Larutan Baku Na Latar Belakang

dan menyebabkannya sukar terlepas yang akan menyebabkan warna biru sulit hilang sehingga titik akhir tidak kelihatan tajam lagi, dan bahkan apabila Iod masih banyak sekali akan dapat menguraikan amilum dan hasil penguraian ini mengganggu perubahan warna pada titik akhir W.Hardjadi, 1985, 4 Kadang- kadang terdapat titik akhir yang sulit diamati bila larutan encer R.A.Day dan A.L.Underwood, 1992.

2.5. Larutan Baku Na

2 S 2 O 3 Larutan standar yang umumnya digunakan dalam titrasi iodometri adalah Natrium Tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia dalam bentuk pentahidratnya Na 2 S 2 O 3 .5H 2 O. Larutan ini bukanlah merupakan suatu larutan standar primer sehingga harus distandarisasi terlebih dahulu sebelum penggunaannya, dan larutan ini tidak stabil untuk waktu yang lama. Kestabilan larutan mudah dipengaruhi oleh pH rendah, sinar matahari, dan terutama adanya bakteri yang memanfaatkan Sulfur hingga terbentuk SO 3 2- , SO 4 2- dan belerang koloidal. Tiosulfat dapat terurai dalam larutan asam, membentuk belerang sebagai endapan seperti susu R.A.Day dan A.L.Underwood, 1992. S 2 O 3 2- + 2H + H 2 S 2 3 H 2 SO 3 + S P akan tetapi reaksinya lambat dan tidak akan terjadi apabila tiosulfat dititrasi dalam larutan asam dari iodium jika larutannya diaduk dengan baik, karena reaksi antara tiosulfat dengan iodium lebih cepat dari reaksi peruraian. I 2 + 2S 2 3 2- 2I - + S 4 O 6 2- Reaksi itu cepat dan berlangsung sampai lengkap dan tidak ada reaksi samping. Apabila pH larutan diatas 9, maka tiosulfat akan dioksidasi sebagian menjadi sulfat: 4I 2 + S 2 O 3 2- + 5H 2 O 8I - + 2SO 4 2- + 10H + Pada pembuatan larutan Natrium Tiosulfat air yang digunakan dididihkan terlebih dahulu untuk membuatnya bebas dari kuman dan seringkali ditambahkan kloroform, boraks, natrium karbonat sebagai pengawet. Beberapa larutan standar primer yang umumnya digunakan untuk standarisasi Natrium Tiosulfat yaitu Kalium Iodat, Kalium Bromat, Kalium Dikromat, Larutan iod standar, Serium IV Sulfat, Tembaga. BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Garam merupakan bahan tambahan pangan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Hampir seluruh makanan umumnya menggunakan garam sebagai penyedap pemberi cita rasa pada makanan, selain itu digunakan juga sebagai pengawet makanan serta banyak digunakan untuk bahan tambahan dalam industri pangan. Selain itu, karena harga garam konsumsi yang relatif murah dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat maka pemerintah memilih garam konsumsi sebagai sarana untuk memenuhi angka kecukupan Iodium setiap harinya, karena Iodium tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh. Iodium yang terdapat dalam garam tersebut merupakan salah satu dari mineral yang bersifat sensitif terhadap panas dan cahaya. Iodium yang terdapat dalam bahan makanan tidak 100 masuk ke dalam sistem pencernaan kita. Proses pengolahan bahan makanan yakni pemberian garam pada suhu tinggi apalagi sampai masakan mendidih akan mengurangi ketersediaan Iodium dari garam tersebut dan hilangnya Iodium selama pengolahan berbanding lurus dengan suhu dan waktu pengolahan. Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu yang digunakan untuk mengolah suatu bahan makanan, maka akan semakin tinggi jumlah Iodium yang hilang. Iodium merupakan mineral esensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh karena memainkan peranan penting pada sistem metabolisme manusia dan hewan yang jumlahnya sangat sedikit di dalam tubuh, yaitu kurang lebih 0,00004 dari berat badan atau 15-23 mg. Sekitar 75 terdapat di dalam kelenjar tiroid yang digunakan untuk mensintesis hormon tiroksin, tetraiodotironin T 4 , dan triiodotironin T 3 . Gangguan Akibat Kekurangan Iodium GAKI merupakan masalah kesehatan masyarakat yang telah mendunia karena berhubungan dengan perkembangan mental dan kecerdasan sehingga berdampak langsung dengan kualitas sumber daya manusia. Berdasarkan taksiran WHO dan UNICEF, sekitar satu juta penduduk di negara yang tengah berkembang berisiko mengalami kekurangan Iodium, semata karena kesalahan mereka memilih tempat bermukim di tanah yang tidak cukup mengandung Iodium. Dalam skala global, Gangguan Akibat Kekurangan Iodium GAKI telah menjadi masalah di lebih kurang 118 negara, yang mencederai 1572 orang. Sekitar 12 atau sekitar 655 juta orang menderita gondok, 11,2 juta mengalami kretin, dan 43 juta menderita gangguan mental dengan berbagai tingkatan. Sedangkan di Indonesia sendiri 1991 GAKI telah menyengsarakan lebih dari 14 juta penduduk, sekitar 750 orang menderita kretin, 10 juta mengalami gondok, dan 3,5 juta terjangkit gangguan bentuk lain. Survei pemetaan GAKI di Indonesia tahun 1998 menunjukkan peningkatan penderita gondok endemis sampai 20 juta, sementara penderita kretin membengkak hingga 290.000 orang Arisman, 2009. Menurut BPOM RI 2006 untuk mengatasi kurangnya asupan Iodium dalam makanan, pemerintah telah membuat progam penggunaan garam beriodium dengan menambahkan Kalium Iodat pada garam dapur dan disesuaikan dengan standar nasional Indonesia SNI Nomor 01-3556-2000 yakni mengandung Iodium sebanyak 30-80 ppm, tetapi kenyataannya masih banyak garam dapur yang beredar di masyarakat yang belum memenuhi standar. Dibandingkan dengan model penanggulangan GAKI yang lain, penggunaan garam beriodium memiliki biaya yang paling murah. Hal ini disebabkan garam merupakan kebutuhan sehari- hari, tidak ada pengolahan makanan yang tidak menggunakan garam Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat UI, 2007. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan Iodat dalam garam adalah kelembaban udara, waktu penyimpanan, jenis pengemas, adanya logam terutama besi, kandungan air, cahaya, keasaman, dan suhu. Penelitian yang telah dilakukan oleh Chauhan, S.A., S.A., Bhatt, A.M., Bhatt, M.P., Majeetha, K.M. 1992, menyimpulkan bahwa kehilangan iodium terbesar terjadi pada garam yang disimpan dalam kemasan plastik yang mempunyai sifat permeabilitas tinggi dari pada di dalam botol gelas, dan yang disimpan pada suhu 37 O C dan kelembaban dibawah 76. Selain itu juga kestabilan iodium akan dipengaruhi oleh jenis makanan, kandungan air dan suhu pemanasan pada saat pemasakan. Hilangnya kandungan iodium pada saat pemasakan ini berkisar antara 36,6 sampai 86,1. Namun penelitian ini belum menjelaskan berapa suhu pemasakan yang dilakukan sehingga menyebabkan banyaknya Iodium yang menghilang. Menurut Steven Shongwe 2007 bahwa pada penentuan spesi Iodium di dalam garam, metode titrimetri merupakan metode yang memiliki tingkat keakuratan, tingkat kesensitifan dan tingkat ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan tes uji kualitatif bahkan dengan metode spektrofotometri sinar tampak. Hal ini disebabkan karena pembentukan warna larutan yang kurang stabil dan memerlukan waktu tunggu. Agar pembentukan warna lebih cepat dan stabil perlu dilakukan pengadukan dan waktu pendiaman akan meningkatkan sensitifitas analisis. Atas dasar penjelasan diatas dan mengingat betapa pentingnya Iodium bagi kelangsungan hidup manusia maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “PENENTUAN KADAR IODIUM SERTA PENGARUH KENAIKAN SUHU TERHADAP KADAR IODIUM DI DALAM GARAM KONSUMSI YANG DIPEROLEH DARI PASAR KOTA MEDAN DENGAN MENGGUNAKAN TITRASI IODOMETRI”.

1.2. Permasalahan