10 Bank Syariah BNI
11 Maybank Indonesia Syariah
3.7 Jenis Data
Dalam melaksanakan penelitian ini, data yang dipergunakan adalah data sekunder yang berupa rasio keuangan masing-masing perusahaan perbankan di
Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Laporan Keuangan Publikasi Tahunan yang diterbitkan oleh
Bank Umum Syariah dalam website resmi Bank Indonesia dan website resmi masing-masing bank syariah. Periode data menggunakan data Laporan Keuangan
Tahunan Bank Umum Syariah yang dipublikasikan selama tahun 2010 hingga 2014. Jangka waktu tersebut dirasa cukup untuk meliput perkembangan kinerja
bank karena menggunakan data time series. 3.8 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi dokumentasi dengan mengumpulkan data sekunder yang berupa laporan keuangan
yang diperoleh dari website Bank Umum Syariah
3.9 Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan analisis kuantitatif yang dinyatakan dengan angka-angka yang dalam
perhitungannya menggunakan metode statistik yang dibantu dengan program pengolah data statistik SPSS. Metode-metode yang digunakan yaitu :
3.9.1 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah suatu metode analisis yang dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang diperlukan, kemudian data-data tersebut
diklasifikasikan, dianalisis, dan diinterpretasikan secara objektif sehingga diperoleh gambaran yang jelas mengenai topik ataupun masalah yang diteliti.
3.9.2 Analisis Regresi Berganda
Metode analisis yang digunakan adalah model regresi linier berganda yang persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut:
Y = ∝+ b
1
X
1
+ b
2
X
2
+ b
3
X
3
+ ε
dimana: Y
= Return on Asset ROA Bank Umum Syariah ∝ = konstanta
X
1
= Capital Adequacy Ratio CAR X
2
= Non Performing Financing NPF X
3
= Financing to Deposit Ratio FDR b
1
, b
2
, b
3
= Koefisien regresi ε = error term
Nilai koefisien regresi disini sangat menentukan sebagai dasar analisis, mengingat penelitian ini bersifat fundamental method. Hal ini berarti jika
koefisien b bernilai positif + maka dapat dikatakan terjadi pengaruh searah antara variabel independen dengan variabel dependen, setiap kenaikan nilai
variabel independen akan mengakibatkan kenaikan variabel dependen. Demikian pula sebaliknya, bila koefisien nilai b bernilai negatif -, hal ini menunjukkan
adanya pengaruh negatif dimana kenaikan nilai variabel independen akan mengakibatkan penurunan nilai variabel dependen.
3.10 Pengujian Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik merupakan persyaratan statistik yang harus dipenuhi dalam analisis linier berganda yang berbasis Ordiny Least Square OLS.
Sebelum pengujian hipotesis dilakukan terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik ini yang meliputi uji normalitas, multikoliniearitas,
heteroskedastisitas, dan autokorelasi. 3.10.1 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk apakah dalam model regresi, dependen variabel dan independen variabel keduanya mempunyai distribusi normal atau
tidak. Menurut Suliyanto 2011:69 uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah nilai residual yang telah distandarisasi pada model regresi berdistribusi
normat atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal.
Pengujian normalitas menggunakan analisis grafik yang dilakukan menggunakan histogram dengan menggambarkan variabel dependen sebagai
sumbu vertikal sedangkan nilai residual terstandarisasi digambarkan sebagai sumbu horizontal. Cara lain untuk menguji normalitas dengan pendekatan garfik
adalah menggunakan Normal Probability Plot, yaitu dengan membandingkan distribusi kumulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari
distribusi normal. Adapun kriteria pengujian sebagai berikut :
a.Jika Asym. Sig 0,05 berarti seluruh data berdistribusi normal
b.Jika Asym. Sig 0,05berarti seluruh data berdistribusi tidak normal 3.10.2 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu ke pengamatan yang lain. Model
regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Metode yang dapat dipakai untuk mendeteksi gejala
heterokedasitas antara lain: metode grafik, Uji Park Glajser, Uji Rank Spearman, dan Barlett.
3.10.3 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah didalam sebuah model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan periode t-1 sebelumnya, autokorelasi ini timbul pada data yang bersifat time series. Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya
autokorelasi adalah dengan Uji Durbin – Watson DW test. Uji Durbin – Watson hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu first order autocor intercept
relation dan mensyaratkan adanya intercept konstanta dalam model regresi dan tidak ada variabel lagi diantara variabel independen. Hipotesis yang akan diuji
adalah: Ho : tidak ada autokorelasi r = 0
Ha : ada autokorelasi r ≠ 0
Pengambilan keputusan ada atau tidaknya autokorelasi ditunjukkan dalam Tabel 3.3 berikut:
Tabel 3.3 Pengambilan Keputusan Autokorelasi
Hipotesis nol Keputusan
Jika Tidak ada korelasi positif
Tolak 0 d dl
Tdk ada autokorelasi positif No decision
dl ≤ d ≤ du
Tdk ada korelasi negatif Tolak
4-dl d 4 Tidak ada korelasi negatif
No decision 4-du
≤ d ≤ 4 –dl Tidak ada autokorelasi positif
maupun negatif Tidak ditolak du d 4-du
Sumber: Ghozali 2006
3.10.4 Uji Multikolonieritas
Menurut Ghozali 2006 uji ini bertujuan menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Pada model regresi
yang baik seharusnya antar variabel independen tidak terjadi kolerasi. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikoloniearitas dalam model regresi adalah sebagai
berikut: a. Nilai
�
2
yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel bebas banyak yang tidak
signifikan mempengaruhi variabel terikat. b. Menganalisa matrik korelasi antar variabel bebas jika terdapat korelasi antar
variabel bebas yang cukup tinggi 0,9 hal ini merupakan indikasi adanya multikolonieritas
c. Dilihat dari nilai VIF dan Tolerance, Sebagai dasar acuannya dapat disimpulkan:
1. Jika nilai tolerance 0,10 dan nilai VIF 10, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model
regresi.
2. Jika nilai tolerance 0,10 dan nilai VIF 10, maka dapat disimpulkan bahwa ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.
3.11 Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan koefisiean determinasi, secara serempak Uji F dan secara parsial Uji t.
3.11.1 Uji F Uji Serempak
Uji statistik F bertujuan untuk mengetahui pengaruh semua variabel bebas yang terdapat di dalam model secara serempak terhadap variabel terikat. Hipotesis
ini dirumuskan sebagai berikut: 1. H
: b
1
= b
2
= b
3
= 0, Artinya secara serempak Capital Adequacy Ratio CAR, Non Performing Financing NPF, Financing to Deposit Ratio FDR,
berpengaruh tidak signifikan terhadap Return on Asset ROA pada Bank Umum Syariah di Indonesia.
