Diagnosa Diabetikum Diabetes Melitus

6 terjadi selama kehamilan karena asupan makanan yang masuk bertambah dan akhirnya menjadi gemuk. Pada suatu saat tentu tubuh tidak mampu lagi mengolah glukosa yang beredar dan menyebabkan munculnya diabetes melitus Ranakusuma 1992. Diabetes melitus pada kehamilan umumnya sembuh dengan sendirinya setelah persalinan. Tetapi tetap diperlukan pengawasan medis secara hati-hati sepanjang kehamilan. 2.4.3 Gejala Klinis Diabetes Melitus Gejala klinis dari penderita diabetes melitus adalah poliuri, polidipsi, polifagi, badan lemas, mata kabur, kesemutan dan gangren Ranakusuma 1992. Jika bagian tubuh luar terluka membutuhkan waktu penyembuhan yang cukup lama karena efek dari penyakit gulanya. Jika sudah parah penglihatan menjadi terganggu Soenarto 2005. Ketika kadar glukosa meninggi ke tingkat pada saat jumlah glukosa yang difiltrasi melebihi kapasitas sel-sel tubulus melakukan reabsorbsi, glukosa akan timbul di urin sehingga terjadi glukosuri Sherwood 2001. Menurut Guyton 1994 gejala poliuri disebabkan oleh efek diuresis osmotik dari glukosa dalam tubulus ginjal. Sebaliknya gejala polidipsi disebabkan oleh keadaan dehidrasi akibat dari gejala poliuri. Gagalnya pemakaian glukosa dan protein oleh tubuh menyebabkan berkurangnya berat badan dan timbul gejala polipagi. Gejala astenia kurang energi disebabkan oleh hilangnya protein tubuh. Gejala awal diabetes melitus berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai di atas 160-180 mgdL, maka glukosa akan dikeluarkan melalui urin. Gejala-gejala kronik yang sering terjadi misalnya lemah badan, anoreksia, kesemutan, mata kabur, mialgria, artralgia, kemampuan seksual berkurang dan lain-lain Sherwood 2001.

2.4.4 Diagnosa Diabetikum

Diagnosis diabetes pada manusia ditegakkan berdasarkan gejalanya yaitu 3P polidipsi, polifagi, poliuri dan hasil pemeriksaan darah yang menunjukkan kadar gula darah yang tinggi. Pengukuran kadar gula darah, biasanya darah 7 diambil 8 jam sesudah makan yang terakhir. Kriteria mendiagnosis gula darah dapat dilihat pada Tabel 1, menjelaskan bahwa kadar gula darah pada saat puasa normalnya 110 mgdL, terkena penyakit diabetes kurang lebih kadar gula darah 126 mgdL. Sedangkan kadar gula darah setelah makan normalnya 110 mgdL dan kisaran terkena diabetes 200 mgdL Anonim 2007. Tabel 1 Kriteria Diagnostik Gula Darah pada Manusia Anonim 2007 Kriteria Diagnostik Gula darah mgdL Kondisi Non Diabetes Pra Diabetes Diabetes Puasa 110 110-125 126 Setelah makan 110 110-199 200 Selain itu menurut Guyton 1997 cara yang umum digunakan untuk mendiagnosa penyakit diabetes didasarkan pada berbagai uji kimiawi terhadap urin dan darah. Pemeriksaan glukosa urin melalui uji sederhana atau uji kuantitatif laboratorium yang lebih rumit yang mungkin dapat digunakan untuk menentukan jumlah glukosa yang hilang dalam urin. Pada umumnya jumlah glukosa yang dikeluarkan dalam urin orang normal sukar dihitung, sedangkan pada kasus diabetes, glukosa yang dilepaskan jumlahnya dapat sedikit sampai banyak sekali sesuai dengan berat penyakitnya atau asupan karbohidrat. Pemeriksaan darah lainnya yang bisa dilakukan adalah uji toleransi glukosa. Dilakukan dengan percobaan bila orang normal yang puasa memakan 1 gram gula darahnya akan meningkat dari kadar kira-kira 90 mgdL menjadi 120 mgdL sampai 140 mgdL dan dalam waktu kira-kira dua jam kadar ini akan menurun lagi kembali ke nilai normal lagi. 2.4.5 Komplikasi Diabetes Melitus Diabetes merupakan penyakit yang memiliki komplikasi yang paling banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus-menerus, 8 sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, syaraf dan struktur internal lainnya. Menurut Anderson 1994 komplikasi dari penyakit diabetes melitus dapat dibedakan menjadi komplikasi akut, komplikasi jangka pendek, dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi akut meliputi ketoasidosis diabetika, koma, hiperglikemia, dan hipoglikemia; komplikasi jangka pendek meliputi disfungsi syaraf dan lensa mata, aterosklerosis, dan