Studi Aliran Daya TINJAUAN PUSTAKA

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Studi Aliran Daya

Studi aliran daya merupakan suatu bagian yang penting dalam analisis sistem tenaga. Studi Aliran Daya diperlukan untuk tahap perencanaan, pengaturan biaya, dan dapat menjadi peramalan untuk perencanaan pengembangan jaringan di masa depan. Beberapa parameter yang perlu diperhatikan dalam aliran daya adalah menentukan besar dan sudut fasa dari tegangan pada masing – masing bus, serta daya aktif dan reaktif yang mengalir pada setiap line. Dalam penyelesaian sebuah aliran daya, sistem dioperasikan dalam keadaan seimbang. Besaran – besaran yang menjadi parameter dalam studi aliran daya adalah besar tegangan | �|, sudut fasa �, daya aktif P, dan daya reaktif Q. 2.1.1 Konsep Perhitungan Aliran Daya Perhitungan aliran daya pada dasarnya adalah menghitung besar tegangan, sudut fasa dan rugi – rugi pada jaringan dalam kondisi tunak dan dengan beban seimbang. Pada setiap bus ada 4 variabel operasi yang terkait, yaitu daya aktif, daya reaktif, besar tegangan, dan sudut fasa tegangan. Supaya Persamaan aliran daya dapat dihitung, dua dari empat variabel diatas harus diketahui untuk setiap bus, sedangkan variabel yang lainnya dihitung. Setiap bus dalam sistem tenaga listrik dikelompokkan menjadi 3 tipe bus, yaitu[3] : 1. Bus beban. 5 Bus beban adalah bus yang tidak memiliki unsur pembangkitan tenaga listrik generator, dan terhubung secara langsung dengan beban konsumen. Bus beban biasa disebut dengan P-Q bus, karena pada bus ini, yang dapat diatur adalah kapasitas daya yang terpasang. P merupakan daya aktif terpasang dalam satuan Watt W, sedangkan Q merupakan daya reaktif terpasang dalam satuan Volt Ampere Reaktif VAR. Hubungan antara daya aktif dan daya reaktif terhubung dengan nilai cos phi cos φ. 2. Bus generator Bus generator atau biasa disebut bus voltage controlled. Disebut demikian, karena tegangan pada bus ini biasanya dijaga konstan. Pada bus ini terhubung dengan generator yang dapat dikontrol daya aktif dan tegangannya. Pengaturan daya aktif pada bus ini diatur dengan mengontrol penggerak mula prime mover, sedangkan pengaturan tegangan pada bus ini diatur dengan mengontrol arus eksitasi pada generator. Oleh karena daya aktif P dan tegangan V yang dapat dikontrol, maka bus ini sering disebut sebagai P-V bus. 3. Bus referensi Pada bus referensi atau biasa disebut slack bus, adalah sebuah bus generator yang dianggap sebagai bus utama karena merupakan bus yang memiliki kapasitas daya yang paling besar. Oleh karena daya yang dapat disalurkan oleh bus ini besar, maka dari itu, pada bus ini hanya nilai tegangan dan sudut fasa yang bisa diatur, sedangakan besar daya aktif dan reaktifnya akan dicari dalam perhitungan. 6 Dalam sistem pemrograman, tipe bus identik dengan kode angka. Dimana kode untuk bus referensi adalah angka 1, kode untuk bus generator adalah angka 2, dan kode untuk bus beban adalah angka 3. Untuk lebih jelasnya dari pembagian tipe dan kode bus, dapat dilihat dari Tabel 2.1 berikut ini : Tabel 2. 1. Tipe Bus Dalam Sistem Tenaga Listrik. Tipe bus Kode Bus Nilai yang diketahui Nilai yang dihitung Bus beban 3 P, Q V, δ Bus generator 2 P, V Q, δ Bus referensi 1 V, δ P, Q 2.1.2 Persamaan Aliran Daya Suatu sistem tenga listrik tidak hanya terdiri dari 2 bus tetapi terdiri dari beberapa bus yang saling diinterkoneksikan satu sama lain. Diagram satu garis beberapa bus dari suatu sistem tenaga diperlihatkan pada Gambar 2.1. Gambar 2. 