2. H
1
: b
1
≠ b
2
≠ b
3
≠ 0, Artinya secara serempak Capital Adequacy Ratio CAR, Non Performing Financing NPF, Financing to Deposit Ratio FDR,
berpengaruh signifikan terhadap Return on Asset ROA pada Bank Umum Syariah di Indonesia.
Pada uji ini dilakukan uji satu sisi dengan tingkat sig nifikan α = 5 untuk
mendapatkan nilai F tabel. Kriteria pengambilan keputusannya sebagai berikut: a. Jika Fhitung
≤ Ftabel atau nilai signifikan α ≥ 0.05, maka H0 diterima. b. Jika Fhitung
≥ Ftabel atau nilai signifikan α ≤ 0.05, maka H1 diterima.
3.11.2 Uji t Uji Persial
Pengujian ini dilakukan untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dengan pengujian sebagai berikut:
1. H
: b
i
= 0, Artinya secara parsial Capital Adequacy Ratio CAR, Non Performing Financing NPF, Financing to Deposit Ratio FDR,
berpengaruh tidak signifikan terhadap Return on Asset ROA pada Bank Umum Syariah di Indonesia.
2. H
₁ : b
i
≠ 0, Artinya secara parsial, Capital Adequacy Ratio CAR, Non Performing Financing NPF, Financing to Deposit Ratio FDR,
berpengaruh signifikan terhadap Return on Asset ROA pada Bank Umum Syariah di Indonesia.
Selanjutnya pada penelitian ini nilai Fhitung akan dibandingkan dengan ttabel pada tingkat signifikan α= 5. Kriteria pengambilan keputusan pada uji-t ini
adalah sebagai berikut:
a. Bila ttabel
≤ thitung ≤ttabel, maka H diterima dan H
1
ditolak b.
Bila ttabel thitung ttabel, maka H
1
diterima dan H ditolak.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian 4.1.1. PT Bank Syariah Mandiri
Kehadiran BSM sejak tahun 1999, sesungguhnya merupakan hikmah sekaligus berkah pasca krisis ekonomi dan moneter 1997-1998. Sebagaimana
diketahui, krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, yang disusul dengan krisis multi-dimensi termasuk di panggung politik nasional, telah menimbulkan
beragam dampak negatif yang sangat hebat terhadap seluruh sendi kehidupan masyarakat, tidak terkecuali dunia usaha. Dalam kondisi tersebut, industri
perbankan nasional yang didominasi oleh bank-bank konvensional mengalami krisis luar biasa. Pemerintah akhirnya mengambil tindakan dengan
merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian bank-bank di Indonesia. Salah satu bank konvensional, PT Bank Susila Bakti BSB yang dimiliki
oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai YKP PT Bank Dagang Negara dan PT Mahkota Prestasi juga terkena dampak krisis. BSB berusaha keluar dari situasi
tersebut dengan melakukan upaya merger dengan beberapa bank lain serta mengundang investor asing.
Pada saat bersamaan, pemerintah melakukan penggabung- an merger empat bank Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim,
dan Bapindo menjadi satu bank baru bernama PT Bank Mandiri Persero pada tanggal 31 Juli 1999. Kebijakan penggabungan tersebut juga menempatkan dan
menetapkan PT Bank Mandiri Persero Tbk. sebagai pemilik mayoritas baru BSB.
Sebagai tindak lanjut dari keputusan merger, Bank Mandiri melakukan konsolidasi serta membentuk Tim Pengembangan Perbankan Syariah.
Pembentukan tim ini bertujuan untuk mengembangkan layanan perbankan syariah di kelompok perusahaan Bank Mandiri, sebagai respon atas diberlakukannya UU
No. 10 tahun 1998, yang memberi peluang bank umum untuk melayani transaksi syariah dual banking system.
Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah dikukuhkan oleh Gubernur Bank Indonesia melalui SK Gubernur BI No. 124 KEP.BI1999,
25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No. 11KEP.DGS 1999, BI menyetujui perubahan nama menjadi
PT Bank Syariah Mandiri. Menyusul pengukuhan dan pengakuan legal tersebut, PT Bank Syariah Mandiri secara resmi mulai beroperasi sejak Senin tanggal 25
Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999. PT Bank Syariah Mandiri hadir, tampil dan tumbuh sebagai bank yang
mampu memadukan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani, yang melandasi kegiatan operasionalnya. Harmoni antara idealisme usaha dan nilai-nilai rohani
inilah yang menjadi salah satu keunggulan Bank Syariah Mandiri dalam kiprahnya di perbankan Indonesia. BSM hadir untuk bersama membangun
Indonesia menuju Indonesia yang lebih baik.
4.1.2. PT Bank Muamalat Indonesia Tbk
PT Bank Muamalat Indonesia Tbk didirikan pada 24 Rabius Tsani 1412 H atau 1 Nopember 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia MUI dan
Pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada 27 Syawwal 1412 H atau 1 Mei 1992. Dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan Cendekiawan
Muslim se-Indonesia ICMI dan beberapa pengusaha Muslim, pendirian Bank Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen
pembelian saham Perseroan senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan akta
pendirian Perseroan. Selanjutnya, pada acara silaturahmi peringatan pendirian tersebut di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa
Barat yang turut menanam modal senilai Rp 106 miliar. Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank
Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai Bank Devisa. Pengakuan ini semakin memperkokoh posisi Perseroan sebagai bank syariah pertama dan
terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus dikembangkan.
Pada akhir tahun 90an, Indonesia dilanda krisis moneter yang memporakporandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor
perbankan nasional tergulung oleh kredit macet di segmen korporasi. Bank Muamalat pun terimbas dampak krisis. Di tahun 1998, rasio pembiayaan macet
NPF mencapai lebih dari 60. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp 105 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal
setor awal. Saat ini Bank Mumalat memberikan layanan bagi lebih dari 4,3 juta
nasabah melalui 457 gerai yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Jaringan BMI didukung pula oleh aliansi melalui lebih dari 4000 Kantor Pos OnlineSOPP
di seluruh Indonesia, 1996 ATM, serta 95.000 merchant debet. BMI saat ini juga merupakan satu-satunya bank syariah yang telah membuka cabang luar negeri,
yaitu di Kuala Lumpur, Malaysia. Untuk meningkatkan aksesibilitas nasabah di Malaysia, kerjasama dijalankan dengan jaringan Malaysia Electronic Payment
System MEPS sehingga layanan BMI dapat diakses di lebih dari 2000 ATM di
Malaysia. Selain itu Bank Muamalat memiliki produk shar-e gold dengan teknologi chip pertama di Indonesia yang dapat digunakan di 170 negara dan
bebas biaya diseluruh merchant berlogo visa. Sebagai Bank Pertama Murni Syariah, bank muamalat berkomitmen untuk menghadirkan layanan perbankan
yang tidak hanya comply terhadap syariah, namun juga kompetitif dan aksesibel bagi masyarakat hingga pelosok nusantara.
