Hasil Penelitian Sebelumnya Mengenai Kemiskinan

kebisaan tradisisonal secara bertahap termasuk kebiasaan perkawinan pada usia muda. b. Pekerjaan Secara teoritis mereka yang bekerja dilingkungan keluarga sendiri pergaulannya lebih terbatas, peranan orang tua dalam penentuan jodoh lebih besar, sehingga gadis kawin pada usia yang lebih muda, sebaliknya mereka yang tempat bekerjanya di luar lingkungan rumah kemungkinan pergaulan lebih luas dan peran orang tua dalam pemilihan calon pasangan lebih kecil dan biasanya kelompok ini kawin pada usia yang lebih tinggi.

D. Hasil Penelitian Sebelumnya Mengenai Kemiskinan

Devin Marsfian Subiyanto 2003 mengadakan penelitian mengenai analisis distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan di kawasan barat Indonesia dan kawasan timur Indonesia tahun 1993-2001 menggunakan metode uji beda dua mean menemukan bahwa secara statistik Indonesia mengalami ketimpangan ringan dan tidak ada perbedaan ketimpangan rata-rata antara kedua kawasan tersebut. H. Moch. Lutfie Misbach 2004 tentang potret kemiskinan di Jawa Timur bahwa jumlah orang miskin di Jawa Timur menurun karena adanya upaya dari kaum miskin itu sendiri untuk berusaha lepas dari belenggu kemiskinan selain usaha dari pemerintah melalui kebijakan makro yang secara tidak langsung berupaya memerangi kemiskinan. Robert Jensen dan Rebecca Thornton 2003 melakukan penelitian tentang usia kawin muda di Negara Sedang Berkembang early female marriage in the developing world menemukan bahwa pernikahan pada usia muda sangat merugikan dan berdampak tidak baik terutama pada wanita. Usia menikah yang muda ternyata berkorelasi dengan tingkat pendidikan yang rendah dan keterbatasan yang diperoleh perempuan yang melakukan perkawinan pada usia muda. Penelitian yang dilakukan Robert Jensen dan Rebecca Thornton kemudian ditindak lanjuti oleh penelitian yang dilakukan oleh Naana Otoo-Oyortey dan Sonita Pobi 2003 tentang keterkaitan pernikahan dini dengan kemiskinan early marriage and poverty: exploring links and key policy issues . Pernikahan pada usia muda mempunyai hubungan dengan terjadinya kemiskinan. Tingkat pendidikan yang rendah, produktivitas yang rendah, dan ketidaksiapan mental mendorong seseorang yang melakukan perkawinan pada usia muda masuk dalam lingkaran kemiskinan. Chris Manning, Tadjuddin Noer Effendi dan Tukiran 2001 melakukan penelitian tentang struktur pekerjaan sektor informal dan kemiskinan di kota yang merupakan studi kasus di Diraprajan Yogyakarta menemukan bahwa penelitian yang dilakukan di Diraprajan bertujuan untuk mengetahui konsep sektor informal berguna bagi analisis perilaku ekonomi dan struktur sosial ekonomi di kota dengan mengamati struktur pekerjaan dan kaitannya dengan tingkat penghasilan, stabilitas pekerjaan dan status sosial ekonomi keluarga pada sebuah masyarakat kota. Hasilnya adalah sebagian besar kepala keluarga bekerja di sektor formal 47 dan sektor informal 41, sedangkan 12 responden bekerja untuk orang lainsektor semiformal. Sebagian besar kepala keluarga yang ada di Diraprajan berumur 30-49 tahun namun cukup banyak kepala keluarga yang relatif muda 7 berumur kurang dari 25 tahun dan 23 berumur kurang dari 30 tahun. Lebih dari 70 responden berpendidikan sekolah umum. 10 tidak bersekolah, sedang yang berpendidikan 1-8 tahun sebanyak 50 dan yang berpendidikan lebih dari 15 tahun sekitar 7. Sedangkan bila dilihat dari status ekonomi keluarganya, yang bekerja pada sektor formal berstatus ekonomi lebih tinggi bila dibandingkan dengan sektor yang lain. Penelitian yang dilakukan oleh Nunung Nurwati dan Tukiran tentang standar kehidupan penduduk Jawa Barat sebelum dan sesudah krisis ekonomi 2004 menemukan bahwa proporsi individu yang hidup di bawah garis kemiskinan baik di kota maupun di desa di Jawa Barat telah mengalami kenaikan sebelum dan setelah krisis moneter. Pada tahun 1997 kemiskinan di Jawa Barat sebesar 13,9 dan pada tahun 2000 naik menjadi 16,1 atau naik sebesar 2,2. Analisis yang dilakukan terhadap data Survei Aspek Kehidupan Rumah Tangga Indonesia Sakerti 2000 menemukan bahwa 46,4 responden mengatakan bahwa kondisi kehidupan sebelum dan setelah krisis ekonomi tidak mengalami perubahan. Umi Lisyaningsih yang melakukan penelitian di Yogyakarta tentang dinamika kemiskinan di Yogyakarta menemukan bahwa krisis ekonomi dan moneter yang melanda bangsa Indonesia sejak 1997 telah merubah kondisi perekonomian dan berdampak pada melonjaknya harga-harga kebutuhan pokok. Keterpurukan ekonomi dirasakan sampai tingkat rumah tangga. Proporsi individu yang hidup dibawah garis kemiskinan mengalami peningkatan baik di perkotaan dan pedesaan. Penurunan tingkat kesejahteraan penduduk juga terlihat berdasar persepsi individu untuk menilai kesejahteraan hidupnya sebelum dan setelah krisis pada tahun 1997 proporsi penduduk miskin 12,02 sedang pada tahun 2000 menjadi 12,49. Kemiskinan berpengaruh pada prosentase anak yang mengalami putus sekolah. Jumlah anak Sekolah Menengah Umum SMU yang tidak melanjutkan pendidikan mengalami peningkatan. Untuk kelompok miskin meningkat dari 25 1997 menjadi 64,2 2000 sedang pada kelompok mampu meningkat dari 19,2 1997 menjadi 22,4 2000. Tingkat morbiditaskeluhan sakit bayi serta status gizi balita jauh lebih buruk dibandingkan dengan tingkat nasional meskipun perubahan tersebut tidak signifikan. Penelitian menunjukkan 68,97 anak yang mengalami gangguan kesehatan berasal dari rumah tangga yang pendapatan perkapitanya rendah.

E. Kerangka Teoritis