2 Perumusan Masalah 2 Obat Antimalaria

1. 2 Perumusan Masalah

Malaria dapat menyebabkan kerugian dalam bidang kesehatan bahkan sampai terjadi kematian. Rendahnya kepatuhan minum obat antimalaria yang direkomen- dasikan program pengendalian atau obat malaria sering tidak dijumpai pada daerah- daerah yang endemik malaria menyebabkan masyarakat mencari pengobatan alternatif dengan menggunakan pengobatan tradisional memakai tanaman obat. Akar tanaman C. fenestratum sudah digunakan secara empiris untuk mengobati beberapa penyakit termasuk malaria, tetapi belum ada pembuktian ilmiah mengenai kegunaan tanaman ini dalam mengobati malaria.

1. 3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum : Mengetahui efektifitas ekstrak akar tanaman kayu kuning C. fenestratum pada mencit yang diinfeksi P. berghei. Tujuan khusus penelitian ini adalah : 1 Mengetahui efektifitas ekstrak etanol akar tanaman kayu kuning Coscinium fenestratum pada mencit yang diinfeksi P. berghei. 2 Mengetahui efektifitas ekstrak air akar tanaman kayu kuning Coscinium fenestratum pada mencit yang diinfeksi P. berghei. 3 Membandingkan efektifitas ekstrak etanol dan ekstrak air tanaman kayu kuning C. fenestratum berdasarkan angka parasitemia mencit yang diinfeksi P. berghei .

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memberi masukan kepada pengelola program dalam penggunaan tanaman lokal sebagai obat antimalaria. 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Malaria Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa darah dari genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina Zein 2005. Selain melalui gigitan nyamuk, malaria dapat ditularkan secara langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar darah positif, serta dari ibu hamil kepada bayinya. Ciri utama dari family Plasmodiidae adalah adanya dua siklus hidup yaitu siklus aseksual pada vertebrata yang berlangsung di hati dan di eritrosit, serta siklus seksual yang diawali pada vertebrata dan dilanjutkan pada nyamuk. Malaria merupakan penyakit infeksi yang serius bagi dunia. Pada tahun 1955, World Health Organization WHO mengkampanyekan program pemberantasan malaria ke seluruh dunia. Pada awalnya program ini berhasil dilaksanakan, sebanyak 42 negara ikut ambil bagian dalam program dan pada tahun 1960, 10 negara dinyatakan berhasil memberantas malaria. Akan tetapi, belakangan dilaporkan adanya strain nyamuk Anopheles yang resisten terhadap DDT Dichloro- Diphenyl-Trichloro-ethane mulai muncul, dan seiring dengan terbukanya jalur migrasi pada banyak negara, malaria dengan cepat menyebar. Pada tahun 1976, WHO menyatakan program pemberantasan malaria mengalami kegagalan.Saat ini, terdapat 300-500 juta orang menderita malaria di seluruh dunia, dengan angka kematian sebesar 3 juta jiwa.

2.1.1 Jenis dan Gejalanya

Plasmodium yang menginfeksi manusia pada awalnya dilaporkan hanya empat spesies yaitu Plasmodium falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale, namun belakangan ini dilaporkan bahwa P.knowlesi malaria pada primatan non manusia juga dapat menginfeksi manusia Laloo et al. 2007, Singh et al. 2004. Malaria tropika adalah malaria yang disebabkan oleh P. falciparum dan merupakan malaria yang paling ganas dan berbahaya. Bila tidak diobati malaria ini dapat menyebabkan kematian karena menyebabkan malaria berat atau komplikasi kepadatan parasit yang sangat tinggi, gagal ginjal dan malaria otak karena banyak eritrosit terinfeksi yang menyumbat kapiler otak. Gejala malaria otak adalah berkurangnya kesadaran dan serangan demam yang tidak menentu, adakalanya terus-menerus, dapat pula berkala dua hari sekali. Gejala klinis yang menonjol disertai pembesaran hati Prabowo 2008 dengan adanya penyakit kuning dan urin yang berwarna coklat tua atau hitam akibat hemolisa. Gejala lainnya adalah demam tinggi yang timbul mendadak, hemoglobinuria, hiperbilirubinaemia, muntah, dan gagal ginjal akut. Masa inkubasi untuk malaria tropika adalah 7-12 hari Tjay dan Rahardja 2000. Malaria tersiana adalah malaria yang disebabkan oleh P.vivax atau P.ovale. Gejalanya berupa demam berkala tiga hari sekali dengan puncak setelah setiap 48 jam Prabowo 2008. Gejala lainnya berupa nyeri kepala dan punggung, mual pembesaran limfa dan malaise umum. Malaria oleh P.ovale tidak bersifat mematikan meskipun tanpa pengobatan Tjay dan Rahardja 2000. Malaria kwartana adalah malaria yang disebabkan oleh P. malariae yang mengakibatkan demam berkala empat hari sekali dengan puncak demam setiap 72 jam. Gejala lainnya sama dengan malaria tertiana berupa nyeri kepala dan punggung, mual, pembesaran limfa, dan malaise umum Tjay dan Rahardja 2000.

