari penelitian ini adalah hipotesis alternatif (Ha) yaitu : terdapat hubungan antara tingkat kemampuan perawatan diri lansia dengan perubahan konsep diri lansia.

4. Tujuan penelitian

4.1Tujuan umum

Mengidentifikasi hubungan antara tingkat kemampuan perawatan diri lansia dengan perubahan konsep diri lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan.

4.2 Tujuan khusus

4.2.1 Mengidentifikasi tingkat kemampuan perawatan diri lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan. 4.2.2 Mengidentifikasi perubahan konsep diri lansia di UPT Pelayanan Sosial

Lanjut Usia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan.

4.2.3 Mengidentifikasi hubungan antara tingkat kemampuan perawatan diri lansia dengan perubahan konsep diri lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan.


(15)

5. Manfaat penelitian

5.1 Bagi pendidikan

Hasil penelitian ini dapat menyediakan informasi bagi perawat mengenai pemenuhan kebutuhan perawatan diri yang harus diberikan kepada lansia yang memiliki keterbatasan kemampuan perawatan diri sehingga mengalami perubahan konsep diri.

5.2 Bagi praktik keperawatan

Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai masukan dalam meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar sehingga kebutuhan perawatan diri lansia yang memiliki keterbatasan dan perubahan konsep diri dapat terpenuhi. Hasil penelitian akan berguna bagi perawat untuk memberikan pelayanan dalam hal pemenuhan kebutuhan perawatan diri lansia sesuai dengan kondisi lansia sehingga tercipta kualitas hidup yang baik pada lansia.

5.3Bagi Panti

Membantu memberikan pelayanan yang optimal kepada lansia yang tinggal di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan.

5.4Sebagai dasar penelitian selanjutnya.

Hasil penelitian ini berguna dalam menambah pengalaman peneliti dan dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan hubungan antara tingkat kemampuan perawatan diri lansia dengan perubahan konsep diri lansia.


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Lansia

1.1 Pengertian Lansia

Menurut UU No. 13 tahun 1998 Pasal 1 Ayat 2 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Notoatmojo, 2007). Sedangkan dalam bukunya Hardywinoto (2005) mengatakan yang dimaksud dengan kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas. Batasan lanjut usia menurut dokumen perkembangan lanjut usia dalam kehidupan bangsa yang diterbitkan oleh Departemen Sosial dalam rangka pencanangan hari lanjut usia nasional tanggal 29 Mei 1996 oleh Presiden RI, batas umur lanjut usia adalah 60 tahun atau lebih (Setiabudi, 1999 dalam Setiadi 2005).

Ada beberapa pembagian lansia, antara lain : menurut Depkes RI, WHO, dan menurut pasal 1 Undang – undang No. 4 tahun 1965.

a. Departemen Kesehatan RI membagi lansia sebagai berikut : kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas, kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium, kelompok usia lanjut (kurang dari 65 tahun) sebagai senium.

b. Organisasi kesehatan dunia (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59


(17)

tahun, usia lanjut (elderly) antara 60-74 tahun, usia tua (old) antara 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.

c. Menurut pasal 1 Undang-Undang No. 4 tahun 1965 : “Seseorang dinyatakan sebagai orang jompo atau usia lanjut setelah yang bersangkutan mencapai usia 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari, dan menerima nafkah dari orang lain” (Mubarak, 2009 ).

1.2 Proses Penuaan

Lansia bukan merupakan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan (Pudjiastuti, 2003). Proses penuaan merupakan proses alamiah setelah tiga tahap kehidupan, yaitu masa anak, masa dewasa, dan masa tua yang tidak dapat dihindari oleh setiap individu (Mubarak, 2009). Menua menurut Constantinides (1994) dalam Setiadi (2005) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.

Proses menua (aging) merupakan suatu perubahan progresif pada organisme yang telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel

serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu. Proses alami yang disertai dengan adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial akan saling berinteraksi satu sama lain. Proses menua yang terjadi pada lansia secara


(18)

linier dapat digambarkan melalui tiga tahap yaitu, kelemahan (impairment), keterbatasan fungsional (functional limitations), ketidakmampuan (disability), dan keterhambatan (handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran (Bondan, 2006).

Pertambahan usia akan menimbulkan perubahan-perubahan pada struktur dan fisiologis dari berbagai sel/jaringan/organ dan sistem yang ada pada tubuh manusia. Proses ini menjadikan kemunduran fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit mengendur, rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan menburuk, gerakan lambat, dan kelainan berbagai fungsi organ vital. Sedangkan kemunduran psikis terjadi peningkatan sensitivitas emosional, menurunnya gairah, bertanbahnya minat terhadap diri, berkurangnya minat terhadap penampilan, meningkatnya minat terhadap material, dan minat kegiatan rekreasi tidak berubah (hanya orientasi dan subjek saja yang berbeda)( Mubarak, 2009).

1.3 Teori-Teori Penuaan

Dalam Maryam, dkk (2008) ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu : teori biologi, teori psikologi, teori sosial, dan teori spiritual.

Teori biologi. Teori biologi mencakup teori genetik dan mutasi,

immunology slow theory, teori stress, teori radikal bebas, dan teori rantai silang. Menurut teori genetik dan mutasi, semua terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan


(19)

mengalami mutasi. Menurut Immunology slow theory, system imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh. Teori stres mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stres yang dapat menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai. Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan regenerasi. Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel yang tua menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastisitas, kakacauan, dan hilangnya fungsi sel.

Teori psikologi. Pada usia lanjut, proses penuaan terjadi secara alamiah seiring dengan penambahan usia. Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif. Kepribadian individu yang terdiri atas motivasi dan intelegensi dapat menjadi karakteristik konsep diri dari seorang lansia. Konsep diri yang positif dapat menjadikan seorang lansia mampu berinteraksi dengan mudah terhadap nilai-nilai yang ada ditunjang dengan status sosialnya. Adanya penurunan dari intelektualitas yang meliputi persepsi, kemampuan kognitif, memori, dan belajar pada saat usia lanjut menyebabkan mereka sulit untuk dipahami dan berinteraksi.

Teori sosial. Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu: teori interaksi sosial menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Pada


(20)

lansia, kekuasaan dan prestasinya berkurang sehingga menyebabkan interaksi sosial mereka juga berkurang, yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan mereka untuk mengikuti perintah. Teori penarikan diri menyatakan bahwa kemiskinan yang diderita lansia dan menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seorang lansia secara perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan di sekitarnya. Teori aktivitas menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung bagaimana seorang lansia merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas serta mempertahankan aktivitas tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas dan aktivitas yang dilakukan. Teori kesinambungan mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia. Pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini dapat terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak berubah meskipun ia telah menjadi lansia. Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses menjadi tua merupakan suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia terhadap berbagai tantangan tersebut yang dapat bernilai positif ataupun negatif. Akan tetapi, teori ini tidak menggariskan bagaimana cara menjadi tua yang diinginkan atau yang seharusnya diterapkan oleh lansia tersebut. Teori stratifikasi usia adalah teori dengan pendekatan yang dilakukan bersifat

deterministik dan dapat dipergunakan untuk mempelajari sifat lansia secara kelompok dan bersifat makro. Setiap kelompok dapat ditinjau dari sudut pandang demografi dan keterkaitannya dengan kelompok usia lainnya. Kelemahannya adalah teori ini tidak dapat dipergunakan untuk menilai lansia secara perorangan, mengingat bahwa stratifikasi sangat kompleks dan dinamis serta terkait dengan klasifikasi kelas dan kelompok etnik.


(21)

Teori spiritual. Komponen spiritual dan tumbuh kembang merajuk pada pengertian hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti kehidupan.

1.4 Tugas Perkembangan Lansia

Seiring tahap kehidupan, lansia memiliki tugas perkembangan khusus. Hal ini dideskripsikan oleh Burnside (1979), Duvall (1977), dan Havighurst (1953) dan meliputi tujuh kategori utama yaitu ; 1) menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik dan kesehatan, 2) menyesuaikan terhadap masa pensiun dan penurunan atau penetapan pendapatan, 3) menyesuaikan terhadap kematian pasangan, 4) menerima diri sendiri sebagai individu lansia, 5) mempertahankan kepuasan pengaturan hidup, 6) mendefenisikan ulang hubungan dengan anak yang dewasa, 7) menemukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup (Potter & Perry, 2005).

1.5 Masalah Lansia

Menurut Nugraha (2000), permasalahan yang berkaitan dengan lanjut usia secara individu, proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah baik secara fisik, biologi, mental, maupun sosial ekonomi. Semakin lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami kemunduran terutama di bidang kemampuan fisik, yang dapat mengakibatkan peranan sosialnya. Hal ini mengakibatkan timbulnya gangguan di dalam mencukupi kebutuhan hidupnya sehingga dapat meningkatkan ketergantungan yang memerlukan bantuan orang lain.

