Analisis faktor penentu produksi Tandan Buah Segar (TBS) tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq.) di Sungai Bahaur Estate (SBHE), PT Bumitama Gunajaya Agro (PT BGA), Wilayah VIMetro Cempaga, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah

(1)

ANALISIS FAKTOR PENENTU PRODUKSI

TANDAN BUAH SEGAR (TBS) TANAMAN KELAPA SAWIT

(Elaeis guineensis Jacq.) di SUNGAI BAHAUR ESTATE (SBHE),

PT BUMITAMA GUNAJAYA AGRO (PT BGA), WILAYAH VI

METRO CEMPAGA, KOTAWARINGIN TIMUR,

KALIMANTAN TENGAH

NURUL DWI PRIHUTAMI

A24070058

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

RINGKASAN

NURUL DWI PRIHUTAMI. Analisis Faktor Penentu Produksi Tandan Buah Segar (TBS) Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) di Sungai Bahaur Estate (SBHE), PT Bumitama Gunajaya Agro (PT BGA), Wilayah VI Metro Cempaga, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. (Dibimbing oleh ABDUL QADIR dan HARIYADI).

Jenis data yang digunakan dalam magang ini berupa data primer dan data sekunder yang terdiri dari data untuk laporan umum dan laporan khusus. Data dari laporan khusus untuk analisis faktor penentu produksi yang telah dikumpulkan kemudian sebagian dianalisis dengan fungsi produksi Cobb-Douglas menggunakan persamaan regresi linear berganda dan sebagian lagi dianalisis menggunakan Uji-t. Alat bantu yang digunakan untuk mengolah data tersebut adalah Minitab 14 dan SAS 9.1.3.

Faktor-faktor penentu produksi TBS yang diduga dapat meningkatkan produksi TBS di SBHE adalah faktor jumlah pupuk, curah hujan, tenaga kerja, kondisi lahan (daratan dan rendahan/lowland), umur tanaman (umur <7 tahun, 7-11 tahun, >7-11 tahun), dan faktor populasi tanaman per hektar (SPH) (SPH <135, 135-143, dan >143), serta analisis terhadap komponen produksi yang terdiri dari jumlah bunga betina per pohon, jumlah janjang per pohon, Berat Janjang Rata-Rata (BJR), dan jumlah pohon produktif per hektar.

Hasil korelasi pada empat komponen produksi yang digunakan menunjukkan antara komponen bunga betina per pohon dengan jumlah janjang per pohon memiliki hubungan yang nyata, searah dan sangat erat.

Jumlah pupuk tidak berpengaruh nyata terhadap produksi TBS kelapa sawit di SBHE (nilai signifikan sebesar 0.174) dan faktor jumlah pupuk hanya menyumbang 16.2 % terhadap produksi TBS. Hal ini disebabkan oleh jumlah pupuk yang digunakan kurang sesuai dengan rekomendasi yang telah ditetapkan sehingga menyebabkan produksi TBS yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Pengaruh aplikasi pupuk kurang sesuai dengan rekomendasi


(3)

menyebabkan kondisi fisik tanaman kelapa sawit di SBHE mengalami defisiensi hara tertinggi pada unsur Kalium (K).

Curah hujan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi TBS kelapa sawit di SBHE (nilai signifikan 0.566) dan faktor curah hujan menyumbang 12.3 % terhadap produksi TBS. Hal ini disebabkan oleh adanya keragaman populasi yang tinggi akibat adanya heterogenitas tahun tanam yang tinggi untuk setiap bloknya sehingga pengaruh pengukuran curah hujan yang dibutuhkan tanaman menjadi bias.

Tenaga kerja yang digunakan dalam analisis adalah tenaga kerja pemanen. Tenaga kerja memiliki pengaruh yang sangat nyata dalam peningkatan produksi TBS di SBHE (nilai signifikan 0.000) dan faktor tenaga kerja menyumbang 98 % terhadap produksi TBS. Peningkatan produksi TBS dipengaruhi oleh jumlah tenaga pemanen, pengawasan yang ketat oleh pihak supervisi, adanya sistem denda, sanksi, dan premi.

Umur tanaman memiliki peranan yang sangat penting terhadap produksi TBS kelapa sawit. Hasil analisis menunjukkan umur tanaman 7-11 tahun memberikan pengaruh terbaik terhadap produksi TBS. Tanaman kelapa sawit pada umur 7-11 tahun dapat mencapai produksi optimum dengan jumlah TBS yang dihasikan banyak dan berat janjang yang dihasilkan juga cukup tinggi sehingga berpengaruh kepada pencapaian produksi TBS per hektarnya yang tinggi pula.

Hasil analisis pada populasi tanaman per hektar (SPH) yang memberikan pengaruh terbaik adalah kelompok SPH <135. Kelompok SPH ini memberikan produksi TBS yang maksimum.

Hasil analisis pada faktor kondisi lahan yang memberikan pengaruh terbaik dalam produksi TBS kelapa sawit adalah kelompok daratan dibandingkan kelompok rendahan/lowland. SBHE memiliki luasan daratan sebesar 78.85% dan luasan rendahan/lowland sebesar 21.15%. Kehilangan hasil produksi TBS akibat areal rendahan sebesar 17.95 % dari total produksi TBS. Hal ini berpengaruh terhadap produksi TBS yang dihasilkan.


(4)

Analisis Faktor Penentu Produksi Tandan Buah Segar (TBS) Tanaman Kelapa Sawi (Elaeis Guineensis Jacq.) di Sungai Bahaur Estate (SBHE), PT Bumitama Gunajaya

Agro, Wilayah VI Metro Cempaga, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah The Analysis of Determinant Fresh Fruit Bunch (FFB) Production Factors Palm Oil (Elaeis Guineensis Jacq.) in Sungai Bahaur Estate (SBHE), PT Bumitama Gunajaya Agro, Region VI

Metro Cempaga, East Kotawaringin, Central Borneo Nurul Dwi Prihutami1, Abdul Qadir2 dan Hariyadi2 1

Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta IPB 2

Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta IPB

Abstract

The internship started from February 14th to June 14th 2011. The aim of this internship is to find out and analyze about the effects determinant fresh fruit bunch (FFB production factors) of palm oil (Elaeis Guineensis Jacq.) in SBHE, PT Bumitama Gunajaya Agro, Central Borneo. Data used for this internship is time series data from 2008-2010. Independent variables are fertilizer, rainfall, employees, ages of plant, SPH, and topography. Dependent variable is FFB production. The data were gained primary data (direct method) and secondary data (indirect method). It used two different method, Cobb-Douglas method with double linear regression analysis equation and t-test method. The double linear regression analysis result shows that the variables of employees has positive and very significant effect, variable of fertilizer has negative and is not significant effect, and variable of rainfall has positive effect is not significant towards the palm production. The t-test results shows that ages of plants, SPH and topography has significant towards the palm production. The coefficient determining (R2) test result shows that the variables of the FFB production as dependent variable can be describe by the independent variables (fertilizer, rainfall and employees) for 98.2 %.


(5)

ANALISIS FAKTOR PENENTU PRODUKSI

TANDAN BUAH SEGAR (TBS) TANAMAN KELAPA SAWIT

(Elaeis guineensis Jacq.) di SUNGAI BAHAUR ESTATE (SBHE),

PT BUMITAMA GUNAJAYA AGRO (PT BGA), WILAYAH VI

METRO CEMPAGA, KOTA WARINGIN TIMUR,

KALIMANTAN TENGAH

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

NURUL DWI PRIHUTAMI

A24070058

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(6)

Judul :

ANALISIS FAKTOR PENENTU PRODUKSI TANDAN

BUAH SEGAR (TBS) TANAMAN KELAPA SAWIT

(Elaeis guineensis Jacq.) di SUNGAI BAHAUR ESTATE

(SBHE), PT BUMITAMA GUNAJAYA AGRO

(PT BGA), WILAYAH VI METRO CEMPAGA,

KOTAWARINGIN TIMUR, KALIMANTAN TENGAH

Nama : NURUL DWI PRIHUTAMI

NIM : A24070058

Menyetujui,

Mengetahui.

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc Agr NIP 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus :

Pembimbing I

Ir. Abdul Qadir, MSi NIP 19620927 198503 1 001

Pembimbing II

Dr. Ir. Hariyadi, MSi NIP 19611008 198601 1 001


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 2 Januari 1989 di Kuala Simpang, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ismanto dan Ibu Dahlia.

Pendidikan pertama dijalani penulis di SD DHARMA PATRA YKPP RANTAU pata tahun 1995 sampai 2001. Penulis menyelesaikan pendidikan di SMP SWASTA DHARMA PATRA RANTAU pada tahun 2001 sampai 2004. Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) dilalui penulis di SMA SWASTA PATRA NUSA RANTAU tahun 2004 dan lulus pada tahun 2007

Penulis diterima di Fakultas IPB pada tahun 2007 melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB) yang diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis juga mengikuti kegiatan kampus. Tahun 2007-2008 penulis mengikuti organisasi LDKM AL-Hurriyah yang berstatus sebagai anggota pada Divisi Hubungan Luar, mengikuti kegiatan Masa Perkenalan Kedatangan Mahasiswa Baru (MPKMB) sebagai PJK pada tahun 2008. Penulis pernah menjabat sebagai bendahara pada organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa di Divisi Sosial Kemasyarakatan (2008-2009). Tahun 2009 penulis mengikuti kegiatan Masa Perkenalan Departemen (MPD) sebagai PAK. Penulis juga aktif dalam kepanitian Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) yang bernama IMTR (Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong) pada Divisi Kewirausahaan sebagai anggota tahun 2007-2010.

