2 Hasil Ekstraksi 3 Hasil Analisis Fitokima 4 Hasil Uji Aktivitas Antimalaria

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Identifikasi Tanaman Identifikasideterminasi dari bagian-bagian batang, daun, buah yang dilakukan oleh Bidang Botani, Puslit Biologi LIPI menyatakan tanaman ini memiliki nama ilmiah Coscinium fenestratum Colebr. Tanaman ini masuk dalam suku Menispermaceae yang merupakan golongan tanaman sebagai sumber isoquinoline alkaloid Shamma 1972 dengan ciri tumbuh merambat dan membentuk kelompok-kelompok pada beberapa pohon rambatan atau tumbuhan lainnya, sehingga sulit untuk dibedakan antara individu satu dengan lainnya. Batang tumbuhan ini licin dengan warna abu- abu dan diameter terbesar yang ditemukan adalah kurang lebih 4,6 cm. Kulit bagian dalam berwarna kuning. Memiliki daun yang peltate berwarna abu-abu di bagian bawah dan tidak berbulu. Anakan kayu kuning juga tumbuh mengelompok Noorhidayah et al. 2008.

4. 2 Hasil Ekstraksi

Hasil maserasi akar tanaman C. fenestratum seberat 1 kg setelah dikeringkan diperoleh sebagai rendemen, yaitu perbandingan berat ekstrak yang diperoleh dengan berat simplisia awal. Rendemen ekstrak air sebesar 10,90, dengan berat ekstrak sebanyak 109 gram, sedangkan ekstrak etanol memiliki rendemen 9,8 dengan berat ekstrak 98 gram. Tabel 1 Hasil ekstraksi akar tanaman kayu kuning Ekstrak Berat sampel kering Berat ekstrak total Etanol 1000 gr 98 gr Air 1000 gr 109 gr

4. 3 Hasil Analisis Fitokima

Ekstrak akar tanaman C. fenestratum selanjutnya dianalisis fitokimia untuk mengetahui kandungannya. Hasil yang ditunjukkan pada Tabel 2 yaitu adanya kandungan alkaloid yang tinggi dari kedua jenis ekstrak. Tabel 2 Hasil analisis fitokimia ekstrak akar C. fenestratum JENIS UJI Hasil ekstrak etanol Hasil ekstrak air 1. Alkaloid ++++ ++++ 2. Flavonoid ++++ ++ 3. Phenol hidroquinon ++++ ++ 4. Steroid - - 5. Triterpenoid ++ +++ 6. Tanin - - 7. Saponin + - Senyawa lain yang terkandung dalam akar C. fenestratum adalah dari golongan flavonoid, dengan jumlah lebih tinggi pada ekstrak etanol, phenol hidroquinon juga dideteksi lebih banyak di ekstrak etanol, triterpenoid lebih kuat pada ekstrak air, dan saponin terdeteksi hanya di ekstrak etanol. Menurut Rojsanga et al. 2010, berberine merupakan senyawa isokuinolin alkaloid banyak terkandung pada tanaman C. fenestratum. Senyawa ini memiliki aktifitas biokimia dan farmakologi yang cukup luas, termasuk antidiare dan antitumor. Sebagai antimalaria dengan gejala spesifik antara lain adalah diare maka sangat dimungkinkan senyawa ini yang bekerja.