Menurut Mubarak (2009), terdapat beberapa tren dan isu pada lansia, di antaranya : pertama, masalah kehidupan seksual berupa adanya anggapan bahwa


(22)

semua ketertarikan seks pada lansia telah hilang adalah mitos atau kesalahpahaman. Kedua, perubahan perilaku ; pada lansia sering dijumpai terjadinya perubahan perilaku, di antaranya : daya ingat menurun, pelupa, sering menarik diri, ada kecenderungan penurunan merawat diri, timbulnya kecemasan karena dirinya sudah tidak menarik lagi, dan lansia sering menyebabkan sensitivitas emosional seseorang yang akhirnya menjadi sumber banyak masalah.

Ketiga, pembatasan aktivitas fisik; semakin lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami kemunduran, terutama di bidang kemampuan fisik yang dapat mengakibatkan penurunan pada peranan-peranan sosialnya. Hal ini mengakibatkan timbulnya gangguan dalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya, sehingga dapat meningkatkan ketergantungan yang memerlukan bantuan orang lain. Keempat, kesehatan mental; Selain mengalami kemunduran fisik, lansia juga mengalami kemunduran mental. Semakin lanjut seseorang, kesibukan sosialnya akan semakin berkurang dan dapat mengakibatkan berkurangnya integrasi dengan lingkungannya.

2. Perawatan Diri

2.1 Pengertian Perawatan Diri

Perawatan diri atau kebersihan diri (personal hygiene) merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis (Hidayat, 2009). Kebersihan diri adalah upaya individu dalam memelihara kebersihan diri yang meliputi kebersihan rambut, gigi dan mulut, mata, telinga, kuku, kulit, dan kebersihan dalam berpakaian dalam meningkatkan kesehatan yang optimal (Effendy, 1998).


(23)

Lansia perlu mendapatkan perhatian dengan mengupayakan agar mereka tidak terlalu tergantung kepada orang lain dan mampu mengurus diri sendiri (mandiri), menjaga kesehatan diri, yang tentunya merupakan kewajiban dari keluarga dan lingkungannya. Dalam teori self care, Dorothea Orem menganggap bahwa perawatan diri merupakan suatu kegiatan membentuk kemandirian individu yang akan meningkatkan taraf kesehatannya. Sehingga bila mengalami defisit, ia membutuhkan bantuan dari perawat untuk memperoleh kemandiriannya kembali (Hapsah, 2008).

Pemeliharaan kebersihan diri sangat menentukan status kesehatan, di mana individu secara sadar dan atas inisiatif pribadi menjaga kesehatan dan mencegah terjadinya penyakit. Upaya ini lebih menguntungkan bagi individu karena lebih hemat biaya, tenaga dan waktu dalam mewujudkan kesejahteraan dan kesehatan. Upaya pemeliharaan kebersihan diri mencakup tentang kebersihan rambut, mata, telinga, gigi, mulut, kulit, kuku, serta kebersihan dalam berpakaian. Dalam upaya pemeliharaan kebersihan diri ini, pengetahuan keluarga akan pentingnya kebersihan diri tersebut sangat diperlukan. Karena pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 1997).

2.2 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Perawatan Diri

Menurut Potter & Perry (2005), sikap seseorang melakukan perawatan diri (personal hygiene) dipengaruhi oleh sejumlah faktor yaitu : citra tubuh, praktik sosial, status sosioekonomi, pengetahuan, variabel kebudayaan, pilihan pribadi, dan kondisi fisik.


(24)

a. Citra tubuh

Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang tentang penampilan fisiknya. Personal hygiene yang baik akan mempengaruhi terhadap peningkatan citra tubuh individu (Stuart & Sundeen, 1991). Citra tubuh ini dapat seringkali berubah. Citra tubuh mempengaruhi cara mempertahankan hygiene seseorang.

b. Praktik sosial

Kelompok-kelompok sosial wadah seorang individu berhubungan dapat mempengaruhi praktik hygiene pribadi. Praktik hygiene lansia dapat berubah dikarenakan situasi kehidupan. Misalnya, lansia yang tinggal di rumah perawatan tidak dapat mempunyai privasi dalam lingkungan yang baru. Mereka tidak mempunyai kemampuan fisik untuk membungkuk keluar masuk bak mandi kecuali kamar mandi telah dibentuk untuk mengakomodasi keterbatasan fisik mereka.

c. Status sosioekonomi

Sumber daya ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan tingkat praktik kebersihan yang digunakan. Dari segi ekonomi, harus diperhatikan apakah individu dapat menyediakan bahan-bahan yang penting seperti deodorant, sampo, pasta gigi, dan kosmetik. Sedangkan dari aspek sosial dilihat apakan penggunaan produk-produk tersebut merupakan bagian dari kebiasaan sosial yang dipraktikkan oleh kelompok sosial individu.

d. Pengetahuan

Pengetahuan akan pentingnya hygiene dan implikasinya bagi kesehatan mempengaruhi praktek hygiene. Kendati demikian, pengetahuan itu sendiri


(25)

tidaklah cukup. Seseorang juga harus termotivasi untuk memelihara perawatan diri sehingga akan terus meningkatkan perawatan dirinya.

e. Variabel kebudayaan

Kebudayaan dan nilai pribadi mempengaruhi kemampuan perawatan

hygiene. Seorang dari latar belakang kebudayaan berbeda memiliki praktik perawatan diri yang berbeda. Keyakinan yang didasari kultur sering menentukan definisi tentang kesehatan dan perawatan diri.

f. Pilihan pribadi

Menurut pilihan dan kebutuhan pribadi, setiap individu memiliki keinginan dan pilihan tentang kapan untuk melakukan perawatan diri dan bagaimana ia melakukannya.

g. Kondisi fisik

Semakin lanjut usia seseorang, maka akan mengalami kemunduran terutama di bidang kemampuan fisik, yang dapat mengakibatkan penurunan peranan-peranan sosialnya. Hal ini mengakibatkan timbulnya gangguan di dalam mencukupi kebutuhan hidupnya. Sehingga dapat meningkatkan bantuan orang lain.

2.3 Tingkat Kemampuan Perawatan Diri Lansia

Perubahan patofisiologis pada korteks serebri mengakibatkan lansia mengalami defisit perawatan diri. Sehingga perlu diupayakan penyusunan aktivitas sehari-hari yang lebih sederhana dan singkat yang dapat menimbulkan kepuasaan bagi lansia dalam melakukannya (Smeltzer, 2001). Dalam Nursalam (2009), klasifikasi tingkat kemampuan perawatan diri (tingkat ketergantungan


(26)

klien) berdasarkan teori Orem terdiri dari butuh sedikit bantuan (minimal care), butuh bantuan sebagian dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri (partial care), dan butuh bantuan penuh dalam mmenuhi perawatan diri (total care). Berdasarkan indeks Activity Daily Living (ADL) Barthel, tingkat ketergantungan klien terdiri dari mandiri, ketergantungan ringan, ketergantungan sedang, ketergantungan berat, dan ketergantungan total.

Tabel 2.1 : Indeks ADL Barthel

No Aktivitas Kemampuan Skor

1

Transfer (tidur → duduk)

Mandiri 3

Dibantu satu orang 2

Dibantu dua orang 1

Tidak mampu 0

2 Mobilisasi (berjalan)

Mandiri 3

Dibantu satu

orang/walker 2

Dengan kursi roda 1

Tergantung orang lain 0 3

Penggunaan toilet (pergi ke/dari WC, melepas/memgenakan celana,

menyeka, menyiram)

Mandiri 1

Perlu pertolongan

orang lain 0

4 Membersihkan diri (lap muka, sisir rambut, sikat gigi)

Mandiri 1

Perlu pertolongan

orang lain 0

5 Mengontrol BAB

Kontinen teratur 2

Kadang-kadang

inkontinen 1

Inkontinen 0

6 Mengontrol BAK

Kontinen teratur 2

Kadang-kadang

inkontinen 1

Inkontinen 0

7 Mandi Mandiri 1

Tergantung orang lain 0 8 Berpakaian (mengenakan baju)

Mandiri 2

Sebagian dibantu 1

Tergantung orang lain 0 9 Makan

Mandiri 2

Perlu pertolongan 1


(27)

pertolongan orang lain

10 Naik turun tangga

Mandiri 2

Perlu pertolongan 1

Tidak mampu 0

Skor total 19

Nilai ADL = 19 : Mandiri

15– 18 : Ketergantungan ringan

10– 14 : Ketergantungan Sedang

5– 9 : Ketergantungan Berat

0 – 4 : Ketergantungan total

3. Self Care

Self care adalah tindakan yang matang dan mematangkan orang lain yang mempunyai potensi untuk berkembang, atau mengembangkan kemampuan yang dimiliki agar dapat digunakan secara tepat, nyata dan valid untuk mempertahankan fungsi dan berkembang dengan stabil dalam perubahan lingkungan. Self care digunakan untuk mengontrol atau faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi aktivitas seseorang untuk menjalankan fungsinya dan berproses untuk mencapai kesejahteraannya (Hapsah, 2008).