Penulis mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor Penentu Produksi Tandan Buah Segar (TBS) Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) di Sungai Bahaur Estate (SBHE), PT Bumitama Gunajaya Agro (PT BGA), Wilayah VI Metro Cempaga, Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah”. Penulisan ini terlaksana atas dukungan serta bimbingan dari Ir. Abdul Qadir, MSi dan Dr. Ir. Hariyadi, MSi.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Alah SWT atas limpahan berkah, rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga magang dan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor Penentu Produksi Tandan Buah Segar (TBS) Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) di Sungai Bahaur Estate (SBHE), PT Bumitama Gunajaya Agro (PT BGA), Wilayah VI Metro Cempaga, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah” dapat terlaksana. Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir magang penulis untuk menyelesaikan pendidikan Strata 1 (S1) dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut mendukung dan membantu, baik dari segi moril maupun materil sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Abdul Qadir, MSi dan Bapak Dr. Ir. Hariyadi, MSi selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, dorongan, petunjuk serta nasihat selama pelaksanaan magang dan penyusunan skripsi.

2. Bapak Ir. Supijatno, MSi selaku dosen penguji.

3. Bapak Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MSi selaku pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani studi.

4. Kak Arif yang telah membantu dan membimbing penulis dalam mengolah data.

5. Bapak Adityo Herlambang, SP selaku Asisten Divisi I dan sebagai pembimbing lapang selama kegiatan magang berlangsung.

6. Bapak Rudi Ismanto, SP selaku Estate Manager, Bapak Amsah Mulyadi, SP dan Bapak Darlin Bin Darwis, STP selaku Asisten Kepala, Bapak Adi Nugroho, SE selaku Kasie yang terus membantu dan membimbing penulis selama menjalani magang di SBHE.

7. Orang tua serta kakak dan adik atas doa, kasih sayang, perhatian, dukungan, nasehat dan kepercayaan kepada penulis.


(9)

9. Sahabat tercinta Kalimatul Jumro dan Desi Agustiani yang selalu memberikan saran dan dukungan kepada penulis selama masa studi.

10.Teman-teman Agronomi dan Hortikulktura‟44 yang telah memberikan dukungan dan kasih sayangnya.

11.Semua pihak yang telah turut membantu penyelesaian penulisan skripsi ini yang tidak bisa penulis ucapkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, seperti halnya pepatah mengatakan tiada gading yang tak retak, demikian pula skripsi ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga skripsi ini menjadi lebih sempurna.

Semoga Allah SWT Meridhoi amal saleh dan memberikan imbalan yang setimpal dengan niat dan keikhlasan kita. Besar harapan bahwa skripsi ini akan memberikan manfaat bagi kita semua.

Bogor, Agustus 2011


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Botani Kelapa Sawit ... 4

Kondisi Iklim ... 5

Curah Hujan ... 6

Umur Tanaman ... 7

SPH (Stand per Hectare) atau Populasi Tanaman per Hektar ... 8

Pemupukan ... 8

Faktor Penentu Produksi ... 9

Fungsi Produksi Cobb-Douglas ... 9

METODE MAGANG ... 12

Tempat dan Waktu ... 12

Metode Pelaksanaan ... 12

Pengumpulan Data ... 13

Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 15

KEADAAN UMUM ... 18

Sejarah Perusahaan ... 18

Profil Perusahaan ... 18

Lokasi dan Letak Geografis ... 19

Keadaan Kondisi Lahan, Tanah dan Iklim... 19

Luas Areal dan Tata Guna Lahan ... 20

Keadaan Tanaman dan Produksi ... 21

Struktur Organisasi Perusahaan dan Ketenagakerjaan ... 22

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG ... 25

Aspek Teknis ... 25

Aspek Manajerial ... 57


(11)

Halaman

KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

Kesimpulan ... 84

Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Harga CPO Dunia 5 Tahun Terakhir (2006-2010) ... 1

2. Parameter Iklim untuk Kesesuaian Tanaman Kelapa Sawit ...6

3. Pengaruh Curah Hujan terhadap Potensi Produksi TBS ...6

4. Pengaruh Umur Tanaman terhadap Berat Janjang Rata-Rata (BJR) ...8

5. Produksi TBS Kelapa Sawit di SBHE 2006-2010 ... 22

6. Jumlah Staf dan Non Staf di SBHE Tahun 2011 ... 23

7. Ketentuan upah 2011...24

8. Jenis Pupuk, Kelompok Pupuk dan Aplikasi Pemupukan pada Tanaman Kelapa Sawit TBM di SBHE ... 38 9. Jenis Pupuk, Kelompok Pupuk dan Aplikasi Pemupukan pada Tanaman Kelapa Sawit TM di SBHE ...38

10. Rekomendasi Waktu Aplikasi Pemupukan di SBHE 2011 ...39

11. Beberapa Tingkat Fraksi TBS ... 46

12. Beberapa Tingkat Fraksi TBS di SBHE ...46

13. Potensi Produksi TBS di SBHE 2009-2010 ...53

14. Komponen Produksi SBHE pada Beberapa Tahun Tanam Kelapa Sawit ...61

15. Uji Korelasi pada Komponen-Komponen Produksi TBS ...63

16. Pendugaan Faktor Penentu Produksi terhadap Produksi TBS ...66

17. Persentase Realisasi Pemupukan (2007-2008) di SBHE ...69

18. Persentase Defisiensi Unsur Hara di SBHE (2010) ... 70

19. Realisasi Pemanenan di SBHE Berdasarkan Luasan Hasil/HK ...75

20. Realisasi Pemanenan di Kebun SBHE Berdasarkan Janjang Panen/HK ...76

21. Pengaruh Umur Tanaman terhadap Produksi TBS di SBHE ...78

22. Pengaruh Umur Tanaman terhadap Produktivitas TBS Kelapa Sawit di SBHE ...78


(13)

Nomor

23. Pengaruh Faktor SPH terhadap Produksi TBS di SBHE ... Halaman

79 24. Pengaruh Faktor Kondisi Lahan terhadap Produksi TBS di

SBHE ... 81


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kondisi Tanaman pada Areal Rendahan ...27

2. Merk Dagang Beberapa Jenis Herbisida yang Digunakan ...30

3. Tim Unit Semprot (TUS) SBHE ...31

4. Teknik Penanaman Muccuna bracteata ...33

5. Persentase Sebaran Produksi di SBHE 2009-2010 ... 52

6. Histogram Produksi Bulanan di SBHE tahun 2010 ... 55

7. Pengaruh Kondisi Lahan terhadap Produktivitas TBS di SBHE 2008-2010 ...82


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Curah Hujan dan Hari Hujan di Kebun Sungai Bahaur Estate

(SBHE), PT Bumutam Gunajaya Agro (2006-2010) ...88

2. Peta SBHE ...89

3. Struktur Organisasi Kebun SBHE ...90

4. Peta SBHE Divisi I ...91

5. Jurnal Harian Magang sebagai Karyawan harian Lepas (KHL) ...92

6. Jurnal Harian Magang sebagai Pendamping Mandor ...93

7. Jurnal Harian Magang sebagai Pendamping Asisten ...94

8. Cara Perhitungan Premi pada Masing-Masing Model Tim Pemanen ... 97

9. Komposisi Pohon Kebun SBHE ...99

10. Potensi Produksi TBS berdasarkan RUT di SBHE ... 100


(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak kelapa sawit (CPO- crude palm oil) dan inti kelapa sawit (KPO-Kernel Palm Oil) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non-migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk terus memacu peningkatan akan harga CPO di dunia. Harga CPO di dunia mengalami fluktuasi selama 5 tahun terakhir (2006-2010) pada Tabel 1.

Tabel 1. Harga CPO Dunia 5 Tahun Terakhir (2006-2010)

Tahun Harga CPO

(US$ per ton)

2006 478

2007 740

2008 733

2009 540

2010 875

Sumber: Direktorat Jendral Perkebunan (2010)

Prospek tanaman kelapa sawit cukup cerah, menjanjikan dan memiliki keunggulan dibandingkan sumber minyak nabati lainnya. Hal ini dapat diketahui dari adanya peningkatan jumlah konsumen yang disebabkan kegunaanya yang bermacam-macam, mulai dari penggunaan untuk bahan industri pangan sampai industri kimia. Minyak nabati yang banyak diperdagangkan di pasar internasional antara lain minyak kedelai, minyak sawit, minyak lobak (rapeseed oil), minyak bunga matahari (sunflower oil), minyak kelapa, minyak jagung, dan minyak kacang tanah.

Kelapa sawit memiliki kelebihan dibandingkan minyak nabati lainnya jika ditinjau dari segi produksi. Menurut Direktorat Jendral Perkebunan (2010) pangsa produksi sawit telah mencapai 34 % di seluruh dunia, sementara minyak kedelai 30,1 % dan selebihnya untuk produk minyak nabati lainnya seperti minyak bunga matahari, minyak lobak, minyak kapas, dan minyak kelapa.