4. 4 Hasil Uji Aktivitas Antimalaria

Pemberian ekstrak C. fenestratum pada kelompok E1 ekstrak etanol dosis 0,625 mg25 gr BB mencit dan E2 ekstrak etanol dosis 1,25 mg25 gr BB mencit yang ditunjukkan pada Tabel 3 tidak memberikan pengaruh yang berarti pada pertumbuhan Plasmodium. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh dosis pemberian yang rendah sehingga tidak cukup kuat untuk membunuh Plasmodium yang ada. Pada kelompok E3 ekstrak etanol dosis 3,75 mg25 gr BB mencit setelah pemberian perlakuan terjadi penurunan jumlah parasit pada hari ke tujuh. Hal ini dibuktikan dengan uji ANOVA yang menunjukan adanya pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan Plasmodium, dan pada pengujian lanjut didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok E3 dengan kelompok E1. Tabel 3 Rerata persentase parasitemia mencit berdasarkan pemberian bahan uji ekstrak C. fenestratum dan lamanya pengamatan. Pengamatan Hari ke Persentase parasitemia mencit pada kelompok E1 E2 E3 A1 A2 A3 K+ K- 7.768 7.486 a 6.789 abc 6.478 bc 10.86 ab 8.194 bc 7.53 bc 7.79 c 1 abc 15.88 14.43 a 13.9 abc 8.732 bc 7.355 ab 13.49 bc 12.7 bc 17.8 c 2 abc 21.47 10.92 a 12.83 abc 16.64 bc 12.36 ab 12.61 bc 9.46 bc 11.4 c 3 abc 22.58 10.37 a 16.7 abc 16.64 bc 14.83 ab 12.31 bc 8.26 bc 10 c 4 abc 22.68 21.65 a 16.76 abc 23.18 bc 17.09 ab 13.67 bc 5.25 bc 13.7 c 7 abc 16.38 9.928 a 5.281 abc 23.83 bc - ab 9.77 9.41 bc 15 c abc Keterangan : E1: ekstrak etanol dosis 0.625 mg 25 grBB mencit; E2 : ekstrak etanol dosis 1.25 mg 25 grBB mencit; E3 : ekstrak etanol dosis 3.75 mg 25 grBB mencit. A1 : ekstrak air dosis 0.625 mg 25 grBB mencit; A2 : ekstrak air dosis 1.25 mg 25 grBB mencit dan A3 : ekstrak air dosis 3.75 mg 25 grBB mencit. K+ adalah kontrol dengan pemberian klorokuin dan K- adalah kontrol negatif hanya diberikan larutan PGA 3. Sementara itu, untuk kelompok A1 ekstrak air dosis 0,625 mg25 gr BB mencit tidak terjadi penurunan parasitemia setelah pemberian ekstrak melainkan jumlahnya tetapstabil pada hari kedua dan ketiga menjadi 16.64, lalu pada hari keempat sampai hari ketujuh naik kembali jumlahnya menjadi 23.18. Pemberian ekstrak dapat menghambat Plasmodium untuk berkembang lebih banyak. Ketika pemberian ekstrak dihentikan, jumlah parasitnya kembali meningkat. Pada kelompok A2 tidak terjadi penurunan parasitemia bahkan jumlahnya semakin meningkat dari hari kedua sampai hari ketujuh, hal ini kemungkinan disebabkan karena dosis ekstrak yang diberikan kurang sehingga tidak mampu membunuh parasit. Di kelompok A3 terlihat penurunan jumlah parasitemia pada mencit. Penurunan terlihat mulai hari kedua lalu stabil jumlah parasitemianya dan kembali naik pada hari keempat setelah pemberian ekstrak dihentikan. Setelah naik pada hari keempat lalu berangsur turun pada hari ketujuh. Gambar 4 Morfologi P. berghei stadium tropozoit di dalam eritrosit mencit. Gambar 5 Morfologi P. berghei stadium skizon di dalam eritrosit mencit terlihat adanya beberapa eritrosit mengalami multiinfeksi dari P. berghei Uji statistik lanjut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara pemberian perlakuan A3 dengan dosis A1. Pada kelompok kontrol positif dengan pemberian Klorokuin terlihat ada