kelima kategori tersebut hanya kategori keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I lah yang dikatakan kategori miskin.
2. Ukuran kemiskinan
Berbagai sudut pandang digunakan untuk melihat ukuran kemiskinan yang terjadi, seperti halnya :
Arndt dalam Siti Aisyah 2001:151, menyebutkan bahwa kemiskinan mempunyai dua kriteria, yaitu:
a. Kemiskinan absolut yaitu kemiskinan yang diukur dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memenui kebutuhan dasarnya.
b. Kemiskinan relatif yaitu penduduk yang mempunyai pendapatan sah mencapai tingkat kebutuhan dasar, namun jauh lebih rendah dibandingkan
keadaan masyarakat sekitarnya. Todaro menganalisis ukuran kemiskinan dengan menggunakan berbagai
cara, antara lain: a. Distribusi ukuran
Distribusi ukuran adalah distribusi pendapatan seseorang atau distribusi ukuran pendapatan merupakan ukuran yang digunakan secara langsung untuk
menghitung jumlah penghasilan yang diterimanya kemudian membagi total populasi menjadi sejumlah kelompokukuran yang hanya didasarkan atas
beberapa nominal. Biasanya populasi dibagi menjadi 5 kelompok atau sering disebut kuintil atau 10 kelompok atau desil sesuai dengan tingkat pendapatan
mereka kemudian menetapkan porsi yang diterima oleh masing-masing kelompok. Selanjutnya mereka akan menghitung berapa persen dari
pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing kelompok dan bertolak dari perhitungan ini akan memperkirakan tingkat pemerataantingkat
ketimpangan distrubusi di masyarakat yang bersangkutan Todaro, 2000:180. Dalam mengukur pendapatan, Bank Dunia membagi penduduk menjadi 3
kelompok, yaitu kelompok 40 penduduk berpendapatan rendah, 40 penduduk berpendapatan menengah, dan 20 penduduk kelas atas BPS,
1999:86. Ketimpangan pengeluaran dilihat berdasarkan besarnya pendapatan yang diterima oleh kelompok 40 terbawah, dengan kriteria:
1 Bila persentase pendapatan yang diterima oleh kelompok 40 terbawah lebih kecil dari 12, maka dikatakan ketimpangan tinggi.
2 Bila persentase pendapatan yang diterima oleh kelompok 40 terbawah adalah antara 12 – 17 maka dikatakan ketimpangan sedang.
3 Bila persentase pendapatan yang diterima kelompok 40 terbawah diatas 17 maka dikatakan ketimpangan rendah.
b. Kurva Lorenz Kurva Lorenz memperlihatkan hubungan kuantitatif aktual antara
persentase jumlah penduduk penerima pendapatan tertentu dari total penduduk dengan prosentase pendapatan yang benar-benar mereka peroleh dari total
pendapatan. Jumlah penerimaan pendapatan dinyatakan dengan sumbu horizontal, tidak dalam arti yang absolut namun dalam persentase kumulatif.
Sedangkan sumbu vertikal menyatakan bagian dari total pendapatan yang diterima oleh masing-masing persentase jumlah kelompok penduduk
tersebut. Semakin jauh jarak kurva Lorenz dari garis diagonal maka semakin timpang atau tidak merata distribusi pendapatannya sedangkan semakin dekat
letak kurva Lorenz dari garis diagonal maka semakin rendah tingkat ketimpangan yang terjadi. Todaro,2000:183.
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Gambar II.1.Kurva Lorenz Sumber: Todaro 2000:183
c. Indeks Gini Pengukuran tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang
relatif sangat sederhana pada suatu negara dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang yang terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi
dengan luas separuh bidang dimana kurva Lorenz itu berada. Persentase penerima pendapatan
100 90
80 70
60 50
40 30
20 10
I H
G F
E D
C B
A Kurva Lorenz
Garis pemerataan Persentase pendapatan
Koefisien Gini adalah ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan agregat yang angkanya berkisar antara nol hingga satu. Ketimpangan dikatakan tajam
bila koefisien Gini terletak antara 0,5 hingga 0,7. Sedangkan untuk distribusi pendapatan yang relatif merata bila Koefisien Gini terletak antara 0,2 hingga
0,35 Todaro, 2000:187-188. Rumus Rasio Gini adalah BPS, 1999:87
GR =
å
= -
+ -
n i
ci ci
F F
fpi
1 1
1
dimana: GR adalah Gini Ratio
fpi adalah frekuensi penduduk di kelas pengeluaran ke-i Fci adalah frekuensi kumulatif jumlah pengeluaran di kelas pengeluaran ke-i
Fci-1 adalah frekuensi kumulatif jumlah pengeluaran di kelas pengeluaran ke-i-1
3. Penyebab kemiskinan