2.3 Analisis Penentuan Iodium
2.3.1. Analisis Kimia
Analisis Kimia merupakan cara penetapan atau pengujian adanya suatu zat atau unsur di dalam suatu bahansampel. Disebut analisis kimia kualitatif, bila
pengujian itu bertujuan hanya untuk mengidentifikasi jenis zat atau konstituen dalam bahan itu, sedangkan disebut analisis kimia kuantitatif bila bertujuan untuk
menetapkan jumlah kuantitas dari zat atau konstituen dalam suatu bahan Mulyono HAM, 2006.
Faktor-faktor penting yang harus diperhitungkan dalam memilih suatu metode analisis yang tepat adalah :
a. sifat informasi yang dicari b. ukuran contoh yang tersedia dan proporsi penyusun yang ditetapkan
c. tujuan diperlukannya data analitis itu. Tehnik utama yang digunakan dalam analisis anorganik kuantitatif didasarkan
pada : a
penampilan kuantitatif reaksi-reaksi kimia yang cocok atau pengukuran banyaknya reagensia yang diperlukan untuk menyempurnakan reaksi atau
pemastian banyaknya hasil reaksi yang mungkin. b
pengukuran listrik yang sesuai. c
pengukuran sifat optis tertentu misalnya spektra serapan gabungan pengukuran optis atau listrik dan reaksi kimia kuantitatif J.Basset, 1994.
Prosedur analisa yang ideal sebaiknya memenuhi beberapa syarat yaitu : sahih, tepat, cermat, cepat, hemat, selamat, dapat diulang, khusus, andal dan mantap
Slamet Sudarmadji, 1989. Suatu hasil dari analisis kimia dikatakan akurat apabila hasil yang diperoleh sangat mendekati nilai sebenarnya dari suatu besaran
terukur, dan dikatakan teliti apabila terdapat kesesuaian diantara seperangkat hasil untuk satu kuantitas.
2.3.1.1. Titrimetri
Dalam analisis titrimetri, zat yang akan dianalisis dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan dari buret dalam bentuk larutan,
konsentrasi larutan yang tidak diketahui kemudian dihitung S.M.Khopkar, 2008. Tidak semua reaksi dapat digunakan sebagai reaksi titrasi. Untuk itu reaksi harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1.
Berlangsung sempurna, tunggal, dan menurut persamaan yang jelas dasar teoritis.
2. Cepat dan reversible dasar praktis. Bila tidak cepat, titrasi akan memakan
waktu terlalu banyak. Lebih-lebih menjelang titik akhir, reaksi akan semakin lambat karena konsentrasi titran mendekati nol kecepatan reaksi
sebanding dengan konsentrasi. Bila reaksi tidak reversible, penentuan titik akhir titrasi tidak tegas.
3. Ada penunjuk titik akhir titrasi indikator. Penunjuk itu dapat :
a Timbul dari reaksi itu sendiri, misalnya : titrasi campuran asam
oksalat dan asam sulfat oleh KMnO
4
, selama titrasi belum selesai titrat tidak berwarna, tetapi setelah titik akhir titrasi tercapai,
larutan berubah menjadi berwarna karena kelebihan setetes saja dari titran akan menyebabkan warna yang jelas.
b Berasal dari luar, dan dapat berupa suatu zat yang dimasukkan ke
dalam titrat. Zat itu disebut indikator dan menunjukkan titik akhir titrasi karena: a menyebabkan perubahan warna titrat.
b menimbulkan perubahan kekeruhan dalam titrat larutan jernih menjadi keruh atau sebaliknya.
4. Larutan baku yang direaksikan dengan analat harus mudah didapat dan
sederhana menggunakannya, juga harus stabil sehingga konsentrasinya tidak mudah berubah apabila disimpan W.Hardjadi, 1985.
Semua metode titrimetri tergantung pada larutan standar yang mengandung sejumlah reagen persatuan volume larutan dengan ketetapan yang tinggi. Reaksi
antara zat yang dipilih sebagai standar primer harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut :
- Harus mudah didapat dalam bentuk murni atau dalam keadaan kemurnian
yang diketahui. Pada umumnya jumlah semua zat pengotor tidak boleh melebihi 0,01 sampai 0,02 dan harus mungkin untuk mengujinya
terhadap kotoran dengan uji kualitatif yang kepekaannya diketahui. -
Zat harus mudah dikeringkan dan tidak boleh higroskopis sehingga tidak menarik air ketika ditimbang. Tidak boleh kehilangan berat sewaktu
terkena udara. Garam hidrat biasanya tidak digunakan sebagai standar primer.
