17
2. Analisis Menggunakan Uji-t
Sebagian faktor penentu produksi TBS yang digunakan untuk keperluan analisis adalah menggunakan Uji-t. Hal ini disebabkan oleh data yang diperoleh
berupa data hasil produksi akibat dari pengaruh variabel faktor penentu produksi yang digunakan untuk analisis. Variabel faktor produksi yang digunakan adalah
variabel kelompok umur tanaman umur tanam 7 tahun, 7-11 tahun dan 11 tahun, kelompok SPH SPH 135, SPH 135-143, dan SPH 143 dan kelompok
kondisi lahan daratan dan rendahanlowland. Nilai yang diperoleh dari analisis selanjutnya dilihat kelompok variabel mana dari variabel faktor penentu produksi
tersebut yang memberikan pengaruh terbaik terhadap produksi TBS.
KEADAAN UMUM
Sejarah Perusahaan
Bumitama Gunajaya Agro BGA berawal dari pengusahaan perkebunan kelapa sawit berskala kecil di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan
Tengah yang dimulai pada tahun 1998 dengan dibangunnya PT Karya Makmur Bahagia KMB seluas 255 ha. BGA telah mengelola lahan perkebunan kelapa
sawit seluas 3 000 hektar hingga akhir 2000. BGA mengakuisisi tiga perusahaan perkebunan kelapa sawit yakni PT Windu Nabatindo Lestari, PT Hati Prima Agro,
dan PT Surya Barokah pada tahun 2001. Percepatan tanam yang spektakuler dimulai sejak tahun 2004 dengan
pencapaian luasan tanam 7 718 ha, tahun 2005 dengan pencapaian luasan tanam 12 040 ha dan tahun 2006 dengan pencapaian luasan tanam 12 731 ha. Total
luasan kebun kelapa sawit hingga akhir tahun 2006 mencapai 45 549 ha. BGA mengalami pertumbuhan yang signifikan hingga mencapai areal
tanam lebih dari 90.000 hektar pada akhir tahun 2009. Areal perkebunan BGA juga tersebar di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Riau. BGA
menargetkan total luas areal yang digarap mencapai sedikitnya 200.000 ha dalam rangka mewujudkan langkah pertumbuhan yang pesat untuk jangka waktu hingga
2015.
Profil Perusahaan
Bumitama Gunajaya Agro Group BGA Group adalah kelompok perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan dan pabrik kelapa sawit. BGA
Group berkomitmen mewujudkan kelapa sawit lestari sustainable palm oil. BGA Group senantiasa melakukan kegiatan standarisasi praktek operasional
sesuai Prinsip dan Kriteria Roundtable On Sustainable Palm Oil RSPO demi terwujudnya kelapa sawit lestari.
BGA menaungi beberapa perusahaan diantaranya PT Windu Nabatindo Lestari, PT Hati Prima Agro, dan PT Surya Barokah. PT Surya Barokah bergerak
di bidang pengusahaan kayu yang kemudian beralih ke bidang perkebunan dengan HPH Hak Pengusahaan Kayu. PT Surya Barokah mulai mengusahakan
19 perkebunan untuk mendapatkan IPK Izin Pemanfaatan Kayu. Pengusahaan ini
dilakukan sejak tahun 1996 hingga tahun 2004. PT Surya Barokah mengalami kebangkrutan pada tahun 2004, kemudian di take over dan diakuisisi kepada PT
BGA menjadi PT Windu Nabatindo Abadi PT WNA dengan luas areal tanam 9 589. PT WNA menaungi 3 kebun, yaitu Sungai Bahaur Estate SBHE, Bangun
Koling Estate BKLE dan Sungai Cempaga Estate SCME. Sungai Bahaur Estate SBHE merupakan kebun take over yang berasal
dari PT Surya Barokah yang terletak di Kecamatan Cempaga Hulu Kotawaringin Timur dengan luas areal 3 987 ha. Jumlah karyawan Kebun SBHE adalah 761
karyawan, yang terdiri atas 8 Orang staf, 40 orang karyawan bulanan, 424 KHT, 244 KHL. ITK SBHE adalah 0.18 yang terdiri dari ITK untuk kegiatan perawatan
sebesar 0.12 HKha kegiatan panen sebesar 0.06 HKha.
Lokasi dan Letak Geografis
Secara geografis SBHE berada antara 113.01
o
-113.07
o
BT dan 1.80
o
-1.86
o
LS yang terletak di Desa Pundu, Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Batas wilayah SBHE sebelah utara
adalah Sungai Cempaga Estate SCME dan sebelah timur berbatasan dengan PT Bisma Darma Kencana.
Keadaan Kondisi lahan, Tanah dan Iklim
SBHE mempunyai dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Puncak musim hujan terjadi pada April dan Desember, sedangkan puncak musim
kemarau terjadi pada Februari dan Agustus berdasarkan data curah hujan tahun 2006-2010.
Curah hujan rata-rata selama 5 tahun terakhir 2006-2010 di SBHE adalah 3 207 mmtahun dengan rata-rata hari hujan adalah 133.8 haritahun. Rata-rata
bulan kering 1.00 bulantahun dan rata-rata bulan basah 10.40 bulantahun. Menurut klasifikasi Schimidth-Ferguson, iklim di SBHE termasuk tipe iklim A
sangat basah. Keadaan curah hujan di SBHE dapat dilihat pada Lampiran 1.
20 Keadaan kondisi lahan di SBHE mayoritas adalah relatif datar dengan
tingkat kemiringan 0-8 dan sedikit daerah bergelombang dengan tingkat kemiringan 9
– 15 . Jenis tanah di SBHE terdiri atas tanah inceptisol sebesar 60.28, kaolin
sebesar 19.86, ultisol sebesar 17.73 dan tanah entisol sebesar 0.71. Menurut Resman, et al. 2006 tanah inceptisol adalah tanah yang belum matang
immature dengan perkembangan profil yang lebih remah dibanding dengan
tanah yang matang dan masih banyak menyerupai sifat bahan induk. Warna tanah inceptisol beraneka ragam tergantung dari jenis bahan induknya. Warna kelabu
menunjukkan bahan induknya berasal dari endapan sungai. Warna coklat kemerahan terbentuk karena mengalami proses reduksi. Warna hitam
mengandung bahan organik yang tinggi. Menurut Jalaluddin dan Jamaluddin T 2005 kaolin adalah salah satu jenis tanah lempung yang tersusun dari mineral-
mineral. Tanah lempung jenis ini berwarna putih keabu-abuan. Menurut Prasetyo dan Suriadikarta 2006 ultisol berkembang dari berbagai bahan induk, baik yang
bersifat masam hingga basa. Ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada horizon bawah permukaan. Menurut Utami dan Handayani 2003 tanah entisol
merupakan tanah yang relatif kurang menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman. Tanah ini mempunyai konsistensi lepas-lepas, tingkat agregasi rendah,
peka terhadap erosi dan kandungan hara yang tersedia rendah. Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kelapa sawit di SBHE termasuk
kedalam lahan kelas S3 sesuai marjinal dengan faktor pembatas utama adalah tekstur tanah pasir berlempung. Pemanfaatan tanah berdasarkan kelas lahan ini
untuk pengembangan kelapa sawit, khususnya di SBHE harus diikuti dengan upaya untuk memperbaiki tingkat kesuburan tanah. Upaya tersebut diantaranya
adalah penanaman tanaman kacangan penutup tanah, pemupukan, dan aplikasi bahan organik. Berbagai perbaikan yang dilakukan pada kondisi tanah tersebut
diharapkan dapat mencapai protensi produksi yang ingin dicapai sesuai dengan siklus tanaman kelapa sawit.
21
Luas Areal dan Tata Guna Lahan
Luas areal tanam PT Windu Nabatindo Abadi adalah 9 589 ha yang terbagi ke dalam tiga kebun, yaitu Sungai Bahaur Estate SBHE 3 987 ha,
Bangun Koling Estate BKLE 2 505 ha, dan Sungai Cempaga Estate SCME 3 097 ha.
SBHE terdiri dari 5 Divisi. Divisi I memiliki 24 Blok dengan luas areal tanam 696.16 ha. Divisi II memiliki 31 Blok dengan luas areal tanam 855 ha.
Divisi III memiliki 24 Blok dengan luas areal tanam 672 ha. Divisi IV memiliki 32 Blok dengan luas areal tanam 959 ha. Divisi V memiliki 30 Blok dengan luas
areal tanam 806 ha. Luas keseluruhan areal perkebunan SBHE adalah 3 987 ha yang terdiri dari luas kebun kelapa sawit inti 1 987 ha dan luas kebun kelapa sawit
plasma 2 000 ha. Peta SBHE dapat dilihat pada Lampiran 2.
Keadaan Tanaman dan Produksi
Tanaman kelapa sawit yang diusahakan di SBHE adalah varietas Marihat yang dihasilkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit PPKS. Jarak tanam yang
digunakan adalah 9.2 m x 9.2 m x 9.2 m dengan jarak tegak lurus antar baris adalah 7.97 m dan jarak dalam barisan 9.2 m sehingga populasi tanaman per
hektarnya 136 pohon. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa populasi tanaman per hektarnya beragam. Tanaman kelapa sawit sebelum berpindah tangan kepada
PT WNA kurang terawat dan hanya areal daratan saja yang ditanami pohon kelapa sawit dengan jarak tanam yang digunakan beragam. Tanaman kelapa sawit
tersebut di lakukan konsolidasi dan ditambah dengan tanaman kelapa sawit sisipan setelah berganti kepemilikan. Standar yang digunakan untuk populasi
tanaman di SBHE adalah 136 pohonha. Kondisi ini yang menyebabkan SBHE memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi, yaitu dalam satu blok memiliki
beberapa tahun tanam dengan SPH yang beragam. Keragaman populasi tanaman juga disebabkan oleh adanya tanaman yang mati karena terserang hama dan
penyakit, kondisi lahan yang banyak terdapat sungai-sungai sehingga ada sebagian tanaman yang terkena erosi dan kondisi lahan lainnya yang tidak
mungkin untuk ditanami.
22 SBHE memiliki tanaman kelapa sawit TM dan TBM. Luas areal TBM
adalah 502 ha dan areal TM seluas 3 485 ha. Terdapat delapan tahun tanam kelapa sawit, yaitu tahun tanam 1998, 2000, 2002, 2003, 2005, 2006, 2007, dan 2008.
Setiap divisi di SBHE memiliki tahun tanam yang berbeda. Produksi TBS di SBHE setiap tahunnya terus mengalami peningkatan
selama 5 tahun terkhir 2006-2010 yang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Produksi TBS Kelapa Sawit di SBHE 2006-2010
No. Tahun
Produksi TBS Produksi
ton Jumlah Janjang
buah BJR
kgjanjang 1
2006 11 579.04
1 294 791 8.94
2 2007
21 595.80 2 397 493
9.01 3
2008 32 828.72
3 355 822 9.78
4 2009
45 781.83 4 372 208
10.47 5
2010 54 781.80
4 830 847 11.34
Sumber: Data Produksi TBS SBHE 2006-2010 Produksi TBS di SBHE terus mengalami peningkatan sejak tahun 2006
yaitu sebesar 11 579.04 ton TBS hingga tahun 2010 yaitu 54 781.80 ton TBS Tabel 5. Hal ini disebabkan oleh adanya pertambahan luas areal TM kelapa
sawit, perawatan yang intensif, curah hujan yang cukup, dan pemupukan yang teratur. TBS yang dihasilkan oleh SBHE kemudian dibawa ke PKS yang terletak
di Wilayah II bernama Pundu Nabatindo Mill PNBM dan Wilayah VI bernama Selucing Agro Mill SAGM untuk selanjutnya diproses menghasilkan CPO
dengan kapasitas 45 ton TBSjam dan kernel.
Struktur Organisasi Perusahaan dan Ketenagakerjaan
Pemimpin tertinggi SBHE dipegang oleh seorang Estate Manager EM yang dibantu oleh seorang Asisten Kepala Askep. Asisten kepala dibantu oleh
lima orang asisten divisi. Seorang asisten divisi dibantu oleh mandor I, kerani divisi, kerani transport, kerani panen, mandor panen, mandor perawatan, mandor
pupuk, dan mandor chemist. Bagian administrasi dipegang oleh seorang kepala administrasi Kasie. Kasie dibantu oleh seorang admin dan mantri tanaman,
23 accounting
, kasir dan dibawahnya terdapat kerani divisi. Struktur organisasi SBHE dapat dilihat pada Lampiran 3.
Estate Manager EM memiliki atasan langsung kepada Kepala Wilayah
dan memiliki bawahan langsung kepada Asisten Kepala Kebun, Asisten Divisi, dan Kepala Seksi Administrasi. Seorang EM memiliki tugas-tugas dalam
mengelola kebun, meliputi: 1 melakukan monitoring pelaksanaan pekerjaan operasional berdasarkan laporan dari divisi atau bagian dari unit kebun serta
melaporkannya secara komprehensif kepada atasan langsung, 2 menyusun anggaran tahunan dan bulanan meliputi aspek area statement, produksi, kapital,
Sumber Daya Manusia dan totalitas biaya, 3 mengadakan rapat kerja intern dengan Asisten Divisi dan Kepala Seksi Kasie beserta jajaran di bawahnya
secara periodik minimal seminggu sekali dalam upaya percepatanpeningkatan kinerja.