4.1.3. PT. Bank BNI Syariah
Pada tanggal tanggal 29 April 2000 didirikan Unit Usaha Syariah UUS BNI dengan 5 kantor cabang di Yogyakarta, Malang, Pekalongan, Jepara dan
Banjarmasin. Selanjutnya UUS BNI terus berkembang menjadi 28 Kantor Cabang dan 31 Kantor Cabang Pembantu.
Berdasarkan Keputusan Gubernur Bank Indonesia Nomor 1241KEP.GBI2010 tanggal 21 Mei 2010 mengenai pemberian izin usaha
kepada PT Bank BNI Syariah. Dan di dalam Corporate Plan UUS BNI tahun 2000 ditetapkan bahwa status UUS bersifat temporer dan akan dilakukan spin off tahun
2009. Rencana tersebut terlaksana pada tanggal 19 Juni 2010 dengan beroperasinya BNI Syariah sebagai Bank Umum Syariah BUS. Realisasi waktu
spin off bulan Juni 2010 tidak terlepas dari faktor eksternal berupa aspek regulasi yang kondusif yaitu dengan diterbitkannya UU No.19 tahun 2008 tentang Surat
Berharga Syariah Negara SBSN dan UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Disamping itu, komitmen Pemerintah terhadap pengembangan perbankan
syariah semakin kuat dan kesadaran terhadap keunggulan produk perbankan syariah juga semakin meningkat.
Juni 2014 jumlah cabang BNI Syariah mencapai 65 Kantor Cabang, 161 Kantor Cabang Pembantu, 17 Kantor Kas, 22 Mobil Layanan Gerak dan 20
Payment Point.
4.1.4. PT. Bank BRI Syariah
Berawal dari akuisisi PT. Bank Rakyat Indonesia Persero, Tbk., terhadap Bank Jasa Arta pada 19 Desember 2007 dan setelah mendapatkan izin dari Bank
Indonesia pada 16 Oktober 2008 melalui suratnya o.1067KEP.GBIDpG2008, maka pada tanggal 17 November 2008 PT. Bank BRI Syariah secara resmi
beroperasi. Kemudian PT. Bank BRI Syariah merubah kegiatan usaha yang semula beroperasional secara konvensional, kemudian diubah menjadi kegiatan
perbankan berdasarkan Aktivitas PT. Bank BRI Syariah semakin kokoh setelah pada 19 Desember
2008 ditandatangani akta pemisahan Unit Usaha Syariah PT. Bank Rakyat Indonesia Persero, Tbk., untuk melebur ke dalam PT. Bank BRI Syariah proses
spin off- yang berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2009. Penandatanganan dilakukan oleh Bapak Sofyan Basir selaku Direktur Utama PT. Bank Rakyat
Indonesia Persero, Tbk., dan Bapak Ventje Rahardjo selaku Direktur Utama PT. Bank BRI Syariah.
Saat ini PT. Bank BRI Syariah menjadi bank syariah ketiga terbesar berdasarkan aset. PT. Bank BRI Syariah tumbuh dengan pesat baik dari sisi aset,
jumlah pembiayaan dan perolehan dana pihak ketiga. Dengan berfokus pada segmen menengah bawah, PT. Bank BRI Syariah menargetkan menjadi bank ritel
modern terkemuka dengan berbagai ragam produk dan layanan perbankan.
4.1.5. PT. Bank Syariah Mega Indonesia
Berawal dari PT Bank Umum Tugu Bank Tugu. Bank umum yang didirikan pada 14 Juli 1990 tersebut diakuisisi CT Corpora dh Para Group
melalui Mega Corpora dh PT Para Global Investindo dan PT Para Rekan Investama pada 2001. Sejak awal, para pemegang saham memang ingin
mengonversi bank umum konvensional itu menjadi bank umum syariah. Keinginan tersebut terlaksana ketika Bank Indonesia mengizinkan Bank Tugu
dikonversi menjadi PT Bank Syariah Mega Indonesia BSMI pada 27 Juli 2004. Pengonversian tersebut dicatat dalam sejarah perbankan Indonesia sebagai upaya
pertama pengonversian bank umum konvensional menjadi bank umum syariah. Pada 25 Agustus 2004, BSMI resmi beroperasi. Hampir tiga tahun
kemudian, pada 7 November 2007, pemegang saham memutuskan perubahan bentuk logo BSMI ke bentuk logo bank umum konvensional yang menjadi sister
company-nya, yakni PT Bank Mega, Tbk., tetapi berbeda warna. Sejak 2 November 2010 sampai dengan sekarang, bank ini berganti nama menjadi PT
Bank Mega Syariah. Untuk mewujudkan visi “Bank Syariah Kebanggaan Bangsa”, CT Corpora
sebagai pemegang saham mayoritas memiliki komitmen dan tanggung jawab penuh untuk menjadikan Bank Mega Syariah sebagai bank umum syariah terbaik
di industri perbankan syariah nasional. Komitmen tersebut dibuktikan dengan terus memperkuat modal bank. Dengan demikian, Bank Mega Syariah akan
mampu memberikan pelayanan terbaik dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat dan kompetitif di industri perbankan nasional. Misalnya, pada
2010, sejalan dengan perkembangan bisnis, melalui rapat umum pemegang saham RUPS, pemegang saham meningkatkan modal dasar dari Rp400 miliar menjadi
Rp1,2 triliun dan modal disetor bertambah dari Rp150,060 miliar menjadi Rp318,864 miliar. Saat ini, modal disetor telah mencapai Rp769,814 miliar.