penurunan parasitemia mulai hari kedua setelah pemberian obat, kemudian berturut-turut menurun sampai hari keempat lalu kembali meningkat pada hari ketujuh. Walaupun klorokuin telah dilaporkan gagal dalam pengobatan malaria falciparum, ternyata dalam penelitian ini masih memiliki efek penurunan parasitemia pada mencit yang terinfeksi P. berghei. Menurut Taylor 2000, Klorokuin akan mengikat feriprotoporfirin IX yaitu suatu cincin hematin yang merupakan hasil metabolisme hemoglobin di dalam parasit. Ikatan antara feriprotoporfirin IX-Klorokuin ini memiliki sifat melisiskan membran parasit sehingga parasit mati. Tabel 4 Rerata pesentase penghambatan parasitemia pada hari ke-7 setelah pemberian ekstrak Dosis ekstrak mg25 grBB mencit Rerata persentase penghambatan Ekstrak Etanol Ekstrak Air Klorokuin 0.625 -16.69 -27.34 -25.72 1.25 -32.64 0.28 3.75 29.43 34.67 Lebih lanjut diungkapkan oleh Slater 2002 bahwa mekanisme kerja dari klorokuin adalah mengganggu penyerapan makanan di dalam vakuola makanan dari tropozoit intraeritrositik, dengan toksisitas yang selektif terhadap lisosom tropozoit tersebut. Dalam bentuk alkaline, obat terdapat di dalam vakuola makanan parasit dengan konsentrasi tinggi dan meningkatkan pH. Hal ini menyebabkan penggumpalan pigmen dengan cepat. Klorokuin menghambat kerja enzim parasit heme polymerase yang mengubah toksik heme menjadi non-toksik hemazoin, yang menghasilkan akumulasi toksik heme di dalam tubuh parasit. Hal inilah yang mungkin mengganggu biosintesis asam nukleat. Mekanisme lain diduga terbentuknya ikatan kompleks Tjitra 2000 antara klorokuin dengan feriprotoporfirin IX di dalam vakuola makanan, ikatan kompleks ini meracuni vakuola sehingga menghambat penyerapan intake makanan Fitch 1986. Penghambatan terbesar diperoleh berturut-turut dari ekstrak air dosis 3,75 mg 25 grBB mencit yaitu sebesar 34,67 , ekstrak etanol dosis 3,75 mg 25 grBB mencit sebesar 29,43 dan ekstrak air dosis 1,25 mg 25 grBB mencit sebesar 0,28. Dosis lainnya tidak menunjukkan penghambatan pertumbuhan P. berghei melainkan efeknya justru meningkatkan. Hal yang sama juga ditunjukkan pada kelompok kontrol positif dengan pemberian Klorokuin, dengan menunjukan tidak adanya daya hambat pada hari ke-7. Jika dilihat pada grafik rerata persentase pertumbuhan Plasmodium dengan perlakuan ekstrak etanol Gambar 6, maka terlihat kontrol positif mengalami penurunan pada hari ke-4 tetapi pada hari ke-5 sampai hari ke-7 setelah pemberian ekstrak terjadi peningkatan melebihi hari ke-0. Gambar 6 Grafik rerata persentase pertumbuhan P. berghei dengan perlakuan ekstrak etanol. Pola yang hampir sama ditunjukkan pada pemberian ekstrak etanol dosis ketiga 3,75 mg25 grBB mencithari, yaitu pada hari ke-3 terjadi penurunan parasitemia namun setelah itu kembali menunjukan kenaikan. Pada pemberian ekstrak etanol dosis kedua 1,25 mg25 grBB mencithari menunjukkan penurunan yang lebih berarti dibandingkan dosis 1 dan dosis 3 serta kontrol. Hal ini juga dibuktikan oleh perhitungan penghambatan pertumbuhan Plasmodium. Analisis statistika menggunakan DMRT juga menunjukkan pada taraf α sebesar 0.05 dosis kedua memiliki respon penurunan angka parasitemia yang terbaik dibandingkan dosis lain