Asisten Kepala Askep memiliki atasan langsung kepada Estate Manager dan memiliki bawahan langsung kepada asisten divisi. Seorang Asisten Kepala
Kebun memiliki tugas dalam mengelola kebun, diantaranya: 1 membantu manajer kebun dalam pengelolaan seluruh aspek pekerjaan agronomi, 2
bertanggung jawab kepada Manajer Kebun dalam mengelola seluruh aspek pekerjaan non agronomi untuk mendukung operasional kebun, 3 melaksanakan
kunjungan secara periodik ke setiap divisi Asisten Divisi memiliki atasan langsung kepada Asisten Kepala Kebun
dan Manajer Kebun serta memiliki bawahan langsung kepada Mandor I, Mandor dan Kerani. Tugas seorang Asisten Divisi meliputi: 1 membuat dan menjabarkan
Rencana Kerja Tahunan RKT dalam bentuk Rencana Kerja Bulanan RKB, 2 mengadakan rapat kerja intern dengan Mandor I, Mandor dan Kerani beserta
jajaran di bawahnya secara periodik minimal seminggu sekali dalam upaya peningkatan kinerja, 3 melaksanakan kunjungan langsung secara rutin pada
setiap kemandoran di lapangan. Status pegawai di SBHE terdiri atas karyawan staf, karyawan bulanan,
Karyawan Harin Tetap KHT, dan Karyawan Harian Lepas KHL dapat dilihat pada Tabel 6.
24 Tabel 6. Jumlah Staf dan Non Staf di SBHE Tahun 2011
No. Status Pegawai
SBHE Karyawan
1 Staf
8 2
Karyawan Bulanan 40
3 Karyawan Harian Tetap
424 4
Karyawan Harian Lepas 244
Jumlah 716
ITK 0.18
Sumber: Data Tenaga Kerja SBHE 2011 Kebutuhan jumlah karyawan dapat ditentukan berdasarkan ITK Indeks
Tenaga Kerja sebuah kebun. Menurut Pahan 2008, ITK standar sebuah perkebunan adalah 0.2 HKha. ITK pada SBHE sudah memenuhi standar karena
telah mendekati dari ITK standar sebuah perkebunan. Ini menunjukkan bahwa jumlah karyawan di SBHE telah memenuhi standar dari jumlah karyawan yang
dibutuhkan untuk sebuah perkebunan. Hari kerja karyawan dalam seminggu adalah 6 hari dengan lama kerja 7
jamhari kecuali hari jumat yaitu 5 jamhari. Perbedaan diantara keduanya terletak pada tunjangan-tunjangan yang diberikan perusahaan. Seorang KHT mendapatkan
tunjangan beras, listrik gratis, pengobatan gratis dan tunjangan cuti tahunan. Sistem penggajian staf dan karyawan di SBHE dapat dilihat pada Tabel 7:
Tabel 7. Ketentuan Upah 2011 Status
Upah Tunjangan Beras
Pekerja kghari
Istri kghari
Anak kghari
KHL Rp 49.765,-hari
- -
- KHT
Rp 1.244.135,-hari 0.5
0.3 0.25
Bulanan Berdasarkan golongan, struktur dari upah bulanan
0.5 0.3
0.25 Sumber: Data Administrasi SBHE 2011
Ket: Istri sah pekerja dan tidak bekerja, tinggal di perkebunan unit usaha
yang berhak adalah anak yang tinggal di perkebunan unit usaha maksimal 2 anak.
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG
Aspek Teknis
Selama menjalani kegiatan magang di SBHE berstatus sebagai karyawan harian lepas selama satu bulan, pendamping mandor selama satu bulan,
pendamping aisten divisi selama satu bulan dan kegiatan manajerial di kantor kebun selama satu bulan. Kegiatan yang dilakukan selama menjadi karyawan
harian lepas meliputi pemeliharaan tanaman kelapa sawit TM maupun TBM yaitu: 1 pengendalian gulma secara manual pembersihan piringan dan gawangan
manual, DAK, 2 pengendalian gulma secara kimiawi piringan dan gawangan chemist
, oles anak kayu, 3 pemeliharaan tanaman dan areal pertanaman penanaman Muccuna bracteata MB dan Nephrolepis bisserata, rawat jalan,
pembuatan pasar pikul, pemangkasan pruning, pemupukan, 5 kegiatan simulasi kebun Field Visit dan simulasi Leaf Sampling Unit, LSU, 6 kegiatan
pemanenan. Aspek teknis ini dilakukan di Divisi I. Peta Divisi I terdapat pada Lampiran 4. Kegiatan sebagai KHL, pendamping Mandor dan pendamping
Asisten Divisi terlampir pada Lampiran 5, 6 dan 7.
Pemeliharaan dan Perawatan Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit dibedakan menjadi dua fase, yaitu tanaman belum menghasilkan TBM dan tanaman menghasilkan TM. Pemeliharaan tanaman
merupakan salah satu tindakan yang sangat penting dalam menentukan produktivitas tanaman kelapa sawit, disamping kondisi lingkungan dan potensi
genetik. Pengendalian Gulma secara Manual
Gulma merupakan salah satu faktor pembatas produksi tanaman yang sedang dibudidayakan. Gulma menyerap hara dan air lebih cepat dibanding
tanaman pohon Gupta 1984. Komunitas gulma dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan kultur teknis.
Pembersihan Piringan dan Gawangan Manual
. Pengendalian pemberantasan gulma di perkebunan kelapa sawit dilakukan pada dua tempat
26 yaitu di piringan dan gawangan inter row. Piringan merupakan areal disekitar
pertanaman kelapa sawit yang memerlukan perhatian khusus dalam hal pengendalian gulma. Piringan di sekitar tanaman kelapa sawit harus bebas gulma
atau dikenal dengan zona W0 yaitu piringan harus benar-benar bersih dari semua gulma.
Tujuan pengendalian rumput di piringan dibedakan berdasarkan pada fase pertumbuhan tanaman kelapa sawit, yaitu: 1 fase TBM, pengendalian gulma
dapat mengurangi kompetensi unsur hara karena akar halus tanaman masih berada di sekitar piringan, 2 fase TBM dan TM, pengendalian gulma ditujukan untuk
memudahkan kontrol pemupukan, 3 fase TM, pengendalian gulma bertujuan untuk memudahkan pengutipan berondolan.
Pembersihan piringan dilakukan di Blok A 45. Pembersihan piringan dilakukan dengan membersihkan gulma yang berada di piringan kelapa sawit
selebar proyeksi tajuk kelapa sawit pada jari-jari 1-1.5 m. Seorang mandor perawatan membawahi 8 orang tenaga kerja. Standar yang digunakan adalah 0.5
haHK. Seorang pekerja dapat menyelesaikan 3-4 pasar pikul dan disesuaikan juga dengan kondisi gulma di lapang. Pekerja juga menggaru brondolan-brondolan di
sekitar areal piringan agar tetap bersih. Gawangan merupakan areal pertanaman kelapa sawit yang memiliki jarak
1.5-3 m dari tempat tumbuh pohon kelapa sawit. Gawangan juga memerlukan perhatian khusus dalam hal pengendalian gulma. Pengendalian gulma di areal
gawangan ditujukan untuk mengurangi kompetisi gulma terhadap tanaman dalam penyerapan hara, air, dan sinar matahari, mempermudah pekerja untuk melakukan
pekerjaan pemeliharaan maupun pemanenan. Pengendalian gulma di gawangan juga ditujukan untuk mempermudah pengawasan di lapang dan efektifitas
pemupukan.
Dongkel Anak Kayu DAK
. Kegiatan dongkel anak kayu merupakan kegiatan pengendalian gulma secara manual selektif dengan cara mencabut semua
jenis gulma berkayu yang berada pada piringan, gawangan maupun pasar pikul kemudian dibuang ke pasar mati. Kegiatan ini dimandori oleh seorang mandor
pupuk dan 16 pekerja. Standar yang digunakan dalam DAK adalah 0.5 haHK.
27 Kondisi di lapang menunjukkan bahwa gulma dominan yang ditemukan
meliputi: Melastoma malabatricum, Asystasia coromandeliana, Chromolaena odorata, Cyperus cyperoides, Cyperus rotundus,
dan Mikania micrantha. DAK dilakukan sekali dalam setahun dan disesuaikan dengan kondisi gulma di lapang.
Kebun yang telah di DAK dibiarkan kurang lebih selama 1 bulan agar gulma- gulma tersebut mengering dan mati yang dilanjutkan dengan kegiatan
pengendalian gulma secara kimiawi. Kondisi pertanaman kelapa sawit saat dilakukan DAK kurang bagus buat
pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Hal ini disebabkan sebagian areal di Blok C1 tergenang air yang dapat menimbulkan kondisi anaerob. Tanaman kelapa sawit
yang tergenang oleh air menyebabkan tanaman tumbuh kerdil bahkan mati yang terlihat pada Gambar 1.
a b
Gambar 1. Kondisi Tanaman pada Areal Rendahan a Tanaman Tergenang Air
b Tanaman Mati Kondisi di lapang juga menunjukkan banyak bunga jantan dan bunga
betina yang terendam dan berlumut. Pohon-pohon siap panen menjadi tidak dapat dipanen dan pada akhirnya buah membusuk di pohon. Keadaan ini dapat berakibat
pada rendahnya produksi buah yang akan diperoleh pada blok ini. Perbaikan saluran air atau drainase untuk memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan
tanaman yang sedang dibudidayakan. Pengendalian Gulma secara Kimiawi
Gawangan dan Piringan Chemist.
Pengendalian gulma secara kimiawi merupakan salah satu cara pengendalian gulma dengan menggunakan bahan kimia
28 herbisida. Tujuannya adalah untuk mempermudah kegiatan pemupukan,
pemanenan, memudahkan pengontrolan dan sanitasi terhadap hama dan penyakit. Pengendalian gulma secara kimiawi di SBHE menerapkan sistem kerja
BGA Spraying System BSS. BSS merupakan program penyemprotan yang
dilakukan secara terintegrasi dan terorganisir dari awal hingga akhir kegiatan penyemprotan. Tujuan dibentuknya sistem BSS adalah untuk meningkatkan
output pekerja semprot, baik dari segi luasan hancak semprot maupun dari
kualitas hasil semprotan. Sistem penyemprotan BSS ini mulai diterapkan di SBHE pada Bulan
Maret. SBHE memiliki 2 Rayon yaitu Rayon A untuk Div. I sampai Div. III dan Rayon B untuk Div. IV sampai Div. V. Jumlah anggota BSS untuk setiap Rayon
adalah 25 orang. SOP Standard Operating Procedure pada BSS meliputi: 1 pembuatan rencana kerja, 2 persiapan tim BGA Spraying System, 3 persiapan
alat, 4 persiapan kerja terkait dengan pengisian air ke tangki dan pencampuran bahan herbisida, 5 teknis kerja yaitu tahapan pelaksanaan aplikasi herbisida ke
lapang, 6 perawatan dan pengumpulan alat, 7 cek mutu semprot oleh mandor chemist,
dan 8 pertanggungjawaban oleh supervisi. Pengendalian gulma secara kimiawi dilakukan di Blok C1. Seorang
mandor chemist membawahi 16 pekerja yang terdiri dari 1 orang pekerja lelaki sebagai operator, pembuat larutan herbisida, pelangsir herbisida sekaligus sebagai
pengisi herbisida pada knapsack sprayer pekerja dan 15 orang pekerja perempuan yang bertugas mengaplikasikan herbisida ke lahan yang menjadi target semprot.
Standar yang digunakan adalah sesuai dengan 7 jam kerja. Seorang pekerja dapat menyelesaikan 11-12 kep herbisida dalam kondisi standar. Output yang dihasilkan
untuk penyemprotan piringan dan pasar pikul sebesar 3 haHK sedangkan output untuk gawangan sebesar 2 haHK. Rotasi penyemprotan adalah 4 kali dalam
setahun. Alat semprot yang digunakan adalah knapsack sprayer tipe Solo dengan
kapasitas kep 15 liter. Perlengkapan lainnya seperti: nozzle VLV Very Low Volume
200, nozzle VLV 100, gelas ukur, bendera merah kuning, parang, ember, angkong, nozzle polizet berwarna merah, kuning, sarung tangan, tang, masker,
dan topi. Penggunaan VLV diaplikasikan jika kondisi gulma tergolong berat saat
29 kondisi sangat semak. Nozzle VLV 200 digunakan untuk aplikasi herbisida pada
spot gawangan dengan jarak lebar semprot adalah 1.2 meter dan tingkat kebasahannya lebih merata dengan flow rate 900-915 mlmenit. Volume semprot
yang dibutuhkan jika menggunakan VLV 200 dalam keadaan standar adalah 156 lha blanket. Nozzle VLV 100 digunakan untuk aplikasi spot piringan dengan
jarak lebar semprot adalah 1.2 meter dan tingkat kebasahannya merata dengan flow rate
400-430 mlmenit. Volume semprot yang dibutuhkan jika menggunakan VLV 100 dalam keadaan standard adalah 69 lha blanket.