Sejak 16 Oktober 2008, Bank Mega Syariah telah menjadi bank devisa. Dengan status tersebut, bank ini dapat melakukan transaksi devisa dan terlibat
dalam perdagangan internasional. Artinya, status itu juga telah memperluas jangkauan bisnis bank ini, sehingga tidak hanya menjangkau ranah domestik,
tetapi juga ranah internasional. Strategi peluasan pasar dan status bank devisa itu akhirnya semakin memantapkan posisi Bank Mega Syariah sebagai salah satu
bank umum syariah terbaik di Indonesia. 4.1.6. PT. Bank Syariah Bukopin
PT Bank Syariah Bukopin selanjutnya disebut Perseroan sebagai bank yang beroperasi dengan prinsip syariah yang bermula masuknya konsorsium PT
Bank Bukopin, Tbk diakuisisinya PT Bank Persyarikatan Indonesia sebuah bank konvensional oleh PT Bank Bukopin, Tbk., proses akuisisi tersebut berlangsung
secara bertahap sejak 2005 hingga 2008, dimana PT Bank Persyarikatan Indonesia yang sebelumnya bernama PT Bank Swansarindo Internasional didirikan di
Samarinda, Kalimantan Timur berdasarkan Akta Nomor 102 tanggal 29 Juli 1990 merupakan bank umum yang memperolah Surat Keputusan Menteri Keuangan
nomor 1.659 KMK.0131990 tanggal 31 Desember 1990 tentang Pemberian Izin Peleburan Usaha 2 dua Bank Pasar dan Peningkatan Status Menjadi Bank
Umum dengan nama PT Bank Swansarindo Internasional yang memperoleh
kegiatan operasi berdasarkan surat Bank Indonesia BI nomor 241UPBDPBD2Smr tanggal 1 Mei 1991 tentang Pemberian Izin Usaha Bank
Umum dan Pemindahan Kantor Bank. Pada tahun 2001 sampai akhir 2002 proses akuisisi oleh Organisasi
Muhammadiyah dan sekaligus perubahan nama PT Bank Swansarindo Internasional menjadi PT Bank Persyarikatan Indonesia yang memperoleh
persetujuan dari BI nomor 54KEP. DGS2003 tanggal 24 Januari 2003 yang dituangkan ke dalam akta nomor 109 Tanggal 31 Januari 2003. Dalam
perkembangannya kemudian PT Bank Persyarikatan Indonesia melalui tambahan modal dan asistensi oleh PT Bank Bukopin, Tbk., maka pada tahun 2008 setelah
memperolah izin kegiatan usaha bank umum yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah melalui Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia nomor
1069KEP.GBIDpG2008 tanggal 27 Oktober 2008 tentang Pemberian Izin Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah, dan
Perubahan Nama PT Bank Persyarikatan Indonesia Menjadi PT Bank Syariah Bukopin dimana secara resmi mulai efektif beroperasi tanggal 9 Desember 2008,
kegiatan operasional Perseroan secara resmi dibuka oleh Bapak M. Jusuf Kalla, Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2004 -2009. Sampai dengan akhir
Desember 2014 Perseroan memiliki jaringan kantor yaitu 1 satu Kantor Pusat dan Operasional, 11 sebelas Kantor Cabang, 7 tujuh Kantor Cabang Pembantu,
4 empat Kantor Kas, 1 satu unit mobil kas keliling, dan 76 tujuh puluh enam Kantor Layanan Syariah, serta 27 dua puluh tujuh mesin ATM BSB dengan
jaringan Prima dan ATM Bank Bukopin.
4.1.7. PT. Bank BCA Syariah
Perkembangan perbankan syariah yang tumbuh cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan minat masyarakat mengenai ekonomi
syariah semakin bertambah. Untuk memenuhi kebutuhan nasabah akan layanan syariah, maka berdasarkan akta Akuisisi No. 72 tanggal 12 Juni 2009 yang dibuat
dihadapan Notaris Dr. Irawan Soerodjo, S.H., Msi,. PT.Bank Central Asia, Tbk BCA mengakuisisi PT Bank Utama Internasional Bank Bank UIB yang
nantinya menjadi PT. Bank BCA Syariah. Selanjutnya berdasarkan Akta Pernyataan Keputusan di Luar Rapat
Perseroan Terbatas PT Bank UIB No. 49 yang dibuat dihadapan Notaris Pudji Rezeki Irawati, S.H., tanggal 16 Desember 2009, tentang perubahan kegiatan
usaha dan perubahan nama dari PT Bank UIB menjadi PT Bank BCA Syariah. Akta perubahan tersebut telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik
Indonesia dalam Surat Keputusannya No. AHU-01929. AH.01.02 tanggal 14 Januari 2010. Pada tanggal yang sama telah dilakukan penjualan 1 lembar saham
ke BCA Finance, sehingga kepemilikan saham sebesar 99,9997 dimiliki oleh PT Bank Central Asia Tbk, dan 0,0003 dimiliki oleh PT BCA Finance.
Perubahan kegiatan usaha Bank dari bank konvensional menjadi bank umum syariah dikukuhkan oleh Gubernur Bank Indonesia melalui Keputusan
Gubernur BI No. 1213KEP.GBIDpG2010 tanggal 2 Maret 2010. Dengan memperoleh izin tersebut, pada tanggal 5 April 2010, BCA Syariah resmi
beroperasi sebagai bank umum syariah.
4.1.8. PT. Bank BJB Syariah
Pendirian bank bjb syariah diawali dengan pembentukan DivisiUnit Usaha Syariah oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk.
pada tanggal 20 Mei 2000, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Jawa Barat yang mulai tumbuh keinginannya untuk menggunakan jasa perbankan
syariah pada saat itu. Setelah 10 sepuluh tahun operasional DivisiUnit Usaha syariah,
manajemen PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. berpandangan bahwa untuk mempercepat pertumbuhan usaha syariah serta
mendukung program Bank Indonesia yang menghendaki peningkatan share perbankan syariah, maka dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham PT
Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. diputuskan untuk menjadikan DivisiUnit Usaha Syariah menjadi Bank Umum Syariah.
Pada tanggal 6 Mei 2010 bank bjb syariah memulai usahanya, setelah diperoleh Surat Ijin Usaha dari Bank Indonesia Nomor 12629DPbS tertanggal 30
April 2010, dengan terlebih dahulu dilaksanakan cut off dari DivisiUnit Usaha Syariah PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. yang
menjadi cikal bakal bank bjb syariah. Hingga saat ini bank bjb syariah berkedudukan dan berkantor pusat di
Kota Bandung, Jalan Braga No 135, dan telah memiliki 8 delapan kantor cabang, 44 empat puluh empat kantor cabang pembantu, 54 empat puluh enam
jaringan Anjungan Tunai Mandiri ATM yang tersebar di daerah Propinsi Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta dan 49.630 jaringan ATM Bersama. Pada tahun
2013 diharapkan bank bjb semakin memperluas jangkauan pelayanannya yang tersebar di daerah Propinsi Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta.