dan kontrol. Jika dilihat dari grafik rerata persentase pertumbuhan Plasmodium dengan perlakuan ekstrak air Gambar 7, maka terlihat kontrol positif mengalami penurunan pada hari ke-4 tetapi pada hari ke-5 sampai hari ke-7 setelah pemberian ekstrak terjadi peningkatan melebihi hari ke-0. Pada perlakuan dengan ekstrak air tidak ada dosis yang memiliki pola yang sama dengan Klorokuin. Ekstrak air dosis ketiga 3,75 mg 25 gr BB mencithari menunjukkan penurunan yang lebih berarti dibandingkan dosis 1 dan 2 serta kontrol. Hal ini juga dibuktikan oleh perhitungan penghambatan pertumbuhan Plasmodium. Analisis statistika menggunakan DMRT juga menunjukkan pada taraf α sebesar 0.05 dosis ketiga memiliki respon penurunan parasitemia yang terbaik dibandingkan dosis lain dan kontrol. Gambar 7 Grafik rerata persentase pertumbuhan P. berghei dengan perlakuan ekstrak air. Rerata persentase pertumbuhan Plasmodium yang tertera pada Tabel 5 menunjukkan banyak mencit yang mati pada rentang mulai hari ke-7 sampai hari ke- 14 setelah pemberian ekstrak. Hal ini dikarenakan pada hari-hari tersebut jumlah Plasmodium dalam darah sudah tinggi malaria berat sehingga perlakuan yang diberikan tidak efektif dalam membunuh Plasmodium. Sebelum mati, mencit telah menunjukkan tanda-tanda sakit berat, kurus, gerakan berkurang, posisi diam di pojok kandang dengan telinga dan ekor pucat. Seperti dilaporkan Jekti et al. 1996 bahwa mencit yang mengalami malaria berat akan terlihat lesu, lemah, kurus, pucatanemis pada bagian daun telinga, ekor dan selaput lendir mata, mulut dan anus tampak pucat kadang kekuningan, hal ini disebabkan bayaknya eritrosit yang diserang dan kemudian pecahhilang pada saat pecahnya skizon, atau eritrosit yang terserang membentuk trombus yang mengakibatkan timbulnya nekrosis jaringan, anoksi serta anemi. Gejala lainnya adalah bulu berdiri, menggigil dengan posisi tubuh kiposis dan turgor buruk. Pada Tabel 6 terlihat kematian juga terjadi pada rentang antara hari ke-7 sampai hari ke-14 setelah pemberian ekstrak. Pada dosis A2 dan A3 masih ada mencit yang sembuh pada hari ke-4 dan hari ke-3 setelah pemberian ekstrak. Setelah diamati di bawah mikroskop pada 1000 eritrosit tidak ditemukan Plasmodium dan mencitnya dapat bertahan hidup sampai penelitian berakhir yaitu hari ke 28 setelah pemberian ekstrak. Respon individu terlihat baik pada mencit yang mampu pulih setelah pemberian perlakuan, hal ini dapat disebabkan ekstrak air C. fenestratum dosis 1,25 mg 25 gr mencit dan 3,75 mg 25 gr mencit bekerja optimal pada kondisi tertentu individu. Pada kelompok kontrol dengan pemberian Klorokuin terlihat kematian mencit terjadi mulai hari ke-3. Dan pada hari ke-11 semua mencit sudah mati. Kelompok kontrol negatif yang hanya diberi larutan PGA 3 juga menunjukkan pada hari ke-11 setelah pemberian ekstrak semua mencit kelompok tersebut telah mati. Keamanan obat merupakan hal yang utama. Indeks terapeutik TI berguna untuk memperkirakan batas keamanan sebuah obat dengan menggunakan rasio yang mengukur dosis terapeutik efektif pada 50 hewan ED 50 dan dosis letal mematikan pada 50 hewan LD 50 Dosis efektif ekstrak pada kelompok E3 dan A3 jika dibandingkan dengan LD . Apabila semakin dekat rasio suatu obat kepada angka 1, maka semakin besar bahaya toksisitasnya. 