Klasifikasi Tanah TINJAUAN PUSTAKA

lapisan tersebut menjadi meningkat. Penyebab perubahan yang bersifat permanen, yaitu a perataan dan penterasan dalam pembuatan sawah yang dipengaruhi oleh kemiringan tanah asal, b perubahan sifat fisik tanah tertentu karena tindakan budidaya padi, dan c perubahan sifat kimia dan mineralogi tanah yang merupakan bagian dari proses pembentukan tanah, seperti eluviasi dan iluviasi Fe dan Mn, proses ferolisis, pembentukan oksida besi, Mn dan lainnya Moormann dan Breemen 1978. Tanah sawah yang berkembang di daerah aluvial umumnya sudah mempunyai warna glei dan karatan, karena tanah ini terbentuk pada kondisi muka air tanah yang dangkal Prasetyo 2008. Djaenuddin et al. 2005 melaporkan bahwa pada profil tanah di daerah Paguyaman ditemukan karatan besi dan mangan, konkresi dan nodul dalam jumlah cukup sampai banyak pada kedalaman 0-110 cm. Kondisi ini juga dialami oleh TSTH, kecuali pengolahan tanah dan pelumpuran dalam kondisi tergenang yang tidak seintensif tanah sawah pada umumnya irigasi. Dengan demikian, maka sifat morfologi profil TSTH memiliki sifat yang tipikal, terutama berkaitan dengan perubahan sifat-sifat di dalam tanah, sehingga menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.

2.3 Klasifikasi Tanah

Sawah Rayes 2000 menyatakan bahwa upaya untuk mengklasifikasi tanah sawah telah banyak dilakukan, meskipun sampai saat ini belum ada yang memuaskan dan merupakan masalah yang agak rumit. Klasifikasi tanah sawah menurut sistem Taksonomi Tanah sejak tahun 1992 Soil Survey Staff 1992 dapat dibuat lebih rinci dibandingkan edisi sebelumnya. Hal ini karena sejak saat itu, mulai diperkenalkan istilah kondisi akuik yang mempertimbangkan segi hidrologis terjadinya kondisi akuik tersebut. Soil Survey Staff 2006 mendefinisikan tanah dengan kondisi akuik adalah tanah yang saat ini mengalami kejenuhan dan reduksi terus-menerus atau secara berkala. Persayaratan lamanya penjenuhan untuk terbentuknya kondisi akuik bervariasi, tergantung pada lingkungan tanah dan tidak spesifik. Berdasarkan tipe kejenuhannya, maka kondisi akuik terbagai atas: a endosaturasi, dimana air menjenuhi semua lapisan dari batas atas penjenuhan sampai kedalaman 200 cm atau lebih dari permukaan mineral tanah, b episaturasi, dimana air menjenuhi satu atau lebih lapisan sampai kedalaman 200 cm pada permukaan tanah mineral dan juga mempunyai satu atau lebih lapisan tidak jenuh dari batas atas sampai kedalam 200 cm lapisan penjenuhan, dan c saturasi antrik anthric saturation, dimana lapisan ini merupakan jenis khusus kondisi akuik yang terdapat dalam tanah akibat kegiatan budidaya dan pengairan aliran irigasi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pengalaman lapangan menunjukkan ketidakmungkinan menjelaskan suatu set penampakan redoksimorfik yang spesifik karena semua taksa mempunyai karakteristik yang unik dalam satu bagian kategori. Oleh karena itu, pola warna yang unik pada taksa yang spesifik direferensikan pada kunci taksonomi ini. Selain itu juga, dikenal istilah kondisi antrakuik yang merupakan variant dari episaturasi berasosiasi dengan aliran air yang dikendalikan, seperti tanaman pada sawah lahan basah yang disebabkan oleh proses reduksi akibat dijenuhi. Adanya istilah-istilah tersebut, maka klasifikasi tanah sawah sampai pada kategori sub grub lebih beragam. Rayes 2000 menyatakan bahwa klasifikasi tanah sawah dalam Taksonomi Tanah edisi ke-8 Soil Survey Staff 1998 lebih mengena dibandingkan dengan edisi sebelumnya, sejak great-group yang berawalan trop dihilangkan. Kunci Taksonomi Tanah edisi ke-10 Soil Survey Staff 2006 menjelaskan lebih mendalam tentang kondisi akuik, seperti great-group Epiaquents sering muncul yang mencerminkan tanah yang disawahkan.

2.4 Evaluasi Sumberdaya Lahan