Efisiensi penggunaan dosis herbisida dapat dicapai jika terlebih dahulu melakukan kalibrasi alat semprot. Perhitungan kebutuhan larutan untuk aplikasi
ke lapang adalah sebagai berikut: � =
F x 10 000 V x a
Ket: L = kebutuhan larutan dalam 1 ha lha, dengan mengetahui kebutuhan larutan per ha maka dapat diketahui konsentrasi bahan dalam larutan
F = Flow rate yaitu jumlah larutan yang keluar melalui nozzle setiap satu menit dengan tekanan tertentu, biasanya 1 bar lmenit
V = Kecepatan berjalan mmenit, merupakan kecepatan rata-rata penyemprot berjalan dengan membawa alat semprot
a = Lebar semprot m, merupakan lebar hasil semprotan yang keluar dari nozzle yang ditentukan oleh jenis nozzle, tekanan alat semprot, dan
ketinggian semprotan Contoh perhitungann :
Semprot piringan menggunakan herbisida „A‟ 1.5 liter per ha dengan nozzle VLV 200. Flowrate 0.9 lmenit, lebar semprot 1.2 m dan kecepatan penyemprot
berjalan 48 mmenit. Kebutuhan larutan VLV =
10.000 x 0.9 lmenit 48 mmenit x 1.2 m
= 156 L
m2 atau setara dengan 156 lha
Konsentrasi herb isida „A‟ = 1.5 lha 156 lha x 100 =
= 0.96
30 Perhitungan diatas memperlihatkan jika knapsack yang digunakan berisi
15 lit er, maka herbisida „A‟ yang dicampurkan dalam setiap knapsack adalah 15 l
x 0.96 = 0.144 liter atau setara dengan 144 cc. Jenis herbisida yang digunakan adalah herbisida dengan merk dagang
Primaxone dan Meta Prima. Primaxone merupakan herbisida purna tumbuh bersifat kontak, berbentuk larutan dalam air berwarna hijau tua, dan berbahan
aktif parakuat diklorida 276 gl yang berfungsi untuk mengendalikan jenis gulma berdaun lebar, sempit dan teki. Meta prima merupakan herbisida pra dan purna
tumbuh yang bersifat selektif, berbentuk butiran berwarna putih keabuan, dan berbahan aktif metil metsulfuron 20 yang berfungsi untuk mengendalikan
gulma berdaun lebar dan gulma berdaun sempit. Penyemprotan gulma secara kimiawi menggunakan herbisida dengan merk
dagang Kleenup 480 SL yang berbahan aktif isopropil amina glifosat 480 gl setara dengan glifosat 356 gl ampuh untuk mengendalikan gulma alang-alang.
Jenis herbisida ini merupakan herbisida purna tumbuh yang bersifat sistemik berbentuk larutan dalam air berwarna coklat muda. Dosis yang digunakan 3-6 lha
dan volume air yang dibutuhkan 200-400 lha. Waktu penyemprotan yang tepat adalah pada saat gulma tumbuh subur dan kematian gulma akan tampak pada saat
seminggu setelah aplikasi. Jenis herbisida yang digunakan SBHE terlihat pada Gambar 2.
a b
c Gambar 2. Merk Dagang Beberapa Jenis Herbisida yang Digunakan
a Meta Prima b Primaxone
c Kleen Up
Perbandingan primaxone dan air yang digunakan saat penyemprotan gulma 1:1 yaitu penggunaan primaxone untuk kapasitas satu kep sebanyak 60 cc
31 dan air sebanyak 60 cc. Cara pengaplikasian meta prima terlebih dahulu
melarutkan bahan dan air dengan perbandingan 1:10. Meta prima yang digunakan sebanyak 3 gram dilarutkan kedalam 30 cc air.
Premi yang diperoleh oleh seorang pekerja apabila melebihi basis akan memperoleh extra fooding kerajinan semprot sebesar Rp 2 500hari dan 1 kaleng
susu kental manis setiap 6 hari sekali. Seorang mandor chemist akan memperoleh premi sebesar Rp 20 000 jika ia berhasil menyelesaikan penyemprotan dalam
waktu minimal 15 hari dan maksimal 20 hari. Kegiatan penyemprotan di Divisi 2 menggunakan sistem Tim Unit
Semprot TUS yang terlihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Tim Unit Semprot TUS SBHE Keuntungan dibentuknya Tim Unit Semprot adalah menghemat tenaga
supervisi, kontrol lebih baik, mobilitas yang tinggi, kualitas kerja lebih baik dan pengorganisasian yang lebih mudah.
Perlengkapan utama Tim Unit Semprot terdiri dari 1 buah kendaraan roda empat truk tangki air dan 20-25 unit alat semprot sekaligus tenaga semprot
wanita yang tidak berganti-ganti. Tangki ini berfungsi sebagai tempat percampuran bahan herbisida dan air dalam jumlah besar. Kapasitas 1 tangki
adalah 1900-2000 l dan cukup untuk 126 kep.
Oles Anak Kayu.
Kegiatan oles anak kayu dilakukan beriringan dengan kegiatan pengendalian manual DAK. Oles anak kayu dilakukan di Blok C1.
Bahan olesan anak kayu menggunakan campuran herbisida dengan merk dagang Starlon dan solar. Perbandingan yang digunakan 1:20 yaitu penggunaan 1
liter Starlon membutuhkan campuran solar sebanyak 20 liter. Cara aplikasi meliputi anak kayu yang telah didongkel atau ditebas hingga kulitnya mengelupas
sampai terlihat kambium dilanjutkan dengan mengoleskan herbisida pada anak
32 kayu tersebut. Pengolesan dengan menggunakan jenis herbisida ini tergolong
ampuh dalam memberantas DAK karena bekerja secara sistemik sehingga anak kayu tersebut cepat mati.
Aplikasi oles anak kayu dilakukan pada areal rendahanlowland. Kondisi ini tergenang oleh air sehingga menyebabkan pengaplikasian bahan kimia kurang
efektif dan menyebabkan tercemarnya air akibat olesan bahan kimia tersebut.
Pengendalian Hama
Pengendalian hama dilakukan menggunakan pertisida nabati, khususnya untuk mengendalikan keberadaan ulat api. SBHE menggunakan tanaman Turnera
ulmifolia dan Nephrolepis biserata untuk mengendalikan hama ulat api. Turnera
ulmifolia ditanam di sepanjang jalan utama, jalan antar blok, dan sebagian di
pinggiran pasar pikul. Nephrolepis biserata ditanam di gawangan mati dan di sekitar tanaman berbentuk U-Shape. Nephrolepis biserata yang berfungsi sebagai
predator hama ulat api juga dapat menjaga iklim mikro tanaman kelapa sawit.
Pemeliharaan Tanaman dan Areal Pertanaman Penanaman
Muccuna bracteata MB.
Kegiatan pemeliharaan tanaman kelapa sawit TBM salah satunya adalah dengan melakukan penanaman MB yang
merupakan jenis tanaman penutup tanah LCC. Menurut BGA Group 2007 kelebihan MB adalah: 1 pertumbuhannya
sangat cepat, 2 lebih mudah tumbuh dan lambat dalam memasuki masa generatif, 3 memiliki toleransi yang tinggi terhadap cuaca panas, 4 tahan terhadap
naungan, 5 memproduksi biomasa perbanyakan stek yang lebih banyak, 6 lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit, dan 7 lebih baik dalam
mempertahankan erosi tanah karena mempunyai perakaran yang dalam. Perbanyakan MB dapat dilakukan dengan vegetatif stek dan generatif
biji. MB ditanam di sela-sela tanaman kelapa sawit di sekitar gawangan mati menghadap timur-barat. Penanaman terbaik dilakukan saat musim hujan karena
pada kondisi ini tanaman akan mendapatkan cukup air untuk membantu pertumbuhannya.
33 Tingkat pertumbuhan MB sangat cepat. Pertambah panjang mencapai 14
cm dalam waktu satu minggu sehingga membutuhkan pemeliharaan khusus agar pertumbuhannya tidak merambat ke jalan dan menutupi tanaman kelapa sawit
yang sedang dibudidayakan. Penanaman MB ini dilakukan oleh 4 orang pekerja dengan norma 2 HKHa.
Teknik perbanyakan MB dapat dilakukan dengan beberapa cara, meliputi: teknik penanaman 5 ruas batang, 3 ruas batang, dan 1 ruas batang Gambar 4.
a b
c Gambar 4. Teknik Penanaman Muccuna bracteata
a Teknik 5 Ruas b Teknik 3 Ruas
c Teknik 1 Ruas
Teknik perbanyakan MB dengan penanaman 5 ruas batang adalah yang umum dipakai di SBHE. Teknik penanaman ini memiliki persentase hidup yang
tinggi dibandingkan dengan teknik lain. Tahapan penyetekannya meliputi: 1 tanah dibuat guludan sepanjang ruas batang yang akan ditanam, 2 bagian tengah
guludan dibuat larikan, 3 menyiapkan stek yang siap ditanam. Kriteria stek siap tanam adalak kondisi stek yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua, 4 setiap
guludan ditanam 5 batang MB. Ruas kedua sampai ruas keempat ditimbun kedalam tanah, sedangkan ruas pertama dan kelima dibengkokkan kedalam tanah
dengan mata tunas menghadap keluar dan berhati-hati saat membengkokkan batang agar tidak patah. Daun pada batang dipotong setengah yakni mengurangi
evaporasi, 5 menutup MB yang telah ditanam dengan dedaunan atau jerami untuk mengurangi penguapan.
Teknik perbanyakan MB dengan penanaman 3 ruas batang dilakukan dengan cara dibengkokkan. Ruas pertama dan ketiga ditimbun kedalam tanah dan
ruas kedua menghadap keluar tanah. Teknik ini diharapkan untuk ruas kedua akan
34 mundul calon daun baru dan ruas pertama dan ketiga akan menjadi calon akar
baru. Teknik ini juga memiliki tingkat persentase hidup yang tinggi. Perbanyakan MB dengan teknik satu ruas umumnya dilakukan untuk
tujuan pembibitan yang ditanam di dalam polibag. Penanaman MB ini umumnya ditanam didalam polibag. Teknik penanamannya adalah menancapkan ujung ruas
kedalam tanah dan ujung satunya lagi mengarah keluar. Teknik penanaman ini memiliki memiliki tingkat persentase hidup yang rendah dan kurang efisien dari
segi waktu dan biaya. Pertumbuhan MB akan terlihat setelah 1 BST Bulan Setelah Tanam.
Pemupukan pertama menggunakan RP atau Guano dengan dosis 100 gram per tanaman atau setara dengan 100 kgha yang diaplikasikan dengan cara disebar
diatas kacangan. Pemupukan kedua dilakukan pada 3 BST dengan dosis 200 kgha.
Penanaman Nephrolepis biserata.
Nephrolepis merupakan jenis paku- pakuan yang tumbuh secara liar dan memiliki daya adaptasi yang tinggi. Jenis
tanaman ini sangat berguna dalam menjaga kelembaban disekitar tanaman kelapa sawit dan sebagai tanaman inang untuk predator ulat api. Penanaman nephrolepis
dikhususkan untuk areal TM yang telah ternaungi. Nephrolepis ditanam di sekitar gawangan mati tepatnya di rumpukan
pelepah yang berbentuk U-Shape. Bibit yang ditanam berasal dari tanaman yang tumbuh disekitar tanaman kelapa sawit sebelumnya. Teknik penanamannya
tergolong mudah dengan membuat lubang tanam di dekat rumpukan pelepah dan menananam nephrolepis tersebut. Rata-rata nephrolepis yang ditanam sebanyak
lima lubang tanam pada satu pohon kelapa sawit. Nephrolepis tidak memerlukan pemeliharaan khusus karena sifatnya yang mudah tumbuh. Kebutuhan tenaga
kerja yang diperlukan untuk menyelesaikan penanaman nephrolepis adalah 1.5 haHK.
Dongkel Kentosan. Dongkel kentosan merupakan salah satu kegiatan
pemeliharaan tanaman dengan membuang tanaman sawit liar yang tumbuh di sekitar tanaman kelapa sawit utama yang terdapat di piringan, gawangan maupun
pasar pikul. Sawit liar dicabut bertujuan agar penyerapan hara oleh tanaman kelapa sawit utama tidak terganggu. Kegiatan ini dikerjakan oleh 2 orang pekerja
35 dengan norma kerja 1-2 haHK untuk 1 blok dan 17 haHK untuk 1 CR
Collection Road.
Rawat Jalan.
Sarana jalan pada suatu kebun menjadi hal yang perlu diperhatikan karena kelancaran pengangkutan hasil panen dari TPH ke PKS
ditentukan oleh bagus tidaknya kondisi jalan. Jalan yang baik adalah jalan yang memiliki muka jalan padat, cembung, rata dengan tingkat kemiringan jalan kurang
dari 10 4.5
o
serta kering sistem drainase baik. Rawat jalan dilakukan dibawah kemandoran perawatan. Kemandoran ini
membawahi 6 orang pekerja dengan standar 7 jam kerja. Alat yang digunakan meliputi cangkul, ember, dodos, gergaji, dan kapak.
Rawat jalan dilakukan secara manual tanpa menggunakan alat berat terkait dengan kondisi jalan yang tidak terlalu parah sehingga. Pemeliharaan jalan secara
manual dan sedini mungkin akan mencegah jalan dari kerusakan lebih parah dan menekan biaya pemeliharaan jalan dan penggunaan alat berat. Rawat jalan
dimulai dengan membuatan parit-parit kecil di kanan kiri jalan kemudian dilanjutkan pengerukan lumpur yang menggenangi jalan. Menunggu beberapa saat
hingga tanah menjadi agak kering. Jalan yang rusak diberi kayu balok dan ditimbun dengan menggunakan tanah laterit untuk dipadatkan. Kayu tersebut
berfungsi sebagai palang jalan untuk menopang jalan jika ada truk atau kendaraaan berat lewat. Pemadatan jalan dengan tanah laterit diusahakan dalam
kondisi benar-benar padat sehingga kemungkinan kecil air dapat menggenangi jalan.