4.1.9. PT. Bank Maybank Syariah Indonesia
Sejak memulai kegiatan usaha sebagai bank syariah pada bulan Oktober 2010, PT Bank Maybank Syariah Indonesia Maybank Syariah telah
mengembangkan berbagai layanan dan solusi inovatif untuk memenuhi kebutuhan para nasabah sekaligus meraih peluang di pasar keuangan regional yang terus
berkembang. Kini, Maybank Syariah memposisikan diri sebagai lembaga intermediasi keuangan dan penghubung antara Malaysia dan Indonesia. Maybank
Syariah merupakan anak perusahaan Maybank Group, lembaga jasa keuangan terbesar Malaysia dengan total aset lebih dari USD 100 milyar serta salah satu
perusahaan dengan kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Saham Malaysia Beroperasi di jantung kawasan ASEAN, Maybank merupakan kelompok
bisnis jasa keuangan di Malaysia dengan jaringan internasional yang tersebar di 14 negara. Anak perusahaan Maybank di sektor perbankan syariah yaitu Maybank
Islamic Berhad adalah bank syariah komersial terbesar di kawasan Asia Pasifik dan termasuk Top 20 lembaga keuangan syariah di dunia
4.1.10. PT. Bank Panin Syariah Tbk
PT Bank Panin Syariah Tbk “Panin Bank Syariah”, berkedudukan di Jakarta dan berkantor pusat di Gedung Panin Life Center, Jl. Letjend S. Parman
Kav. 91, Jakarta Barat.
Sesuai dengan pasal 3 Anggaran Dasar Panin Bank Syariah, ruang lingkup kegiatan Panin Bank Syariah adalah menjalankan kegiatan usaha di
bidang perbankan dengan prinsip bagi hasil berdasarkan syariat Islam. Panin Bank Syariah mendapat ijin usaha dari Bank Indonesia berdasarkan Surat Keputusan
Gubernur Bank Indonesia No.1152KEP.GBIDpG2009 tanggal 6 Oktober 2009 sebagai bank umum berdasarkan prinsip syariah dan mulai beroperasi sebagai
Bank Umum Syariah pada tanggal 2 Desember 2009.
4.1.11. PT. Bank victoria Syariah
PT. Bank Victoria Syariah dh. PT. Bank Swaguna didirikan di kota Cirebon pada tahun 1966 dan mulai beroperasi tanggal 7 Januari 1967. Akuisisi
saham PT. Bank Swaguna sebesar 99,80 oleh PT. Bank Victoria International Tbk telah disetujui oleh Bank Indonesia pada tanggal 3 Agustus 2007.
September 2007 Bank telah meningkatkan modal disetor menjadi Rp 90 milyar dan pada Maret 2008 modal disetor Bank meningkat menjadi Rp 110
milyar. PT. Bank Victoria Syariah telah mendapatkan Izin Operasional sebagai Bank Syariah bedasarkan SK Gubernur Bank Indonesia
No.128KEP.GBIDpG2010 tanggal 10 Februari 2010. 1 April 2010 beroperasi secara penuh Sebagai Bank Umum Syariah BUS.
Saat ini Bank Victoria Syariah memiliki 1 satu Kantor Pusat, 8 delapan kantor Cabang dan 6 Enam kantor Cabang Pembantu yang tersebar di DKI,
Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Bali. 4.2 Hasil Penelitian
4.2.1. Statistik Deskriptif
Statistik Deskriptif adalah ilmu statistik yang mempelajari cara-cara pengumpulan, penyusunan dan penyajian data suatu penelitian. Tujuannya adalah
untuk memudahkan orang untuk membaca data serta memahami maksudnya. Berikut ini merupakan output SPSS versi 17, yang merupakan keseluruhan data
yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil olahan data SPSS dalam bentuk deskriptif statistik akan menampilkan karakteristik sampel yang digunakan
didalam penelitian ini meliputi: jumlah sampel N, rata-rata sampel mean, minimum dan maksimum serta standar deviasi σ untuk masing-masing variabel.
Deskripsi dalam penelitian ini meliputi 4 variabel, yaitu Capital Adequecy Ratio CAR, Non Performing Financing NPF Financing to Deposit Ratio FDR dan
Return on Asset ROA yang disajikan dalam Tabel 4.1. berikut:
Tabel 4.1 Deskriptif Variabel Penelitian Bank Umum Syariah di Indonesia
N Minimum Maximum
Mean Std.
Deviation CAR
55 10.60
76.40 26.7640 19.54147
NPF 55
.00 6.84
2.5836 1.78779
FDR 55
16.93 172.26 95.8898
28.84174 ROA
55 -1.87
4.48 1.3415
1.24647 Valid N
listwise 55
Sumber: Hasil Penelitian, 2016 Data Diolah Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa jumlah data yang dugunakan
dalam penelitian ini adalah sebanyak 55 sampel data yang diambil dari laporan keuangan publikasi tahunan Bank Umum Syariah periode 2010 hingga 2014.
a. Variabel CAR memiliki nilai minimum 10,60, nilai maksimum 76,40, rata-rata
CAR 26,764 dan standar deviasi sebesar 19,54147 dengan jumlah amatan sebanyak 55.
b. Variabel NPF memiliki nilai minimum 0, nilai maksimum 6,84, rata-rata NPF
2,5836 dan standar deviasi sebesar 1,78779 dengan jumlah amatan sebanyak 55.
c. Variabel FDR memiliki nilai minimum 16,93, nilai maksimum 172,26, rata -
rata FDR 95,8898 dan standar deviasi sebesar 28,84174 dengan jumlah amatan sebanyak 55.
d. Variabel ROA memiliki nilai minimum -1,87, nilai maksimum 4,48, rata-rata
ROA 1,3415 dan standar deviasi sebesar 1,24647 dengan jumlah amatan sebanyak 55.
Semakin besar nilai standar deviasi maka semakin besar kemungkinan nilai riil menyimpang dari yang diharapkan. Dalam kasus seperti ini, dimana nilai
mean masing-masing variabel lebih kecil dari pada standar deviasinya, biasanya didalam data terdapat outlier data yang terlalu ekstrim. Outlier adalah data yang
memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi- observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim. Data-data outlier
tersebut biasanya akan mengakibatkan tidak normalnya distribusi data. Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif terdapat diperoleh standar deviasi yang
jauh lebih kecil dari nilai rata-rata variabel, sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat data yang outlier.
4.2.2. Uji Asumsi Klasik 4.2.2.1. Uji Normalitas
Pengujian normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang digunakan telah terdistribusi secara normal. Salah satu metode untuk mengetahui
normalitas adalah dengan menggunakan model analisis grafik, baik dengan melihat grafik secara histogram ataupun dengan secara Normal Probability Plot.