(17)

2

Luas lahan untuk tanaman kelapa sawit di dunia hanya 4,5 %, sedangkan kedelai mencapai 40,5 %, lobak 11,3 %, dan bunga matahari 10,1 %. Perbandingan ini menunjukkan bahwa kelapa sawit merupakan tanaman yang memiliki luasan lahan yang efisien dibandingkan sumber minyak nabati lainnya. Efisiensi lahan ini disebabkan karena kelapa sawit adalah tanaman tahunan yang berbuah sepanjang tahun.

Menurut Palm Oil 4 Nation (2010) biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi CPO tergolong lebih murah daripada tanaman pesaing lainnya. Biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi satu ton CPO di lahan seluas satu hektar sebesar 250 US Dolar. Biaya investasi untuk memproduksi minyak kedelai senilai 380 US Dolar per ton per hektar, dan minyak lobak membutuhkan 370 US Dolar. Hal ini menjadi dasar pertimbangan mengapa harga CPO memiliki harga yang lebih terjangkau bagi konsumen dunia dibandingkan dengan harga minyak nabati lainnya.

Produksi TBS merupakan hasil dari aktivitas kerja di bidang pemeliharaan tanaman. Keberhasilan produksi TBS sangat tergantung oleh beberapa faktor, diantaranya faktor lingkungan, faktor tanaman dan faktor budidaya. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor bahan tanam, curah hujan, pemupukan, populasi tanaman, kondisi lahan, umur tanaman, manusia (pemanen) dengan kapasitas kerjanya, sarana dan prasarana panen, serta faktor pendukung lainnya.

Ketersediaan sarana atau faktor-faktor produksi belum berarti produktivitas yang diperoleh suatu perusahaan perkebunan akan tinggi pula. Peningkatan produksi dapat diperoleh dengan mengalokasikan input produksi secara tepat dan berimbang. Komoditi kelapa sawit sebagai salah satu penghasil devisa negara terbesar memiliki peranan yang penting sehingga akan dilakukan magang mengenai analisis produksi TBS tanaman kelapa sawit dengan melihat faktor-faktor penentu produksi yang mempengaruhinya sehingga diharapkan dapat dibentuk sebuah sistem perkebunan kelapa sawit dengan tingkat produktivitas yang tinggi.


(18)

3

Tujuan

Kegiatan magang yang dilaksanakan secara umum bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan kerja dan pengalaman lapang mahasiswa dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit, baik secara teknis maupun manajerial. Kegiatan magang secara khusus bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis produksi TBS tanaman kelapa sawit dengan melihat faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan harapan dapat memberikan masukan yang efektif dan efisien dalam kegiatan produksi dan melatih mengembangkan kemampuan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari tiga kata yaitu Elaeis berasal dari Elation berarti minyak dalam bahasa Yunani, Guineensis berasal dari bahasa Guinea (pantai barat Afrika) dan Jacq. berasal dari nama Botanis Amerika Jacquin.

Taksonomi dari tanaman kelapa sawit adalah: Divisi : Tracheophyta

Subdivisi : Pteropsida Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Cocoideae

Famili : Palmae Subfamili : Cocoideae Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq.

Akar tanaman kelapa sawit adalah serabut. Akar pertama yang muncul dari biji yang telah tumbuh (berkecambah) adalah radikula yang panjangnya dapat mencapai 15 cm. Akar primer mampu bertahan sampai 6 bulan yang bertugas mengambil air dan makanan terkait dengan cadangan makanan pada endosperm biji telah habis yang ditandai dengan lepasnya biji. Akar primer ini akan tumbuh akar sekunder dengan diameter 2-4 mm yang tumbuh horizontal. Akar sekunder ini akan tumbuh pula akar tertier dan kuartener yang berada dekat dengan permukaan tanah. Akar tertier dan kuartener inilah yang paling aktif mengambil air dan hara lain dalam tanah (Lubis, 1992).

Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus (phototropi) dibungkus oleh pangkal pelepah daun (frond base). Batang berbentuk silindris berdiameter 0.5 m. Batang kelapa sawit tidak memiliki kambium dan tidak bercabang (Lubis, 1992). Menurut Setyamidjaja (2006) setiap tanaman memiliki 8 spiral yang letaknya agak tegak dan mengarah ke kanan atau ke kiri. Sifat ini merupakan sifat genetis.


(20)

5

Daun dibentuk di dekat titik tumbuh. Daun kelapa sawit membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap dan bertulang daun sejajar. Daun membentuk satu pelepah dengan panjang mencapai lebih dari 7.5-9 m. Jumlah anak daun pada setiap pelepah berkisar 200-400 helai. Pelepah yang dihasilkan pada tanaman dewasa sekitar 40-50 pelepah. Setiap tahun tanaman kelapa sawit bisa menghasilkan 20-24 lembar daun (Fauzi et al., 2008).

Bunga tanaman kelapa sawit terdiri atas bunga jantan, bunga betina atau hermafrodit. Tiap tandan bunga jantan memiliki 100-250 cabang (spikelet) yang panjangnya antara 10-20 cm dan berdiameter 1-1,5 cm. Tiap cabang berisi 500-1 500 bunga kecil yang akan menghasilkan tepung sari. Tandan bunga betina memiliki 100-200 cabang dan setiap cabang terdapat 15-20 bunga betina. Satu tandan buah tanaman dewasa dapat diperoleh 600-2 000 butir buah, tergantung besarnya tandan. Letak bunga betina dan bunga jantan pada satu pohon terpisah dan matangnya tidak bersamaan, sehingga tanaman kelapa sawit biasanya menyerbuk silang. Penyerbukan dilakukan oleh bantuan angin atau serangga (Setyamidjaja, 2006).

Buah kelapa sawit disebut juga fructus. Waktu yang diperlukan mulai dari penyerbukan sampai dengan buah matang siap dipanen kurang lebih 5-6 bulan. Buah kelapa sawit terdiri atas empat bagian yaitu: eksokarp, mesokarp, endokarp dan kernel. Menurut Fauzi et al. (2008) tanaman kelapa sawit rata-rata menghasilkan 20-22 tandan/tahun.

Kondisi Iklim

Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah di sekitar lintang utara-selatan 12o pada ketinggian 0-500 m dpl. Faktor iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tandan kelapa sawit.

Menurut Fauzi et al. (2008) tanaman kelapa sawit memerlukan suhu optimum yaitu sekitar 24-28oC untuk tumbuh dengan baik, tetapi tanaman kelapa sawit masih bisa tumbuh pada suhu terendah 18oC dan tertinggi 32oC. Suhu berpengaruh terhadap masa pembungaan dan kematangan buah.

Kelembapan optimum bagi pertumbuhan kelapa sawit adalah 80 %. Kecepatan angin 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan.


(21)

6

Faktor yang mempengaruhi kelembapan adalah suhu, sinar matahari, lama penyinaran, curah hujan, dan evapotranspirasi.

Tabel 2. Parameter Iklim untuk Kesesuaian Tanaman Kelapa Sawit

Parameter Iklim Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 (Baik) (Sedang) (Kurang Baik) (Tidak Baik) Curah hujan (mm) 2 000-2500 1 800-2 000 1 800-1 500 < 1500 Defisit air (mm/thn) 0-150 150-250 250-500 > 400

Hari tanpa hujan < 10 < 10 < 10 < 10

Temperatur (0C) 22-23 22-23 22-23 22-23

Penyinaran (jam) 6 6 < 6 < 6

Kelembapan (%) 80 80 < 80 < 80

Sumber: Sunarko (2007)

Curah Hujan

Menurut Mangoensoekarjo (2007) curah hujan optimal untuk tanaman kelapa sawit adalah 1 250 – 2 500 mm/tahun, sedangkan Hadi (2004) menyatakan bahwa curah hujan yang ideal untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit 2 500 – 3 000 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun serta tidak terdapat bulan kering berkepanjangan dengan curah hujan di bawah 120 mm dan tidak terdapat bulan basah dengan hujan lebih dari 20 hari. Akar tanaman sulit menyerap unsur bila tanah dalam keadaan kering.

Tabel 3. Pengaruh Curah Hujan terhadap Potensi Produksi TBS Curah Hujan Setahun (mm) Potensi Produksi (%)

2 500 mm atau lebih 100

2 500-2 000 mm 80

1 500 mm atau kurang 60-70 Sumber : Sunarko (2007)

Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2006) menjelaskan bahwa terdapat beberapa pengaruh musim kering dan defisit air (water deficit) terhadap produksi kelapa sawit. Water deficit merupakan kondisi suplai air yang tersedia tidak mampu memenuhi kebutuhan air untuk tanaman. Pengaruh water deficit terhadap produksi sebagai berikut:


(22)

7

a. Pengaruh terhadap produksi semester II

1. Water deficit mencapai batas stadia I (water deficit 200 – 300 mm), hal ini belum berpengaruh terhadap produksi.

2. Water deficit mencapai batas stadia II (water deficit 300 – 400 mm), maka kemungkinan kehilangan produksi semester II berkisar 10 – 20 persen. 3. Water deficit mencapai batas stadia III (water deficit 400 – 500 mm), maka

kemungkinan kehilangan produksi semester II berkisar 20 – 40 persen. 4. Water deficit mencapai stadia IV (water deficit 500 mm), maka

kemungkinan kehilangan produksi semester II berkisar 40 – 60 persen. Akibat kekerinagn, buah menjadi lebih cepat matang tetapi akan berakibat turunnya rendemen minyak dan jumlah buah parthenocarpi meningkat. b. Pengaruh terhadap produksi tahun II dan III

1. Water deficit mencapai batas stadia I, maka pengaruhnya terhadap produksi tahun II tidak ada.

2. Jika seluruhnya terkena stadia II, maka kemungkinan kehilangan produksi tahunn II mencapai 0 – 10 persen. Jika seluruhnya terkena stadia III, maka kemungkinan kehilangan produksi semester I tahun II mencapai 10 – 20 persen karena mengganggu sex differentiation.