Sistem perbaikan jalan pada musim hujan dan kemarau memiliki perbedaan dari segi pekerjaannya. Perbaikan jalan pada musim hujan terlebih
dahulu dengan mengeruk lumpur hingga kering, dilanjutkan dengan penimbunan dengan kayu balok dan tanah laterit hingga benar-benar dalam kondisi padat.
Perbaikan jalan di musim kering dilakukan dengan membongkar balok kayu yang terdapat di jalan dan diganti dengan tanah laterit secara keseluruhan untuk
dipadatkan kembali. Pembongkaran balok kayu ini disebabkan karena kayu merupakan bahan organik yang lama kelaman akan mengalami pelapukan
sehingga dapat menyebabkan jalan akan mengalami kerusakan kembali.
36
Pembuatan Pasar Pikul. Pasar pikul merupakan jalan yang dibuat
diantara baris tanaman kelapa sawit yang diperuntukkan bagi pemanen agar mempermudah dalam hal akses jalan, mempermudah pelaksanaan panen,
pengangkutan buah ke TPH dan memudahkan dalam perawatan. Terdapat 2 pasar
pikul pada luasan 1 ha kelapa sawit.
Kegiatan pembuatan pasar pikul di bawah kemandoran perawatan yang terdiri dari 9 pekerja. Standar yang digunakan adalah mengikuti 7 jam kerja dan
tidak diberlakukan sistem premi. Pembuatan pasar pikul dilakukan di Blok A3. Pekerja membuat parit kecil di kanan dan kiri pasar pikul yang berfungsi sebagai
saluran drainase untuk mencegah pasar pikul tidak tergenang air.
Pruning atau pemangkasan merupakan kegiatan pembuangan daun-daun
tua atau daun yang tidak produktif pada tanaman kelapa sawit. Kondisi tanaman over pruning
harus dihindari. Over pruning adalah terbuangnya sejumlah pelepah produktif secara berlebihan yang akan mengakibatkan penurunan produksi.
Jumlah pelepah pada setiap pohon harus dipertahankan dalam jumlah tertentu sesuai dengan umur tanaman. Jumlah pelepah yang optimal untuk
tanaman berumur antara 3-8 tahun sekitar 48-56 pelepah 6-7 lingkaran daun. Jumlah pelepah yang harus dipertahankan untuk tanaman dengan umur lebih dari
8 tahun sekitar 40-48 pelepah 5-6 lingkaran daun. Pemangkasan dilakukan 6 bulan sekali untuk TBM dan 8 bulan sekali untuk TM.
Pruning dilakukan di Blok C 56. Alat yang digunakan meliputi dodos,
egrek, dan batu asah. Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah 2 orang. Standar yang digunakan mengikuti 7 jam kerja. Seorang pekerja dapat menyelesaikan 3 pasar
pikul. Pruning juga dapat dilakukan dengan sitem borongan. Upah yang diperoleh untuk kelapa sawit TBM sebesar Rp 1 500pohon dan TM sebesar Rp 700pohon.
Seorang pekerja akan memperoleh premi berdasarkan jam lemburnya setelah melewati 7 jam kerja. Premi yang diperoleh sebesar Rp 6 000jam.
Cara melakukan pemangkasan adalah memotong pelepah yang tergolong pelepah sengkleh, pelepah kering, maupun pelepah negatif yang melebihi jumlah
standar hingga mepet ke batang.
Pemupukan. Pemupukan merupakan kegiatan pemberian unsur hara
kepada tanaman. Pemupukan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara
37 tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan normal
pertumbuhan vegetatif dan berproduksi dengan maksimal pertumbuhan generatif serta kesuburan tanah dapat dipertahankan.
Pemupukan di SBHE menerapkan sistem kerja BGA Manuring System BMS. BMS merupakan program pemupukan yang dilakukan terintegrasi, mulai
dari pupuk sampai digudang kebun hingga pupuk sampai dilahan. Tujuan dibentuknya sistem BMS untuk meningkatkan output pekerja pemupukan dari
segi luasan hancak pupuk dan kualitas hasil pemupukan 5T. Sistem pemupukan secara BMS mulai diterapkan di SBHE pada Bulan
Maret. Pusat BMS dibagi kedalam 2 Rayon yaitu Rayon A yang berpusat di Div. I dengan daerah tugas pada Div. I hingga Div. III dan Rayon B berpusat di Div. IV
dengan daerah tugas pada Div. IV dan Div. V. Jumlah tenaga kerja pemupukan untuk setiap rayonnya adalah 58 karyawan, yang terdiri dari 28 penabur, 14
pengecer, 12 penguntil, dan 4 Bongkar Muat BM. Pencapaian output sistem BMS tidak terlepas dari prosedur atau langkah-
langkah kerja, seperti: 1 persiapan alat dan bahan, 2 teknis kerja, 3 pemeriksaan mutu pemupukan oleh mandor pupuk, 4 melakukan management goni, dan 5
pertanggungjawaban oleh tim supervisi. Pemupukan dilakukan di Blok A5 dan A6. Rekomendasi pemupukan yang
dilakukan berdasarkan uji analisis daun, jenis tanah, status hara, dan potensi produksi yang diharapkan.
Pemupukan dilakukan secara berkelompok yang dikenal dengan KKP Kelompok Kerja Pupuk. KKP terdiri dari 2 BMP, 10 penabur pupuk, 5 pengecer
dan 3 penguntil. Pemupukan dilakukan secara manual. Alat-alat yang digunakan meliputi karung, tali pengikat, ember, timbangan
“cantelan”, mangkuk paralon cepuk ukuran 500 gram, cangkul, sekop, tali untuk menggendong, sarung
tangan, masker, dan angkong. Pupuk yang digunakan adalah Rock Phosphate RP. Rotasi pemupukan RP dilakukan dua kali dalam setahun. Kandungan dari
pupuk RP adalah P
2
O
5
29.73 . Fungsi pupuk ini adalah merangsang pertumbuhan akar tersier dan kuartener.
Tahapan dalam kegiatan pemupukan adalah: 1 para penguntil menimbang dan membagi pupuk kedalam sejumlah karung dengan berat 18 kgkarung untuk 8
38 pohon karung tergantung dosis yang direkomendasikan untuk setiap pohonnya,
2 mengikat karung, 3 pupuk yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam truk pengangkut pupuk dan dibawa ke blok yang akan menjadi target aplikasi
pemupukan, 4 BMP meletakkan pupuk di pinggir pasar untuk selanjutnya di langsir oleh pelangsir ke pasar pikul, 5 para pelangsir pupuk menempatkan
pupuk-pupuk ke areal pasar pikul hingga mencapai pasar tengah. Pelangsir meletakkan 1 untilan pupuk pada setiap 8 pohon sehingga dalam satu pasar pikul
terdapat 4 until pupuk hingga pasar tengah, 6 para penabur mengambil pupuk dan mengaplikasikannya ke pohon yang menjadi target pemupukan.
SBHE dalam aplikasi pemupukan menggunakan RP, Guano, Urea, MOP, Kieserite, ZinCopper, dan HGF-B. Tanaman kelapa sawit TBM menggunakan
jenis pupuk majemuk dan jenis pupuk tunggal diaplikasikan pada kelapa sawit TM. Jenis dan cara aplikasi pemupukan pada TBM dan TM dapat dilihat pada
Tabel 8 dan 9. Tabel 8. Jenis Pupuk, Kelompok Pupuk dan Aplikasi Pemupukan pada
Tanaman Kelapa Sawit TBM di SBHE
Jenis Pupuk Kelompok
Aplikasi
HGF-B, Cu, NPK 16- 10-18, NPK 14-8-21
Mikro Diaplikasikan dekat dengan pangkal batang
± 20 cm dari pangkal batang Cu areal pasir, gambut
Mikro Sistem tugal dekat dengan pangkal batang
Urea, MOP, NPK 15- 15-15, NPK 12-12-17
Makro Di piringan di bawah tajuk terluar
mengarah ke dalam dengan sistem tabur RP atau Guano
Makro Dibawah tajuk mengarah keluar dengan
sistem tabur “U-Shape” Sumber: Lembaga Researh BGA Plantations 2010
Tabel 9. Jenis Pupuk, Kelompok Pupuk dan Aplikasi Pemupukan pada Tanaman Kelapa Sawit TM di SBHE
Jenis Pupuk Kelompok
Aplikasi
Zn, Borate, CuSO4, dan FeSO4
Mikro Di sekeliling pohon dengan radius 0.5-1
meter dari pangkal pohon NPK 16 dan 14
Palmo Makro
Pada areal pasir dilakukan dengan sistem pocket dekat dengan pangkal batang
Urea dan MOP Makro
Berbentuk U-Shape dengan radius 1.5-2 meter dari pangkal pohon arah dalam piringan
Sumber: Lembaga Research BGA Plantations 2010
39 Pasar pikul tidak boleh diaplikasikan pupuk. Hal ini disebabkan kurang
efektif dan efisiennya pemanfaatan pupuk karena pasar pikul adalah akses jalan dan bukan merupakan areal peresapan unsur hara oleh akar tanaman.
Aplikasi pemupukan untuk setiap jenis pupuk memiliki waktu aplikasi yang berbeda-beda. Hal ini disesuaikan dengan kondisi curah hujan, peranan dari
unsur hara yang terkandung pada pupuk tersebut, sifat dan karakteristik dari jenis pupuk, ketersediaan pupuk di unit kebun, dan lain-lain. Rotasi masing-masing
jenis pupuk dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Rekomendasi Waktu Aplikasi Pemupukan di SBHE 2011
Sumber: Lembaga Research BGA Plantations 2010 Aplikasi RP dilapang sebanyak 8 ton pupuk. Dosis yang digunakan 2.25
kgpohon sehingga jumlah pohon yang dipupuk sebanyak 3556 pohon. Aplikasi pupuk dilakukan dengan membagi karyawan menjadi beberapa KKP. Masing-
masing KKP terdiri dari 3 orang yaitu 1 pelangsir dan 2 penabur yang memiliki hancak tugas 5 pasar pikul atau setara dengan 2.5 ha. Standar yang digunakan
dalam pemupukan adalah 500 kgHK. SBHE menerapkan sistem basis dalam pemupukan untuk memperoleh
premi. Kelebihannya adalah: 1 hemat dalam penggunaan jumlah tenaga kerja, 2 output
karyawan pupuk menjadi lebih tinggi dan 3 kesejahteraan karyawan khususnya karyawan pemupukan akan meningkat. Ketentuan sistem premi di
SBHE sebagai berikut: a. Mandor Pupuk
Seorang mandor pupuk akan mendapatkan premi sebesar Rp 20 000 per hari jika karyawannya telah mencapai basis tugas.
40 b. Penabur
Premi diberikan kepada penabur apabila telah mencapai basis tugas sebesar 500 kgHK sehingga mendapatkan uang tambahan sebesar Rp 2 500
sebagai Extra Fooding dan 1 kaleng susu kental manis setiap minggunya. Tambahan penghasilan sebesar Rp 100kg akan diberikan setelah melebihi
basis. c. Penguntil
Premi diberikan kepada penguntil apabila telah mencapai basis tugas sebesar 2 tonHK. Seorang penguntil yang mencapai basis tugasnya dan
menguntil pupuk lagi sebanyak 1 ton maka akan mendapatkan premi sebesar Rp 24 000HKton dan tambahan uang Rp 2 500 sebagai Extra Fooding.
d. BMP Bongkar Muat Pupuk Premi diberikan kepada BMP apabila telah mencapai basis tugasnya
sebesar 4 tonHK. Premi sebesar Rp 12kg akan diberikan setelah mencapai basis tugas dan ditambah dengan Rp 2 500 sebagai Extra Fooding.
Kegiatan Simulasi Kebun Field Visit.
Field Visit merupakan kegiatan kunjungan lapang yang
bertujuan untuk memeriksa kondisi kebun pada waktu yang telah ditetapkan sehingga dapat diketahui permasalahan-permasalahan yang terjadi di kebun
sehingga dapat dicari jalan keluar dari permasalahan-permasalahan tersebut. Kegiatan ini dihadiri oleh Estate Manager, Asisten Kepala Kebun, Asisten Divisi,
dan Mandor I yang dilakukan di setiap divisi secara bergiliran. Field visit dilakukan setiap hari Jumat. Kegiatan-kegiatannya meliputi sosialisasi mengenai
deklarasi transpor dan pemeriksaan mutu transpor serta sosialisasi mengenai mutu
buah dan mutu hancak.
Sosialisasi deklarasi transpor dan pemeriksaan mutu transport merupakan salah satu upaya yang dilakukan pihak kebun dalam menjaga kelancaran buah
yang telah dipanen hingga sampai ke PKS untuk diproses ke tahap selanjutnya tepat waktu. Sosialisasi ini dipimpin oleh Estate Manager. Kelancaran buah
sampai ke PKS tepat pada waktunya harus diperhatikan, seperti: akses jalan tidak boleh rusak dan harus tembus oleh motor, mobil maupun unit pengangkut buah.