1. Diagram satu garis dari n-bus dalam suatu sistem tenaga 7 Arus pada bus i adalah perkalian antara admitansi y dengan tegangan V, dan dalam bentuk persamaan dapat ditulis: � � = � �0 � � + � �1 � � − � 1 + � �2 � � − � 2 + … + � �� � � − � �� � � = � �0 + � �1 + � �2 + … + � �� � � − � �1 � 1 − � �2 � 2 − … − � �� � �� 2.1 Kemudian kita defenisikan nilai unsur matrik aditansi : � �� = � �0 + � �1 + � �2 + … + � �� � �1 = −� �1 � �2 = −� �2 ↓ � �� = −� �� Sehingga arus I i pada Persamaan 2.1 dapat ditulis: � � = � �� � � + � �1 � 1 + � �2 � 2 + … + � �� � � 2.2 Atau dapat ditulis: � � = � �� � � + ∑ � �� � � � �=1 �≠� 2.3 Persamaan daya pada bus i adalah: � � − �� � = � � ∗ � � ; dimana � � ∗ adalah V conjugate pada bus i � � = � � − �� � � � ∗ 2.4 Dengan mensubsitusikan Persamaan 2.4 ke Persamaan 2.3, maka diperoleh: � � − �� � � � ∗ = � �� � � + ∑ � �� � � � �=1 �≠� 2.5 Dari Persamaan 2.5 diatas terlihat bahwa Persamaan aliran daya bersifat tidak linear dan harus diselesaikan dengan metode iterasi. P i – Q i adalah merupakan besar daya aktif dan reaktif. 2.1.3 Metode penyelesaian aliran daya Pada sistem n-bus, penyelesaian aliran daya menggunakan Persamaan aliran daya. Metode yang umum digunakan untuk menyelesaikan aliran daya 8 adalah metode Gauss-Seidel, Newton-Raphson, dan Fast Decoupled. Tetapi metode yang dibahas pada tugas akhir ini adalah Newton-Raphson. = ∑ | � � || � � |cos � �� + � sin � �� � �=1 � �� − � � �� 2.6 Metode Newton-Raphson Untuk mencari nilai aliran daya pada jaringan, perlu dilakukan iterasi untuk memperoleh nilai tegangan yang konstan. Setelah mencapai nilai tegangan yang konstan, maka dapat dicari nilai daya semu pada jaringan. Dari Persamaan 2.5 kita peroleh: � � = � � � � = � + � � = � � � � �� � � � �=1 = �|� � || � � | � ���� � �� − � � �� � �=1 Dimana apabila Persamaan di atas dipecah dalam bentuk daya aktif dan reaktif, maka Persamaan untuk masing – masing daya aktif P dan daya reaktif Q adalah[3] : � � = ∑ | � � || � � | � �� cos � �� + � �� sin � �� � �=1 = � �� − � �� 2.7 � � = ∑ | � � || � � | � �� sin � �� + � �� cos � �� � �=1 = � �� − � �� 2.8 Untuk menerapkan metode Newton-Raphson pada penyelesaian Persamaan aliran daya kita menyatakan tegangan bus dan admitansi saluran dalam bentuk polar. Jika kita pilih bentuk polar dan kita uraikan Persamaan 2.7 kedalam unsur nyata dan khayalnya dengan: � �� = � �� + � � �� 2.9 � � = | � � | � ��� = | � � | � � 2.10 � �� = � � − � � 2.11 � �� = cos � + � sin � 2.12 9 Persamaan 2.7 dan 2.8 merupakan langkah awal perhitungan aliran daya dengan metode Newton-Raphson. Penyelesaian aliran menggunkan proses iterasi k+1, untuk iterasi pertama nilai k = 0, pada itersi merupakan nilai perkiraan awal yang ditetapkan sebelum dimulai perhitungan aliran daya. Hasil perhitungan daya menggunakan Persamaan 2.7 dan 2.8 akan diperoleh nilai � � � dan � � � . Hasil ini digunakan untuk menghitung nilai ∆� � � dan ∆� � � menggunakan Persamaan berikut: ∆� � � = � � ���� − � � ���� � 2.13 ∆� � � = � � ���� − � � ���� � 2.14 P i spec = Nilai daya aktif yang telah ditentukan P GENERATOR – P BEBAN Q i spec = Nilai daya reaktif yang telah ditentukan Q GENERATOR – Q BEBAN P i calc = Nilai daya aktif yang dihitung berdasarkan persamaan 2.7 Q i calc = Nilai daya reaktif yang dihitung