perubahan pada dinding pembulu darah; sedangkan komplikasi jangka panjang adalah retinopati, nefropati, dan neuropati. Efek jangka panjang diabetes melitus melibatkan gangguan-gangguan degeneratif pada sistem vaskuler dan syaraf. Lesi kardiovaskuler merupakan penyebab terserang kematian pada pengidap diabetes. Kejadian penyakit jantung dan stroke pada pengidap diabetes lebih tinggi daripada kasus serupa pada pasien nondiabetes. Lesio vaskuler juga sering timbul di ginjal menyebabkan gagal ginjal dan retina mata menyebabkan kebutaan. Ekstremitas juga dapat mengalami gangren akibat gangguan penyaluran darah ke jaringan tersebut, sehingga kadang- kadang jari kaki atau bahkan tungkai keseluruhan harus diamputasi. Selain masalah yang berkaitan dengan sistem sirkulasi, lesi-lesi degeneratif di syaraf menyebabkan neuropati multipel yang menimbulkan disfungsi otak, korda spinalis, dan syaraf perifer Sherwood 2001. Menurut Ganong 1995 komplikasi diabetes melitus mencakup proliferatif retina retinopati diabetes, penyakit ginjal nefropati diabetes, kehilangan fungsi syaraf, khususnya dalam susunan syaraf otonom neuropati diabetes dan aterosklerosis dipercepat. Aterosklerosis menyebabkan insufisiensi sirkulasi pada tungkai dengan ulserasi menahun dan gangren serta menyebabkan peningkatan kajadian stroke dan infark miokardium. Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya aterosklerosis penimbunan plak lemak pada dinding pembuluh darah. Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes. Sirkulasi darah yang buruk ini melalui pembuluh darah besar makro bisa melukai otak, jantung, dan pembuluh darah kaki makroangiopati, sedangkan pembuluh darah kecil mikro bisa melukai mata, ginjal, syaraf dan kulit serta memperlambat penyembuhan luka. 9 Penderita diabetes bisa mengalami berbagai komplikasi jangka panjang jika diabetesnya tidak dikelola dengan baik. Komplikasi yang lebih sering terjadi dan mematikan adalah serangan jantung dan stroke Anonim 2007. Menurut Spector 1993 penderita diabetes juga memiliki peningkatan risiko infeksi terutama dari tuberculosis atau saluran kencing serta mengalami degenerasi non- ateromatosa pada arteriol dan kapiler, terutama di ginjal dan retina yang mengarah pada kegagalan ginjal dan kebutaan. 2.4.6 Pengobatan Diabetes Melitus Pengobatan diabetes bergantung pada penyuntikan insulin, penataan makanan, kontrol berat badan, dan olah raga Sherwood 2001. Jika pengendalian berat badan dan berolahraga tidak berhasil maka dokter kemudian memberikan obat yang dapat diminum obat hipoglikemik oral atau menggunakan insulin dengan terapi sulih insulin. Diabetes tipe 1 hanya bisa diobati dengan insulin tetapi tipe 2 dapat diobati dengan obat oral Anonim 2007. Obat yang ditujukan untuk mendapatkan efek hipoglikemik per oral Laurence 1992 yaitu obat hipoglikemik oral OHO terbagi menjadi dua kelompok yaitu pada kelompok pertama adalah obat yang memperbaiki kerja insulin seperti metformin, glitazone, dan akarbose, obat ini bekerja pada tempat dimana terdapat insulin yang mengatur gula darah seperti di hati, usus, otot dan jaringan lemak. Obat metformin tidak mempengaruhi pelepasan insulin tetapi meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri. Sedangkan akarbose bekerja dengan cara menunda penyerapan glukosa di dalam usus. Kelompok kedua adalah obat yang meningkatkan produksi insulin seperti sulfonil, repaglinid dan natelinid yang bekerja meningkatkan pelepasan insulin ke sirkulasi sedangkan insulin yang disuntikkan menambah kadar insulin di sirkulasi darah Ganiswarna 1995. Obat golongan sulfonilurea yang dapat menurunkan kadar gula darah secara kuat dengan merangsang keluarnya insulin dari sel beta pankreas, pemberiannya efektif pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe I. Contohnya adalah glipizid, gliburid, tolbutamid dan klorpropamid. Jika obat hipoglikemik per-oral tidak dapat mengontrol kadar gula darah dengan baik, mungkin perlu diberikan suntikan insulin Anonim 2007. 