41 Kroscek
atau pengawasan ulang oleh Mandor I dan Asisten tiap-tiap divisi bertujuan untuk mengetahui permasalahan yang terjadi sehingga dapat dicari jalan
keluarnya. Kegiatan Field Visit juga membahas mengenai mutu buah yang layak
panen untuk dibawa ke PKS. Sosialisai mutu buah ini disampaikan oleh Asisten Kepala Kebun di Blok G 15 dan 16. Kategori buah layak panen adalah buah yang
telah membrondol 5 alami di piringan. Buah membrondol 1-4 dikategorikan kedalam buah kurang matang under ripe. Pemanen harus lebih teliti sebelum
melakukan pemanenan dengan melihat karakteristik dari buah tersebut. Output
yang diharapkan dari kegiatan Field Visit untuk membangun suatu kompetisi yang sehat pada setiap divisi sehingga dapat memacu untuk bekerja
lebih baik, menimbulkan budaya malu antar sesama divisi dalam menciptakan suatu perubahan dan memperbaiki kualitas panen.
Simulasi Kegiatan LSU Leaf Sampling Unit. LSU merupakan kegiatan
pengambilan contoh daun sebagai dasar penentuan rekomendasi pemupukan untuk satu tahun yang akan datang. Kegiatan LSU dilakukan setiap satu tahun
sekali oleh kebun yang dikoordinasi oleh Departemen Riset. Saat kondisi normal waktu pelaksanaan LSU sekitar 2-3 bulan setelah pemupukan semester I
dilakukan. Jumlah tanaman yang diambil sebagai sampel dalam satu blok LSU adalah
1 dari total pohon pada blok. Simulasi dilakukan di Blok B11 dan B12, beranggotakan 4 orang dari utusan Lembaga Research, Asisten Kepala, dan
perwakilan dari masing-masing divisi Asisten Divisi, Mandor I, dan 3 karyawan sebagai pelaksana LSU. Peralatan yang dibutuhkan diantaranya: parang atau
gergaji, egrek, pisau yang tajam dan bersih, kantong plasik untuk tempat sampel daun, cat dan kuas cat, form pencatatan pohon sampel, dan alat tulis.
Pengambilan sampel daun harus dilakukan secara hati-hati sesuai dengan prosedur untuk menghindari adanya kontaminasi. Langkah kerja dalam
pengambilan LSU meliputi: 1 pengambilan sampel daun dilakukan antara pukul 06.00-12.00 WIB, terkait klorofil daun yang masih aktif pada batasan waktu
tersebut, 2 kelompok pengambilan sampel terdiri dari 3 orang; ketua kelompok bertugas dalam mencatat hasil dan gejala defisiensi tanaman, anggota I bertugas
42 mengukur dan mengambil sampel daun dan anggota II bertugas mencari pohon
sampel, menentukan pelepah ke 17 dan memotongnya, 3 pohon sampel yang berada di pinggir jalan posisinya minimal selang tiga baris pohon kearah dalam
blok, 4 sampel daun yang telah diambil jangan sampai terjatuh ke tanah, 5 tenaga kerja dilarang merokok saat mengambil sampel daun.
Metode Pengutipan Brondolan.
Ada 2 metode pengutipan brondolan yang berlaku di SBHE yaitu metode kutip jagung hand picking dan metode
pengutipan dengan garu. Metode hand picking merupakan metode pengutipan brondolan dengan
cara mengutip brondolan satu per satu secara manual menggunakan tangan. Brondolan yang dihasilkan bersih dari sampah dan kontaminan lainnya. Metode
ini bisa digunakan untuk menangani lahan yang memiliki piringan sempit karena terhalang gulma dan piringan tidak rata. Hand picking dapat diterapkan dengan
ketentuan pusingan normal 67 dan kondisi pasar pikul baik.
Metode pengutipan dengan garu menggunakan alat bantu garu untuk mengutip brondolan. Pemanen dapat mengumpulkan brondolan yang jatuh di
piringan lebih cepat dengan sekali raup. Metode ini lebih mudah diterapkan dengan lahan piringan datar dan bersih.
Metode handpicking dilakukan pada 11 pohon dan metode pengutipan dengan garu dilakukan terhadap 16 pohon. Hasil pengamatan memperlihatkan
waktu yang dibutuhkan untuk mengutip brondolan pada masing-masing metode tidak menunjukkan perbedaan nyata jika dilakukan pada jumlah pohon yang sama.
Perbedaan nyata tampak pada kualitas brondolan saat dikumpulkan di TPH. Brondolan dengan metode handpicking hasilnya lebih bersih dan pemanen tidak
perlu membersihkan ulang brondolan saat di TPH. Hasil brondolan menggunakan garu menunjukkan brondolan kotor yang tercampur dengan tanah, daun kering,
ranting, dan kerikil sehingga pemanen harus membersihkan ulang brondolan saat di TPH.
SBHE lebih menganjurkan pengutipan brondolan dengan menggunakan hand picking
untuk mendapatkan kualitas buah yang lebih baik. Syarat diberlakukannya hand picking adalah pusingan blok dan pohon harus normal serta
43 sarana maupun prasarana harus bagus, baik dari alat yang digunakan, pasar pikul,
piringan, pemanen, dan lain-lain.
Kegiatan Pemanenan
Proses pemanenan pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan memotong tandan buah masak, memungut brondolan, dan mengangkutnya dari
pohon ke tempat pengumpulan hasil TPH serta ke pabrik. Kriteria panen yang perlu diperhatikan adalah matang panen, cara panen, alat panen, rotasi panen,
sistem panen, serta mutu panen.
Panen di SBHE menerapkan sistem BGA Harvesting System BHS.
Metode ini memiliki sistem panen yang lebih terkosentrasi, adil, bersinergi, dan terigentrasi. Kelebihan sistem BHS diantaranya: memberikan pendapat yang lebih
baik kepada pemanen, memberikan tingkat kemudahan dalam aktivitas kegiatan potong buah, dan adil.
Ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan meliputi: 1 setiap divisi hanya mempunyai satu seksi per hari rotasi 67, 2 seluruh kemandoran panen
melakukan potong buah pada seksi yang sama per hari, 3 batas hancak kemandoran dalam blok, seksi panen dan tenaga panen harus jelas, 4 dibentuknya
Kelompok Kecil Pemanen KKP untuk mengantisipasi ketidakhadiran salah satu anggota KKP 3-4 pemanen per KKP, 5 hancak mandor, KKP dan pemanen
bersifat tetap, 6 kegiatan panen dimulai dan diakhiri dengan arah yang sama, 7 pengerjaan panen diselesaikan block by block secara menyambung ke arah
collection road .
Kriteria matang panen
Kriteria matang panen ditentukan saat kandungan minyak maksimal dan kandungan asam lemak bebas atau Free Fatty Acid ALB atau FFA minimal.
Kriteria matang panen bergantung pula pada berat tandan. Berat tandan 10 kg minimal 2 brondolankg untuk tiap tandan dan berat tandan 10 kg minimal 1
brondolankg. SBHE menggunakan ketentuan kriteria matang panen sebanyak 5
brondolan alami yang jatuh di piringan. Hal ini bertujuan untuk memudahkan para
44 pemanen dalam menentukan kriteria masak buah sehingga dapat meminimalkan
adanya buah kurang matang under ripe dan menghindari buah lewat matang over ripe di pusingan berikutnya.
Kondisi di lapang menunjukkan bahwa terdapat buah yang disebut buah abnormal. Buah abnormal terdiri atas buah parthenocarpi dan buah keras atau
buah batu hard bunch. Buah parthenocarpi memiliki lebih dari 75 total brondolan di permukaaan buah cengkeh yang tidak terbentuk secara sempurna.
Buah ini berwarna hitam dan tidak mempunyai kandungan minyak. Buah batu memiliki tanda-tanda kematangan dengan memperlihatkan adanya keretakan atau
pecah-pecah, buah tidak membrondol dan saat itulah buah siap untuk dipanen. Buah batu kebanyakan muncul saat musim kemarau. Buah landak adalah buah
yang mempunyai banyak duri pada satu tandan. Buah landak sulit membrondol di piringan. Ketelitian pemanen sangat diperlukan sebelum melakukan pemanenan
dengan melihat kondisi buah dan karakteristik buah yang ada di pohon.
Rotasi atau Pusingan Panen
Rotasi panen adalah waktu yang diperlukan antara panen terakhir sampai panen berikutnya pada tempat yang sama. Rotasi panen bergantung pada
kerapatan panen, kapasitas pemanenan, dan keadaan pabrik. Rotasi panen juga dipengaruhi oleh iklim yang menimbulkan adanya panen puncak dan panen kecil.
SBHE menggunakan sistem rotasi 67, artinya dalam satu luasan areal tertentu dibagi menjadi 6 hari panen yaitu hari senin sampai dengan hari sabtu
dengan rotasi ulangan 7 hari. Rotasi yang dilakukan lebih dari 7 hari dapat mengakibatkan meningkatnya buah yang terlalu matang sehingga brondolan yang
dihasilkan akan lebih banyak dan meningkatkan ALB.
Sistem Panen
Hancak panen merupakan luasan areal yang akan dipanen dalam satu hari. Ada dua sistem hancak panen yaitu sistem giring dan sistem tetap. Sistem hancak
yang digunakan di SBHE adalah sistem hancak giring tetap. Sistem hancak giring tetap yaitu sistem hancak pada setiap kemandoran panen yang memiliki hancak
tetap, sementara pemanen dalam kemandoran tersebut dapat dilakukan giring atau
45 perubahan hancak sesuai dengan kebutuhan, misalnya berdasarkan kerapatan
panen, output pemanen dan lain-lain.
Angka Kerapatan Panen AKP
Tujuan dari penentuan AKP adalah mengetahui banyaknya janjang yang akan dipanen pada hari tersebut, jumlah tenaga pemanen yang diperlukan dan
kebutuhan transportasi truk. Perhitungan AKP dilakukan melalui taksasi atau sensus potong buah dengan sampel yang diambil secara acak sebanyak 10 dari
luas blok yang akan dipanen. Cara penentuan AKP adalah sebagai berikut: kerapatan =
jumlah janjang yang akan dipanen jumlah pohon yang diamati
x 100 Contoh:
Seorang mandor panen melakukan taksasi produksi untuk menentukan jumlah janjang yang akan dipanen besok di Blok B3. Taksasi produksi dilakukan
pada 125 pohon sampel dan didapatkan hasil bahwa jumlah janjang yang telah dihitung sebanyak 37 janjang. AKP pada blok tersebut dan estimasi janjang yang
akan dipanen besok adalah sebagai berikut: Jawab:
= 37 janjang
125 pohon x 100 = 27.21 janjangpohon
Besarnya estimasi jumlah janjang yang akan dipanen besok pada blok tersebut adalah:
= AKP x populasi pohonha x luasan blok yang diamati = 27.21 janjangpohon x 134 pohonha x 29.08 ha
= 1 060 janjang Jadi, dapat diketahui bahwa pada Blok B3 memiliki AKP sebesar 27.21
dengan estimasi jumlah janjang yang akan dipanen besok sebanyak 1 060 janjang.
Kebutuhan Tenaga Kerja Panen TKP
Perencanaan Setiap pemanen dapat memanen dengan luasan lahan 3-4 hahari pada kondisi normal. ITK pemanen di SBHE adalah 0.06. Kebutuhan
tenaga kerja panen dalam sehari dapat diketahui dengan menggunakan persamaan:
46
Kebutuhan TKP = A x B x C x D
E Keterangan:
A = Luas ancak yang akan dipanen ha
B = Kerapatan panen
C = Berat janjang rata-rata BJR kg
D = Populasi tanamanha
E = Kapasitas panenHK
Fraksi TBS dan Mutu Panen
Ada beberapa tingkatan atau fraksi dari TBS yang dipanen. Fraksi-fraksi tersebut sangat mempengaruhi mutu panen, termasuk kualitas minyak sawit yang
dihasilkan. Ada lima fraksi TBS dengan kriteria layak untuk dipanen adalah berada pada fraksi 1, 2, dan 3 Tabel 11.
Tabel 11. Beberapa Tingkat Fraksi TBS Fraksi
Jumlah Brondolan Tingkat
Kematangan 00
Tidak ada, buah berwarna hitam Sangat mentah
1-12.5 buah luar membrondol Mentah
1 12.5-25 buah luar membrondol
Kurang matang 2
25-50 buah luar membrondol matang I
3 50-75 buah luar membrondol
Matang II 4
75-100 buah luar membrondol Lewat matang I
5 buah dalam juga membrondol, ada buah busuk
Lewat matang II Sumber: Pusat Penelitian Marihat 1982
SBHE memiliki ketentuan yang berbeda dalam menentukan kriteria derajat kematangan buah. Kriteria kematangan buah di SBHE pada Tabel 12.
