Analisis Amilosa AOAC 1990 Penelitian Lanjutan
13 0.5 ; A2= 1.0 ; dan B= lama perendaman dimana B1= 0.5 jam ; B2= 1 jam;
B3= 1.5 jam; B4= 2 jam. Perlakuan inilah yang digunakan di dalam proses pembuatan keripik singkong. Keripik singkong yang dihasilkan selanjutnya
dianalisis fisik dengan texture analyzer untuk kekerasan dan kerenyahan. Hasil analisis tekstur keripik singkong yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 4 dan
Gambar 5.
Gambar 4 Kerenyahan keripik singkong
Gambar 5 Kekerasankeripik singkong
Hasil analisis tekstur keripik singkong hasil perlakuan perendaman umbi singkong dalam larutan asam asetat yang diukur dengan texture analyzer
kemudian diolah secara statistik dengan ANOVA. Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan dari interaksi faktor lama
perendaman dan konsentrasi asam asetat yang digunakan sebagai media perendaman umbi singkong. Perendaman umbi singkong dalam larutan asam
asetat selama 1.5 jam dan 0.5 jam adalah yang signifikan berbeda dengan keripik singkong lainnya. Keripik singkong hasil perendaman 1.5 jam dan 0.5 jam inilah
yang memiliki nilai kerenyahan terendah. Hal ini berarti dibutuhkan tekanan yang
100 200
300 400
500 600
0.5 jam
1 jam
1.5 jam
2 jam
0.5 jam
1 jam
1.5 jam
2 jam
Kontrol 0.5
1.0 Fo
r c
e g
Perlakuan lama perendaman jam dan
konsentrasi asam asetat
100 200
300 400
500 600
700
0.5 jam
1 jam
1.5 jam
2 jam
0.5 jam
1 jam
1.5 jam
2 jam
Kontrol 0.5
1.0 Fo
r c
e g
Perlakuan lama perendaman jam dan
konsentrasi asam asetat
lebih kecil dalam gram Force untuk memecah atau menghancurkan keripik singkong hasil perendaman umbi singkong selama 1.5 jam dan 0.5 jam. Hasil ini
juga menunjukkan bahwa hidrolisis pati selama perendaman umbi singkong dalam larutan asam asetat selama waktu tersebut akan menghasilkan rasio amilosa
amilopektin yang menurunkan nilai kerenyahan produk. Penelitian sebelumnya yakni oleh Shin et al. 2013 telah membuktikan rasio amilosa amilopektin bahan
adalah yang utama mempengaruhi tekstur dari produk yang dihasilkan.
Analisis fisik keripik singkong hasil perlakuan perendaman terpilih juga mencakup analisis warna obyektif dengan chromameter.Hasil nilai warna L, a,
dan b keripik singkong dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Nilai warna keripik singkong dengan chromameter
Perlakuan
Nilai warna
L a
b
Kontrol 62.06 ± 0.47
1.61 ± 0.04 27.12 ± 0.54
0.5 0.5 jam
62.19 ± 0.73 1.92± 0.36
25.88 ± 0.43 1 jam
62.46 ± 0.61 4.00 ± 0.25
24.63 ± 1.28 1.5 jam
63.02 ± 0.59 5.14 ± 0.53
28.66 ± 0.97 2 jam
63.66 ± 0.85 5.04 ± 0.13
28.23 ± 0.47
1.0 64.10 ± 0.57
0.70 ± 0.10 27.38 ± 1.35
0.5 jam 1 jam
65.41 ± 0.71 1.51 ± 0.15
28.14 ± 0.76 1.5 jam
66.94 ± 0.54 1.53 ± 0.17
28.08 ± 0.32 2 jam
70.34 ± 2.17 1.96 ± 0.10
29.87 ± 0.91 Tabel 4 menunjukkan hal yang sama saat pengukuran warna keripik
singkong pada penelitian pendahuluan, bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan asam asetat dan semakin lama waktu perendaman umbi singkong dalam larutan
asam asetat, maka nilai L yang menunjukkan kecerahan keripik singkong yang dihasilkan semakin tinggi. Selain itu, keripik singkong hasil perendaman dalam
larutan asam asetat juga seluruhnya lebih cerah dibandingkan dengan kontrol, yakni keripik singkong tanpa perlakuan perendaman umbi singkong dalam larutan
asam asetat. Nilai a yang merujuk pada warna merah jika bernilai positif, menunjukkan keripik singkong dengan konsentrasi larutan asam asetat 0.5
memiliki warna yang lebih merah dibanding kontrol maupun keripik singkong dengan perlakuan perendaman dalam larutan asam asetat 1.0 . Berdasarkan nilai
b yang merujuk pada warna kuning jika bernilai positif, dapat dilihat bahwa keripik singkong hasil perlakuan perendaman dalam larutan asam asetat memiliki
warna yang lebih kuning dari kontrol.
Secara keseluruhan, dibandingkan dengan kontrol, keripik singkong yang dihasilkan dengan perlakuan perendaman asam asetat adalah lebih cerah,
kekuningan. Semakin tinggi konsentrasi asam asetat serta semakin lama waktu perendaman umbi singkong dalam larutan asam asetat, maka keripik singkong
yang dihasilkan juga semakin cerah kekuningan bahkan ketika diamati secara subyektif terlihat semakin pucat. Hal ini dikarenakan bahwa pH berpengaruh
signifikan terhadap reaksi pencoklatan Anupama et al. 2006. Reaksi pencoklatan