Umur Tanaman

Tinggi rendahnya produktivitas tanaman kelapa sawit dipengarui oleh komposisi umur tanaman. Lubis (1992) menyatakan bahwa produktivitas maksimal tanaman kelapa sawit dapat dicapai ketika tanaman berumur 7 – 11 tahun. Menurut Pahan (2008) produksi optimal dapat dicapai saat rata-rata umur tanaman 15 tahun. Acuan penentuan batasan umur 15 tahun didasarkan pada umur 15 tahun akan tercapai produksi puncak.

Menurut Sunarko (2007) jumlah bunga betina pada tanaman muda lebih banyak sehingga buah yang dihasilkan lebih banyak, tetapi bobot yang dihasilkan hanya mencapai kurang 10-15 kg. Kondisi seperti ini menyebabkan produktivitas tanaman rendah. Tanaman tua memiliki bobot tandan lebih berat dibandingkan tanaman muda. Berat janjang Rata-Rata (BJR) akan sama untuk setiap tahunnya saat tanaman berumur lebih dari 10 tahun.


(23)

8

Tabel 4. Pengaruh Umur Tanaman terhadap Berat Janjang Rata-Rata (BJR) Umur Tanaman

(Tahun)

Berat Janjang Rata-Rata (kg)

3 3-4

4 4-5

5 6-7

6-7 8-9

8-9 10-11

10 > 12

Sumber : Sunarko (2007)

SPH (Stand per Hectare) atau Populasi Tanaman Per Hektar

Kerapatan tanaman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat produktivitas tanaman kelapa sawit. Risza (2009) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penurunan produksi dengan kerapatan tanam. Kelapa sawit yang hidup di tempat yang terlindung dan kurang mendapatkan cahaya matahari pertumbuhannya akan meninggi, tidak normal, habitusnya kurus, lemah, jumlah daun sedikit, dan produksi bunga betina berkurang.

Menurut Lubis (1992) bahan tanaman tipe Dolok Sinumbah, Bah Jambi, SP-540, dan Yangambi dianjurkan menggunakan kerapatan tanaman antara 128 – 130 pohon per hektar, sedangkan tipe Lame adalah 143 pohon per hektar. Daerah yang memiliki iklim relatif kering dianjurkan untuk menggunakan kerapatan tanaman 143 pohon per hektar.

Pemupukan

Pemupukan merupakan faktor yang sangat penting untuk meningkatkan produksi. Pemupukan tergolong kedalam salah satu tindakan perawatan tanaman. Pemupukan pada tanaman kelapa sawit bertujuan untuk mendapatkan target produksi tandan buah segar (TBS) yang optimal dan mendapatkan kualitas minyak yang baik (Adiwiganda dan Siahaan, 1994).

Adiwiganda (2002) menyatakan bahwa tidak kurang dari 50 % biaya pemeliharaan berasal dari biaya pemupukan mulai dari biaya pengadaan, transportasi, dan pengawasan. Sugiyono et al. (2005) menambahkan bahwa biaya


(24)

9

yang diperlukan untuk pemupukan sekitar 30 % terhadap biaya produksi atau sekitar 60 % terhadap biaya pemeliharaan.

Menurut Sastrosayono (2006) kebutuhan unsur hara bagi tanaman kelapa sawit untuk setiap fase pertumbuhan berbeda-beda. Jumlah unsur hara yang ditambahkan melalui pupuk harus memperhitungkan kehilangan hara akibat pencucian, penguapan, penambahan hara dari tanaman penutup tanah (cover crop), hara yang terikat dari udara, serta potensi fisik dan kimia tanah.

Faktor Penentu Produksi

Keberhasilan dalam produksi tergantung pada berbagai faktor. Faktor yang mempengaruhi kelapa sawit meliputi: pengaruh jenis tanah, iklim, defisit air, dan jenis bahan tanam. Kerapatan pohon juga menentukan produksi. Umur tanaman 7-9 tahun telah mencapai panjang pelepah daun yang maksimum. Produksi tertinggi terdapat pada tanaman berumur 7-11 tahun.

Keadaan topografi dan kondisi jalan sangat mempengaruhi dalam kegiatan produksi. Jalan yang masih terkendala terkadang menyebabkan panen menjadi tertunda, buah tidak terangkut pada hari panen sehingga banyak buah yang membusuk di lapang. Hal tersebut merupakan contoh faktor yang langsung berhubungan dengan kegiatan produksi. Banyak faktor lain yang perlu dikaji seperti keterampilan pemanen, premi panen, dan lain-lain (Lubis, 1992).

Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu menghasilkan dengan baik. Faktor produksi sangat menentukan besar kecilnya produksi yang diperoleh. Faktor produksi terdiri dari empat komponen, yaitu faktor produksi lahan (tanah), modal, tenaga kerja dan skill atau manajemen.

Hubungan antara faktor produksi (input) dengan produksi (output) biasanya disebut dengan fungsi produksi (Soekartawi, 1991). Masing-masing faktor mempunyai fungsi yang berbeda dan saling terkait satu sama lain. Salah satu faktor tidak tersedia menyebabkan proses produksi tidak akan berjalan lancar. Beberapa bentuk fungsi produksi yang umum digunakan misalnya bentuk linier,


(25)

10

kuadratik, Cobb-Douglas dan CES (Constan Elasticity of Substitution). Fungsi produksi yang umum digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Hal ini disebabkan karena adanya kelebihan yang dipakai oleh fungsi produksi ini.

Penggunaan fungsi produksi Cobb-Douglas menghasilkan pendugaan koefisien regresi yang sekaligus menunjukan besaran perubahan output akibat penggunaan input produksi (elastisitas produksi). Besaran elastisitas produksi tersebut sekaligus menunjukkan besarnya respon output terhadap perubahan proporsional input yang disebut dengan skala usaha (retuns to scale).

Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua variabel atau lebih variabel yang satu disebut dengan variabel dependen, dijelaskan (Y) dan yang lain disebut variabel independen, dijelaskan (X). Penyelesaian hubungan antara Y dan X biasanya dengan cara regresi, yaitu variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi dari X. Kaidah-kaidah pada garis regresi juga berlaku pada penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas. Secara matematis, fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dituliskan dengan persamaan:

Y = a X1b1 X2b2 ... Xibi... Xnbn eu

= aπXibi eu ………(1.1) Keterangan:

Y = variabel yang dijelaskan (dependen) X = variabel yang menjelaskan (independen) a, b = besaran yang akan diduga

u = kesalahan (disturbance term) e = logaritma natural, e = 2,718

Persamaan tersebut memperlihatkan bahwa nilai b1, b2 , bi ....bn adalah tetap walaupun variabel yang terlibat telah dilogaritmakan. Hal ini karena b1 , b2 ....bn pada fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sekaligus menunjukan elastisitas X terhadap Y dan jumlah dari elastisitasnya merupakan ukuran returns to scale. Fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut dinyatakan sebagai hubungan Y dan X sehingga persamaannya menjadi:

Y = f (X1, X2, X3 , .... Xi..., Xn) ………(1.2) Fungsi produksi Cobb-Douglas pada persamaan (1.1) dapat diduga besarnya produksi yang dihasilkan dengan terlebih dahulu diubah menjadi bentuk


(26)

11

linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut yang ditulis dengan persamaan:

Y = f (X1, X2) dan

Y = a X1b1 X2b2 eu

Logaritma dari persamaan diatas, adalah:

Log Y = log a + b1 log X1 + log a + b2 log X2 + v

Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut:

1. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol karena logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite).

2. Fungsi produksi memerlukan asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan (non neutral difference in the respective technologies). Hal ini berarti bila fungsi produksi yang dipakai sebagai model dalam suatu pengamatan dan bila diperlukan analisis yang memerlukan lebih dari satu model maka perbedaan model tersebut terletak pada intersep dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut.


(27)

METODE MAGANG

Tempat dan Waktu

Kegiatan magang ini dilaksanakan selama empat bulan yang terhitung mulai dari 14 Februari hingga 14 Juni 2011. Kegiatan ini bertempat di Sungai Bahaur Estate (SBHE), PT Bumitama Gunajaya Agro (PT BGA), Wilayah VI Metro Cempaga, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.

Metode Pelaksanaan

Metode magang yang digunakan adalah melaksanakan seluruh kegiatan yang telah ditetapkan oleh kebun, baik aspek teknis di lapangan maupun aspek manajerial pada berbagai tingkatan pekerjaan mulai dari karyawan harian lepas (KHL), pendamping mandor sampai dengan pendamping asisten divisi. Kegiatan yang dilakukan selama menjadi KHL selama satu bulan pertama meliputi pemeliharaan tanaman kelapa sawit TM (Tanaman Menghasilkan), yaitu: pengendalian gulma secara manual (pembersihan piringan dan gawangan, DAK), pengendalian gulma secara kimiawi (piringan dan gawangan chemist dan oles anak kayu), rawat jalan, pembuatan pasar pikul, pemangkasan (pruning), penanaman Muccuna bracteata (MB) dan Nephrolepis sp., dongkel kentosan, pemupukan, dan pemanenan.