2.1.2 Diagnosis

Diagnosa malaria yang cepat, tepat dan akurat merupakan bagian dari penatalaksanaan penyakit yang efektif yang jika dilaksanakan dengan baik akan menurunkan penggunaan obat antimalaria yang tidak perlu. Diagnosa malaria yang tepat sangat penting, terutama bagi kelompok pasien yang rentan terhadap serangan penyakit, misalnya anak-anak, yang mana penyakit malaria ini bisa berakibat fatal WHO 2009. Diagnosis penyakit malaria berdasarkan pada diagnosa klinik disertai adanya riwayat perjalanan dari daerah endemis. Diagnosa klinis yang ditegakan harus didukung dengan pemeriksaan laboratorium. Sampai saat ini, pemeriksaan mikroskopis dari sediaan darah dengan pewarnaan Giemsa masih merupakan standart emas. Pemeriksaan dengan alat rapid diagnostic test RDT hanya dilakukan pada saat terjadi kejadian luar biasa KLB, atau di daerah terpencil yang tidak ada fasilitas laboratorium. Pemeriksaan molekuler dengan teknik polymerase chain reaction PCR hanya dapat dilakukan di laboratorium dengan teknologi yang lebih tinggi Depkes 2009.

2.1.3 Penyebaran

Penyebaran malaria terjadi pada ketinggian yang sangat bervariasi yaitu dari 400 meter di bawah permukaan laut, seperti di Laut Mati dan Kenya, sampai 2600 meter di atas permukaan laut, seperti di Cochabamba, Bolivia Pribadi dan Sungkar 1994. Penyakit malaria merupakan penyakit yang endemis di Indonesia. Penyakit ini sering dikaitkan dengan perubahan iklim. Dengan adanya pemanasan global, nyamuk yang menjadi vektor tersebut mampu untuk berkembang biak di daerah yang sebelumnya dianggap terlalu dingin untuk perkembangbiakan yaitu isotherm 16° lintang utara dan lintang selatan dan pada ketinggian kurang dari 1000 m Wijayanti et al. 2008.

2.1.4 Penularan dan Pencegahan

Penularan malaria dapat terjadi melalui beberapa cara yaitu, secara alami melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang mengandung sporozoit, secara non- alami induced melalui transfusi darah atau penggunaan jarum suntik yang tidak steril serta dapat ditularkan oleh ibu hamil kepada janinnya Prabowo 2008. Nyamuk Anopheles betina biasanya menggigit manusia pada malam hri atau mulai senja sampai subuh. Jarak terbang nyamuk ini hanya sekitar 300-500 m dari tempat perindukannya. Jangka waktu yang dibutukan untuk pertumbuhan sejak telur sampai menjadi nyamuk dewasa bervariasi antara 2-5 minggu, tergantung spesies, makanan yang tersedia dan suhu udara Anies 2006. Pencegahan malaria dapat dilakukan melalui berbagai cara, diantaranya : pengobatan tuntas penderita agar tidak relaps atau resistensi parasit terhadap obat antimalaria yang diberikan; pemberantasan nyamuk sebagai vektor; perlindungan orang yang rentan dengan penggunaan kelambu; menghindari dari gigitan nyamuk serta vaksinasi Pribadi dan Sungkar 1994.