Pandangan teori Orem dalam tatanan pelayanan keperawatan ditujukan kepada kebutuhan individu dalam melakukan tindakan keperawatan mandiri serta mengatur dalam kebutuhannya. Dalam konsep praktek keperawatan Orem


(28)

mengembangkan tiga bentuk teori self care di antaranya perawatan diri sendiri (self care) dan self care deficit (Hidayat, 2009).

3.1 Perawatan Diri Sendiri (Self Care)

Dalam teori self care, Orem mengemukakan bahwa self care meliputi : pertama, self care itu sendiri, yang merupakan aktivitas dan inisiatif dari individu serta dilaksanakan oleh individu itu sendiri dalam memenuhi serta mempertahankan kehidupan, kesehatan, serta kesejahteraan; kedua, self care agency merupakan suatu kemampuan individu dalam melakukan perawatan diri sendiri, yang dapat dipengaruhi oleh usia, perkembangan, sosiokultural, kesehatan dan lain-lain; ketiga, adanya tuntutan atau permintaan dalam perawatan diri sendiri yang merupakan tindakan mandiri yang dilakukan dalam waktu tertentu untuk perawatan diri sendiri dengan menggunakan metode dan alat dalam tindakan yang tepat; keempat, kebutuhan self care merupakan suatu tindakan yang ditujukan pada penyediaan dan perawatan diri sendiri yang bersifat universal dan berhubungan dengan proses kehidupan manusia serta dalam upaya mempertahankan fungsi tubuh, self care yang bersifat universal itu adalah aktivitas sehari-hari (ADL) dengan mengelompokkan ke dalam kebutuhan dasar manusianya. Sifat dari self care selanjutnya adalah untuk perkembangan kepercayaan diri serta ditujukan pada penyimpangan kesehatan yang memiliki ciri perawatan yang diberikan dalam kondisi sakit atau dalam proses penyembuhan (Hidayat, 2009).


(29)

3.2 Self Care Defisit

Merupakan bagian penting dalam perawatan secara umum di mana segala perencanaan keperawatan diberikan pada saat adanya penurunan kemampuan dalam perawatan dan tuntutan dalam peningkatan self care, baik secara kualitas maupun kuantitas. Dalam pemenuhan perawatan diri serta membantu dalam proses penyelesaian masalah, Orem memiliki metode untuk proses tersebut diantaranya bertindak atau berbuat untuk orang lain, sebagai pembimbing orang lain, memberi dukungan, meningkatkan pengembangan lingkungan untuk pengembangan pribadi serta mengajarkan atau mendidik orang lain. Dalam praktek keperawatan Orem melakukan identifikasi kegiatan praktek dengan melibatkan pasien dan keluarga dalam pemecahan masalah, menentukan kapan dan bagaimana pasien memerlukan bantuan keperawatan, bertanggung jawab terhadap keinginan, permintaan, serta kebutuhan pasien, mempersiapkan bantuan secara teraturbagi pasien dan mengkoordinasikan serta mengintegrasikan keperawatan dalam kehidupan sehari-hari pada pasien dan asuhan keperluan diperlukan ketika klien tidak mampu memenuhi kebutuhan biologis, psikologis, perkembangan, dan sosial (Hidayat, 2009).

4. Konsep Diri

Konsep diri (self-concept) merupakan bagian dari masalah psikososial yang tidak didapat sejak lahir, akan tetapi dapat dipelajari sebagai hasil dari pengalaman seseorang terhadap dirinya. Konsep diri ini berkembang secara bertahap sesuai dengan tahap perkembangan psikososial seseorang (Hidayat, 2009). Konsep diri merupakan suatu integrasi yang kompleks dari perasaan, sikap


(30)

sadar maupun tidak sadar dan persepsi tentang totalitas diri, tubuh, harga diri dan peran (Potter & Perry, 2005).

Tarwoto & Wartonah (2006) menyatakan perkembangan konsep diri secara bertahap dimulai sejak bayi sudah mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain. Setiap individu memiliki pandangan yang berbeda mengenai konsep diri, ada yang positif dan ada yang negatif. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual, dan penguasaan lingkungan sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan sosial yang maladaptif (Keliat, 1992). Terdapat beberapa komponen konsep diri yaitu identitas, citra diri, harga diri, ideal diri, dan peran.

4.1 Identitas Diri

Identitas diri adalah penilaian individu tentang dirinya sebagai suatu kesatuan yang utuh. Identitas mencakup konsistensi seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai keadaan serta menyiratkan perbedaan atau keunikan dibandingkan dengan orang lain. Identitas seringkali didapat melalui pengamatan sendiri dan dari apa yang didengar seseorang dari orang lain mengenai dirinya (Hidayat, 2009).

Identitas diri adalah kesadaran dari individu dan keunikan yang terjadi terus menerus sepanjang hidup. Menurut Kozier (2004) identitas diri seseorang biasanya berupa karakteristik-karakteristik yang membedakan seseorang dengan yang lainnya meliputi nama, jenis kelamin, umur, ras, suku, budaya, pekerjaan atau peran. Menurut Erikson (1963) dalam Potter & Perry (2005) identitas diri


(31)

menunjukkan kesadaran akan suatu kepastian dan adanya pemisahan dari yang lainnya, perasaan diri seutuhnya dan pemeliharaan solidaritas dengan kelompok sosial yang ideal melalui ekspresi dan keunikan individu. Identitas seperti halnya citra tubuh sangat berkaitan erat dengan penampilan dan kemampuan. Pada lansia, pensiun atau meninggalkan pekerjaan mungkin berarti kehilangan makna penting dari pencapaian dan keberhasilan yang berlanjut. Ketidakmampuan lansia untuk memenuhi kebutuhan dirinya sering membuat lansia mempertanyakan tentang identitas mereka dan pencapaian mereka dan dapat mengakibatkan isolasi fisik dan emosional (Potter & Perry, 2005).

4.2 Citra Diri

Gambaran atau citra diri (body image) mencakup sikap individu terhadap tubuhnya sendiri, termasuk penampilan fisik, struktur dan fungsinya. Perasaan mengenai citra diri meliputi hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas, femininitas dan maskulinitas, keremajaan, kesehatan, dan kekuatan. Citra tubuh dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik. Perubahan perkembangan yang normal seperti penuaan terlihat lebih jelas terhadap citra diri dibandingkan dengan aspek-aspek konsep diri lainnya (Hidayat, 2009).

Citra diri berhubungan dengan kepribadian. Cara seseorang memandang diri mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologinya. Pandangan yang realistik terhadap diri, menerima dan menyukai bagian tubuh akan memberi rasa aman sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri (Keliat, 1992).


(32)

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa citra diri bergantung pada bagian realitas tubuh, sehingga seseorang biasanya tidak dapat beradaptasi dengan cepat untuk berubah secara fisik. Perubahan fisik boleh jadi tidak sesuai dengan citra diri ideal seseorang. Begitu juga dengan lansia, perubahan fisik yang terjadi akibat proses penuaan dapat merubah persepsi lansia terhadap tubuhnya (Potter & Perry, 2005). Citra diri akan tumbuh secara positif dan akurat bila kesadaran akan diri berdasar atas observasi mandiri dan perhatian yang sesuai akan kesehatan diri, termasuk persepsi saat ini dan masa lalu (Tarwoto & Wartonah, 2006).

Lansia sering mengatakan bahwa mereka merasa tidak berbeda tetapi ketika mereka melihat diri mereka dalam cermin, mereka terkejut dengan kulit yang keriput dan rambut memutih. Penurunan ketajaman pandangan adalah faktor yang mempengaruhi lansia dalam berinteraksi dengan lingkungan. Proses normal penuaan menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan. Kehilangan pendengaran dapat menyebabkan perubahan kepribadian karena lansia menyadari bahwa mereka tidak lagi menyadari semua yang terjadi atau yang diucapkan. Kecurigaan, mudah tersinggung, tidak sabar, atau menarik diri dapat terjadi karena kerusakan pendengaran. Konsep diri selama masa lansia dipengaruhi oleh pengalaman sepanjang hidup (Potter & Perry, 2005).