Kegiatan sebagai pendamping mandor berlangsung selama satu bulan dengan tugas melaksanakan instruksi dari asisten divisi. Kemandoran yang diikuti meliputi kemandoran panen, kemandoran perawatan, kemandoran chemist, dan kemandoran pemupukan. Kegiatan sebagai pendamping kerani panen dan kerani divisi juga dilaksanakan saat menjadi pendamping mandor.

Kegiatan sebagai pendamping asisten divisi dilaksanakan selama satu bulan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara lain: melakukan pemeriksaan ke lapang, menyusun rencana dan anggaran biaya divisi yang disebut dengan Rencana Kegiatan Bulanan (RKB), membantu membenahi administrasi kantor kebun dan melakukan kunjungan ke pabrik kelapa sawit.

Kegiatan yang dilakukan selama satu bulan terakhir adalah mengikuti kegiatan manajerial di kantor induk kebun dan lebih banyak berdiskusi dengan


(28)

13

staf kebun terkait dengan kroscek kegiatan yang telah dilaksanakan selama menjadi KHL, pendamping mandor dan pendamping asisten divisi.

Pengumpulan Data

Data primer merupakan informasi yang diperoleh secara langsung melalui observasi kegiatan di kebun. Pengumpulan data primer terbagi menjadi dua bagian, yaitu data primer untuk laporan umum dan laporan khusus. Data primer untuk laporan umum adalah data prestasi kerja selama menjadi KHL, pendamping mandor dan pendamping asisten. Data primer untuk analisis produksi difokuskan pada pengamatan terhadap komponen produksi, yaitu jumlah bunga betina per pohon, jumlah TBS per pohon, bobot buah per TBS yang dilihat dari nilai Berat Janjang Rata-Rata (BJR) setiap blok berdasarkan tahun tanam dan jumlah pohon produktif.

Teknik pengambilan data dilakukan dengan melakukan pengamatan pada blok contoh yang mewakili untuk beberapa tahun tanam kelapa sawit (tahun tanam 1998, 2002, 2003, 2005, 2007, dan 2008). Pengumpulan data untuk komponen-komponen produksi yang akan diamati diambil contoh pada luasan satu ha dari tiap-tiap blok contoh. Luasan satu hektar terdiri atas dua pasar pikul. Pengamatan pada pasar pikul pertama dilakukan pada baris tanaman ketiga yang terhitung dari pinggir blok dan pengamatan untuk pasar pikul kedua dilakukan selang 10 baris dari baris tanaman pada pengamatan awal. Pengamatan terhadap komponen produksi dilakukan dengan menghitung semua jumlah bunga betina/pohon, jumlah janjang/pohon dan jumlah pohon produktif yang ada dalam setiap pasar pikul pikul yang diamati. Nilai BJR diperoleh dari data kebun untuk blok contoh yang diamati.

Pengamatan terhadap komponen produksi ini digunakan untuk mengetahui korelasi tiap-tiap komponen produksi, estimasi produksi semesteran dan potensi produksi per blok berdasarkan tahun tanam.

Menurut Lubis (1992) rumus yang digunakan untuk menghitung produksi TBS 6 bulan mendatang dalam satu hektar adalah:

P =a x b x d e


(29)

14

Keterangan:

P = Produksi (kg)

a = Jumlah tandan bunga betina dan janjang yang diamati (janjang) b = Berat janjang Rata-Rata (BJR) (kg/janjang)

d = Jumlah pohon yang diamati (pohon) e = Jumlah seluruh pohon dalam blok (pohon)

Data sekunder diperoleh untuk melengkapi informasi di lapangan (data primer) selama kegiatan magang. Data sekunder yang dikumpulkan terbagi menjadi dua, yaitu data sekunder untuk laporan umum dan data sekunder untuk keperluan analisis produksi. Data sekunder untuk laporan umum diperoleh dari laporan manajemen mengenai keadaan umum perusahaan, letak geografis, keadaan tanah dan iklim, kondisi tanah dan produksi, luas areal dan tata guna lahan, organisasi dan manajemen, penerapan teknik budidaya dan peta kebun. Data sekunder yang diperlukan untuk keperluan analisis produksi berupa data produksi TBS setiap tahun (2008-2010), data curah hujan, umur tanaman, populasi tanaman per hektar, pemupukan, data penyebaran kondisi lahan, data kebutuhan tenaga kerja dan data-data pendukung lainnya.

Data sekunder yang digunakan untuk keperluan analisis adalah data tiga tahun terakhir (2008-2010). Data untuk keperluan analisis ini disesuaikan dengan kelengkapan data yang ada pada administrasi kebun dan melihat kondisi kebun yang baru dilakukan pemutihan umur tanaman pada tahun 2008. Pemutihan umur tanaman merupakan penggenapan perkiraan tahun tanam suatu blok yang heterogen ke dalam tahun penanaman terdekat atau dapat diketahui dengan menghitung komposisi umur tanaman berdasarkan Rata-Rata Umur Tanaman (RUT). Data pupuk merupakan data realisasi jumlah pupuk yang telah digunakan setiap bulannya. Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan per bulan. Data curah hujan dan data realisasi pemupukan yang digunakan adalah data dua tahun sebelum produksi TBS karena pengaruh curah hujan dan realisasi pemupukan terhadap produksi dapat dilihat setelah dua tahun kemudian. Data kondisi lahan yang digunakan untuk areal daratan adalah pengurangan dari luasan total setiap blok dengan luasan areal rendahan/lowland pada blok tersebut. Persentase areal rendahan/lowland dan daratan tersebut dihubungkan dengan


(30)

15

produksi TBS pada blok tersebut. Data kelompok umur tanaman diperoleh dari hasil pengurangan tahun yang digunakan untuk analisis (2008-2010) dengan tahun tanaman kelapa sawit sehingga diperoleh data umur tanaman kelapa sawit yang dikaitkan dengan produksi TBS yang dicapai. Data SPH merupakan data SPH yang diambil pada setiap divisi dan dikelompokkan berdasarkan kategori SPH yang telah ditentukan yang dihubungkan terhadap pencapaian produksi TBS.

Metode Pengolahan dan Analisa Data

Data primer dan data sekunder yang dihasilkan selanjutnya dianalisis secara kuantitatif lalu diuraikan secara deskriptif dengan membandingkan terhadap norma baku yang berlaku pada perkebunan kelapa sawit dan standar yang telah ditetapkan perusahaan. Data yang telah diperoleh sebagian dianalisis dengan fungsi produksi Cobb-Douglas menggunakan persamaan regresi linear berganda dan sebagian lagi dianalisis menggunakan Uji-t. Hal ini disebabkan oleh kelengkapan data yang tersedia di kebun yang akan digunakan untuk keperluan analisis.

1. Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas dengan Menggunakan Persamaan Regresi Linear Berganda

Metode yang digunakan dalam menganalisis data yang telah diperoleh adalah fungsi produksi Cobb-Douglas dengan menggunakan persamaan regresi linear berganda (double linear regression analysis) dengan alat bantu Minitab 14 Analisis regresi linear berganda adalah suatu teknik statistical yang digunakan untuk menganalisis variabel mana yang memberikan pengaruh yang terbaik di antara beberapa variabel independen (faktor-faktor penentu produksi) terhadap peubah dependen (produksi TBS).

Model persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas sebagai berikut : Y = aX1b1 X2b2 aX3b3

Fungsi produksi Cobb-Douglas diubah kedalam persamaan linier berganda setelah terlebih dahulu diubah dalam bentuk Ln (Logaritma natural). Persamaannya adalah sebagai berikut :


(31)

16

Keterangan :

Y = Produksi Tandan Buah Segar (TBS) yaitu TBS yang dihasilkan dari kebun dan siap untuk diolah (kg)

X1 = Faktor jumlah pupuk (kg) X2 = Faktor curah hujan (mm/bulan) X3 = Faktor tenaga kerja (orang)

a = intersep, merupakan besaran parameter

bij = koefisien produksi yang juga merupakan elastisitas produksi i = 1, 2, 3

j = sub faktor produksi u = kesalahan

e = Logaritma natural ( e = 2.718 )

Hasil perhitungan dari fungsi produksi Cobb-Douglas diuji pengaruh masing-masing faktor secara individu menggunakan Uji-t (Walpole, 1990). Hipotesa yang diajukan dalam analisa ini adalah sebagai berikut:

H0 : bi = 0 H1: bi ≠ 0 T hit=

bi sbi ,

bi = koefisien regresi variabel ke-i sbi = standar error variabel ke- i Bila : t hit > t tab tolak H0

t hit < t tab terima H0

H0 ditolak membuktikan bahwa faktor produksi yang digunakan berpengaruh nyata terhadap hasil produksi. H0 membuktikan bahwa faktor produksi tidak berpangaruh nyata terhadap hasil produksi.

Nilai koefisien determinasinya (R2) digunakan untuk melihat besarnya persentase pengaruh semua variabel independen terhadap nilai variabel dependen. Besarnya koefisien determinasi adalah 0 sampai dengan 1. Nilai R2 semakin mendekati nol memperlihatkan semakin kecil pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai R2 semakin mendekati satu memperlihatkan semakin besar pula pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen.