50 dari berberine yang pernah diteliti oleh Singh et al. 1990 yaitu 1200 mg kgBB ternyata masih relatif lebih kecil. Angkanya hanya mencapai 1:4 dari LD 50 . Hal ini menunjukkan masih terbuka kesempatan pemanfaatan tanaman ini sebagai obat, tetapi di lain pihak ED 50 yang digunakan sebagai pembanding juga seharusnya ED 50 Hal yang berbeda terlihat pada kelompok perlakuan ekstrak etanol dan air C. fenestratum , umur hidup mencit relatif lebih lama bahkan ada yang pulih dari malaria dan bisa bertahan sampai hari ke-28 setelah pemberian ekstrak. Jekti et al. 1996 mengatakan bahwa kematian mencit lebih dipengaruhi oleh tingkatan pasase atau proses transfer parasit dari mencit ke mencit. Semakin tinggi tingkat pasasenya maka tingkat virulensi parasit tersebut semakin ganas. dari berberine murni, sedangkan pada penelitian ini belum dilakukan pemurnian berberine. Pada penelitian ini digunakan pasase pertama, kematian terjadi pada hari ke-5 sampai hari ke-7 setelah pemberian ekstrak. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jekti et al. 1996 yaitu banyak kematian terjadi pada hari ke-5 dan ke-6 setelah pemberian ekstrak. Tabel 5 Rerata persentase pertumbuhan Plasmodium dalam tubuh mencit dengan perlakuan ekstrak etanol akar C. fenestratum selama pengamatan hari ke-0 sampai hari ke-28 setelah pemberian ekstrak. Keterangan : E1: ekstrak etanol dosis 0.625 mg25 grBB mencit; E2 : ekstrak etanol dosis 1.25 mg25 grBB mencit; E3 : ekstrak etanol dosis 3.75 mg25 grBB mencit; A1 : ekstrak air dosis 0.625 mg25 grBB mencit; A2 : ekstrak air dosis 1.25 mg25 grBB mencit dan A3 : ekstrak air dosis 3.75 mg25 grBB mencit. K+ adalah control dengan pemberian klorokuin dan K- adalah control negative hanya diberikan larutan PGA 3. Warna blok abu-abu menunjukkan kematian mencit pada hari ke-x. Perlakuan Mencit ke Pengamatan hari ke – setelah pemberian ekstrak 1 2 3 4 7 14 21 28 E1 1 6.637 10.83 2 15.56 27.5 18.54 34.62 44.21 26.86 3 11.45 24.16 46.51 26.72 14.23 26.47 4 3.983 12.74 12.51 9.826 10.83 5 1.214 4.171 8.319 19.15 21.43 12.18 E2 1 5.816 13.7 7.525 8.156 19.07 2 2.671 3.654 1.84 1.66 10.87 3 4.771 10.8 22.14 6.894 29.42 4 13.71 31.85 14.7 19.58 23.03 25.02 5 10.46 12.14 8.393 15.56 25.89 24.62 E3 1 5.619 11.51 7.274 8.038 11.04 2 8.915 14.83 18.48 32.6 18.37 18.67 3 7.64 12.84 15.05 17.11 22.37 4 9.107 23.71 13.23 21.57 27.42 5 2.662 6.592 10.1 4.184 4.573 7.738 0.093 Tabel 6 Rerata persentase pertumbuhan Plasmodium dalam tubuh mencit dengan perlakuan ekstrak air C. fenestratum selama pengamatan hari ke-0 sampai hari ke-28 setelah pemberian ekstrak. Perlakuan Mencit ke Pengamatan hari ke – setelah pemberian ekstrak 1 2 3 4 7 14 21 28 A1 1 3.853 9.333 9.388 9.388 10.76 10.11 2 8.907 14.6 17.92 17.92 27.32 29.74 3 8.055 5.291 24.63 24.63 44.25 38.59 4 5.904 7.383 11.83 11.83 11.76 15.98 5 5.669 7.052 19.45 19.45 21.82 24.73 A2 1 9.992 7.498 14.42 24.29 21.69 2 3.297 5.602 4.491 0.188 3 13.79 10.55 19.6 21.91 25.54 4 25.62 9.47 16.83 22.55 35.4 5 1.581 3.66 6.469 5.194 2.8 A3 1 2.976 9.335 12.01 12.83 10.43 16.56 2 2.601 4.698 2.985 3 10.07 13.33 9.65 17.52 12.38 18.5 4 20.23 34.23 35.53 25.67 