Analisis Sensitivitas Model Penggunaan Model

5.2.5 Analisis Sensitivitas Model

Analisis sensitivitas dilakukan terhadap perubahan dalam parameter yang mendukung. Sensitivitas model pada penelitian ini dilakukan terhadap besarnya potensi tegakan yang diperoleh apabila tingka kematian akibat pemanenan dirubah menjadi 12, 8, dan 4 pada KD 60 cm dan 9, 6, dan 3 pada KD 60 cm. Semakin tinggi tingkat kematian, maka potensi tegakan semakin berubah. Gambar 9 Analisis sensitivitas model. Keterangan : 1. Potensi tegakan dengan mortality 9 untuk KD60 dan 12 untuk KD60. 2. Potensi tegakan dengan mortality 6 untuk KD60 dan 8 untuk KD60. 3. Potensi tegakan dengan mortality 3 untuk KD60 dan 4 untuk KD60. Gambar 16 menunjukan bahwa, jika hutan bekas tebangan memiliki mortality yang rendah, maka pendapatan efektif yang diperoleh akan semakin besar, hal ini dikarenakan jumlah tegakan yang ada tidak berkurang secara signifikan, dan sebaliknya jika mortality lebih besar maka pendapatan efektifnya juga akan berkurang lebih besar, hal ini dikarenakan berkurangnya jumlah stok tegakan akibat mortality yang sangat berpengaruh terhadap ketersediaan tegakan.

5.2.6 Penggunaan Model

Penggunaan model berfungsi untuk menerapkan model dalam skenario yang telah dibuat dalam rangka memberikan jawaban mengenai tujuan pembuatan sub model. Tujuan utama yang ingin dicapai adalah memproyeksikan potensi tegakan dan pendapatan ketika menggunakan sistem TPTI.

5.2.6.1 Skenario Siklus Tebang

Skenario siklus tebang dan pendapatan mensimulasikan perbandingan jumlah tegakan yang dihasilkan dari pengelolaan hutan mengggunakan sistem TPTI dengan siklus tebang 35 tahun dan Permenhut No. 11 Tahun 2009 dengan siklus tebang 30 tahun. Hasil simulasi model menunjukan pada siklus tebang 30 tahun lebih cepat memperoleh pohon layak tebang karena jangka waktu dari siklus pertama ke siklus kedua lebih sedikit dibandingkan dengan siklus tebang 35 tahun. Hal ini akan berdampak pada tingginya volume layak tebang sehingga terjadi penurunan potensi jumlah pohon per hektar pada siklus tebang berikutnya. Perlu adanya suatu tindakan pola adaptasi pengelolaan hutan agar kelestarian produksi dapat terjamin, salah satunya dengan menurunkan jumlah volume tebangan atau bahkan menghentikan sementara kegiatan penebangan dan beralih ke pengusahaan hasil hutan bukan kayu. Berdasarkan grafik pada Gambar 10 terlihat bahwa struktur tegakan pada siklus tebang berikutnya cenderung menurun. Gambar 10 Potensi tegakan pada pengelolaan hutan untuk produksi kayu. Keterangan : 1. Potensi tegakan dengan siklus tebang 30 tahun Permenhut No.11 2009. 2. Potensi tegakan dengan siklus tebang 35 tahun Sistem TPTI. Dari hasil simulasi pengelolaan hutan menggunakan sistem TPTI seperti yang selama ini dijalankan oleh perusahaan, diperoleh jumlah potensi pohon per hektar pada siklus tebang berikutnya sebesar 408 pohon dengan pohon layak tebang 63 pohonha, kemudian mengalami penurunan potensi pada siklus tebang kedua menjadi 133 pohonha dengan 25 pohon layak tebang. Sedangkan untuk pengelolaan hutan menggunakan siklus tebang 30 tahun memiliki jumlah pohon per hektar sebanyak 349 pohon dengan pohon layak tebang sebanyak 63 pohonha, dan mengalami penurunan potensi pada siklus tebang kedua yang hanya memiliki 125 pohonha dengan 19 pohon layak tebang. Penurunan potensi tersebut disebabkan oleh kegiatan eksploitasi hutan yang berlebihan akibat penurunan limit diameter pohon layak tebang, sedangkan tingkat pertumbuhan tegakan kecil dan memerlukan waktu yang cukup lama untuk kembali memiliki potensi pohon layak tebang.

5.2.6.2 Skenario nilai NPV pada perubahan tingkat suku bunga

Pada skenario ini dilakukan perubahan tingkat suku bunga terhadap besarnya Net Present Value NPV pengelolaan hutan menggunakan sistem TPTI. Tingkat suku bunga pada skenario ini akan diubah menjadi 5 dan 15 . Gambar 11 Skenario nilai NPV pada perubahan tingkat suku bunga. Keterangan : 1. Nilai NPV pada tingkat suku bunga 5 . 2. Nilai NPV pada tingkat suku bunga 10 . 3. Nilai NPV pada tingkat suku bunga 15 . Pada Gambar 12 terlihat bahwa semakin tingginya tingkat suku bunga, maka besarnya NPV yang diperoleh akan semakin berkurang, sedangkan semakin kecil tingkat suku bunga, maka besarnya NPV yang diperoleh semakin meningkat. Karena tingkat suku bunga berbanding terbalik dengan besarnya pendapatan, dengan semakin tinggi tingkat suku bunga, maka pendapatan yang diperoleh akan semakin berkurang, sedangkan semakin rendah tingkat suku bunga pendapatan yang diperoleh akan semakin meningkat. Hasil skenario nilai NPV pada perubahan tingkat suku bunga terdapat pada Tabel 5. Tabel 5 Skenario perubahan suku bunga Simulasi perubahan suku bunga Suku bunga 5 10 15 NPV Rp 58.356.086,88 17.032.509,69 2.417.058,81 Sumber data : hasil simulasi model.

5.3 Model Simulasi Pengelolaan Hutan Berbasis Karbon