- Standar primer sepatutnya mempunyai berat ekivalen yang tinggi untuk
dapat mengurangi akibat kesalahan dalam penimbangannya. -
Asam dan basanya, sebaliknya yang kuat yaitu terdisosiasi tinggi. Akan tetapi asam atau basa lemah dapat digunakan sebagai standar primer
tanpa kerugian yang besar, apabila larutan standar harus digunakan untuk analisis contoh asam atau basa lemah R.A.Day dan A.L.Underwood,
1992 Titrasi dapat digolongkan menjadi :
A. Titrasi berdasarkan reaksi-reaksi metatetik, yaitu reaksi pertukaran ion,
dalam reaksi ini tak terjadi perubahan keadaan oksidasi-reduksi tetapi hanya bergantung pada bersenyawanya ion-ion yang terlibat. Titrasi ini
dapat dibedakan menjadi : a
Titrasi asidimetri-alkalimetri, yaitu titrasi yang menyangkut asam atau basa. Pada titrasi ini perubahan terpenting yang mendasari
penentuan titik akhir dan cara perhitungan ialah perubahan pH titrat.
b Titrasi presipitasi, yaitu titrasi berdasarkan pembentukan endapan.
c Titrasi kompleksiometri, yaitu titrasi berdasarkan pembentukan
persenyawaan kompleks. B.
Titrasi berdasarkan reaksi redoks, yaitu titrasi yang melibatkan suatu perubahan keadaan oksidasi atau didasarkan pada perpindahan elektron,
disini terdapat unsur-unsur yang mengalami perubahan tingkat oksidasi.
2.3.1.2. Titrasi Redoks
Titrasi redoks dapat dibedakan berdasarkan cara pemakaiannya : 1.
Na
2
S
2 3
sebagai titran, dikenal juga sebagai titrasi tak langsung Iodometri
2. I
2
sebagai titran, dikenal sebagai titrasi langsung Iodimetri 3.
Suatu oksidator kuat sebagai titran, yang paling sering digunakan adalah: a KMnO
4
b K
2
Cr
2
O
7
c Ce IV 4. Suatu reduktor kuat sebagai titran.
Banyak pengerjaan titrasi redoks yang dilakukan dengan menggunakan indikator warna. Ada beberapa macam indikator yang dapat digunakan dalam titrasi redoks
yaitu : 1.
Suatu zat berwarna yang dapat bekerja sebagai indikator sendiri. Contoh : KMnO
4
2. Indikator spesifik yaitu suatu zat yang bereaksi dengan membentuk warna
yang khusus dengan salah satu pereaksi dalam suatu reaksi. contoh : Amilum, KSCN
3. Indikator luar atau uji noda, indikator ini digunakan apabila tidak ada
diperoleh indikator dalam. Contoh : ion feri sianida untuk meneliti adanya ion besi II dengan pembentukan warna biru turnbull diatas sebuah piring
noda diluar bejana titrasi. 4.
Potensial redoks dapat diikuti selama titrasi dan titik ekivalennya ditemukan dari perubahan yang besar dari potensial pada kurva titrasi.
contoh : pada titrasi potensiometri 5.
Suatu indikator yang sendirinya mengalami oksidasi-reduksi, zat demikian dapat ditunjuk sebagai suatu indikator indeks yang benar R.A.Day dan
A.L.Underwood, 1992. Biasanya dua jenis indikator digunakan untuk menentukan titik akhir
titrasi redoks, dimana indikator tersebut adalah indikator eksternal maupun indikator internal. Indikator redoks ini tidak terlalu banyak karena molekul
organik dapat mengalami perubahan yang lebih radikal dalam titrasi tersebut S.M.Khopkar, 2008.