(32)

17

2. Analisis Menggunakan Uji-t

Sebagian faktor penentu produksi TBS yang digunakan untuk keperluan analisis adalah menggunakan Uji-t. Hal ini disebabkan oleh data yang diperoleh berupa data hasil produksi akibat dari pengaruh variabel faktor penentu produksi yang digunakan untuk analisis. Variabel faktor produksi yang digunakan adalah variabel kelompok umur tanaman (umur tanam <7 tahun, 7-11 tahun dan > 11 tahun), kelompok SPH (SPH <135, SPH 135-143, dan SPH > 143) dan kelompok kondisi lahan (daratan dan rendahan/lowland). Nilai yang diperoleh dari analisis selanjutnya dilihat kelompok variabel mana dari variabel faktor penentu produksi tersebut yang memberikan pengaruh terbaik terhadap produksi TBS.


(33)

KEADAAN UMUM

Sejarah Perusahaan

Bumitama Gunajaya Agro (BGA) berawal dari pengusahaan perkebunan kelapa sawit berskala kecil di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah yang dimulai pada tahun 1998 dengan dibangunnya PT Karya Makmur Bahagia (KMB) seluas 255 ha. BGA telah mengelola lahan perkebunan kelapa sawit seluas 3 000 hektar hingga akhir 2000. BGA mengakuisisi tiga perusahaan perkebunan kelapa sawit yakni PT Windu Nabatindo Lestari, PT Hati Prima Agro, dan PT Surya Barokah pada tahun 2001.

Percepatan tanam yang spektakuler dimulai sejak tahun 2004 dengan pencapaian luasan tanam 7 718 ha, tahun 2005 dengan pencapaian luasan tanam 12 040 ha dan tahun 2006 dengan pencapaian luasan tanam 12 731 ha. Total luasan kebun kelapa sawit hingga akhir tahun 2006 mencapai 45 549 ha.

BGA mengalami pertumbuhan yang signifikan hingga mencapai areal tanam lebih dari 90.000 hektar pada akhir tahun 2009. Areal perkebunan BGA juga tersebar di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Riau. BGA menargetkan total luas areal yang digarap mencapai sedikitnya 200.000 ha dalam rangka mewujudkan langkah pertumbuhan yang pesat untuk jangka waktu hingga 2015.

Profil Perusahaan

Bumitama Gunajaya Agro Group (BGA Group) adalah kelompok perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan dan pabrik kelapa sawit. BGA Group berkomitmen mewujudkan kelapa sawit lestari (sustainable palm oil). BGA Group senantiasa melakukan kegiatan standarisasi praktek operasional sesuai Prinsip dan Kriteria Roundtable On Sustainable Palm Oil (RSPO) demi terwujudnya kelapa sawit lestari.

BGA menaungi beberapa perusahaan diantaranya PT Windu Nabatindo Lestari, PT Hati Prima Agro, dan PT Surya Barokah. PT Surya Barokah bergerak di bidang pengusahaan kayu yang kemudian beralih ke bidang perkebunan dengan HPH (Hak Pengusahaan Kayu). PT Surya Barokah mulai mengusahakan


(34)

19

perkebunan untuk mendapatkan IPK (Izin Pemanfaatan Kayu). Pengusahaan ini dilakukan sejak tahun 1996 hingga tahun 2004. PT Surya Barokah mengalami kebangkrutan pada tahun 2004, kemudian di take over dan diakuisisi kepada PT BGA menjadi PT Windu Nabatindo Abadi (PT WNA) dengan luas areal tanam 9 589. PT WNA menaungi 3 kebun, yaitu Sungai Bahaur Estate (SBHE), Bangun Koling Estate (BKLE) dan Sungai Cempaga Estate (SCME).

Sungai Bahaur Estate (SBHE) merupakan kebun take over yang berasal dari PT Surya Barokah yang terletak di Kecamatan Cempaga Hulu Kotawaringin Timur dengan luas areal 3 987 ha. Jumlah karyawan Kebun SBHE adalah 761 karyawan, yang terdiri atas 8 Orang staf, 40 orang karyawan bulanan, 424 KHT, 244 KHL. ITK SBHE adalah 0.18 yang terdiri dari ITK untuk kegiatan perawatan sebesar 0.12 HK/ha kegiatan panen sebesar 0.06 HK/ha.

Lokasi dan Letak Geografis

Secara geografis SBHE berada antara 113.01o-113.07o BT dan 1.80o-1.86o LS yang terletak di Desa Pundu, Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Batas wilayah SBHE sebelah utara adalah Sungai Cempaga Estate (SCME) dan sebelah timur berbatasan dengan PT Bisma Darma Kencana.

Keadaan Kondisi lahan, Tanah dan Iklim

SBHE mempunyai dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Puncak musim hujan terjadi pada April dan Desember, sedangkan puncak musim kemarau terjadi pada Februari dan Agustus berdasarkan data curah hujan tahun 2006-2010.

Curah hujan rata-rata selama 5 tahun terakhir (2006-2010) di SBHE adalah 3 207 mm/tahun dengan rata-rata hari hujan adalah 133.8 hari/tahun. Rata-rata bulan kering 1.00 bulan/tahun dan rata-rata bulan basah 10.40 bulan/tahun. Menurut klasifikasi Schimidth-Ferguson, iklim di SBHE termasuk tipe iklim A (sangat basah). Keadaan curah hujan di SBHE dapat dilihat pada Lampiran 1.


(35)

20

Keadaan kondisi lahan di SBHE mayoritas adalah relatif datar dengan tingkat kemiringan 0-8 % dan sedikit daerah bergelombang dengan tingkat kemiringan 9 – 15 %.

Jenis tanah di SBHE terdiri atas tanah inceptisol sebesar 60.28%, kaolin sebesar 19.86%, ultisol sebesar 17.73% dan tanah entisol sebesar 0.71%. Menurut Resman, et al. (2006) tanah inceptisol adalah tanah yang belum matang (immature) dengan perkembangan profil yang lebih remah dibanding dengan tanah yang matang dan masih banyak menyerupai sifat bahan induk. Warna tanah inceptisol beraneka ragam tergantung dari jenis bahan induknya. Warna kelabu menunjukkan bahan induknya berasal dari endapan sungai. Warna coklat kemerahan terbentuk karena mengalami proses reduksi. Warna hitam mengandung bahan organik yang tinggi. Menurut Jalaluddin dan Jamaluddin T (2005) kaolin adalah salah satu jenis tanah lempung yang tersusun dari mineral-mineral. Tanah lempung jenis ini berwarna putih keabu-abuan. Menurut Prasetyo dan Suriadikarta (2006) ultisol berkembang dari berbagai bahan induk, baik yang bersifat masam hingga basa. Ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada horizon bawah permukaan. Menurut Utami dan Handayani (2003) tanah entisol merupakan tanah yang relatif kurang menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman. Tanah ini mempunyai konsistensi lepas-lepas, tingkat agregasi rendah, peka terhadap erosi dan kandungan hara yang tersedia rendah.

Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kelapa sawit di SBHE termasuk kedalam lahan kelas S3 (sesuai marjinal) dengan faktor pembatas utama adalah tekstur tanah pasir berlempung. Pemanfaatan tanah berdasarkan kelas lahan ini untuk pengembangan kelapa sawit, khususnya di SBHE harus diikuti dengan upaya untuk memperbaiki tingkat kesuburan tanah. Upaya tersebut diantaranya adalah penanaman tanaman kacangan penutup tanah, pemupukan, dan aplikasi bahan organik. Berbagai perbaikan yang dilakukan pada kondisi tanah tersebut diharapkan dapat mencapai protensi produksi yang ingin dicapai sesuai dengan siklus tanaman kelapa sawit.


(36)

21

Luas Areal dan Tata Guna Lahan

Luas areal tanam PT Windu Nabatindo Abadi adalah 9 589 ha yang terbagi ke dalam tiga kebun, yaitu Sungai Bahaur Estate (SBHE) 3 987 ha, Bangun Koling Estate (BKLE) 2 505 ha, dan Sungai Cempaga Estate (SCME) 3 097 ha.

SBHE terdiri dari 5 Divisi. Divisi I memiliki 24 Blok dengan luas areal tanam 696.16 ha. Divisi II memiliki 31 Blok dengan luas areal tanam 855 ha. Divisi III memiliki 24 Blok dengan luas areal tanam 672 ha. Divisi IV memiliki 32 Blok dengan luas areal tanam 959 ha. Divisi V memiliki 30 Blok dengan luas areal tanam 806 ha. Luas keseluruhan areal perkebunan SBHE adalah 3 987 ha yang terdiri dari luas kebun kelapa sawit inti 1 987 ha dan luas kebun kelapa sawit plasma 2 000 ha. Peta SBHE dapat dilihat pada Lampiran 2.

Keadaan Tanaman dan Produksi

Tanaman kelapa sawit yang diusahakan di SBHE adalah varietas Marihat yang dihasilkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). Jarak tanam yang digunakan adalah 9.2 m x 9.2 m x 9.2 m dengan jarak tegak lurus antar baris adalah 7.97 m dan jarak dalam barisan 9.2 m sehingga populasi tanaman per hektarnya 136 pohon. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa populasi tanaman per hektarnya beragam. Tanaman kelapa sawit sebelum berpindah tangan kepada PT WNA kurang terawat dan hanya areal daratan saja yang ditanami pohon kelapa sawit dengan jarak tanam yang digunakan beragam. Tanaman kelapa sawit tersebut di lakukan konsolidasi dan ditambah dengan tanaman kelapa sawit sisipan setelah berganti kepemilikan. Standar yang digunakan untuk populasi tanaman di SBHE adalah 136 pohon/ha. Kondisi ini yang menyebabkan SBHE memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi, yaitu dalam satu blok memiliki beberapa tahun tanam dengan SPH yang beragam. Keragaman populasi tanaman juga disebabkan oleh adanya tanaman yang mati karena terserang hama dan penyakit, kondisi lahan yang banyak terdapat sungai-sungai sehingga ada sebagian tanaman yang terkena erosi dan kondisi lahan lainnya yang tidak mungkin untuk ditanami.