Hasil uji normalitas dengan grafik histogram yang diolah dengan SPSS, secara normal probability plot dan dapat ditunjukkan sebagai berikut:
Sumber: Hasil Penelitian, 2016 Data Diolah
Gambar 4.1 Histogram
Hasil uji normalitas diatas memperlihatkan bahwa pada grafik histogram diatas distribusi data mengikuti kurva berbentuk lonceng yang tidak menceng
skewness kiri maupun menceng kanan atau dapat disimpulkan bahwa data tersebut normal.
Sumber: Hasil Penelitian, 2016 Data Diolah
Gambar 4.2 Normal P-P Plot
Hasil uji normalitas menggunakan probability plot, dimana terlihat bahwa titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal sehingga dapat disimpulkan bahwa
data dalam model regresi terdistribusi secara normal. Semua hasil pengujian melalui analisis grafik dan statistik di atas
menunjukkan hasil yang sama yaitu normal, dengan demikian telah terpenuhi
asumsi normalitas dan dapat dilakukan pengujian asumsi klasik berikutnya pada data yang telah disajikan.
Dalam penelitian ini juga dilakukan pengujian normalitas residual dengan menggunakan uji Kolmogrorov-Smirnov, yaitu dengan membandingkan distribusi
komulatif relative hasil observasi dengan distribusi komulatif relative teoritisnya. Jika probabilitas signifikansi nilai residual lebih dari 0,05 berarti residual
terdistribusi dengan normal, demikian pula sebaliknya. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,512 seperti yang ditunjukkan oleh Tabel
4.2 karena nilai signifikansi uji Kolmogorov-Smirnov di atas 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi secara normal.
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas
Unstandardized Residual N
55 Normal Parameters
a,,b
Mean .0000000
Std. Deviation
1.08007233 Most Extreme
Differences Absolute
.111 Positive
.108 Negative
-.111 Kolmogorov-Smirnov Z
.820 Asymp. Sig. 2-tailed
.512 Sumber: Hasil Penelitian, 2016 Data Diolah
4.2.2.2. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda akan disebut
heteroskedastisitas. Untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas antar variabel independen dapat dilihat dari grafik plot antara nilai prediksi terikatnya
independen dapat dilihat dari grafik plot antara nilai prediksi variabel ZPRED dengan residual SRESID. Heteroskedastisitas ini dapat dilihat dengan grafik
scatterplot dan Uji Glejser. Hasil dari uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada grafik scatterplot berikut ini:
Sumber: Hasil Penelitian, 2015 Data Diolah
Gambar 4.3 tabel
Berdasarkan Gambar 4.3, terlihat bahwa titik-titik tidak terlalu menyebar secara acak diatas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, serta sedikit menyempit
menumpuk. Hal ini mengindikasikan tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi sehingga model regresi layak dipakai untuk memprediksi ROA
berdasarkan masukan variabel independennya. Selain dengan grafik, hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada
statistik berikut ini:
Tabel 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Model Unstandardized
Coefficients Standardiz
ed Coefficien
ts t
Sig. B
Std. Error
Beta 1 Constant
.876 .455
1.924 .060
CAR .010
.007 .253
1.463 .150
NPF .030
.070 .071
.434 .666
FDR -.005
.004 -.180
-1.229 .225
Sumber: Hasil Penelitian, 2016 Data Diolah Berdasarkan hasil uji glejser, dapat dilihat bahwa pada Tabel 4.3
menunjukkan tidak satupun variabel independen yang signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen absolut. Hal ini terlihat dari probabilitas
signifikansinya di atas tingkat kepercayaan 5 0,05, sehingga dapat disimpulkan model regresi tidak mengarah pada heteroskedastisitas.
4.2.2.3. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi ini digunakan untuk menguji asumsi klasik regresi berkaitan dengan adanya autokorelasi. Model regresi yang baik adalah model
yang tidak mengandung autokorelasi. Pengujian ini menggunakan Uji Durbin- Watson DW test untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi. Hasil pengujian
Uji Durbin-Watson DW test dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini:
Tabel 4.4 Hasil Uji Durbin-Watson
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of
the Estimate Durbin-
Watson 1
.499
a
.249 .205
1.11139 2.016
Sumber: Hasil Penelitian, 2016 Data Diolah Hasil output SPSS menunjukkan nilai DW sebesar 2.016, nilai ini akan
dibandingkan dengan nilai tabel dengan menggunakan derajat kepercayaan 5, jumlah sampel n = 55 dan jumlah variabel bebas k = 3, maka di tabel Durbin-
Watson didapatkan nilai dL durbin-watson lowerbatas bawah = 1.452, nilai dU durbin-watson upperbatas atas = 1.681 dan
4 ̶ dU = 2.238. Pengambilan keputusannya adalah dU 0.972
˂ d 2.016 ˂ 4 ̶ dU 2.319, artinya tidak ada autokorelasi positif atau negatif. Dengan demikian, tidak terdapat adanya
autokorelasi pada model regresi. 4.2.2.4. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Uji yang dilakukan
untuk menguji multikolinearitas adalah dengan menghitung nilai VIF untuk masing-masing variabel independen. Suatu variabel menunjukkan gejala
multikolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF yang tinggi pada variabel-variabel bebas suatu model regresi. Jika dalam penelitian nilai VIF 10 maka ini
menunjukkan adanya gajala multikolinearitas dalam model regresi. Hasil dari uji multikolinearitas dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut ini :
Hasil Uji Multikolinieritas
Model Unstandardized
Coefficients Standardize
d Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std.
Error Beta
Toleranc e
VIF 1 Constan
t .085
.667 .127
.900 CAR
.007 .010
.115 .744
.460 .621 1.611
NPF -.135
.102 -.194
-1.320 .193
.685 1.460 FDR
.015 .006
.340 2.604
.012 .862 1.159
Sumber: Hasil Penelitian, 2016 Data Diolah Hasil uji multikolinearitas pada Tabel 4.5 menunjukkan bahwa keseluruhan
variabel mempunyai nilai VIF 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel tersebut tidak terjadi multikolinearitas.
Tolerance mengukur variabilitas variabel bebas yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Jadi, nilai tolerance yang rendah
sama dengan nilai VIF tinggi karena VIF = 1Tolerance. Hasil penelitian ini mengidikasikan bahwa tidak terjadi multikolinearitas di antara variabel
independen dalam penelitian.
