AC sebesar 33.3 ml. kg
-1
jam
-1
. Sedangkan pada suhu 13 °C menghasilkan nilai laju konsumsi O
2
sebesar 17.48 ml. kg
-1
jam
-1
. Untuk buah pepaya kontrol baik pada suhu rung ber-AC dan suhu 13 °C menghasilkan nilai laju konsumsi O
2
yang tinggi
karena buah pepaya yang tidak diberi lapisan lilin akan cepat melakukan proses respirasi dan transpirasi. Berdasarkan dari hasil pengukuran, pelilinan
dengan konsentrasi 10 pada suhu ruang ber-AC dapat menghambat laju konsumsi O
2
hingga hari ke-12. Sedangkan pada suhu 13 °C, buah pepaya dengan pelilinan 10 dapat menghambat laju konsumsi O
2
hingga hari ke-26. Penurunan laju konsumsi O
2
diikuti dengan penurunan laju produksi CO
2
semakin tinggi kadar O
2
disekitar lingkungan maka laju produksi CO
2
akan tinggi begitu juga sebaliknya. Laju respirasi produk segar biasanya meningkat sesuai
dengan konsentrasi O
2
dan menurun sesuai dengan konsentrasi CO
2
Pantastico, 1986. Dalam memenuhi kebutuhan O
2
untuk proses respirasi, maka energi yang digunakan diperoleh di jaringan bahan simpan yaitu energi hasil perombakan gula
menjadi pati yang kemudian dapat digunakan sebagai energi untuk melangsungkan proses respirasi. Hal ini mengakibatkan kerusakan dan penurunan
mutu buah yang disimpan Irmayanti, 2012.
Gambar 17 Laju konsumsi O
2
buah pepaya selama penyimpanan Persamaan garis yang dibentuk oleh titik-titik pengukuran laju respirasi O
2
menunjukkan pola perubahan laju konsumsi O
2
selama periode simpan. Berdasarkan nilai R
2
model matematik dalam bentuk persamaan linier yang dianggap mendekati kondisi nyata adalah pada perlakuan kontrol dan lilin 6
pada suhu 20-25 °C. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan untuk laju konsumsi O
2
terdapat pada Lampiran 2. Untuk uji lanjut Duncan pada laju konsumsi O
2
menunjukkan bahwa konsentrasi lilin yang digunakan berpengaruh nyata p≤0.05 pada hari ke-0, 1, 2, 3, 10, 11, 12 dan 13. Di mana konsentrasi
pelilinan 0 berbeda nyata dengan konsentrasi pelilinan 6 dan 10. Sedangkan suhu yang
digunakan berpengaruh nyata p≤0.05 pada hari ke-0 sampai hari ke- 12. Di mana suhu 13 °C berbeda nyata dengan suhu ruang ber-AC dengan rata-
rata laju konsumsi O
2
tertinggi yaitu pada suhu ruang ber-AC.
21
2. Susut Bobot
Susut bobot terjadi karena selama proses penyimpanan menuju pemasakan terjadi perubahan fisikokimia berupa pelepasan air. Susut bobot buah dipengaruhi
oleh respirasi dan transpirasi Mahmudah, 2008. Semakin tinggi laju respirasi dan transpirasi maka susut bobot buah akan semakin cepat. Susut buah juga dapat
disebabkan oleh penguraian glukosa buah menjadi karbondioksida dan air. Gas yang dihasilkan dapat menguap dan menyebabkan terjadinya susut bobot,
sehingga buah terlihat tidak segar lagi, berubah warna, berubah rasa, kandungan nutrisi berkurang, hingga terjadi pembusukkan Roosmani, 1975. Dari hasil
pengamatan diperoleh persentase susut bobot mengalami peningkatan selama penyimpanan pada masing-masing perlakuan baik buah pepaya kontrol maupun
buah pepaya yang dilapisi lilin.