Tabel 12. Beberapa Tingkat Fraksi TBS di SBHE Fraksi
Tingkat Kematangan 0 buah membrondol
Mentah 2 brondolkg
Kurang matang 2 brondolkg
Matang 75 membrondol semua
Lewat matang 100 buah luar membrondol semua
Janjang kosong Sumber: BGA Group Plantations 2010
47
Basis Panen
Basis yang diterapkan di SBHE adalah basis borong tugas, basis waktu dan basis hancak. Seorang pemanen harus memenuhi persyaratan dari 3 basis
tersebut. Basis ditentukan berdasarkan BJR dan topografi. Basis tugas atau borong adalah jumlah tandan yang harus dipanen dalam
satu hari kerja oleh seorang pemanen dalam satu hari kerja 7 jam. Basis tugas ditentukan berdasarkan tahun tanam, keadaan buah dan topografi. Penetapan basis
borong di SBHE berdasarkan tahun tanam. Basis tugas untuk tahun tanam 1998 adalah 110. Basis borong untuk tahun tanam 2002, 2003, 2005, 2007 dan 2008
adalah 120. Basis waktu adalah jumlah tandan yang harus dipanen berdasarkan
ketentuan waktu yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Jam kerja seorang pemanen di SBHE hingga pukul 14.00 WIB. Seorang pemanen yang telah
mencapai basis borong juga harus memenuhi basis waktunya. Basis hancak adalah jumlah tandan yang harus dipanen oleh seorang
pemanen sesuai dengan ketetapan luasan hancak pada kebun tersebut.
Premi dan Denda Panen
Premi panen merupakan pemberian pendapatan diluar gaji pohon apabila pemanen telah memanen janjang melebihi dari basis yang telah ditetapkan.
Besarnya premi panen di SBHE ditentukan berdasarkan tim atau model pemanen dan berdasarkan tahun tanam.
Tim pemanen terdiri atas 3 model, yaitu model BHS Non-DOL, BHS- DOL 2 dan BHS-DOL 3. Tim pemanen BHS Non
–DOL adalah pemanen melakukan potong buah cutter sekaligus bertugas sebagai pengutip brondolan
LF Picker dan membawa hasil panen langsung ke TPH Carrier. BHS
–DOL 2, kegiatan pemanenan terdiri atas dua orang pekerja, yaitu satu orang sebagai
potong buah dan mengangkut hasil panen ke TPH cutter+carrier dan satu orang lagi sebagai pengutip brondolan LF Picker. BHS
–DOL 3, kegiatan pemanenan terdiri atas tiga orang pekerja. Satu orang sebagai potong buah dan potong pelepah
sekaligus merumpuknya berbentuk U-Shape Cutter+Frond Stacking, satu orang
48 sebagai pembawa buah hasil panen ke TPH Carrier, dan satu orang sebagai
pengutip brondolan LF Picker. Ketentuan pemberian premi juga didasarkan pada tahun tanam. Hal ini
disebabkan semakin lama tahun tanam maka berpengaruh terhadap BJR janjang yang semakin besar pula yang dihubungkan pada kemampuan pemanen dalam
memotong buah. Premi lebih borong yang diberikan untuk janjang dengan tahun tanam 1998 sebesar Rp 380janjang, sedangkan untuk tahun tanam 2000, 2002,
2003, 2005, 2006, 2007, dan 2008 premi lebih borong yang diberikan sebesar Rp 320janjang.
Sistem pemberian premi pada setiap model pemanen memiliki ketentuan yang berbeda. Cara perhitungan premi pada masing-masing model tim pemanen
dapat dilihat pada Lampiran 8. Perbedaaan masing-masing model sebagai berikut: 1. Model BHS Non DOL
Sistem premi yang diberikan jika telah mencapai basis siap borong yaitu sebesar Rp 8 500. Pemanen yang telah mencapai basis borong akan
mendapatkan uang tambahan yang besarnya dihitung dengan mengalikan premi lebih borong dengan janjang yang dihasilkan.
2. Model BHS –DOL 2
Seorang cutter+carrier yang telah mencapai 150 dari basis borong akan memperoleh premi sebesar Rp 1 500, apabila telah mencapai 165 dari basis
borong maka akan mendapatkan premi sebesar Rp 3 000 dan ditambah Rp 1 500. Pencapaian janjang panen sebesar 180 dari basis borong, pemanen
akan mendapatkan premi sebesar Rp 6 000 dan ditambah Rp 4 500. Seorang LF Picker
akan memperoleh premi apabila telah mencapai basis borong sebesar 275 kg brondolan. Setiap kilogram brondolan yang dihasilkan akan
dikalikan Rp 90 setelah melebihi dari basis borongnya. 3. Model BHS
–DOL 3 Kriteria premi yang diberikan pada model BHS
–DOL 3 adalah: 1 pemanen Cutter+Frond Stacking dan Carrier akan memperoleh premi
sebesar Rp 1 000 jika telah mencapai 220 dari basis borong. Premi sebesar Rp 1500 akan diperoleh setelah mencapai 240 dari basis borong dan
ditambah dengan Rp 1 000. Premi sebesar Rp 5 000 akan diperoleh setelah
49 mencapai 260 dari basis borong dan ditambah dengan Rp 2 500, 2
pemanen LF Picker akan memperoleh premi setelah mencapai basis 275 kg brondolan. Banyaknya brondolan per kilogramnya akan dikalikan dengan Rp
90 setelah mencapai basis borong. Premi juga diberikan kepada Mandor Panen, Kerani Buah, Mandor I dan
Kerani Transpor. Premi yng diberikan kepada Mandor Panen adalah 150 dari rata-rata premi pemanen kemandorannya. Premi yang diberikan kepada Kerani
Buah adalah 125 dari rata-rata premi panen pemanen kemandoran yang bersangkutan. Premi Mandor I adalah 125 dari premi Mandor Panen. Premi
Kerani Transpor adalah 110 dari rata-rata premi kerani buah. Penerapan sistem denda diberikan kepada pemanen yang melanggar
ketentuan yang telah diterapkan. Bentuk kesalahan dan denda di SBHE seperti: potong buah mentah, 6 berondolahjanjang di TPH, buah masak tidak dipotong,
buah masak dipotong tinggal di hancak, loose fruit tidak dikutip, memotong buah tidak sempurna, buah tidak distempel, brondolan banyak sampah, gagang panjang
dengan panjang rata-rata lebih dari 3 cm, pelepah tidak disusun, pelepah sengkleh, buah busuk, karung atau alas karung tercecer, janjang tinggal di TPH, over
pruning, dan lain-lain. Rata-rata kesalahan yang umum dilakukan oleh pemanen
adalah buah mentah dipotong, brondolan 6 brondolJjg di TPH, brondolan tidak dikutip yang tertinggal di pohon, piringan, pasar rintis maupun di TPH. Pemanen
yang memanen buah mentah akan mendapatkan denda sebesar Rp 5 000janjang. Pemanen yang memanen buah dengan ketentuan 6 brondoljanjang akan
mendapatkan denda sebesar Rp 500janjang. Brondolan tinggal di pohon, piringan, maupun TPH akan dikenakan denda sebesar Rp 500pohon.
Sistem denda yang di terapkan di SBHE juga diberlakukan untuk supervisi, yaitu Mandor I, Mandor Panen, Kerani Buah, dan Kerani Transpor.
Jenis –jenis kesalahan meliputi: under ripe 10, kesalahan tidak didenda mutu
hancak dan mutu buah, tidak mencatat sesuai mutu buah pada hari tersebut, mencatat hasil TBS+LF Picker berlebihan dari aktual, empty bunch 5
terangkut ke PKS, buah tinggal di TPH buah restan, pengangkutan tidak FIFO, berondolan tinggal 60 brondolha, pusingan panen 9 hari, dan janjang tinggal
1 janjangha. Bentuk denda yang dikenakan kepada para supervisi; Mandor I,
50 Mandor Panen, Kerani Panen, dan Kerani Transpor berupa premi hari tersebut
tidak dibayar.
Pelaksanaan Panen
Pelaksanaan panen di SBHE dibagi kedalam dua kemandoran. Setiap kemandoran terdiri atas 16 orang pemanen. Sistem panen yang diberlakukan
menggunakan sistem KKP Kelompok Kecil Pemanenan. Setiap 1 orang pemanen harus menyelesaikan 2 pasar pikul pada luasan 1 ha.
Setiap pemanen harus membawa perlengkapan panen, seperti: angkong, egrek, dodos, gancu, garu, stempel, dan karung untuk alas brondol. Seorang
pemanen harus memperhatikan mutu buah yang dipanen ripe, unripe, under ripe, over pruning, empty bunch, long stalk,
kontaminasi, alas brondolan, dan brondolan busukTPH dan mutu hancak buah tinggal, brondolan tinggal, pelepah
sengkleh, pohon over pruning.
Grading Buah
Grading Buah TBS adalah kegiatan menggolongkan buah berdasarkan tingkat kematangan sesuai dengan standar yang ditentukan perusahaan. Grading
TBS dilakukan minimal 10 dari total estimasi taksasi produksi pada hari pelaksanaan panen.
Terdapat ketetapan oleh pihak PKS terhadap kebun dalam menentukan standar grading buah agar tercapainya kualitas minyak yang tinggi. Standar yang
digunakan untuk buah masak ripe 85 , unripe 0 , under ripe 8 , over ripe
7 , empty bunch 0 , buah abnormal 2 , long stalk 0, brondolan segar 100 , sampahkontaminasi 5 , losses fruit 8 , dan
serangan tikus 0 . Pengawasan Panen
Target dari kegiatan panen adalah mendapatkan buah dengan kualitas dan kuantitas yang baik sehingga menghasilkan minyak dengan rendemen tinggi.
Pencapaian target tersebut tidak terlepas dari pengawasan panen. Pengawasan kegiatan panen dilakukan oleh tim supervisi.
51 Mandor panen bertugas mengawasi pemanen sampai hancaknya selesai,
mengawasi mutu buah hingga buah terangkut ke PKS dan melakukan taksasi produksi harian. Mandor I dan Asisten melakukan inspeksi panen sebanyak 5 kali
per minggu bersama mandor panen. Kerani panen bertugas mencatat jumlah TBS
yang telah dipanen dan melakukan grading buah sebelum diangkut ke PKS. Transportasi Panen
Alat angkut yang digunakan di SBHE untuk mengangkut buah ke PKS adalah truk. SBHE memiliki 10 unit truk. Penentuan kebutuhan truk berdasarkan
hasil taksasi yang telah dilakukan sehari sebelumnya oleh mandor panen. Kapasitas satu unit truk adalah 7-7.5 ton TBS.
Pengangkutan TBS dari lapangan ke PKS menggunakan dua sistem, yaitu: 1 pengangkutan dengan kendaraan kebun intern yaitu pengangkutan TBS
dilaksanakan dan diawasi oleh kebun dan 2 pengangkutan oleh pemborong extern
yaitu pengangkutan TBS dilakukan oleh kontraktor namun pelaksanaannya dibawah pengawasankontrol kebun. Biaya angkut dihitung
berdasarkan harga per kilogram TBS yang jumlahnya sesuai dengan hasil penimbangan di PKS.
52
0.0 2.0
4.0 6.0
8.0 10.0
12.0 14.0
S e
b ar
an
2009 2010
Bulan
Analisis Produksi TBS
Besarnya tonase produksi TBS dalam satu tahun yang akan dicapai oleh suatu kebun dapat diketahui berdasarkan hasil sensus produksinya. Sensus
produksi dilakukan dua kali dalam setahun yaitu untuk mengetahui produksi TBS pada semester I kondisi lowcrop dan semester II kondisi peakcrop. Musim
panen puncak berlangsung 2-3 bulan dalam setahun dan biasanya pada bulan panen puncak produksi TBS meningkat 12-13 dari produksi setahun. Angka ini
selalu dipakai untuk memperhitungkan kapasitas pabrik. Besarnya estimasi produksi TBS untuk satu tahun berdasarkan hasil
sensus, selanjutnya disebar pada setiap bulannya dengan melihat potensi buah yang disebut dengan sebaran produksi Gambar 5.
Gambar 5. Persentase Sebaran Produksi di SBHE 2009-2010
Sebaran produksi tahun 2010 mengalami fluktuasi setiap bulannya dari tahun sebelumnya 2009. Sebaran terendah pada Bulan Agustus dan tertinggi
dicapai di Bulan Desember Gambar 5. Kondisi ini disesuaikan dari sebaran produksi pada tahun-tahun sebelumnya dengan melihat faktor-faktor produksi
yang mempengaruhinya. Sebaran produksi yang diketahui tiap bulannya dapat dijadikan sebagai acuan oleh pihak kebun dalam mengestimasikan kebutuhan
tenaga kerja, baik tenaga kerja pemanen maupun BM Bongkar Muat, kebutuhan alat kerja, dan kebutuhan unit transportasi untuk kegiatan evakuasi buah.
Sebaran produksi yang diketahui tiap bulannya dapat juga digunakan oleh pihak
53 Marketing Departement
sebagai dasar penentuan untuk kegiatan penjualan CPO dan KPO.