Tabel 4.5
4.2.3. Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui arah hubungan antara variabel Capital Adequacy Ratio CAR, Non Performing Financing
NPF, Financing to Deposit Ratio FDR dan Return on Asset ROA pada Bank Badan Umum Syariah di Indonesia. Beberapa tahapan yang dilakukan untuk
mencari hubungan antara variabel independen dan variabel dependen, melalui pengaruh CAR X
1
, NPF X
2
, FDR X
3
terhadap ROA. Hasil regresi dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut :
Tabel 4.6 Hasil Analisis Regeresi
Model Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. B
Std. Error Beta
1 Constan
t .085
.667 .127
.900 CAR
.007 .010
.115 .744
.460 NPF
-.135 .102
-.194 -1.320
.193 FDR
.015 .006
.340 2.604
.012 Berdasarkan pengelolaan data pada Tabel 4.6 pada kolom Unstandardized
Coefficients bagian B, diperoleh model persamaan regresi berganda berikut: Y =
∝ - b
1
X
1
- b
2
X
2
+ b
3
X
3
+ �
Sehingga, persamaan regresinya menjadi sebagai berikut: ROA= 0,085 – 0,07 X
1
- 0,135X
2
+ 0,015X
3
+ �
Berdasarkan persamaan regresi linier berganda, berikut interpretasi dari model persamaan regresi diatas:
a. Nilai konstanta sebesar 0,085 artinya tanpa mempertimbangkan variabel independen, maka nilai Return on Assets ROA akan diperoleh sebesar
0,085. b. Koefisien CAR X
1
= 0,07, artinya setiap penambahan CAR sebesar 1, jika variabel lain dianggap konstan, maka akan menurunkan ROA sebesar 0,07.
c. Koefisien NPF X
2
= - 0,135 artinya setiap penambahan NPF sebesar 1, jika variabel lain dianggap konstan, maka akan meningkatkan ROA sebesar
0,135. e. Koefisien FDR X
3
= 0,015 artinya setiap penambahan FDR sebesar 1, jika variabel lain dianggap konstan, maka akan menurunkan ROA sebesar 0,015.
4.2.4. Pengujian Hipotesis 4.2.4.1. Uji F Uji Serempak
Kemudian untuk menguji Capital Adequecy Ratio CAR, Non Performing Financing NPF, Financing to Deposit Ratio FDR secara bersama-sama
serempak terhadap Return on Asset ROA, digunakan uji statistik F. Langkah-langkah melakukan uji F adalah sebagai berikut:
1. Merumuskan Formulasi Hipotesis H
: b
1
= b
2
= b
3
= 0 Artinya secara serempak Capital Adequecy Ratio CAR, Non Performing
Financing NPF, Financing to Deposit Ratio FDR berpengaruh signifikan terhadap Return on Assets ROA.
H
1
: b
1
= b
2
= b
3
≠ 0
Artinya secara serempak Capital Adequecy Ratio CAR, Non Performing Financing NPF, Financing to Deposit Ratio FDR berpengaruh tidak
signifikan terhadap Return on Assets ROA. 2. Merumuskan Kriteria Pengujian
Bila Fhitung Ftabel, maka H
1
diterima dan H ditolak
Bila Fhitung ≤ Ftabel, maka H
diterima dan H
1
ditolak 3. Analisis Data
Hasil uji statistik F dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut:
Tabel 4.7 Uji Statistik F Serempak
Model Sum of
Squares df
Mean Square F
Sig. 1
Regression 20.905
3 6.968
5.641 .002
a
Residual 62.994
51 1.235
Total 83.899
54 Sumber: Hasil Penelitian, 2016 Data Diolah
Berdasarkan Tabel 4.7, diperoleh nilai F
hitung
sebesar 5,641, lebih besar dari F
tabel
, yaitu 4,50 dengan tingkat signifikansi 0,02, jauh lebih kecil dari 0,05. Oleh karena itu, maka model regresi bisa dipakai untuk memprediksi ROA Return on
Assets dengan kata lain, variabel CAR, NPF, FDR berpengaruh signifikan terhadap ROA.
Secara Quick Look, bila nilai F lebih besar dari 4, maka Ho dapat ditolak pada derajat kepercayaan 5. Dengan kata lain H
1
diterima, yang menyatakan bahwa semua variabel independen yaitu CAR, NPF, FDR secara simultan dan
signifikan mempengaruhi variabel dependen yaitu ROA.
4.2.4.2. Uji t secara Parsial
Uji t dilakukan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen, yaitu Capital Adequecy Ratio CAR, Non Performing Financing
NPF, Financing to Deposit Ratio FDR secara parsial individual berpengaruh terhadap terhadap Return on Assets ROA. Uji t juga dilakukan untuk
mengetahui apakah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak menggunakan statistik t uji t. jika t
hitung
t
tabel
, maka H
1
ditolah dan H diterima, sedangkan
jika t
hitung
t
tabel
, maka H
1
diterima dan H ditolak. Jika tingkat signifikan
dibawah 0,05 maka H
1
diterima dan H ditolak. Secara parsial pengaruh dari
keenam variabel independen tersebut terhadap ROA ditunjukkan pada Tabel 4.8 berikut:
Tabel 4.8 Uji Statistik t
Model Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. B
Std. Error Beta
1 Constan
t .085
.667 .127
.900 CAR
.007 .010
.115 .744
.460 NPF
-.135 .102
-.194 -1.320
.193 FDR
.015 .006
.340 2.604
.012 Sumber : Hasil Penelitian, 2016 Data Diolah
Kesimpulan yang dapat diambil dari analisis tersebut adalah: a. Capital Adequecy Ratio X
1
terhadap Return on Asset Y menunjukkan sig. 0,460 α 0,05 dan t
hitung
adalah 0,744 dimana t
hitung
0,744 t
tabel
1,681, maka H
1
ditolak dan H diterima. Artinya terdapat pengaruh positif
tidak signifikan antara Capital Adequecy Ratio terhadap Return on Asset b. Non Performing Financing X
2
terhadap Return on Asset Y menunjukkan sig. 0,193 α 0,05 dan t
hitung
adalah -1,320 dimana t
hitung
-1,320 t
tabel
1,681, maka H
1
ditolak dan H diterima, artinya terdapat pengaruh
negatif yang tidak signifikan antara Non Performing Loan terhadap Return on Asset.
c. Financing to Deposit Ratio X
3
terhadap Return on Asset Y menunjukkan s
ig. 0,012 α 0,05 dan t
hitung
adalah 2,604 dimana t
hitung
2,604 t
tabel
1,681, maka H
1
diterima dan H ditolak. Artinya terdapat pengaruh
positif yang signifikan antara Financing to Deposit Ratio terhadap Return on Asset.