(37)

22

SBHE memiliki tanaman kelapa sawit TM dan TBM. Luas areal TBM adalah 502 ha dan areal TM seluas 3 485 ha. Terdapat delapan tahun tanam kelapa sawit, yaitu tahun tanam 1998, 2000, 2002, 2003, 2005, 2006, 2007, dan 2008. Setiap divisi di SBHE memiliki tahun tanam yang berbeda.

Produksi TBS di SBHE setiap tahunnya terus mengalami peningkatan selama 5 tahun terkhir (2006-2010) yang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Produksi TBS Kelapa Sawit di SBHE 2006-2010

No. Tahun

Produksi TBS Produksi

(ton)

Jumlah Janjang (buah)

BJR (kg/janjang)

1 2006 11 579.04 1 294 791 8.94

2 2007 21 595.80 2 397 493 9.01

3 2008 32 828.72 3 355 822 9.78

4 2009 45 781.83 4 372 208 10.47

5 2010 54 781.80 4 830 847 11.34

Sumber: Data Produksi TBS SBHE (2006-2010)

Produksi TBS di SBHE terus mengalami peningkatan sejak tahun 2006 yaitu sebesar 11 579.04 ton TBS hingga tahun 2010 yaitu 54 781.80 ton TBS (Tabel 5). Hal ini disebabkan oleh adanya pertambahan luas areal TM kelapa sawit, perawatan yang intensif, curah hujan yang cukup, dan pemupukan yang teratur. TBS yang dihasilkan oleh SBHE kemudian dibawa ke PKS yang terletak di Wilayah II bernama Pundu Nabatindo Mill (PNBM) dan Wilayah VI bernama Selucing Agro Mill (SAGM) untuk selanjutnya diproses menghasilkan CPO dengan kapasitas 45 ton TBS/jam dan kernel.

Struktur Organisasi Perusahaan dan Ketenagakerjaan

Pemimpin tertinggi SBHE dipegang oleh seorang Estate Manager (EM) yang dibantu oleh seorang Asisten Kepala (Askep). Asisten kepala dibantu oleh lima orang asisten divisi. Seorang asisten divisi dibantu oleh mandor I, kerani divisi, kerani transport, kerani panen, mandor panen, mandor perawatan, mandor pupuk, dan mandor chemist. Bagian administrasi dipegang oleh seorang kepala administrasi (Kasie). Kasie dibantu oleh seorang admin dan mantri tanaman,


(38)

23

accounting, kasir dan dibawahnya terdapat kerani divisi. Struktur organisasi SBHE dapat dilihat pada Lampiran 3.

Estate Manager (EM) memiliki atasan langsung kepada Kepala Wilayah dan memiliki bawahan langsung kepada Asisten Kepala Kebun, Asisten Divisi, dan Kepala Seksi Administrasi. Seorang EM memiliki tugas-tugas dalam mengelola kebun, meliputi: 1) melakukan monitoring pelaksanaan pekerjaan operasional berdasarkan laporan dari divisi atau bagian dari unit kebun serta melaporkannya secara komprehensif kepada atasan langsung, 2) menyusun anggaran tahunan dan bulanan meliputi aspek area statement, produksi, kapital, Sumber Daya Manusia dan totalitas biaya, 3) mengadakan rapat kerja intern dengan Asisten Divisi dan Kepala Seksi (Kasie) beserta jajaran di bawahnya secara periodik (minimal seminggu sekali) dalam upaya percepatan/peningkatan kinerja.

Asisten Kepala (Askep) memiliki atasan langsung kepada Estate Manager dan memiliki bawahan langsung kepada asisten divisi. Seorang Asisten Kepala Kebun memiliki tugas dalam mengelola kebun, diantaranya: 1) membantu manajer kebun dalam pengelolaan seluruh aspek pekerjaan agronomi, 2) bertanggung jawab kepada Manajer Kebun dalam mengelola seluruh aspek pekerjaan non agronomi untuk mendukung operasional kebun, 3) melaksanakan kunjungan secara periodik ke setiap divisi

Asisten Divisi memiliki atasan langsung kepada Asisten Kepala Kebun dan Manajer Kebun serta memiliki bawahan langsung kepada Mandor I, Mandor dan Kerani. Tugas seorang Asisten Divisi meliputi: 1) membuat dan menjabarkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) dalam bentuk Rencana Kerja Bulanan (RKB), 2) mengadakan rapat kerja intern dengan Mandor I, Mandor dan Kerani beserta jajaran di bawahnya secara periodik (minimal seminggu sekali) dalam upaya peningkatan kinerja, 3) melaksanakan kunjungan langsung secara rutin pada setiap kemandoran di lapangan.

Status pegawai di SBHE terdiri atas karyawan staf, karyawan bulanan, Karyawan Harin Tetap (KHT), dan Karyawan Harian Lepas (KHL) dapat dilihat pada Tabel 6.


(39)

24

Tabel 6. Jumlah Staf dan Non Staf di SBHE Tahun 2011

No. Status Pegawai

SBHE (Karyawan)

1 Staf 8

2 Karyawan Bulanan 40

3 Karyawan Harian Tetap 424 4 Karyawan Harian Lepas 244

Jumlah 716

ITK 0.18

Sumber: Data Tenaga Kerja SBHE (2011)

Kebutuhan jumlah karyawan dapat ditentukan berdasarkan ITK (Indeks Tenaga Kerja) sebuah kebun. Menurut Pahan (2008), ITK standar sebuah perkebunan adalah 0.2 HK/ha. ITK pada SBHE sudah memenuhi standar karena telah mendekati dari ITK standar sebuah perkebunan. Ini menunjukkan bahwa jumlah karyawan di SBHE telah memenuhi standar dari jumlah karyawan yang dibutuhkan untuk sebuah perkebunan.

Hari kerja karyawan dalam seminggu adalah 6 hari dengan lama kerja 7 jam/hari kecuali hari jumat yaitu 5 jam/hari. Perbedaan diantara keduanya terletak pada tunjangan-tunjangan yang diberikan perusahaan. Seorang KHT mendapatkan tunjangan beras, listrik gratis, pengobatan gratis dan tunjangan cuti tahunan. Sistem penggajian staf dan karyawan di SBHE dapat dilihat pada Tabel 7:

Tabel 7. Ketentuan Upah 2011

Status Upah

Tunjangan Beras Pekerja

(kg/hari)

Istri (*kg/hari)

Anak (**kg/hari)

KHL Rp 49.765,-/hari - - -

KHT Rp 1.244.135,-/hari 0.5 0.3 0.25

Bulanan Berdasarkan golongan, struktur dari upah bulanan

0.5 0.3 0.25

Sumber: Data Administrasi SBHE (2011)

Ket:

*) Istri sah pekerja dan tidak bekerja, tinggal di perkebunan (unit usaha)

**) yang berhak adalah anak yang tinggal di perkebunan (unit usaha) maksimal 2 anak.


(40)

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

Aspek Teknis

Selama menjalani kegiatan magang di SBHE berstatus sebagai karyawan harian lepas selama satu bulan, pendamping mandor selama satu bulan, pendamping aisten divisi selama satu bulan dan kegiatan manajerial di kantor kebun selama satu bulan. Kegiatan yang dilakukan selama menjadi karyawan harian lepas meliputi pemeliharaan tanaman kelapa sawit TM maupun TBM yaitu: 1) pengendalian gulma secara manual (pembersihan piringan dan gawangan manual, DAK), 2) pengendalian gulma secara kimiawi (piringan dan gawangan chemist, oles anak kayu), 3) pemeliharaan tanaman dan areal pertanaman (penanaman Muccuna bracteata (MB) dan Nephrolepis bisserata, rawat jalan, pembuatan pasar pikul, pemangkasan (pruning), pemupukan), 5) kegiatan simulasi kebun (Field Visit dan simulasi Leaf Sampling Unit, LSU), 6) kegiatan pemanenan. Aspek teknis ini dilakukan di Divisi I. Peta Divisi I terdapat pada Lampiran 4. Kegiatan sebagai KHL, pendamping Mandor dan pendamping Asisten Divisi terlampir pada Lampiran 5, 6 dan 7.

Pemeliharaan dan Perawatan Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit dibedakan menjadi dua fase, yaitu tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM). Pemeliharaan tanaman merupakan salah satu tindakan yang sangat penting dalam menentukan produktivitas tanaman kelapa sawit, disamping kondisi lingkungan dan potensi genetik.

Pengendalian Gulma secara Manual

Gulma merupakan salah satu faktor pembatas produksi tanaman yang sedang dibudidayakan. Gulma menyerap hara dan air lebih cepat dibanding tanaman pohon (Gupta 1984). Komunitas gulma dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan kultur teknis.