Potensi produksi merupakan kemampuan tanaman dalam memenuhi semua asumsi-asumsi agronomis dan fisiologis, saat tanaman mampu beradaptasi
terhadap lingkungan sebagai tempat tumbuhnya serta mendapat cukup pasokan hara dan air tanpa ada gangguan hama dan penyakit. Besarnya potensi produksi
yang dimiliki digunakan oleh kebun sebagai dasar atau acuan dalam perencanaan biaya cost yang akan dikeluarkan perusahaan pada periode tertentu, baik untuk
semesteran maupun tahunan. Potensi produksi TBS di SBHE dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Potensi Produksi TBS di SBHE 2009-2010
Tahun Tanam
Potensi Produksi TBS 2009
2010 RUT S. Marihat RUT S. Marihat
...………..tonha…………
1998 25
25 25
25 1999
- -
- -
2000 25
25 25
25 2001
- -
- -
2002 16
25 19
25 2003
16 23
19 23
2004 -
- -
- 2005
13 16
16 16
2006 13
13 16
13 2007
- -
16 6
2008 -
- -
- Keterangan : RUT
= Rata-Rata Umur Tanaman S. Marihat
= Standar Marihat Potensi produksi pada umur tanam yang berbeda akan menghasilkan
potensi produksi yang berbeda pula. Semakin tua komposisi umur tanam pada tingkat umur tertentu maka potensi produksi yang dihasilkan semakin tinggi
Tabel 13. Hal ini disebabkan semakin tua komposisi umur tanam pada tingkat umur tertentu jumlah janjang yang dihasilkan semakin sedikit tetapi BJR yang
dihasilkan akan semakin besar yang berpengaruh terhadap pencapaian produksi per hektarnya yang tinggi.
54 Penentuan potensi produksi didasarkan oleh standar potensi produksi
PPKS Marihat. Potensi produksi yang dicapai oleh SBHE menunjukkan bahwa kebun ini telah mampu untuk mencapai potensi produksi sesuai dengan standar
PPKS Marihat. Terdapat pencapaian potensi produksi yang melebihi potensi standar marihat Tabel 13. Perbedaan ini disebabkan oleh kondisi SBHE yang
memiliki tingkat heterogenitas umur tanam yang tinggi pada setiap bloknya. Sebagai contoh perhitungan RUT untuk mengetahui potensi produksi
pada tahun 2010, luasan areal dengan tahun tanam 2007 seluas 512.92 ha memiliki potensi sebesar 16 tonha, sedangkan standar marihatnya adalah 6
tonha. Kondisi ini disebabkan pada luasan areal tersebut terdapat beberapa tahun tanam. Pohon dengan tahun tanam 2000 memiliki luasan 10.37 ha, tahun tanam
2002 seluas 58.87 ha, tahun tanam 2003 seluas 124.54 ha, tahun tanam 2005 seluas 23.97, tahun tanam 2006 seluas 47.20 ha, dan tahun tanam 2008 seluas
62.33 ha, sedangkan tahun tanam 2007 memiliki luasan 185.64 ha sehingga potensi produksi yang dihasilkan melebihi dari potensi produksi yang didasarkan
pada standar marihat. Kebijakan yang diambil dalam menentukan potensi produksinya adalah berdasarkan RUT Rata-Rata Umur Tanaman. Komposisi
pohon di SBHE dapat dilihat pada Lampiran 9. RUT merupakan suatu perhitungan untuk mengetahui potensi produksi
yang sebenarnya pada kebun yang memiliki komposisi umur pohon yang beragam dalam satu bloknya. RUT dihitung dengan cara mengidendifikasi komposisi
pohon dan luasan areal tanam dari masing-masing blok berdasarkan tahun tanam yang berbeda. Potensi produksi TBS berdasarkan RUT di SBHE dapat dilihat
pada Lampiran 10. Berikut adalah contoh perhitungan potensi produksi SBHE: a. Tahun tanam 2000 = 10 tahun x 10.37 ha = 103.70 tahun ha
Tahun tanam 2002 = 8 tahun x 58.87 ha = 470.96 tahun ha Tahun tanam 2003 = 7 tahun x 124.54 ha = 871.78 tahun ha
Tahun tanam 2005 = 5 tahun x 23.97 ha = 119.85 tahun ha Tahun tanam 2006 = 6 tahun x 47.20 ha = 188.80 tahun ha
Tahun tanam 2007 = 3 tahun x 185.64 ha = 556.92 tahun ha Tahun tanam 2008 = 2 tahun x 62.33 ha = 124.66 tahun ha
2436.67 tahun ha
+
55
1000 2000
3000 4000
5000 6000
7000 8000
Ton as
e Ton
Bulan
sensus produksi
budget
b. 2436.67 tahun ha 512.92 ha = 5 tahun. Perhitungan diatas memperlihatkan bahwa areal dengan tahun tanam 2007
yang memiliki umur 3 tahun pada tahun 2010 memiliki potensi produksi di umur 5 tahun. Umur 3 tahun memiliki potensi produksi 6 tonha, sedangkan umur 5
tahun memiliki potensi 16 tonha. Jadi, dapat diketahui bahwa sebenarnya pada blok tersebut memiliki potensi untuk menghasilkan TBS sebesar 16 tonha.
Berdasarkan hasil sensus produksi dan potensi produksi dibuat proyeksi produksi budget produksi sebagai bentuk estimasi anggaran atau rencana biaya
produksi yang ditetapkan oleh perusahaan untuk memonitor sebaran produksi yang dicapai setiap tahun bahkan setiap bulannya. Budget produksi tidak boleh
lebih dari 5 dari sensusnya. Hal ini berhubungan dalam pembuatan budget produksi karena perusahaan telah membuat anggaran-anggaran biaya yang terkait
dengan proses produksi, mulai dari biaya perawatan dan pemeliharaan, biaya transportasi, biaya untuk kegiatan panen, upah tenaga kerja, dan lain-lain. Kondisi
tersebut menuntut perusahaan harus lebih cermat dan teliti dalam pembuatan budget dan sebaran produksi untuk meminimalisasi terhambatnya budget yang
diperlukan dalam proses produksi yang berpengaruh terhadap produksi yang akan dicapai.
Sensus produksi tahun 2010 mengalami fluktuasi tiap bulannya terhadap realisasi produksi yang dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Histogram Produksi Bulanan di SBHE tahun 2010 Pencapaian produksi yang lebih rendah dari hasil sensus dan pencapaian
produksi yang melebihi dari hasil sensus produksi. Pencapaian produksi lebih
56 rendah dari hasil sensus dapat disebabkan oleh: 1 tidak akuratnya sensus pohon
terutama pada pohon produktif, 2 saat sensus dilakukan, bunga cengkeh yang belum membuka sempurna diestimasikan dapat dipanen untuk semester I atau 15
dari total sensus, namun buah baru dapat dipanen pada semester II yang disebabkan oleh faktor-faktor produksi yang mempengaruhinya, 3 kurang
maksimalnya dalam mengeksploitasi buah. Eksploitasi buah yang kurang dipengaruhi oleh: a kurang maksimalnya transportasi yang disebabkan oleh
faktor jalan yang kurang mendukung, b kurangnya sarana panen meliputi: titi panen, pasar pikul dan piringan, c pusingan tinggi karena kurangnya tenaga kerja
pemanen dan produksi TBS yang melebihi kapasitas pabrik. Kapasitas pabrik yang terbatas menyebabkan kegiatan panen diberhentikan untuk sementara waktu
yang berakibat kepada kerapatan panen tinggi. Realisasi produksi yang melebihi dari hasil sensus. Faktor-faktor yang
mempengaruhinya meliputi: 1 semester II merupakan kondisi peakcrop, 2 terdapat pohon kelapa sawit dengan tahun tanam 2008 yang mulai dapat dipanen
dengan melihat kondisi fisik buah yang telah memenuhi kriteria buah layak panen, 3 jika dilihat dari produksi TBS terhadap BJR yang diperoleh, produksi yang
diperoleh terus meningkat sedangkan BJR yang diperoleh menurun yang disebabkan oleh BJR yang dihasilkan beragam akibat adanya tahun tanam pohon
kelapa sawit yang beragam. BJR yang diperoleh akan mempengaruhi besarnya
tonase produksi TBS yang dihasilkan.
Aspek Manajerial
Manajemen tingkat karyawan non staf adalah karyawan yang bertugas membantu jalannya kegiatan, baik kebun maupun pada administrasi kantor.
Karyawan yang termasuk tenaga kerja tingkat non staf terdiri atas Mandor I, Kerani Divisi, Mandor Pupuk, Mandor perawatan, Mandor Chemist, Mandor
Panen, Kerani Panen, dan Kerani Transpor. Manajemen tingkat karyawan meliputi pengelolaan di bidang administrasi terkait kegiatan yang direncanakan
dan dilaksanakan oleh asisten, mandor, petugas administrasi kebun atau kerani lainnya.
Kegiatan yang diikuti pada aspek manajerial yaitu berstatus sebagai pendamping Kerani Divisi, Mandor Pupuk, Kerani Panen, Mandor Chemist, dan
Mandor Perawatan.
Mandor I
Setiap divisi memiliki seorang Mandor I. Tanggung jawab seorang Mandor I meliputi: 1 melakukan koordinasi antar mandor, 2 memonitor
pekerjaan di divisi, 3 memeriksa pusingan potong buah yang dibuat mandor panen, 4 memeriksa buah hasil laporan kerani panen, 5 mengatur angkutan buah
untuk pengangkutan ke PKS, 6 mengecek brondolan di TPH dan mutu hancak.
Kerani Divisi
Tanggung jawab seorang Kerani Divisi adalah: 1 membuat laporan harian, mingguan dan bulanan, 2 membuat usulan permintaan bahan atau
material yang dibutuhkan di lapang, 3 mengisi Buku Prestasi Kerja BPK, 4 membuat daftar hadir dan mengabsen kehadiran karyawan saat apel pagi dan sore
serta merekapitulasi daftar absensi per tahapan, 5 merekapitulasi pengangkutan janjang kosong, 6 membantu pembayaran gajian, 7 membuat BPB Bon
Permintaan Barang, dan 8 mencatat karyawan berobat. Kegiatan-kegiatan yang diikuti antara lain: mengisi papan rencana kerja
harianmingguanbulanan untuk monitoring pengiriman TBS ke PKS, realisasi pemupukan, monitoring persediaan bahan di gudang, melakukan input data ke
58 website
perusahaan yaitu BPS Bumitama Plantations System, membuat LHA Laporan Harian Asisten dan membantu pembayaran gaji karyawan.
Mandor Pupuk
Tanggung jawab seorang Mandor Pupuk adalah: 1 melaksanakan program BMS Block Manuring System yang telah dibuat, 2 mengarahkan dan
menghancakan karyawan, 3 menjaga kualitas kerja, kontrol dan cek mutu kerja, 4 mengawasi pelaksanaan pemupukan sesuai rencana yang telah ditentukan, 5
koordinasi dengan bagian traksi untuk pengangkutan pupuk. Kegiatan yang diikuti selama satu minggu menjadi pendamping Mandor
Pupuk adalah membantu menghitung kebutuhan pupuk yang diperlukan saat akan dilakukan aplikasi pemupukan, memonitoring pupuk mulai dari pengangkutan
dari gudang, pengeceran, pelangsiran, sampai kegiatan penaburan pupuk ke lapang. Jumlah karyawan yang diawasi 9 orang pada luasan 15 ha.
Mandor Perawatan
Tanggung jawab seorang Mandor Perawatan adalah: 1 membagi hancak karyawan sesuai lokasi yang akan dikerjakan, 2 memastikan semua alat yang
digunakan dalam kondisi baik dan siap pakai, 3 mengontrol dan mengawasi pekerjaan karyawan, dan 4 mengawasi karyawan secara optimal.
Kegiatan yang dilakukan selama berstatus sebagai pendamping Mandor Perawatan, meliputi: mengawasi karyawan yang bekerja saat rawat jalan sebanyak
3 orang selama 2 hari kerja, pembuatan pasar pikul sebanyak 8 orang dalam 1 hari kerja, pembersihan piringan manual sebanyak 8 orang selama 1 hari kerja dengan
luasan 4 ha, dan pruning sebanyak 2 orang selama 1 hari dengan luasan 4 ha.
Mandor Chemist
Tanggung jawab pekerjaan seorang Mandor Chemist adalah memberikan pengarahan dan penghancakan karyawan, melakukan control dan cek mutu kerja
dan menjaga keselamatan diri, bawahan dan lingkungan, dan melakukan pemeriksaan
“Quality Check” Mutu Semprot.
59 Kegiatan yang diikuti saat menjadi pendamping Mandor Chemist,
meliputi: monitoring dan mempersiapkan kebutuhan bahan sebelum dibawa ke lapang dan mengawasi karyawan selama kegiatan penyemprotan berlangsung.
Jumlah pekerja yang diawasi sebanyak 16 karyawan dalam satu hari kerja pada luasan 3 ha.
Mandor Panen
Tanggung jawab seorang Mandor Panen adalah: 1 mengarahkan dan membina karyawan, 2 mengontrol pekerjaan karyawan dan meminimalkan
accident, 3 membagi hancak pemanen, 4 mengontrol hancak pemanen, 5
koordinasi dengan kerani panen untuk pengecekan buah, dan 6 melaporkan hasil pemeriksaan mutu buah dan mutu hancak kepada Asisten Divisi.
Kegiatan yang diikuti saat menjadi pendamping Mandor Panen selama satu minggu pada dua blok adalah: melakukan taksasi harian, mengawasi
pemanen selama kegiatan panen berlangsung dan melakukan penilaian terhadap mutu hancak dan mutu buah pemanen. Jumlah pemanen yang diawasi dalam satu
kemandoran sebanyak 12 orang secara bergantian pada luasan 12 ha.