34.55 5 5.094 5.872 2.88 5.539 11 13.84 Keterangan : E1: ekstrak etanol dosis 0.625 mg25 grBB mencit; E2 : ekstrak etanol dosis 1.25 mg25 grBB mencit; E3 : ekstrak etanol dosis 3.75 mg25 grBB mencit; A1 : ekstrak air dosis 0.625 mg25 grBB mencit; A2 : ekstrak air dosis 1.25 mg25 grBB mencit dan A3 : ekstrak air dosis 3.75 mg25 grBB mencit. K+ adalah control dengan pemberian klorokuin dan K- adalah control negative hanya diberikan larutan PGA 3. Warna blok abu-abu menunjukkan kematian mencit pada hari ke-x. 33 Tabel 7 Rerata persentase pertumbuhan Plasmodium dalam tubuh mencit dengan dalam kelompok kontrol positif dan kontrol negatif pengamatan hari ke-0 sampai hari ke-28 setelah pemberian ekstrak Keterangan : E1: ekstrak etanol dosis 0.625 mg25 grBB mencit; E2 : ekstrak etanol dosis 1.25 mg25 grBB mencit; E3 : ekstrak etanol dosis 3.75 mg25 grBB mencit; A1 : ekstrak air dosis 0.625 mg25 grBB mencit; A2 : ekstrak air dosis 1.25 mg25 grBB mencit dan A3 : ekstrak air dosis 3.75 mg25 grBB mencit. K+ adalah control dengan pemberian klorokuin dan K- adalah control negative hanya diberikan larutan PGA 3. Warna blok abu-abu menunjukkan kematian mencit pada hari ke-x. Perlakuan Mencit ke Pengamatan hari ke- setelah pemberian ekstrak 1 2 3 4 7 14 21 28 K+ 1 10.5 13.7 6.62 7.2 7.2 38.5 2 3.86 8.56 8.72 9.2 9.2 3 8.36 14.5 9.61 7.8 4 10.3 15.1 15.3 13.3 7.79 5 4.69 11.7 7.09 3.81 2.07 8.53 K- 1 6.05 9.69 9.35 13 11 17.5 2 7.69 26.9 3 5.38 15.7 17 10.6 25.2 26 4 8.8 15.5 10.1 6.57 8.37 12.1 5 11 21.1 20.6 19.9 23.9 19.3 3 4 Berikut ini adalah grafik rerata lama waktu hidup mencit yang diberi perlakuan ekstrak Gambar 7. Gambar 7 Lama hidup mencit yang diberi perlakuan ekstrak dan kontrol tanpa perlakuan. Keterangan : E1: ekstrak etanol dosis 0.625 mg 25 grBB mencit; E2 : ekstrak etanol dosis 1.25 mg 25 grBB mencit; E3 : ekstrak etanol dosis 3.75 mg 25 grBB mencit. A1 : ekstrak air dosis 0.625 mg 25 grBB mencit; A2 : ekstrak air dosis 1.25 mg 25 grBB mencit dan A3 : ekstrak air dosis 3.75 mg 25 grBB mencit. K+ adalah kontrol dengan pemberian klorokuin dan K- adalah kontrol negatif hanya diberikan larutan PGA 3. Dari Gambar 7 tersebut terlihat bahwa masa hidup mencit terinfeksi P. berghei yang terlama adalah mencit dengan perlakuan A3. Lama hidup mencit dengan perlakuan A3 yaitu 12 hari, lalu berturut-turut perlakuan A1 selama 10 hari, perlakuan E3 selama 10 hari, perlakuan A2 dan E2 selama 8 hari, perlakuan E1 selama 7,8 hari. Mencit dalam kelompok kontrol positif dengan pemberian kloroquin masa hidupnya hanya 7 hari, sedangkan mencit tanpa perlakuan hanya dapat bertahan hidup selama 6 hari. Jika dilihat pada Tabel 5, 6 dan 7 kematian yang terjadi pada selang hari ke-4 dan ke-7 dapat disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah parasit yang menginfeksi. Selain itu infeksi pada satu sel eritrosit dapat dilakukan oleh lebih dari satu parasit, sehingga memperparah kerusakan sel eritrosit tersebut. Tabel 8 Jumlah mencit yang hidup pada pengamatan hari ke-0 sampai hari ke-28 setelah pemberian ekstrak Perlakuan Mencit yang masih hidup pada hari ke- 1 2 3 4 7 14 21 28 E1 5 5 4 4 4 3 E2 5 5 5 5 5 3 E3 5 5 5 5 5 3 1 A1 5 5 5 5 5 5 A2 5 5 5 5 5 3 1 1 1 A3 5 5 5 5 5 