2.3.1.3. Titrasi yang melibatkan Iodium
Titrasi yang melibatkan Iodium dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu: a Titrasi langsung iodimetri
Iodium merupakan oksidator yang relatif kuat dengan nilai potensial oksidasi sebesar +0,535 V. Dalam metode ini, analat dioksidasi oleh I
2
sehingga I
2
tereduksi menjadi ion Iodida. Iod I
2
merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat, sehingga hanya zat-zat yang merupakan reduktor yang cukup kuat dapat dititrasi,
salah satu penggunaan dari titrasi ini memanfaatkan kesanggupan ikatan rangkap zat organik untuk meng-addisi Iod, misalnya untuk penentuan bilangan Iod lemak
dan minyak. Deteksi titik akhir pada iodimetri ini dapat dilakukan dengan menggunakan indikator amilum yang akan menghasilkan warna biru pada titik
akhir titrasi Abdul Rohman, 2007. b Titrasi tidak langsung Iodometri
Analat harus berbentuk suatu oksidator yang cukup kuat, karena dalam metoda ini analat selalu direduksi dulu dengan KI sehingga terbentuk I
2
: Oks
analat
+ I
-
Red
analat
+ I
2
2S
2
O
3 =
+ I
2
S
4 6
=
+ 2I
-
W.Hardjadi, 1985 Reaksi S
2
O
3 =
dengan I
2
berlangsung baik dari segi kesempurnaannya, berdasarkan potensial redoks masing-masing :
S
4
O
6 =
+ 2e
-
2S
2
O
3 =
E = 0,08 volt
I
2
+ 2e
-
2I
-
E = 0,536 volt
Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena warna I
2
yang dititrasi itu akan lenyap bila titik akhir tercapai, warna itu mula-mula cokelat agak tua,
menjadi lebih muda, lalu kuning, kuning muda dan seterusnya sampai akhirnya lenyap. Namun lebih mudah dan lebih jelas bila ditambahkan amilum sebagai
indikator W.Hardjadi, 1985. Pada titrasi ini, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan Kalium Iodida berlebih yang akan membebaskan Iodium yang
selanjutnya akan dititrasi dengan larutan baku Natrium Tiosulfat. Banyaknya volume Natrium Tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan iodium
yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya sampel. Reaksi ini lambat dalam
larutan netral, tetapi lebih cepat dalam larutan asam dan dipercepat dengan adanya cahaya matahari. Setelah penambahan Kalium iodida pada larutan yang asam dari
suatu pereaksi oksidasi, larutan tidak boleh dibiarkan terlalu lama berhubungan dengan udara, karena iodium akan terbentuk oleh reaksi terdahulu. Kalium Iodida
yang digunakan harus bebas Iodat karena kedua zat ini bereaksi dalam suasana asam menghasilkan Iodium.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam titrasi Iodometri yang dapat bertindak sebagai sumber kesalahan titrasi adalah:
1. Kesalahan Oksigen, adanya Oksigen di udara dapat menyebabkan hasil titrasi tidak akurat terlalu tinggi, karena Oksigen dapat mengoksidasi ion Iodida
menjadi I
2
dan reaksi ini mengarah pada pH rendah. Selain hal itu reaksi ini dikatalisis oleh cahaya dan panas.
O
2
+ 4I
-
+ 4H
+
↔ 2I
2
+ 2H
2
O 2. Pada pH tinggi akan muncul bahaya lain, yaitu bereaksinya I
2
yang terbentuk dengan air hidrolisa dan hasil reaksinya bereaksi lanjut:
4 × {I
2
+ H
2
O ↔ HOI + I
-
+ H
+
} a
4 × HOI + S
2
O
3 =
+ H
2
O ↔ 2SO
4 =
+ 4I
-
+ 6H
+
b Tentu saja hal ini akan menyebabkan penggunaan Na
2
S
2 3
menurun. Konstanta kesetimbangan reaksi a lebih kecil, yaitu 10
-13
, namun pada pH tinggi kesetimbangan akan bergeser ke kanan sehingga pada pH sekitar 11,5 terjadi
kesalahan sampai 4. 3. Penambahan Amilum terlalu awal
Banyak reaksi analat dengan KI yang berjalan agak lambat, karena itu perlu ditunggu agar mencapai reaksi yang optimum sebelum dititrasi, tetapi tidak
disarankan untuk membiarkan larutan terlalu lama karena akan menyebabkan Iodium menguap. Iodium merupakan zat padat yang sukar larut dalam air, tetapi
mudah larut dalam larutan KI membentuk ion I
3 -
. Jadi KI yang ditambahkan selain mereduksi analat, juga melarutkan I
2
dari hasil reaksi, oleh karena itu KI ditambahkan berlebih W. Harjadi, 1985.
2.3.2. Analisis Instrumental