4.3 Harga Diri

Harga diri adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai, dengan cara menganalisis seberapa jauh perilaku individu tersebut sesuai dengan ideal dirinya (Sunaryo, 2004). Harga diri (self-esteem) adalah penilaian individu tentang dirinya dengan menganalisis kesesuaian antara perilaku dan ideal diri


(33)

yang lain. Harga diri dapat diperoleh melalui penghargaan dari diri sendiri maupun dari orang lain. Perkembangan harga diri juga ditentukan oleh perasaan diterima, dicintai, dihormati oleh orang lain, serta keberhasilan yang pernah dicapai individu dalam hidupnya (Hidayat, 2009).

Harga diri dapat dipahami dengan memikirkan hubungan antara konsep diri seseorang dan ideal diri. Harga diri juga dipengaruhi oleh sejumlah kontrol yang mereka miliki terhadap tujuan dan keberhasilan dalam hidup. Lansia cenderung mengalami penurunan harga diri yang disebabkan oleh hilangnya jabatan dan menurunnya pendapatan. Seseorang dengan harga diri yang tinggi cenderung menunjukkan keberhasilan yang diraihnya sebagai kualitas dan upaya pribadi. Ketika berhasil, seorang individu dengan harga diri yang rendah cenderung mengatakan bahwa keberhasilan yang diraihnya adalah keberuntungan atau atas bantuan orang lain ketimbang kemampuan pribadi (Mars 1990 dalam Potter & Perry, 2005).

4.4 Ideal Diri

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana harus berperilaku sesuai dengan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diinginkannya atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai yang ingin dicapai. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi berdasarkan norma sosial (keluarga, budaya) dan kepada siapa ingin dilakukan (Keliat, 1992). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ideal diri yaitu : kecenderungan individu menetapkan ideal diri pada batas kemampuannya, faktor budaya, ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang realistik, keinginan untuk menghindari kegagalan, perasaan cemas dan harga diri (Sunaryo, 2004).


(34)

4.5 Peran

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yang sesuai dengan fungsi yang ada dalam masyarakat atau suatu pola sikap, perilaku, nilai, dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat, misalnya sebagai orang tua, atasan, teman dekat, dan sebagainya. Setiap peran berhubungan dengan pemenuhan harapan-harapan tertentu. Apabila harapan tersebut dapat terpenuhi, rasa percaya diri seseorang akan meningkat. Sebaliknya, kegagalan untuk memenuhi harapan atas peran dapat menyebabkan penurunan harga diri atau terganggunya konsep diri (Hidayat, 2009).

Menurut Stuart & Sudden (1991), peran membentuk pola perilaku yang diterima secara sosial yang berkaitan dengan fungsi seorang individu dalam berbagai kelompok sosial. Sepanjang hidup orang menjalani berbagai perubahan peran. Perubahan normal yang berkaitan dengan pertumbuhan dan maturisasi mengakibatkan transisi perkembangan. Transisi situasi terjadi ketika orangtua, pasangan hidup, atau teman dekat meninggal atau orang pindah rumah, menikah, bercerai, atau ganti pekerjaan. Pada lansia banyak perubahan peran yang tejadi, mulai dari perubahan peran dalam pekerjaan, peran dalam keluarga dan sebagainya (Potter & Perry, 2005).


(35)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Pada bab ini akan dijelaskan kerangka konsep penelitian dan juga defenisi operasional yang digunakan pada penelitian ini. Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara tingkat kemampuan perawatan diri lansia terhadap perubahan konsep diri pada lansia.

Skema 3.1 : kerangka konsep pengaruh tingkat kemampuan perawatan diri lansia terhadap perubahan konsep diri lansia.

2. Defenisi Konseptual dan Operasional 2.1 Defenisi Konseptual

a. Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Notoatmojo, 2007).

Tingkat ketergantungan lansia (ADL) berdasarkan indeks ADL Barthel :

a. Mandiri

b. Ketergantungan ringan c. Ketergantungan sedang d. Ketergantungan berat e. Ketergantungan total

Konsep diri : a. Identitas b. Citra diri c. Harga diri d. Ideal diri e. Peran

a. Positif b. Negatif


(36)

b. Perawatan diri adalah perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis (Hidayat, 2009). Kebersihan diri adalah upaya individu dalam memelihara kebersihan diri yang meliputi kebersihan rambut, gigi dan mulut, mata, telinga, kuku, kulit, dan kebersihan dalam berpakaian dalam meningkatkan kesehatan yang optimal (Effendy, 1998).

c. Konsep diri adalah suatu integrasi yang kompleks dari perasaan, sikap sadar maupun tidak sadar dan persepsi tentang totalitas diri, tubuh, harga diri dan peran (Potter & Perry, 2005).

2.2 Defenisi Operasional

Table 3.1 : Variabel berdasarkan defenisi operasional

Variabel Defenisi Parameter Alat

ukur Skala Skor

Variabel Independen : Perawatan diri upaya individu dalam memelihara kebersihan diri yang meliputi kebersihan rambut, gigi dan mulut, mata, telinga, kuku, kulit, dan kebersihan dalam berpakaian dalam meningkatkan kesehatan yang optimal. Mengidentifi-kasi tingkat perawatan diri lansia. Kuesi-oner

ordinal Nilai ADL 20 : mandiri

12-19 : ketergantung an ringan 9-11 : ketergantung an sedang 5-8 : ketergantung an berat 0-4 : ketergantung an total Variabel Dependen : Konsep Diri suatu integrasi yang kompleks dari perasaan, a. Identitas diri Kuesi-oner

ordinal Kurang/tidak penerimaan terhadap diri


(37)

sikap sadar maupun tidak sadar dan persepsi tentang totalitas diri, tubuh, harga diri dan peran.

b. Citra diri

c. Harga diri

d. Ideal diri

e. peran Kuesi-oner Kuesi-oner Kuesi-oner Kuesi-oner ordinal ordinal ordinal ordinal = 0 Penerimaan terhadap diri = 1 Tidak menyukai bagian tubuh = 0 Menyukai bagian tubuh = 1 Harga diri rendah = 0 Harga diri tinggi = 1

Pesimis = 0 Optimis = 1 Menyangkal peran = 0 Sesuai

dengan peran = 1

3. Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep di atas peneliti dapat mengambil/ mendirikan hipotesis sebagai berikut :

Ho : Tidak terdapat hubungan antara Tingkat kemampuan perawatan diri lansia dengan perubahan konsep diri lansia.

Ha : Terdapat hubungan antara Tingkat kemampuan perawatan diri lansia dengan perubahan konsep diri lansia.


(38)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskripsi korelasi untuk mengidentifikasi hubungan antara tingkat kemampuan perawatan diri lansia dengan perubahan konsep diri lansia. Pada penelitian ini tidak ada intervensi yang dilakukan pada kelompok yang akan diteliti.

2. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling

2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia dengan tingkat ketergantungan dalam melakukan perawatan diri (Activity Daily Living) yang mandiri, ketergantungan ringan, sedang, berat maupun total dengan jumlah 160 orang yang tinggal di UPT Pelayanan sosial Lanjut Usia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan.

2.2 Sampel

2.2.1 Jumlah Sampel

Menurut Arikunto (2002) bila terdapat populasi lebih dari 100 maka pengambilan sampel adalah 10-15% atau 20-25% dari total populasi. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti mengambil sampel sebanyak 50 orang lansia yang


(39)

tinggal di UPT Pelayanan sosial Lanjut Usia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan sesuai dengan kriteria sampel penelitian. Dalam hal ini sampel yang akan diambil adalah 10 lansia dengan tingkat ADL mandiri, 10 lansia dengan tingkat ketergantungan ringan, 10 lansia dengan tingkat ketergantungan sedang, 10 lansia dengan tingkat ketergantungan berat, dan 10 lansia dengan tingkat ketergantungan total.

2.2.2 Kriteria Sampel

Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah :

1. Lansia yang berumur 60 tahun ke atas.

2. Lansia yang tidak mengalami demensia. Orientasi orang, tempat dan waktu baik.

3. Dapat berkomunikasi dengan baik, dengan menggunakan bahasa Indonesia. 4. Lansia dengan tingkat kemampuan perawatan diri (ketergantungan dalam

ADL) yang mandiri, ketergantungan ringan, ketergantungan sedang, ketergantungan berat dan ketergantungan total yang tinggal di UPT Pelayanan sosial Lanjut Usia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan.

5. Bersedia untuk menjadi responden penelitian dengan memberikan persetujuan menjadi responden penelitian baik secara lisan maupun tulisan dengan menandatangani inform consent.

2.3Teknik Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat dapat mewakili populasi (Nursalam, 2009). Dalam penelitian ini, teknik sampling yang


(40)

akan digunakan adalah quota sampling. Pemilihan sampel dengan cara ini merupakan jenis non-probabilitas dengan menentukan ciri-ciri tertentu sampai jumlah kuota yang telah ditentukan (Hidayat, 2007).