4.2.4.3. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Nilai R2 terletak antara 0 sampai
dengan 1 0 ≤ R
2
≤ 1. Tujuan menghitung koefisien determinasi adalah untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Dari hasil analisis
data diperoleh hasil yang ditunjukkan pada Tabel 4.9 sebagai berikut:
Sumber : Hasil Penelitian, 2016 Data Diolah
Tabel 4.9 Hasil Koefisien Determinasi
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of
the Estimate 1
.499
a
.249 .205
1.11139
Berdasarkan Tabel 4.9 dapat diketahui bahwa nilai adjusted R
2
adalah 0,205. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 20,5. Return on Asset Bank Umum
Syariah dipengaruhi oleh variasi dari ketiga variabel independen yang digunakan yaitu Capital Adequecy Ratio CAR, Non Performing Financing NPF,dan
Financing to Deposit Ratio FDR. Sedangkan sisanya sebesar 79,5 dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
4.3. Pembahasan 4.3.1. Pengaruh Capital Adequacy Ratio CAR terhadap Return on Asset
ROA
Hasil penelitian ini mengindikasikan peningkatan atau penurunan Capital Adequacy Ratio selama periode penelitian tidak mempengaruhi Return on Asset
secara signifikan. Tidak signifikannya CAR terhadap ROA, hal ini kemungkinan dikarenakan peraturan BI yang mengharuskan setiap bank untuk menjaga CAR
dengan ketentuan minimal 8, sehingga para pemilik bank menambah modal bank dengan menyediakan dana fresh money untuk mengantisipasi skala usaha
yang berupa ekspansi kredit atau pinjaman yang diberikan agar rasio kecukupan modal CAR bank dapat memenuhi ketentuan BI. Sehingga, banyak terdapat
dana yang mengendap idle fund yang secara umum tidak dapat menghasilkan keuntungan.
Hasil pengujian ini tidak mendukung hipotesis yang telah ditetapkan yang menyatakan bahwa CAR berpengaruh signifikan terhadap ROA. Jika nilai CAR
tinggi berarti bank tersebut mampu membiayai operasi bank dan menyerap
kerugian yang timbul dari kegiatan usahanya Rivai, et al., 2007:709. Dengan meningkatnya rasio ini, maka akan berpengaruh pada meningkatnya laba atau
profitabilitas ROA suatu bank, karena kerugian-kerugian yang ditanggung bank dapat diserap oleh modal yang dimiliki oleh bank tersebut. Namun, hasil
pengujian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pamularsih 2013 yang menyatakan bahwa CAR tidak berpengaruh terhadap ROA.
4.3.2. Pengaruh Non Performing Financing NPF terhadap Return on Asset
ROA
Hasil penelitian ini mengindikasikan peningkatan atau penurunan Non Performing Financing selama periode penelitian tidak mempengaruhi Return on
Asset secara signifikan. Hal ini mengindikasikan adanya kecenderungan bahwa meningkatnya NPF tidak memicu terjadinya penurunan ROA yang besar, karena
sebagian besar Bank Umum Syariah selama periode penelitian memiliki nilai NPF di bawah 5 sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia yang dikategorikan masih
cukup sehat. Berpengaruh negatifnya variabel NPF terhadap ROA menandakan bahwa semakin besar bank publik melakukan operasionalnya terutama dalam
pencairan kredit berarti bertambahnya resiko yang muncul yaitu non performing Financing NPF yang semakin besar. Artinya, jika jumlah piutang semakin
besar, maka kinerja bank publik akan semakin menurun. Penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian Mitasari 2013, hasil
penelitian tersebut menunjukkan NPF berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA. Hal ini sesuai dengan penelitian Mawardi 2005, hasil penelitian tersebut
menunjukkan NPF berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap ROA.
Hasibuan 2008:115 menyatakan bahwa semakin rendah NPF maka angka kedit macet juga akan semakin kecil, sehingga laba atau profitabilitas bank ROA
tersebut akan semakin meningkat.
4.3.3. Pengaruh Financing to Deposit Ratio FDR terhadap Return on Asset
ROA
Hasil penelitian ini mengindikasikan peningkatan atau penurunan Financing To Deposit Ratio selama periode penelitian mempengaruhi Return on
Asset secara signifikan. Semakin tinggi FDR, maka ROA akan meningkat, namun pada batas yang ditentukan yaitu 110. Dana Pihak Ketiga merupakan variabel
yang memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap penyaluran kredit. Hal ini dikarenakan DPK merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh
bank bisa mencapai 80-90 dari seluruh dana yang dikelola oleh bank. Disamping itu, penyaluran pembiayaan merupakan kegiatan utama yang
dilakukan bank dalam menghasilkan keuntungan. Hal ini berarti juga jika kemampuan bank dalam menyalurkan pembiayaan dari pihak ketiga kepada pihak
kreditur tinggi akan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan atau laba bank yang akhirnya berpengaruh terhadap ROA sehingga dapat dikatakan kinerja keuangan
bank publik tersebut meningkat. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi 2010 yang
menyatakan FDR berpengaruh positif signifikan terhadap ROA. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai FDR maka mengakibatkan semakin
tinggi ROA Bank Umum Syariah tersebut. Tingkat likuiditas suatu bank mempunyai pengaruh yang cukup signifikan terhadap besar kecilnya perolehan
laba bank Dendawijaya, 2005:121.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka disimpulkan sebagai berikut:
1. Secara serempak Capital Adequecy Ratio CAR, Non Performing Financing NPF, Financing to Deposit Ratio FDR, berpengaruh signifikan terhadap
Return on Asset ROA pada Bank Umum Syariah di Indonesia. 2. Secara parsial Variabel Capital Adequecy Ratio CAR berpengaruh positif dan
tidak signifikan terhadap Return on Asset ROA. Non Performing Financing NPF memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap ROA.
Sedangkan Financing to Deposit Ratio FDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap Return on Asset ROA.
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan, maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut :
1. Bank Umum Syariah di Indonesia harus lebih memperhatikan Capital Adequecy Ratio CAR, Non Performing Financing NPF dan Financing To
Deposit Ratio FDR karena memiliki pengaruh terhadap Return on Asset ROA.
2. Nasabah Bank Umum Syariah di Indonesia dapat menjadikan Capital Adequecy
Ratio CAR, Non Performing Financing NPF, Financing to Deposit Ratio FDR sebagai indikator dalam berinvestasi atau menabung, karena secara
serempak ketiga variabel berpengaruh signifikan terhadap Return on Asset ROA pada Bank Bank Umum Syariah di Indonesia.
3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti dengan variabel-variabel lain diluar variabel penelitian ini agar memperoleh hasil yang lebih bervariatif
yang dapat menggambarkan hal-hal apa saja yang dapat berpengaruh terhadap ROA dan memperpanjang periode untuk memperluas cakupan serta
menggunakan metode analisis yang berbeda.