Grafik persentase susut bobot buah pepaya selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 18. Selama penyimpanan, susut bobot pada buah pepaya
dengan konsentrasi lilin 10 baik pada suhu ruang ber-AC maupun suhu 13 °C menghasilkan persentase susut bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan
pepaya dengan konsentrasi 0 dan 6. Dari Gambar 18 dapat dilihat bahwa persentase susut bobot tertinggi yaitu buah pepaya kontrol yang disimpan pada
suhu ruang ber-AC, sedangkan persentase susut bobot terendah yaitu buah pepaya dengan konsentrasi lilin 10 yang disimpan pada suhu 13 °C. Hal ini terjadi
karena buah pepaya yang tidak diberi lapisan lilin, pori-pori kulit buah terbuka sehingga jumlah air yang hilang lebih banyak. Sedangkan untuk buah pepaya
yang diberi lapisan lilin akan menutup pori-pori kulit buah sehingga jumlah air yang hilang dalam proses transpirasi lebih sedikit.
Transpirasi merupakan faktor dominan penyebab susut bobot yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu suhu dan kelembaban. Menurut Kader
1992, kehilangan air ini tidak saja berpengaruh langsung terhadap kehilangan kuantitatif susut bobot, tetapi juga menyebabkan kerusakan tekstur kelunakan,
kelembekan, kerusakan kandungan gizi, dan kerusakan lain kelayuan, pengerutan.
Gambar 18 Perubahan susut bobot buah pepaya selama penyimpanan
Persamaan garis yang dibentuk oleh titik-titik pengukuran susut bobot menunjukkan pola perubahan susut bobot buah pepaya selama periode simpan.
Berdasarkan nilai R
2
model matematik dalam bentuk persamaan linier, semua perlakuan baik pada suhu 13 °C maupun pada suhu 20-25 °C mampu
menggambarkan kondisi nyata karena nilai R
2
lebih besar dari 0.9. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan untuk susut bobot
terdapat pada Lampiran 3. Untuk uji lanjut Duncan pada susut bobot
menunjukkan bahwa konsentrasi lilin yang digunakan berpengaruh nyata
p≤0.05 pada hari ke-1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 13, 14, 15, dan 16. Di mana konsentrasi pelilinan 0 berbeda nyata dengan konsentrasi
pelilinan 6 dan 10. Sedangkan suhu yang digunakan berpengaruh nyata p≤0.05 pada hari ke-0 sampai hari ke-12. Di mana suhu 13 °C berbeda nyata
dengan suhu ruang ber-AC dengan rata-rata susut bobot tertinggi yaitu pada suhu
ruang ber-AC.
3. Kekerasan Buah
Nilai kekerasan merupakan salah satu faktor perubahan fisik yang menunjukkan tingkat kematangan buah. Menurut Sjaifullah dan Setyadjit 1993
kadar gula berkolerasi dengan pelunakan tekstur selama pemasakan, semakin tinggi kadar gula maka buah akan semakin lunak. Berdasarkan hasil penelitian
dapat dilihat pada Gambar 19 bahwa nilai kekerasan buah pepaya selama penyimpanan pada suhu dingin lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kekerasan
buah pepaya pada suhu ruang ber-AC. Nilai kekerasan paling rendah pada suhu 13 °C adalah 1.82 kgf sedangkan nilai kekerasan paling rendah pada suhu ruang
ber-AC adalah 0.71 kgf.
Semakin lama penyimpanan, maka nilai kekerasan buah akan semakin menurun. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 19 bahwa kekerasan buah
pepaya semakin menurun. Akan tetapi terdapat nilai kekerasan buah pepaya yang mengalami kenaikan selama penyimpanan. Seperti pada buah pepaya yang
dilapisi lilin dengan konsentrasi 10 pada suhu 13
°C nilai kekerasannya mengalami kenaikan pada hari ke-18.
Kekerasan buah pepaya pada ruang ber-AC yaitu buah pepaya kontrol, diikuti dengan buah pepaya yang diberi lapisan lilin 6 dan lilin 10. Namun
untuk buah pepaya kontrol pada suhu 13 °C nilai kekerasannya lebih tinggi bila dibandingkan dengan buah pepaya yang diberi lapisan lilin. Hal ini disebabkan
oleh kulit buah pepaya mengalami pengeriputan kulit lebih cepat sehingga terjadi peningkatan nilai kekerasan. Menurut Pantastico 1989, peningkatan dan
penurunan nilai kekerasan berhubungan dengan penguapan air. Tingkat kekerasan bergantung pada tebalnya kulit luar, kandungan total zat padatan terlarut dan
kandungan pati yang terdapat pada bahan.