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di UPT Pelayanan sosial Lanjut Usia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan yang beralamat di jalan Perintis Kemerdekaan Binjai. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari - April 2011. Adapun alasan peneliti memilih panti ini karena UPT Pelayanan sosial Lanjut Usia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan ini merupakan panti werdha milik pemerintah yang berada di bawah koordinasi Dinas Sosial dengan kapasitas jumlah lansia yang cukup besar. Selain itu, di panti ini terdapat banyak lansia dengan tingkat perawatan diri yang kurang sehingga dapat memudahkan peneliti untuk mendapatkan sampel yang memadai sesuai dengan kriteria penelitian.

4. Instrumen Penelitian

Data responden ini diperoleh dengan menggunakan alat pengumpul data berupa kuesioner. Dalam penelitian ini terdapat dua kuesioner yaitu kuesioner tentang perawatan diri (tingkat ketergantungan lansia) dan kuesioner tentang konsep diri. Kuesioner ini terbagi atas tiga bagian yaitu : bagian pertama adalah kuesioner untuk data demografi meliputi umur, agama, jenis kelamin, suku, pendidikan, dan pekerjaan. Bagian kedua adalah kuesioner untuk perawatan diri (tingkat ketergantungan lansia). Bagian ketiga adalah untuk kuesioner konsep diri lansia.


(41)

Kuesioner perawatan diri (tingkat ketergantungan lansia) terdiri dari 10 pertanyaan. Dengan kriteria pemberian skor sesuai dengan indeks ADL Barthel sehingga diperoleh skor tertinggi 19 dan terendah 0. Klasifikasi skor ADL 19 : mandiri, 15-18 : ketergantungan ringan, 10-14 : ketergantungan sedang, 5-9 : ketergantungan berat, 0-4 : ketergantungan total.

Kuesioner konsep diri terdiri atas 15 pernyataan dan masing-masing bagian dari item konsep diri terdiri atas 3 pernyataan dengan 7 pernyataan negatif dan 8 pernyataan positif. Pernyataan negatif (no 1, 2, 6, 7, 9, 13, 14) dan pernyataan positif (no 3, 4, 5, 8, 10, 11, 12, 15). Pernyataan konsep diri terdiri dari identitas diri (no 1-3), citra diri (no 4-6), harga diri (no 7-9), ideal diri (no 10-12), dan peran (no 13-15). Jika klien menjawab ya maka akan diberi nilai 1 (skor = 1) pada pernyataan positif dan diberi nilai nol (skor = 0) pada pernyataan negatif, sedangkan jika klien menjawab tidak diberi nilai nol (skor = 0) pada pernyataan positif dan diberi nilai 1 (skor = 1) pada pernyataan negatif.

Menurut rumus statistik Sudjana (2002), dengan rentang terbesar 15 dan terkecil 0 dibagi dua kategori yaitu konsep diri negatif dan konsep diri positif, maka diperoleh panjang kelas sebesar 7,5. P = rentang/banyak kelas, dengan P = 7,5 nilai terendah 0 sebagai batas bawah pertama maka konsep diri dikategorikan sebagai berikut : 0-7 konsep diri negatif dan 8-15 konsep diri positif.

5. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti dinyatakan lulus dalam ujian proposal penelitian untuk selanjutnya mendapat persetujuan dari institusi Fakultas Keperawatan USU, selanjutnya mengirim surat permohonan untuk mendapatkan


(42)

izin dari Badan Penelitian dan Pengembangan propinsi Sumatera Utara serta Dinas Sosial Propinsi Sumatera Utara dan akhirnya mengirim surat izin tersebut kepada pimpinan UPT Pelayanan sosial Lanjut Usia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan. Dalam penelitian ini akan disampaikan beberapa hal yang berkaitan dengan permasalahan etik yaitu : peneliti menjelaskan terlebih dahulu tentang informasi penting yang akan dilakukan, antara lain : tujuan, manfaat, kegiatan dalam penelitian serta hak-hak responden dalam penelitian ini. Jika responden bersedia untuk diteliti maka responden terlebih dahulu menandatangani lembar persetujuan (inform consent) yang telah dipersiapkan oleh peneliti. Bila responden menolak untuk diteliti maka peneliti akan tetap menghormati haknya. Untuk menjga kerahasiaan responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (kuesioner) yang diisi oleh peneliti dengan wawancara terstruktur. Lembar tersebut hanya diberi kode tertentu. Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti (Nursalam, 2003).

6. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrument (Arikunto, 2006). Uji validitas instrumen bertujuan untuk mengetahui kemampuan instrument untuk mengukur apa yang diukur (Notoatmojo, 2005). Uji validitas isi ini telah dilakukan oleh ahli dalam penelitian ini yaitu dosen bagian keperawatan Gerontik USU. Dilakukan dengan cara mengajukan kuesioner dan proposal penelitian kepada penguji validitas kemudian dikoreksi. Setelah dikoreksi pertanyaan yang tidak valid diganti sesuai dengan hasil diskusi dengan penguji validitas.


(43)

Uji realibilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukurannya dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Instrument dikatakan realibel adalah instrument yang jika digunakan beberapa kali dalam waktu yang berbeda untuk mengukur obyek yang sama akan menghasilkan data yang sama. Uji reliabilitas ini dilakukan terhadap 10 orang lansia yang bukan termasuk dalam sampel di UPT Pelayanan sosial Lanjut Usia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan dan data tersebut diolah menggunakan program komputerisasi dengan analisa KR-20, alasan peneliti menggunakan koefisien KR-20 karena bentuk pertanyaan pada skor dikotomi dan dengan jumlah pertanyaan yang ganjil.

Pada proses penelitian, peneliti melakukan uji reliabilitas menggunakan alpha karena metode alpha juga dapat digunakan pada skor dikotomi (0 dan 1) dan akan menghasilkan perhitungan yang setara dengan KR-20 (Priyatno, 2008). Dari tabel dapat diketahui bahwa dengan N= 10, nilai r (5%) = 0,632, dengan begitu maka instrumen tersebut dikatakan realibel jika koefisien korelasinya (r) > r table. Pada saat uji realibilitas didapatkan hasil r = 0,807 yang berarti bahwa instrumen yang digunakan telah realibel. Uji realibilitas ini telah dilakukan sebelum pengumpulan data terhadap 10 orang responden lansia.

7. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh responden untuk mengidentifikasi hubungan antara tingkat perawatan diri lansia dengan perubahan konsep diri lansia. Prosedur pengambilan data yang digunakan dengan cara :


(44)

1. Mengajukan surat permohonan izin melakukan penelitian pada institusi Fakultas Keperawatan USU.

2. Mengajukan surat permohonan izin melakukan penelitian pada Badan Penelitian dan Pengembangan Propinsi Sumatera Utara.

3. Mengajukan surat permohonan izin melakukan penelitian pada Dinas Sosial Propinsi Sumatera Utara.

4. Mengirimkan surat izin melaksanakan penelitian ke pimpinan UPT Pelayanan sosial Lanjut Usia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan.

5. Setelah mendapat izin kemudian melaksanakan pengumpulan data penelitian bekerjasama dengan pegawai panti untuk mengetahui klien yang memenuhi kriteria.

6. Responden yang tidak termasuk dalam kriteria penelitian tidak akan diikutsertakan dalam data penelitian.

7. Menjelaskan kepada calon responden mengenai tujuan dan manfaat penelitian.

8. Meminta persetujuan calon responden untuk menjadi responden dengan menandatangani inform consent.

9. Mengidentifikasi tingkat perawatan diri (tingkat ketergantungan) lansia dengan menggunakan kuesioner.

10.Responden dalam pengisian kuesioner dibantu oleh peneliti dengan melakukan wawancara.


(45)

12.Kuesioner diambil langsung oleh peneliti dan data yang telah terkumpul kemudian diolah/dianalisa.

8. Analisa Data

Analisa data penelitian dilakukan dengan menempuh tahapan yang dimulai dari persiapan berupa mengecek kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan baha semua jawaban telah terisi. Data yang diperoleh diidentifikasi dengan mentabulasi data yang telah terkumpul. Selanjutnya data diolah dengan program komputerisasi SPSS dalam uji deskriptif untuk mengetahui frekuensi, presentasi, mean dan standar deviasi untuk data demografi, kuesioner tingkat perawatan diri dan kuesioner konsep diri.

Selanjutnya hasil pengukuran dibandingkan untuk menguji hipotesa penelitian dengan menggunakan uji hipotesa Spearmen sehingga dapat diketahui hubungan antara tingkat perawatan diri lansia dengan perubahan konsep diri lansia. Hipotesis diterima jika alpha yang diperoleh dari hasil perhitungan uji statistik lebih kecil dari 0,05.


(46)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan tentang hasil dan pembahasan mengenai hubungan antara tingkat kemampuan perawatan diri lansia dengan perubahan konsep diri lansia di UPT Pelayanan sosial Lanjut Usia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan.

1. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2011. Jumlah seluruh responden adalah sebanyak 50 orang dengan teknik kuota sampel, yaitu terdapat 10 responden pada setiap tingkatan kemampuan perawatan diri (10 responden dengan tingkat ketergantungan total, 10 orang dengan tingkat ketergantungan berat, 10 orang dengan tingkat ketergantungan sedang, 10 orang dengan tingkat ketergantungan ringan, dan 10 orang dengan tingkat kemampuan mandiri). Hasil penelitian ini menguraikan karakteristik demografi responden, analisis konsep diri lansia pada tiap tingkat kemampuan perawatan diri.

1.1. Karakteristik Demografi

Deskripsi karakteristik demografi responden terdiri dari jenis kelamin, umur, agama, pendidikan, pekerjaan sebelum menghuni panti, dan suku. Sebaran karakteristik demografi responden pada tabel 5.1 berikut ini :


(47)

Tabel 5.1 : Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan data demografi (n=50) ; jenis kelamin, umur, agama, pendidikan, pekerjaan sebelum menghuni panti, dan suku.

Karakteristik Frekuensi Persentase (%) Jenis kelamin Laki-laki perempuan 22 28 44 56 Umur 60-74 tahun 75-90 tahun >90 tahun 27 22 1 54 44 2 Agama Islam Kristen 46 4 92 8 Pendidikan Tidak sekolah SD SMP SMA Pendidikan Tinggi 16 28 1 3 2 32 56 2 6 4 Pekerjaan sebelum menghuni panti werda

Tidak bekerja Petani Nelayan Wiraswasta Lain-lain 7 19 1 19 4 14 38 2 38 8 Suku Batak Melayu Jawa Minang Lain-lain 14 2 31 2 1 28 4 62 4 2

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat responden dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 28 responden (56%), sebagian besar responden berumur 60-74 tahun yaitu sebanyak 27 responden (54%), mayoritas responden beragama islam yaitu sebanyak 46 responden (92%), pendidikan terakhir SD


(48)

sebanyak 28 responden (56%), pekerjaan sebelum menghuni panti adalah petani dan wiraswasta sebanyak 19 responden (38%), sebagian besar responden bersuku jawa yaitu sebanyak 36 responden (62%).

1.2. Kemampuan Perawatan Diri Lansia

Kemampuan perawatan diri lansia terdiri dari 5 tingkatan yaitu : dengan tingkat ketergantungan total, ketergantungan berat, ketergantungan sedang, ketergantungan ringan, dan tingkat kemampuan mandiri. Ada 10 aspek yang dinilai dalam menentukan tingkat kemampuan perawatan diri tersebut, aspek-aspek tersebut antara lain adalah kemampuan transfer, mobilisasi, penggunaan toilet, membersihkan diri, mangontrol BAB, mengontrol BAK, mandi, berpakaian, makan, naik turun tangga. Berdasarkan analisa data sebanyak 50 orang responden lansia di UPT Pelayanan sosial Lanjut Usia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan maka distribusi frekuensi dan persentase kemampuan perawatan dirinya adalah sebagai berikut :

Tabel 5.2 : Distribusi frekuensi dan persentase kemampuan perawatan diri lansia di UPT Pelayanan sosial Lanjut Usia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan

Activity Daily Livings Frekuensi Persentase (%)

Transfer Mandiri

Dibantu 1 orang Dibantu 2 orang Tidak mampu 19 17 13 1 38 34 26 2

Total 50 100

Mobilisasi

Mandiri

Dibantu 1 orang/walker

Dengan kursi roda Tergantung orang lain

16 17 10 7 32 34 20 14


(49)

Penggunaan toilet Mandiri Perlu pertolongan 25 25 50 50

Total 50 100

Membersihkan diri Mandiri Perlu pertolongan 29 21 58 42

Total 50 100

Mengontrol BAB

Terkontrol teratur

Kadang-kadang tidak terkontrol Tidak terkontrol 20 21 9 40 42 18

Total 50 100

Mengontrol BAK

Terkontrol teratur

Kadang-kadang tidak terkontrol Tidak terkontrol 15 16 19 30 32 38

Total 50 100

Mandi

Mandiri

Tergantung orang lain

34 16

68 32

Total 50 100

Berpakaian

Mandiri

Sebagian dibantu Tergantung orang lain

30 11 9 60 22 18

Total 50 100

Makan

Mandiri

Perlu pertolongan Tergantung orang lain

19 23 8 38 46 16

Total 50 100

Naik turun tangga

Mandiri Perlu pertolongan Tidak mampu 14 9 27 28 18 54

total 50 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 50 responden, lansia yang mampu melakukan perpindahan (transfer) dengan mandiri yaitu sebanyak 19 responden (38%), melakukan mobilisasi dengan dibantu satu orang/walker

sebanyak 17 responden (34%), menggunakan toilet dengan mandiri sebanyak 25 responden (50%), dan menggunakan toilet dengan pertolongan orang lain


(50)

sebanyak 25 responden (50%), mampu membersihkan diri dengan mandiri sebanyak 29 responden (58%), kadang-kadang tidak dapat mengontrol BAB sebanyak 20 responden (40%), tidak dapat mengontrol BAK ssebanyak 19 responden (38%), sebagian besar responden mampu mandi sendiri yaitu sebanyak 34 responden (68%), mampu berpakaian dengan mandiri sebanyak 30 responden (60%), makan dengan pertolongan orang lain sebanyak 23 responden (46%), dan yang tidak mampu naik turun tangga sebanyak 27 responden (54%).

1.3. Konsep diri lansia

Konsep diri terdiri dari 5 komponen yaitu identitas diri, citra diri, harga diri, ideal diri dan peran. Berdasarkan analisa data sebanyak 50 orang responden lansia di UPT Pelayanan sosial Lanjut Usia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan maka distribusi frekuensi dan persentase konsep dirinya adalah sebagai berikut :

Tabel 5.3 : Distribusi frekuensi dan persentase komponen konsep diri lansia (n=50) di UPT Pelayanan sosial Lanjut Usia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan

Komponen konsep diri

Positif Negatif

Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%)

Identitas diri 33 66 17 34

Citra diri 44 88 6 12

Harga diri 26 52 24 48

Ideal diri 49 98 1 2

Peran 28 56 22 44

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 50 responden, sebagian besar lansia memiliki identitas diri yang baik (66%) dan identitas yang kurang (34%), mayoritas lansia memiliki citra diri yang baik (88%) dan citra diri yang kurang


(51)

(12%), sebagian besar memiliki harga diri yang baik (52%) dan harga diri yang kurang (48%), mayoritas lansia memiliki ideal diri yang baik (98%) dan ideal diri yang buruk (2%), serta peran yang baik (56%) dan peran yang kurang (44%). Dari data tersebut dapat diidentifikasi bahwa komponen konsep diri lansia yang banyak terganggu adalah harga diri (48%) dan peran (44%).

Tabel 5.4 : Distribusi frekuensi dan persentase konsep diri lansia (n=50) di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan

Konsep diri Frekuensi Persentase (%)

Positif 43 86

Negatif 7 14

Berdasarkan analisa data untuk mengukur konsep diri lansia, maka dapat diidentifikasi bahwa secara keseluruhan konsep diri lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan mayoritas dalam keadaan baik (positif) yaitu sebanyak 86%, dan kurang (negatif) sebanyak 14%.

1.4. Hubungan antara Tingkat Kemampuan Perawatan Diri Lansia dengan Perubahan Konsep Diri Lansia

Analisa hubungan antara tingkat kemampuan perawatan diri lansia dengan perubahan konsep diri lansia diukur dengan menggunakan uji korelasi spearman. Hasil penelitian didapat koefisien korelasi (r) antara tingkat kemampuan perawatan diri lansia dengan konsep diri lansia yaitu (r) 0,571 dengan tingkat signifikan (p) 0,000. Hal ini menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat kemampuan perawatan diri lansia dengan perubahan konsep diri lansia dimana kekuatannya positif, dalam arti semakin mandiri


(52)

seorang lansia maka semakin tinggi juga konsep dirinya. Dalam hal ini tingkat kemampuan perawatan diri lansia mempunyai kekuatan hubungan yang sedang (r = 0,571) dengan perubahan konsep diri lansia.

Tabel 5.5 :Hasil analisa pengaruh tingkat kemampuan perawatan diri lansia terhadap perubahan konsep diri lansia (n=50) di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan

Variabel Koefisien korelasi Taraf signifikan

Kemampuan perawatan diri

(Activity daily Livings) 0,571 0,000

Konsep Diri

α = 0,01 (2 tailed)

2. Pembahasan

Pada penelitian ini, peneliti mengidentifikasi hubungan antara tingkat kemampuan perawatan diri lansia dengan perubahan konsep diri lansia pada tingkat kemampuan perawatan diri mandiri, ketergantungan ringan, ketergantungan sedang, ketergantungan berat, dan ketergantungan total dengan menggunakan desain penelitian deskripsi korelasi.