berdasarkan persamaan 2.8 Hasil perhitungan Persamaan 2.13 dan 2.14 digunakan untuk membentuk matriks Jacobian, Persamaan matriks jacobian dapat dilihat pada Persamaan berikut: ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡∆� � � : ∆� � � ∆� � � : ∆� � � ⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ = ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡ �� � � �� � … �� � � �� � : : : �� � � �� � … �� � � �� � �� � � �|� � | … �� � � �|� � | : : : �� � � �|� � | … �� � � �|� � | �� � � �� � … �� � � �� � : : : �� � � �� � … �� � � �� � �� � � �|� � | … �� � � �|� � | : : : �� � � �|� � | … �� � � �|� � | ⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡ ∆� � � : ∆� � � ∆�� � � � : ∆�� � � �⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ 2.15 Secara umum Persamaan 2.15 dapat kita sederhanakan ke dalam Persamaan berikut: 10 �∆� � ∆� � � = �� 1 � 3 � 2 � 4 � � ∆� � ∆|�| � � 2.16 Unsur jacobian diperoleh dengan membuat turunan parsial dari Persamaan 2.7 dan Persamaan 2.8 dan memasukkan nilai tegangan perkiraan pada iterasi pertama atau yang diperhitungkan dalam yang terdahulu dan terakhir. Dari Persamaan 2.7 dan 2.8 kita dapat menulis matriks jacobian sebagai berikut: �� � �� � = ∑ � � � � � � =1 � ≠� �−� �� sin � � − � � + � �� cos � � − � � � 2.17 �� � �� � = −� � � � �� �� sin �� � − � � � − � �� cos �� � − � � �� 2.18 Bentuk umum yang serupa dapat diperoleh dari Persamaan 2.7 dan 2.8, sehingga dapat dicari untuk submatriks jacobian yang lain. Setelah nilai matriks jacobian didapat, maka kita dapat menghitung nilai ∆� � dan ∆|�| � dengan cara menginvers matriks jacobian. Sehingga diperoleh Persamaan: � ∆� � ∆|�| � � = �� 1 � 3 � 2 � 4 � −1 �∆� � ∆� � � 2.19 Setelah nilai ∆� � dan ∆|�| � didapat, kita dapat menghitung nilai tersebut untuk iterasi berikutnya, yaitu dengan menambahkan nilai ∆� � � dan ∆|�| � � , sehingga diperoleh Persamaan berikut: � � �+1 = � � � + ∆� � � 2.20 | �| � �+1 = | �| � � + ∆|�| � � 2.21 Hasil perhitungan Persamaan 2.18 dan 2.19 digunakan lagi untuk prose iterasi selanjutnya, yaitu dengan memasukkan nilai ini ke dalam Persamaan 2.11 dan 2.12 sebagai langkah awal perhitungan aliran daya. Proses ini dilakukan terus menerus yaitu n-iterasi sampai diperoleh nilai yang konvergen. 11 Secara ringkas metode perhitungan aliran daya menggunkan metode Newton- Raphson dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Tentukan nilai-nilai � ����� dan � ����� yang mengalir ke dalam sistem pada setiap bus untuk nilai yang diperkirakan dari besar tegangan V dan sudut fasanya δ untuk iterasi pertama atau nilai tegangan yang ditentukan paling akhir untuk iterasi berikutnya. 2. Hitung �� pada setiap rel. 3. Hitunglah nilai-nilai untuk jacobian dengan menggunakan nilai-nilai perkiraan atau yang ditentukan dari besar dan sudut fasa tegangan dalam Persamaan untuk turunan parsial yang ditentukan dengan Persamaan diferensial Persamaan 2.11 dan 2.12 4. Invers matriks jacobian dan hitung koreksi-koreksi tegangan ∆� � dan ∆|� � | pada setiap rel 5. Hitung nilai yang baru dari |� � | dan � � dengan menambahkan nilai ∆� � dan ∆|� � | pada nilai sebelumnya. 6. Kembali ke langkah 1 dan ulangi proses itu dengan menggunakan nilai besar dan sudut fasa tegangan yang ditentukan paling akhir sehingga semua nilai yang diperoleh lebih kecil dari indeks ketepatan yang telah dipilih.

2.2 Rugi – rugi Pada Jaringan