10 Menurut Guyton 1994 secara teoritis pengobatan diabetes melitus dengan memberikan insulin secukupnya sehingga metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein pada penderita mendekati metabolisme normal. Insulin sering digunakan oleh penderita diabetes tipe 1, sedangkan pada penderita diabetes tipe 2 digunakan apabila pemberian obat sudah tidak efektif Ganiswarna 1995. Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan karena insulin dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan per-oral ditelan. Insulin disuntikkan di bawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha atau dinding perut Anonim 2007. Menurut Ranakusuma 1992 ditinjau dari cara kerja insulin, terdapat 3 jenis insulin, masing-masing memiliki kecepatan dan lama kerja yang berbeda yaitu insulin kerja cepat, insulin kerja sedang, dan insulin kerja lambat. Contoh insulin kerja cepat adalah insulin reguler yang bekerja paling cepat dan paling sebentar dengan lama durasi kerja 3-8 jam Guyton 1994. Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam Ranakusuma 1992. Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa kali suntikan setiap harinya dan disutikkan 15-20 menit sebelum makan. Contoh insulin kerja sedang adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan yang diabsorpsi secara lambat dari tempat injeksinya Guyton 1994. Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam waktu 6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam Ranakusuma 1992. Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan sepanjang malam. Sedangkan contoh insulin kerja lambat adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan. Masa kerja insulin 18-24 jam. Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam Ranakusuma 1992. Beberapa penderita mengalami resistensi terhadap insulin. Insulin tidak sepenuhnya sama dengan insulin yang dihasilkan oleh tubuh, karena itu tubuh bisa membentuk antibodi terhadap insulin pengganti. Antibodi ini mempengaruhi aktivitas insulin sehingga penderita dengan resistensi terhadap insulin harus 11 meningkatkan dosisnya. Selain itu, pengaturan diet sangat penting. Biasanya penderita tidak boleh terlalu banyak makan makanan manis dan harus makan dalam jadwal yang teratur. Penderita diabetes cenderung memiliki kadar kolesterol yang tinggi, karena itu dianjurkan untuk membatasi jumlah lemak jenuh dalam makanannya. Tetapi cara terbaik untuk menurunkan kadar kolesterol adalah mengontrol kadar gula darah dan berat badan Anonim 2007. 2.2 Kelenjar Pankreas 2.2.4 Anatomi Fisiologis Kelenjar Pankreas Menurut Sherwood 2001 pankreas adalah suatu organ yang terdiri dari jaringan eksokrin dan endokrin. Bagian eksokrin pankreas mengeluarkan larutan basa encer dan enzim-enzim pencernaan melalui duktus pankreatikus ke dalam lumen saluran pencernaan. Diantara sel-sel eksokrin pankreas tersebar kelompok- kelompok, atau ”pulau-pulau”, sel endokrin yang juga dikenal sebagai pulau- pulau Langerhans. Pankreas manusia secara anatomi letaknya menempel pada duodenum dan terdapat kurang lebih 200000-1800000 pulau Langerhans Braunstern 1987. Dalam pulau Langerhans normal manusia dewasa, jumlah sel beta berkisar antara 75-80 dari populasi sel pulau Lagerhans Pebroot 1979. Pankreas terdiri dari dua jenis jaringan utama, yakni: asini yang mensekresikan getah pencernaan ke dalam duodenum, dan pulau Langerhans yang tidak mengeluarkan getahnya ke luar namun mensekresikan insulin dan glukagon langsung ke dalam darah Guyton 1994. Pankreas menghasilkan insulin melalui sel beta, kemudian disalurkan ke pembuluh darah untuk diedarkan menuju sel-sel. Sewaktu molekul-molekul nutrien memasuki darah selama keadaan absorbtif, insulin meningkatkan penyerapan karbohidrat, lemak, dan protein oleh sel dan konversi, masing-masing menjadi glikogen, trigleserida dan protein. Insulin menjalankan efeknya yang beragam dengan mengubah transportasi nutrisi yang spesifik dari darah ke dalam sel atau dengan mengubah aktifitas enzim-enzim yang terlibat dalam jalur metabolik tertentu Sherwood 2001. 12

2.2.2 Macam Sel Pulau Langerhans Pankreas