2.1.5 Siklus Hidup

1 Siklus aseksual Siklus aseksual dari malaria dimulai dari masuknya sporozoit infeksius dari kelenjar ludah nyamuk Anopheles betina kedalam darah manusia. Dalam waktu tiga puluh menit sporozoit tersebut akan memasuki sel-sel parenkim hati dan dimulai stadium eksoeritrositik pada daur hidupnya. Di dalam sel hati sporozoit berkembang menjadi trofozoit dan kemudian menjadi skizon yang menghasilkan banyak merozoit. Sel hati yang mengandung skizon matang akan pecah dan merozoit keluar ke peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah, walaupun ada sebagian yang difagosit. Perkembangan mulai dari masuknya sporozoit ke dalam sel hati sampai dengan keluarnya merozoit dari sel hati disebut stadium preeritrositik atau eksoeritrositik. Siklus eritrositik dimulai saat merozoit memasuki sel darah merah sampai merozoit keluar dan menyerang sel darah merah lainnya.Parasit tampak sebagai kromatin kecil, dikelilingi oleh sitoplasma yang membesar, bentuk tidak teratur dan mulai membentuk trofozoit, trofozoit berkembang menjadi skizon muda, kemudian berkembang menjadi skizon matang dan membelah banyak menghasilkan merozoit.Dengan selesainya pembelahan tersebut sel darah merah pecah dan merozoit, pigmen dan sisa sel keluar dan memasuki plasma darah. Parasit memasuki sel darah merah lainnya untuk mengulangi siklus skizogoni. Beberapa merozoit memasuki eritrosit dan membentuk skizon dan lainnya membentuk gametosit yaitu bentuk seksual Pribadi dan Sungkar 1994. 2 Siklus seksual Siklus seksual Plasmodium terjadi dalam tubuh nyamuk. Gametosit yang terhisap pada saat nyamuk menghisap darah tidak dicerna oleh enzim yang ada di dalam lambung nyamuk. Pada makrogamet jantan kromatin membagi menjadi 6-8 inti yang bergerak ke pinggir parasit. Di pinggir ini beberapa filamen dibentuk seperti cambuk dan bergerak aktif disebut mikrogamet. Pembuahan terjadi karena masuknya mikrogamet ke dalam makrogamet untuk membentuk zigot. Zigot berubah bentuk seperti cacing pendek disebut ookinet yang dapat menembus lapisan epitel dan membran basal dinding lambung. Di tempat ini ookinet membesar dan disebut ookista. Di dalam ookista dibentuk ribuan sporozoit dan beberapa sporozoit menembus kelenjar nyamuk dan bila nyamuk menggigit manusia maka sporozoit masuk ke dalam darah dan mulailah siklus pre eritrositik Zein, 2005. Siklus hidup Plasmodium ditunjukkan pada Gambar 1. Gambar 1 Siklus hidup Plasmodium sumber :http:www.cdc.gov

2.1.6 Plasmodium berghei

Plasmodium berghei adalah protozoa yang menyebabkan penyakit malaria pada rodensia. Penelitian berbagai aspek imunologis malaria banyak menggunakan P. berghei dan mencit sebagai induk semangnya karena dengan model ini ada kemungkinan dilakukan manipulasi pada induk semangnya sehingga dapat dipelajari perubahan imunologis yang terjadi selama infeksi malaria Wijayanti et al. 2008. P. berghei merupakan salah satu parasit malaria yang menginfeksi mamalia selain manusia. Parasit ini analog dengan parasit malaria pada manusia pada hampir semua aspek penting seperti struktur, fisiologi dan siklus hidupnya Carter dan Diggs 1977 Klasifikasi dari parasit P. berghei adalah sebagai berikut: Domain : Eukaryota Phylum : Apicomplexa Class : Aconoidasida Order : Haemospororida Family : Plasmodiidae Genus : Plasmodium Species : Plasmodium berghei Levine 1988. Secara umum daur hidup P. berghei sama dengan daur hidup malaria pada manusia. Siklus perkembangan P. berghei sangat cepat dengan fase aseksual selama 18 - 24 jam Jones Edmundson 1989 dan Bourne Danielli 1986 . Dalam tubuh inang vertebrata siklus bermula pada saat sporozoit dari nyamuk terinfeksi memasuki peredaran darah dan menyerang sel parenkima hati. Dalam sel hepatosit, sporozoit berkembang menjadi trofozoit yang kemudian menjadi skizon matang yang menghasilkan merozoit. Pecahnya skizon hepatosit membebaskan beribu-ribu merozoit yang kemudian akan masuk ke dalam aliran darah dan mulai perkembangan merozoit menjadi trofozoit dan seterusnya menjadi skizon yang berlangsung di dalam sel eritrosit Phillips 1983.