Kerani Panen
Pencapaian mutu buah ditentukan oleh seorang kerani panen dalam menggrading buah yang telah dipanen. Tugas seorang kerani panen meliputi: 1
memeriksa buah di TPH, 2 mencatat hasil pemeriksaaan buah di TPH ke dalam Buku Penerimaan Buah BPB, 3 mengisi buku notes potong buah, 4 mengisi
laporan potong buah SKU, 5 mengisi daftar premi potong buah, 6 mengecek buah sisa restan, 7 mengisi buku mutu buah, dan 8 merekapitulasi laporan
potong buah. Kegiatan yang diikuti saat menjadi pendamping Kerani Buah selama dua
hari, meliputi: membantu menggrading buah dan mengklasifikasikannya ke dalam kategori buah ripe, under ripe, unripe, empty bunch, buah abnormal dan buah
busuk sebelum diangkut ke unit, mencatat hasil pemeriksaaan buah di TPH ke dalam Buku Penerimaan Buah BPB, dan memeriksa stempel buah.
60
Kerani Transpor
Tugas seorang kerani transpor meliputi: 1 mengisi BPB, 2 memeriksa realisasi permintaan barang dengan BPB, 3 melayani kebutuhan spare part,
pelumas, BBM dan lain-lain, 4 mengarsipkan surat-surat masuk, 5 membuat laporan premi transport, 6 merekapitulasi laporan produksi TBS, 7 mencatat
produksi TBS yang diangkut ke PKS, 8 mengisi buku register permintaan
kendaraan. Asisten Divisi
Kegiatan yang dilakukan selama berstatus sebagai pendamping Asisten Divisi selama satu bulan, yaitu: membantu membuat RKB Rencana Kerja
Bulanan, mengikuti Field Visit, bersama dengan asisten melakukan pemeriksaaan ke lapang meliputi kegiatan penggunaan alat berat Excavator, pemupukan sesuai
dengan pedoman BMS, penanaman MB dan Nephrolepis, penyemprotan herbisida, dan kegiatan pemanenan, membantu asisten dalam melengkapi dan
merapikan administrasi kantor kebun karena akan dijadikan sebagai kantor percontohan untuk divisi lain sesuai dengan SAP Standard Administrasi
Procedure yang telah ditetapkan oleh perusahaan, membantu asisten
memperindah TPA Tempat Penitipan Anak dengan menggambar mural yang bertujuan untuk memberikan kesenangan dan kenyaman kepada anak-anak selama
berada di TPA.
PEMBAHASAN
Panen dan produksi merupakan hasil dari aktivitas kerja di bidang pemeliharaan tanaman kelapa sawit. Tujuan utamanya untuk menghasilkan
produksi yang optimal. Produk yang dihasilkan berupa TBS yang diharapkan dapat mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dengan kandungan rendemen
minyak yang tinggi pula. Kaitannya terhadap pencapaian produksi TBS yang diharapkan, terdapat komponen-komponen produksi faktor pengali produksi dan
faktor penentu produksi yang harus diperhatikan.
Komponen Produksi Faktor Pengali Produksi
Produksi TBS tidak terlepas dari komponen-komponen produksi yang mempengaruhinya. Ada empat komponen produksi tanaman kelapa sawit yang
dikenal juga dengan istilah faktor pengali produksi, meliputi: jumlah bunga betina per pohon, jumlah TBS per pohon, Berat Janjang Rata-Rata BJR, dan jumlah
pohon produktif. Berikut data komponen-komponen produksi tanaman kelapa sawit di SBHE pada Tabel 14.
Tabel 14. Komponen Produksi SBHE pada Beberapa Tahun Tanam Kelapa Sawit Tahun
Pohon Bunga X1
Jumlah X2 X3 X4
Tanam Sampel Betina janjang
1998 97
2 0.2
436 4
114 18.0
2002 116
24 0.2
580 5
109 13.5
2003 192
35 0.2
746 4
93 13.5
2005 125
42 0.3
943 8
128 10.2
2007 130
31 0.2
624 5
122 7.6
2008 194
51 0.3
1192 6
111 7.5
Keterangan : X1 = Jumlah bunga betinapohon
X2 = Jumlah janjangpohon
X3 = BJR Berat Janjang Rata-Rata
X4 = Jumlah pokok produktifha
Hasil korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara komponen jumlah bunga betina per pohon dengan jumlah janjang per
pohon yang dilihat dari nilai signifikan sebesar 0.023 Tabel 15, sedangkan untuk
62 perbandingan komponen produksi dengan komponen produksi lainnya
menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh nyata. Hubungan keeratan antar variabel yang menunjukkan hubungan yang
sangat erat yaitu antara komponen jumlah bunga betina per pohon dengan jumlah janjang per pohon sebesar 87.3 . Hubungan terlemah terdapat antara komponen
BJR dengan pohon produktif yaitu sebesar 35.8 . Hubungan korelasi yang erat memperlihatkan semakin berpengaruhnya komponen produksi yang diamati
terhadap pencapaian produksi TBS yang diharapkan. Uji korelasi juga memperhatikan arah korelasi yang searah atau
berlawanan arah yang dilihat dari nilai koefisien yang diperoleh bernilai positif atau negatif. Hasil korelasi menunjukkan hubungan tidak searah yaitu antara
komponen jumlah bunga betina dengan BJR, antara jumlah janjang dengan BJR, dan antara komponen BJR dengan pohon produktif. Hubungan yang searah
ditunjukkan antara komponen bunga betina per pohon dengan komponen jumlah janjang per pohon, antara bunga betina per pohon dengan pohon produktif dan
antara jumlah janjang per pohon dengan pohon produktif. Hubungan yang searah memperlihatkan semakin besar jumlah komponen produksi yang bernilai positif
tersebut akan berpengaruh kepada semakin besar pula produksi TBS yang akan diperoleh.
Hasil korelasi pada empat komponen produksi yang diamati yang memiliki hubungan nyata, searah dan sangat erat adalah antara komponen jumlah bunga
betina per pohon dengan jumlah janjang per pohon. Hasil korelasi ini dapat diartikan bahwa semakin banyak jumlah bunga betina per pohon maka semakin
banyak pula jumlah janjang yang akan terbentuk sehingga berpengaruh kepada semakin besar pula pencapaian produksi TBS yang akan dihasilkan. Hal ini
disebabkan oleh potensi buah pada tanaman kelapa sawit pada blok yang diamati cukup tinggi. Banyaknya janjang kelapa sawit yang dihasilkan dipengaruhi oleh
umur tanaman dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Semakin tua komposisi umur tanaman maka semakin sedikit pula jumlah janjang yang
dihasilkan, tetapi BJR yang dihasilkan semakin besar dan begitu pula sebaliknya. Komponen Berat Janjang Rata-Rata BJR dan komponen pohon produktif
memiliki pengaruh yang tidak nyata. Jika dilihat dari produksi TBS terhadap BJR
63 yang diperoleh, produksi yang diperoleh terus meningkat sedangkan BJR yang
diperoleh menurun. Hal ini disebabkan oleh kondisi kebun yang memiliki tingkat heterogenitas umur tanaman yang tinggi yang berpengaruh kepada pencapaian
BJR kebun beragam. Tabel 14 juga menunjukkan bahwa nilai BJR yang diperoleh dari data produksi kebun untuk tahun tanam 1998 adalah 18.50 kg sedangkan
menurut Standar Marihat dengan kesesuaian lahan S3, pohon dengan umur 13 tahun dapat menghasilkan BJR sebesar 19.5 kg. Perbedaan nilai BJR untuk umur
tanam yang sama sangat berpengaruh terhadap besarnya tonase produksi TBS yang akan dihasilkan.
Pohon produktif merupakan pohon yang memiliki potensi untuk menghasilkan buah. Pohon produktif tidak memiliki pengaruh nyata yang
disebabkan oleh rendahnya jumlah pohon produktif pada setiap blok dalam satu hektarnya. Data populasi tanaman per hektar terkait dengan komponen jumlah
pokok produktif pada Blok B4, B5, D1, B6, D2, dan D3 secara berturut-turut adalah 136, 119, 138, 143, 141, dan 140. Jumlah pohon produktif yang rendah
dapat disebabkan oleh adanya pohon yang terserang HPT, pohon mandul, terdapat areal rendahan, dan adanya pohon sisipan yang menyebabkan rendahnya jumlah
tandan yang akan dihasilkan sehingga berpengaruh terhadap pencapaian produksi TBS per hektarnya yang rendah pula.
Hasil uji korelasi pada komponen-komponen produksi TBS di SBHE pada Tabel 15.
Tabel 15. Uji Korelasi pada Komponen-Komponen Produksi TBS Variabel
Statistik Uji Variabel
X1 X2
X3 X2
r koefisien 0.873
P-value 0.023
X3 r koefisien
-0.548 tn -0.550 tn
P-value 0.260
0.258 X4
r koefisien 0.524
tn 0.687 tn -0.358
tn P-value
0.286 0.132
0.487 Keterangan
: = berbeda nyata pada taraf uji 5
tn = tidak berbeda nyata
64 Jumlah bunga betina dan jumlah janjang digunakan untuk menduga
produksi semesteran yang dikenal dengan istilah ramalan produksi atau sensus produksi. Ramalan produksi dapat menduga produksi untuk satu tahun yang
didistribusikan setiap bulannya Januari-Desember yang dikelompokkan menjadi semester I kondisi lowcrop dan semester II kondisi peakcrop. Ramalan
produksi dapat juga digunakan untuk menduga produksi satu bulan maupun ramalan untuk seminggu. Jumlah janjang siap panen yang diamati digunakan
untuk menduga produksi TBS esok hari atau yang dikenal dengan istilah taksasi produksi harian.
Menurut Lubis 1992 untuk mengetahui ramalan tahunan maka data-data yang diperlukan adalah:
1. data produksi 5 tahun terakhir, 2. umur atau komposisi umur tanam,
3. iklim 2 tahun terakhir dan tahun mendatang ramalan, 4. potensi bahan tanam,
5. pelaksanaan pemupukan, 6. serangan hama dan penyakit,
7. pemeliharaan tanaman, 8. topografi areal.
Menurut Sunarko 2007 penyebaran produksi setiap bulan dalam setahun sangat dipengaruhi oleh curah hujan pada tahun-tahun sebelumnya. Faktor iklim
yang mempengaruhi fluktuasi produksi adalah sebagai berikut: 1 Dua puluh empat bulan setelah kemarau panjang bulan kering bunga
jantan lebih banyak daripada bunga betina 2 Sebelas bulan setelah bulan kering, bunga-bunga berguguran atau abortus
3 Enam bulan setelah bulan kering, buah abortus. Sebagai contoh pengamatan untuk mengetahui produksi TBS 6 bulan yang
akan datang dilakukan pada Blok B5 dengan tahun tanam 2002 seluas 26.6 ha. Pohon yang dijadikan sampel sebanyak 116 pohon dan diperoleh data bahwa
jumlah bunga betina yang diamati sebanyak 24 tandan dan janjang yang diamati sebanyak 580 janjang. BJR pada blok tersebut sebesar 14 kg dan jumlah pohon
65 produktif pada Blok B5 sebanyak 2 984 pohon Tabel 14. Ramalan produksi TBS
pada blok tersebut adalah sebagai berikut:
P = 580 janjang x 14
kg janjang
x 116pohonha 2984 pohon
= 315.7 kgha Ramalan produksi untuk 6 bulan yang akan datang berdasarkan
perhitungan yang telah dilakukan memperlihatkan pada Blok B5 berpotensi untuk menghasilkan 8 396.5 kg TBS atau setara dengan 8.39 ton TBS. Produktivitas
Blok B5 jika disesuaikan dengan potensi Standar Marihat untuk 6 bulan mendatang berpotensi menghasilkan 12.5 tonha TBS.
Perbedaaan potensi produksi ini disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti banyak tanaman kelapa sawit yang mandul dalam satu
pohon hanya memiliki bunga jantan saja, terdapat areal rendahanlowland, kondisi gulma yang telah mencapai diatas ambang ekonomi, terdapatnya pohon
yang terserang hama dan penyakit dan defisiensi hara, terdapat pohon yang belum menghasilkan dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
Melihat kondisi di lapang bahwa dalam pencapaian produksi yang optimal dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya faktor lingkungan, genetis, maupun
faktor teknis budidaya sehingga perlu dilakukannya suatu analisis faktor-faktor penentu produksi yang paling berpengaruh terhadap pencapaian produksi TBS
tanaman kelapa sawit khususnya di SBHE.
Analisis Faktor - Faktor Penentu Produksi TBS
Peningkatan hasil produksi TBS tidak terlepas dari pengaruh faktor-faktor penentu produksi. Faktor tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi satu
sama lain. Kurangnya satu faktor produksi atau lebih akan berdampak pada pencapaian produksi TBS yang diharapkan. Faktor-faktor produksi yang diduga
berpengaruh terhadap pencapaian produksi TBS khususnya di SBHE adalah faktor jumlah pupuk, curah hujan, tenaga kerja, umur tanaman, SPH, dan kondisi lahan.
Pemilihan faktor-faktor yang dianalisa didasarkan pada asumsi dan kelengkapan data yang tersedia di kebun.
66 Fungsi produksi menyatakan hubungan input-output dan menggambarkan
tingkat sumberdaya tertentu yang digunakan untuk menghasilkan produk. Penentuan fungsi produksi yang digunakan adalah untuk melihat pengaruh faktor
produksi terhadap produksi TBS dengan menggunakan analisis yang berbeda.
1. Pengujian Fungsi Produksi Cobb-Douglas