5 1 1 1 K+ 5 5 5 5 4 2 K- 5 5 4 4 4 Keterangan : E1: ekstrak etanol dosis 0.625 mg 25 grBB mencit; E2 : ekstrak etanol dosis 1.25 mg 25 grBB mencit; E3 : ekstrak etanol dosis 3.75 mg 25 grBB mencit. A1 : ekstrak air dosis 0.625 mg 25 grBB mencit; A2 : ekstrak air dosis 1.25 mg 25 grBB mencit dan A3 : ekstrak air dosis 3.75 mg 25 grBB mencit. K+ adalah kontrol dengan pemberian klorokuin dan K- adalah kontrol negatif hanya diberikan larutan PGA 3. Pada Tabel 8 berikut terlihat kematian mencit pada kontrol negatif dimulai pada hari kedua lalu berturut-turut semua mencit mati pada hari ketujuh. Pada kontrol positif dengan pemberian kloroquin, kematian baru terjadi mulai hari keempat lalu semakin bertambah pada hari berikutnya sehingga pada hari ke-14 semua mencit mengalami kematian. Hal yang sama terjadi pada mencit dengan perlakuan ekstrak E1, kematian dimulai pada hari kedua tetapi pada hari ketujuh mencit masih dapat bertahan dan baru pada hari ke-14 semua mencit telah mati. Mencit-mencit yang diberikan perlakuan ekstrak dengan dosis E2, E3, A1, A2 dan A3, menunjukkan hasil yang berbeda, semua mencit masih mampu bertahan sampai hari ke-4, bahkan pada dosis A1 dan A3 sampai hari ketujuh belum ditemukan adanya kematian. Kematian pada dosis-dosis tersebut terjadi pada rentang antara hari ke-7 sampai hari ke-14 setelah pemberian ekstrak. Perbedaan sangat terlihat antara perlakuan dan kontrol positif maupun negatif karena pada kontrol kematian sudah terjadi pada rentang antara hari ke-4 sampai hari ke-7 setelah pemberian ekstrak. Peristiwa ini tentu saja berhubungan dengan jumlah parasit yang masih ada di dalam tubuh mencit. Adanya penurunan jumlah parasit dalam darah dengan pemberian ekstrak dapat memperpanjang umur hidup mencit. Hal ini seperti ditulis Hutomo et al. 2005 bahwa tanaman obat di Indonesia dapat digunakan sebagai antimalaria yang memiliki sifat antiplasmodia dan juga bersifat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit malaria. Lebih lanjut ia menambahkan adanya pemberian tanaman obat dapat memperpanjang umur mencit yang terserang malaria dengan mencegah kerusakan pada hati dan limpa. Pada kelompok pemberian ekstrak A2 dan A3, sampai hari ke-28 setelah pemberian ekstrak masih ditemukan mencit yang hidup, masing-masing 1 ekor. Jika dirujuk pada Tabel 4, maka terlihat bahwa pemberian ekstrak A2 dapat menurunkan parasitemia sampai terjadi kesembuhan parasit clearance pada hari ke-4 setelah pemberian ekstrak, sedangkan pada pemberian ekstrak dosis A3 kesembuhan telah terjadi pada hari ke-3 setelah pemberian ekstrak. 5 SIMPULAN DAN SARAN 5. 1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1 Ekstrak etanol akar tanaman kayu kuning dengan dosis 3,75 mg25 grBB mencithari yang diberikan selama 3 hari dapat menghambat pertumbuhan parasitemia sampai 5,281 pada hari ke-7 setelah pemberian ekstrak. 2 Ekstrak air dengan dosis 3,75 mg25 grBB mencithari yang diberikan selama 3 hari dapat menghambat pertumbuhan parasitemia sampai 9,77 pada hari ke-7 setelah pemberian ekstrak. 3 Pemberian ekstrak air dari tanaman kayu kuning mempunyai daya hambat terhadap pertumbuhan parasit P.berghei yang lebih besar dibandingkan dengan ekstrak etanol.

5. 2 Saran