2. 2 Obat Antimalaria

Senyawa antimalaria tertua dilaporkan pada tahun 1820 untuk mengobati demam malaria adalah kulit pohon kina Cinchona succirubra dan alkaloid yang dikandungnya. Senyawa lain yang berkhasiat sebagai antimalaria yang didapat dari tanaman Artemisia annua yang berasal dari China dan dikenal sebagai qinghaosu Tjay dan Rahardja 2000. Sejak tahun 1638 malaria telah diatasi dengan getah dari batang pohon cinchona ,yang lebih dikenal dengan nama kina, yang sebenarnya beracun tetapi dapat menekan pertumbuhan protozoa dalam jaringan darah. Pada tahun 1930, ahli obat-obatan Jerman berhasil menemukan atabrin quinacrine hydrocloride yang pada saat itu lebih efektif daripada kinin dan toksisitasnya lebih ringan.Sejak akhir perang dunia kedua, klorokuin dianggap lebih mampu menangkal dan menyembuhkan demam hutan secara total, juga lebih efektif dalam menekan jenis- jenis malaria dibandingkan dengan atabrin atau kinin. Obat tersebut juga mengandung kadar racun paling rendah dibandingkan obat-obat lain yang terdahulu dan terbukti efektif tanpa perlu digunakan secara terus menerus. Namun baru-baru ini strain P. falciparum, yang menyebabkan malaria tropika memperlihatkan adanya resistensi terhadap klorokuin serta obat anti malaria sintetik lain. Strain jenis ini ditemukan terutama di Indonesia, Vietnam, Thailand dan juga di semenanjung Malaysia, Afrika dan Amerika Selatan. Kina juga semakin kurang efektif terhadap strain P. falciparum. Seiring dengan munculnya strain parasit yang kebal terhadap obat-obatan tersebut, serta fakta bahwa jenis nyamuk pembawa Anopheles telah memiliki daya tahan terhadap insektisida seperti DDT telah mengakibatkan peningkatan jumlah kasus penyakit malaria di berbagai negara tropis. Sebagai akibatnya, kasus penyakit malaria mengalami peningkatan pada para turis Amerika dan Eropa Barat yang berkunjung ke Asia, Afrika dan Amerika Tengah dan juga di antara para pengungsi dari daerah itu sendiri WHO 2009. Sampai tahun 2003, obat antimalaria yang tersedia di Indonesia terbatas pada klorokuin, pirimetamin-sulfadoksin, kina dan primaquin Tjitra 2000. Antibiotika yang bersifat antimalaria adalah tetrasiklin, doksisiklin, klindamisin, kloramfenikol, sulfametoksazol-trimetropim dan kuinolon. Obat-obat ini pada umumnya bersifat skizontosida darah untuk P. falciparum, kerjanya sangat lambat dan kurang efektif. Oleh sebab itu, obat ini digunakan bersama obat antimalaria lain yang kerjanya cepat dan menghasilkan efek potensiasi yaitu misalnya dengan kina Tjitra 2000. Beberapa senyawa metabolit sekunder dari tanaman telah terbukti bermanfaat sebagai antimalaria. Senyawa-senyawa ini dapat digolongkan dalam tujuh golongan besar yaitu, alkaloid, quassinoid, sesquiterpen, triterpenoid, flavonoid, quinon dan senyawaan miscellaneous Saxena et al 2003. Lebih dari 100 jenis alkaloid dari berbagai macam tanaman telah diketahui memiliki aktivitas antimalaria. Alstonine, villalstonine dan makrocarpamine merupakan senyawa metabolit sekunder dari tanaman pule Alstonia scholaris Linn. yang memiliki aktivitas antimalaria Arulmozhi et al. 2007. 2. 2. 1 Jenis Obat Antimalaria