2.1.Kemampuan Perawatan diri

Berdasarkan hasil penelitian yang memuat karakteristik demografi responden didapatkan bahwa lansia dengan jenis kelamin perempuan memiliki tingkat ketergantungan yang lebih dibandingkan dengan lansia dengan jenis kelamin laki-laki. Mayoritas lansia yang menjadi responden berada pada rentang usia 60 – 74 tahun. Hal ini sesuai dengan angka harapan hidup lansia Indonesia yaitu 70,7 tahun menurut Menkokesra RI (2010). Pada usia 65- 74 tahun,


(53)

perubahan-perubahan fisik dan psikis lansia semakin meningkat sehingga mempengaruhi kemampuan perawatan diri dan konsep dirinya (Drakeiron, 2008).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 38% responden mampu berpindah dari tidur ke duduk secara mandiri tanpa bantuan orang lain. Sekitar 32% dari responden mandiri dalam melakukan mobilisasi, hal ini sejalan dengan hasil penelitian Muzahar Zaini (2010) tentang tingkat kemandirian lansia dalam memenuhi aktivitas sehari-hari yang menyatakan bahwa sebagian besar lansia (68,6%) mandiri dalam melakukan perpindahan. Namun 34% responden membutuhkan bantuan satu orang lain atau harus memakai walker dalam melakukan mobilisasi. Sammy (2008) menyatakan bahwa penggunaan walker

pada lansia bisa terjadi karena adanya gangguan fisik misalnya gangguan sendi dan tulang, atau penyakit rematik seperti pengapuran tulang atau patah tulang yang tentu akan menghambat pergerakan (mobilisasi). Sebagian responden (50%) dapat pergi ke toilet dan menyiram BAB dan BAK tanpa bantuan orang lain. Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian Muzahar Zaini (2010) tentang tingkat kemandirian lansia dalam memenuhi aktivitas kehidupan sehari-hari yang menyatakan bahwa sebanyak 68,6% lansia melakukan toileting dengan mandiri. Kuntjoro (2002) menyatakan bahwa lansia yang memiliki tingkat kemampuan perawatan diri yang mandiri sering menolak pertolongan atau bantuan dari orang lain. Lansia dengan tipe mandiri selalu mengandalkan dirinya sendiri agar dapat mengatasi kesulitan yang mereka alami dalam beraktivitas.

Sebagian besar responden dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti membersihkan diri seperti menggosok dan melap badan (58%), mandi (68%), dan berpakaian meliputi mengenakan pakaian atas dan pakaian bawah (60%) dengan


(54)

mandiri atau tanpa bantuan orang lain. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Muzahar Zaini (2010) tentang tingkat kemandirian lansia dalam memenuhi aktivitas kehidupan sehari-hari yang menyatakan bahwa sebanyak 68,6% lansia mandiri dalam mandi dan berpakain. Sedangkan dalam pemenuhan kebutuhan makan, sebagian responden memerlukan pertolongan orang lain (46%) dalam melakukannya. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Muzahar Zaini (2010) tentang tingkat kemandirian lansia dalam memenuhi aktivitas kehidupan sehari-hari yang menyatakan bahwa mayoritas lansia (80%) mandiri dalam memenuhi kebutuhan makan. Menurut Oswari (1985), lansia dapat beraktivitas secara maksimal tanpa pertolongan orang lain dan banyak lansia yang masih tetap sehat dan segar di hari tuanya sehingga mereka cenderung melakukan aktivitasnya dengan mandiri dan tidak tergantung orang lain. Terkadang lansia hanya mandiri dalam membersihkan diri, mandi dan berpakaian dan memerlukan pertolongan orang lain dalam makan. kondisi seperti ini mungkin terjadi seperti yang disebutkan dalam suatu penelitian mengenai indeks Katz pada aktivitas sehari-hari bahwa seorang lansia bisa mandiri membersihkan diri dan berpakaian, namun membutuhkan bantuan pada salah satu fungsi dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Sammy, 2008). Indeks Katz merupakan dasar untuk menetapkan serangkaian kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Namun kemampuan itu dapat hilang dan berubah menjadi ketidakmampuan (Watson, 2003).

Sebagian responden kadang-kadang tidak dapat mengontrol BAB (42%) dan tidak dapat mengontrol BAK (38%). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Muzahar Zaini (2010) tentang tingkat kemandirian lansia dalam memenuhi aktivitas kehidupan sehari-hari yang menyatakan bahwa sebagian besar lansia


(55)

(68,8%) mengalami inkontinensia. Insiden inkontinensia biasanya meningkat pada lansia. Diperkirakan prevalensi inkontinensia urin berkisar antara 15–30% usia lanjut di masyarakat dan 20-30% pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit mengalami inkontinensia urin, dan kemungkinan bertambah berat inkontinensia urinnya saat berumur 65-74 tahun (Drakeiron, 2008). Masalah inkontinensia meningkat dua kali lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria. Wanita yang melahirkan anak dengan otot dasar panggul yang lemah dapat menjadi penyebab inkontinensia. Pada laki-laki penyebab utamanya adalah pembesaran kelenjar prostat (Watson, 2003). Hal ini sesuai dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian bahwa sebagian besar responden adalah wanita. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa mayoritas lansia tidak mampu untuk naik turun tangga (54%). Hal ini terjadi karena menurunnya kondisi fisik lansia dan berkurangnya keseimbangan pada lansia sehingga tidak mampu untuk naik turun tangga (Watson, 2003).

Pada penelitian terdapat lansia dengan tingkat ketergantungan berat dan total. Hal yang sama didapatkan pada penelitian mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional Veteran (2010) tentang hubungan kegiatan fisik pada konsep diri lansia yang menyatakan bahwa sebanyak 30,9% lansia berada pada tingkat ketergantungan total dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Hal ini terjadi karena faktor fisik yang menyebabkan imobilitas misalnya karena adanya fraktur ekstremitas, nyeri pada pergerakan (arthritis), paralisis karena penyakit serebrovaskular, kelelahan yang ekstrim akibat penyakit kardiovaskular sehingga kaki tidak terpelihara secara adekuat. Seperti hasil penelitian Eriec Hendriko (2009) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian lansia dalam


(56)

melakukan aktivitas sehari-hari yang menyatakan bahwa status kesehatan mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap kemampuan lansia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Selain itu, imobilisasi dapat juga terjadi karena penyakit parkinson dengan gejala tremor dan ketidakmampuan untuk berjalan (Watson, 2003). Berdasarkan data statistik, lansia memerlukan bantuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari karena mereka kehilangan kemandirian baik secara fisik diantaranya karena adanya keterbatasan gerak maupun secara psikologis yaitu karena depresi atau kerusakan kognitif. Pada lansia, faktor-faktor fisik dan psikologis dapat menurunkan kemampuan untuk berespon pada stres dan dapat meningkatkan resiko hilangnya kemampuan fisiknya (Lueckenotte, 1997).

2.2. Konsep Diri

Hasil penelitian yang didapat tentang konsep diri lansia menunjukkan bahwa mayoritas responden (86%) memiliki konsep diri yang positif. Hal yang sama didapatkan pada penelitian mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional Veteran (2010) tentang hubungan kegiatan fisik pada konsep diri lansia yang menyatakan bahwa sebanyak 58,8% lansia memiliki konsep diri positif. Berdasarkan komponen konsep diri, didapatkan bahwa sebagian besar responden (66%) memiliki identitas diri yang baik. Responden masih mengetahui identitasnya dengan baik, yang dapat dilihat dari data demografi yang ditanyakan pada responden. Dari hasil jawaban responden tentang keadaannya saat ini dan kesadaran dirinya tentang keadaannya sekarang menunjukkan identitas diri yang baik pada responden. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kozier (2004) bahwa identitas diri seseorang biasanya berupa karakteristik yang membedakan


(57)

seseorang dengan yang lainnya yang meliputi nama, jenis kelamin, umur, ras, pekerjaan atau peran. Selain itu, Erikson (1963) dalam Pottter & Perry (2005) menyatakan bahwa identitas diri menunjukkan kesadaran akan suatu kepastian dan adanya pemisahan dari yang lainnya, perasaan diri seutuhnya dan pemeliharaan solidaritas dengan kelompok sosial yang ideal melalui keunikan individu. Identitas sangat berkaitan erat dengan penampilan dan kemampuan. Sebanyak 34% responden merasa kecewa dan menolak keadaannya yang tergantung pada orang lain serta merasa tidak puas sebagai lansia. Hal ini sesuai dengan pendapat Keliat (1998) bahwa seseorang yang menderita penyakit akan terganggu identitas dirinya sehingga perlu diberikan pendidikan kesehatan kepada penderita mengenai hal yang positif pada dirinya sehingga responden tidak mengingkari penyakit yang dideritanya.

Citra diri responden yang didapat dari hasil penelitian sebagian besar baik (88%). Responden masih percaya diri dengan penampilannya dan masih menyukai bagian tubuhnya meskipun telah berubah secara fisik dan tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Sebanyak 12% responden memiliki citra diri yang kurang dan tidak percaya diri serta tidak menyukai bagian tubuhnya yang mengalami perubahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Potter & Perry (2005) bahwa perubahan fisik yang terjadi pada lansia dapat merubah persepsi lansia terhadap tubuhnya. Tarwoto & Wartonah (2006) menyatakan bahwa citra diri akan tumbuh secara positif dan akurat bila kesadaran akan diri berdasar atas observasi mandiri dan perhatian yang sesuai akan kesehatan diri, termasuk persepsi saat ini dan masa lalu.


(58)

Harga diri responden pada penelitian menunjukkan bahwa 52% responden memiliki harga diri yang baik, hal ini berhubungan dengan pandangan realistik terhadap diri, menerima dan menyukai bagian tubuh akan memberi rasa aman sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri. Sebanyak 48% responden memiliki harga diri yang kurang. Sebagian responden mengalami penurunan harga diri yang ditandai dengan mengkritik diri sendiri, merasa malu dengan keadaaannya dan penyakit yang dideritanya. Hal ini mendukung pendapat Keliat (1998) bahwa seseorang dengan penyakit tertentu mengalami banyak perubahan fisik yang berdampak pada psikologis diantaranya penurunan harga diri melalui perilaku perasaan tidak mampu, rasa bersalah, dan mudah tersinggung.

Ideal diri, berdasarkan hasil penelitian ideal diri responden didapatkan sebanyak 98% responden memiliki ideal diri yang baik. Responden merasa optimis dengan keadaannya sekarang dan memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi lebih mandiri serta tetap sabar menghadapi keadaannya yang tergantung pada orang lain dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Hal ini mendukung pendapat Sunaryo (2004) bahwa ideal diri dipengaruhi oleh faktor keinginan untuk menghindari kegagalan, dan kuatnya keinginan untuk berhasil.

Peran diri berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 56% responden merasa perannya tidak terganggu meskipun memerlukan bantuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Sedangkan 44% rresponden merasa perannya terganggu dengan keterbatasannya melakukan aktivitas sehari-hari. Pada lansia banyak perubahan peran yang terjadi mulai dari perubahan peran dalam pekerjaan, peran dalam keluarga sebagainya. Hal ini mendukung pendapat


(59)

Tarwoto & Wartonah (2006) yang menyatakan bahwa peran individu akan tercapai bila memiliki kepribadian yang sehat serta mempercayai dan terbuka pada orang lain, juga membina hubungan interdependen.

2.3.Hubungan antara Tingkat Kemampuan Perawatan Diri Lansia dengan Perubahan Konsep Diri Lansia

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji hipotesa spearmen didapatkan hasil koefisien korelasi (r) antara tingkat kemampuan perawatan diri lansia dengan konsep diri lansia yaitu (r) 0,571 dengan tingkat signifikasi (p) 0,000 (p<0,05). Data ini menunjukkan bahwa hipotesa penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara tingkat kemampuan perawatan diri lansia dengan perubahan konsep diri lansia adalah diterima. Hal ini sejalan dengan Penelitian Firmannulah (2007) dengan judul penelitian Hubungan antara tingkat Depresi dengan Kemampuan Aktivitas Dasar Sehari-Hari pada Lansia yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan dengan interpretasi korelasi negatif antara tingkat depresi dengan kemampuan aktivitas sehari-hari pada lanjut usia.

Hasil penelitian ini mendukung pendapat Potter & Perry (2005) yang menyatakan bahwa ketidakmampuan lansia untuk memenuhi kebutuhan dirinya membuat lansia mempertanyakan tentang identitas mereka dan pencapaian mereka dan dapat mengakibatkan isolasi fisik dan emosional pada lansia. Jika hal tersebut terus terjadi tanpa adanya motivasi dan pendidikan kesehatan yang diberikan kepada lansia mengenai hal-hal positif yang ada pada dirinya akan dapat mempengaruhi persepsi lansia tentang dirinya dan menyebabkan konsep diri negatif pada lansia.


(60)

Hasil penelitian menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,571 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan searah antara tingkat perawatan diri lansia dengan perubahan konsep diri lansia serta memiliki kekuatan hubungan yang sedang. Hal ini mendukung pendapat Hidayat (2009) yang menyatakan bahwa ketidakmampuan lansia dalam melakukan aktivitas sehari-hari dapat menyebabkan perubahan konsep diri pada lansia. Semakin mandiri seorang lansia maka konsep dirinya akan semakin baik dan sebaliknya.


(1)

membersihkan_diri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid perlu pertolongan orang lain 21 42.0 42.0 42.0

mandiri 29 58.0 58.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

kontrol_bowel

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak terkontrol 9 18.0 18.0 18.0

kadang-kadang tidak terkontrol

21 42.0 42.0 60.0

terkontrol teratur 20 40.0 40.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

kontrol_bladder

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak terkontrol 19 38.0 38.0 38.0

kadang-kadang tidak terkontrol

16 32.0 32.0 70.0

terkontrol teratur 15 30.0 30.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

mandi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tergantung orang lain 16 32.0 32.0 32.0

mandiri 34 68.0 68.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

berpakaian

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tergantung orang lain 9 18.0 18.0 18.0

sebagian dibantu 11 22.0 22.0 40.0

mandiri 30 60.0 60.0 100.0


(2)

makan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tergantung orang lain 8 16.0 16.0 16.0

perlu pertolongan 23 46.0 46.0 62.0

mandiri 19 38.0 38.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

naik_turun_tangga

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak mampu 27 54.0 54.0 54.0

perlu pertolongan 9 18.0 18.0 72.0

mandiri 14 28.0 28.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

DATA KONSEP DIRI LANSIA

Statistics

identitas citra_diri harga_diri ideal_diri peran

N Valid 50 50 50 50 50

Missing 0 0 0 0 0

Mean 1.6600 1.8800 1.5200 1.9800 1.5600

Median 2.0000 2.0000 2.0000 2.0000 2.0000

Mode 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00

Std. Deviation .47852 .32826 .50467 .14142 .50143

Variance .229 .108 .255 .020 .251

Sum 83.00 94.00 76.00 99.00 78.00

Frequency table

identitas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kurang 17 34.0 34.0 34.0

baik 33 66.0 66.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

citra_diri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kurang 6 12.0 12.0 12.0

baik 44 88.0 88.0 100.0


(3)

harga_diri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kurang 24 48.0 48.0 48.0

baik 26 52.0 52.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

ideal_diri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kurang 1 2.0 2.0 2.0

baik 49 98.0 98.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

peran

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kurang 22 44.0 44.0 44.0

baik 28 56.0 56.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

KD

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid NEGATIF 7 14.0 14.0 14.0

POSITIF 43 86.0 86.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

UJI NORMALITAS

Descriptives

Statistic Std. Error

ADL Mean 3.0000 .20203

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 2.5940

Upper Bound 3.4060

5% Trimmed Mean 3.0000

Median 3.0000

Variance 2.041

Std. Deviation 1.42857

Minimum 1.00


(4)

Range 4.00

Interquartile Range 2.00

Skewness .000 .337

Kurtosis -1.310 .662

KONSEP_DIRI Mean 1.8600 .04957

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 1.7604

Upper Bound 1.9596

5% Trimmed Mean 1.9000

Median 2.0000

Variance .123

Std. Deviation .35051

Minimum 1.00

Maximum 2.00

Range 1.00

Interquartile Range .00

Skewness -2.140 .337

Kurtosis 2.684 .662

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

ADL .158 50 .003 .888 50 .000

KONSEP_DIRI .515 50 .000 .412 50 .000

a. Lilliefors Significance Correction

KORELASI SPEARMEN

Correlations

ADL KONSEP_DIRI Spearman's rho ADL Correlation Coefficient 1.000 .571**

Sig. (2-tailed) . .000

N 50 50

KONSEP_DIRI Correlation Coefficient .571** 1.000

Sig. (2-tailed) .000 .

N 50 50


(5)

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Febrina Angraini S

Tempat/Tanggal Lahir

: Padangsidimpuan/ 28 Januari 1989

Agama

: Islam

Alamat

: Jln. Jamin Ginting Gg. Golf No.4 A, Medan

Riwayat Pendidikan

:

1.

SDN 200119 Padangsidimpuan (1995-2001)

2.

SLTPN 4 Padangsidimpuan (2001-2004)

3.

SMAN 4 Padangsidimpuan (2004-2007)