Pembersihan Piringan dan Gawangan Manual. Pengendalian/ pemberantasan gulma di perkebunan kelapa sawit dilakukan pada dua tempat


(41)

26

yaitu di piringan dan gawangan (inter row). Piringan merupakan areal disekitar pertanaman kelapa sawit yang memerlukan perhatian khusus dalam hal pengendalian gulma. Piringan di sekitar tanaman kelapa sawit harus bebas gulma atau dikenal dengan zona W0 yaitu piringan harus benar-benar bersih dari semua gulma.

Tujuan pengendalian rumput di piringan dibedakan berdasarkan pada fase pertumbuhan tanaman kelapa sawit, yaitu: 1) fase TBM, pengendalian gulma dapat mengurangi kompetensi unsur hara karena akar halus tanaman masih berada di sekitar piringan, 2) fase TBM dan TM, pengendalian gulma ditujukan untuk memudahkan kontrol pemupukan, 3) fase TM, pengendalian gulma bertujuan untuk memudahkan pengutipan berondolan.

Pembersihan piringan dilakukan di Blok A 4/5. Pembersihan piringan dilakukan dengan membersihkan gulma yang berada di piringan kelapa sawit selebar proyeksi tajuk kelapa sawit pada jari-jari 1-1.5 m. Seorang mandor perawatan membawahi 8 orang tenaga kerja. Standar yang digunakan adalah 0.5 ha/HK. Seorang pekerja dapat menyelesaikan 3-4 pasar pikul dan disesuaikan juga dengan kondisi gulma di lapang. Pekerja juga menggaru brondolan-brondolan di sekitar areal piringan agar tetap bersih.

Gawangan merupakan areal pertanaman kelapa sawit yang memiliki jarak 1.5-3 m dari tempat tumbuh pohon kelapa sawit. Gawangan juga memerlukan perhatian khusus dalam hal pengendalian gulma. Pengendalian gulma di areal gawangan ditujukan untuk mengurangi kompetisi gulma terhadap tanaman dalam penyerapan hara, air, dan sinar matahari, mempermudah pekerja untuk melakukan pekerjaan pemeliharaan maupun pemanenan. Pengendalian gulma di gawangan juga ditujukan untuk mempermudah pengawasan di lapang dan efektifitas pemupukan.

Dongkel Anak Kayu (DAK) . Kegiatan dongkel anak kayu merupakan kegiatan pengendalian gulma secara manual selektif dengan cara mencabut semua jenis gulma berkayu yang berada pada piringan, gawangan maupun pasar pikul kemudian dibuang ke pasar mati. Kegiatan ini dimandori oleh seorang mandor pupuk dan 16 pekerja. Standar yang digunakan dalam DAK adalah 0.5 ha/HK.


(42)

27

Kondisi di lapang menunjukkan bahwa gulma dominan yang ditemukan meliputi: Melastoma malabatricum, Asystasia coromandeliana, Chromolaena odorata, Cyperus cyperoides, Cyperus rotundus, dan Mikania micrantha. DAK dilakukan sekali dalam setahun dan disesuaikan dengan kondisi gulma di lapang. Kebun yang telah di DAK dibiarkan kurang lebih selama 1 bulan agar gulma-gulma tersebut mengering dan mati yang dilanjutkan dengan kegiatan pengendalian gulma secara kimiawi.

Kondisi pertanaman kelapa sawit saat dilakukan DAK kurang bagus buat pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Hal ini disebabkan sebagian areal di Blok C1 tergenang air yang dapat menimbulkan kondisi anaerob. Tanaman kelapa sawit yang tergenang oleh air menyebabkan tanaman tumbuh kerdil bahkan mati yang terlihat pada Gambar 1.

(a) (b)

Gambar 1. Kondisi Tanaman pada Areal Rendahan (a) Tanaman Tergenang Air

(b) Tanaman Mati

Kondisi di lapang juga menunjukkan banyak bunga jantan dan bunga betina yang terendam dan berlumut. Pohon-pohon siap panen menjadi tidak dapat dipanen dan pada akhirnya buah membusuk di pohon. Keadaan ini dapat berakibat pada rendahnya produksi buah yang akan diperoleh pada blok ini. Perbaikan saluran air atau drainase untuk memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan tanaman yang sedang dibudidayakan.

Pengendalian Gulma secara Kimiawi

Gawangan dan Piringan Chemist. Pengendalian gulma secara kimiawi merupakan salah satu cara pengendalian gulma dengan menggunakan bahan kimia


(43)

28

(herbisida). Tujuannya adalah untuk mempermudah kegiatan pemupukan, pemanenan, memudahkan pengontrolan dan sanitasi terhadap hama dan penyakit.

Pengendalian gulma secara kimiawi di SBHE menerapkan sistem kerja BGA Spraying System (BSS). BSS merupakan program penyemprotan yang dilakukan secara terintegrasi dan terorganisir dari awal hingga akhir kegiatan penyemprotan. Tujuan dibentuknya sistem BSS adalah untuk meningkatkan output pekerja semprot, baik dari segi luasan (hancak semprot) maupun dari kualitas hasil semprotan.

Sistem penyemprotan BSS ini mulai diterapkan di SBHE pada Bulan Maret. SBHE memiliki 2 Rayon yaitu Rayon A untuk Div. I sampai Div. III dan Rayon B untuk Div. IV sampai Div. V. Jumlah anggota BSS untuk setiap Rayon adalah 25 orang. SOP (Standard Operating Procedure) pada BSS meliputi: 1) pembuatan rencana kerja, 2) persiapan tim BGA Spraying System, 3) persiapan alat, 4) persiapan kerja terkait dengan pengisian air ke tangki dan pencampuran bahan herbisida, 5) teknis kerja yaitu tahapan pelaksanaan aplikasi herbisida ke lapang, 6) perawatan dan pengumpulan alat, 7) cek mutu semprot oleh mandor chemist, dan 8) pertanggungjawaban oleh supervisi.

Pengendalian gulma secara kimiawi dilakukan di Blok C1. Seorang mandor chemist membawahi 16 pekerja yang terdiri dari 1 orang pekerja lelaki sebagai operator, pembuat larutan herbisida, pelangsir herbisida sekaligus sebagai pengisi herbisida pada knapsack sprayer pekerja dan 15 orang pekerja perempuan yang bertugas mengaplikasikan herbisida ke lahan yang menjadi target semprot. Standar yang digunakan adalah sesuai dengan 7 jam kerja. Seorang pekerja dapat menyelesaikan 11-12 kep herbisida dalam kondisi standar. Output yang dihasilkan untuk penyemprotan piringan dan pasar pikul sebesar 3 ha/HK sedangkan output untuk gawangan sebesar 2 ha/HK. Rotasi penyemprotan adalah 4 kali dalam setahun.

Alat semprot yang digunakan adalah knapsack sprayer tipe Solo dengan kapasitas kep 15 liter. Perlengkapan lainnya seperti: nozzle VLV (Very Low Volume) 200, nozzle VLV 100, gelas ukur, bendera merah kuning, parang, ember, angkong, nozzle polizet (berwarna merah, kuning), sarung tangan, tang, masker, dan topi. Penggunaan VLV diaplikasikan jika kondisi gulma tergolong berat saat


(44)

29

kondisi sangat semak. Nozzle VLV 200 digunakan untuk aplikasi herbisida pada spot gawangan dengan jarak lebar semprot adalah 1.2 meter dan tingkat kebasahannya lebih merata dengan flow rate 900-915 ml/menit. Volume semprot yang dibutuhkan jika menggunakan VLV 200 dalam keadaan standar adalah 156 l/ha blanket. Nozzle VLV 100 digunakan untuk aplikasi spot piringan dengan jarak lebar semprot adalah 1.2 meter dan tingkat kebasahannya merata dengan flow rate 400-430 ml/menit. Volume semprot yang dibutuhkan jika menggunakan VLV 100 dalam keadaan standard adalah 69 l/ha blanket.

Efisiensi penggunaan dosis herbisida dapat dicapai jika terlebih dahulu melakukan kalibrasi alat semprot. Perhitungan kebutuhan larutan untuk aplikasi ke lapang adalah sebagai berikut:

�=F x 10 000 V x a

Ket: L = kebutuhan larutan dalam 1 ha (l/ha), dengan mengetahui kebutuhan larutan per ha maka dapat diketahui konsentrasi bahan dalam larutan

F = Flow rate yaitu jumlah larutan yang keluar melalui nozzle setiap satu menit dengan tekanan tertentu, biasanya 1 bar (l/menit)

V = Kecepatan berjalan (m/menit), merupakan kecepatan rata-rata penyemprot berjalan dengan membawa alat semprot

a = Lebar semprot (m), merupakan lebar hasil semprotan yang keluar dari nozzle yang ditentukan oleh jenis nozzle, tekanan alat semprot, dan ketinggian semprotan

Contoh perhitungann :

Semprot piringan menggunakan herbisida „A‟ 1.5 liter per ha dengan nozzle VLV 200. Flowrate 0.9 l/menit, lebar semprot 1.2 m dan kecepatan penyemprot berjalan 48 m/menit.

Kebutuhan larutan VLV =10.000 x 0.9 l/menit 48 m/menit x 1.2 m = 156 L

m2atau setara dengan 156 l/ha

Konsentrasi herbisida „A‟ = (1.5 l/ha/ 156 l/ha) x 100 % = = 0.96 %


(45)

30

Perhitungan diatas memperlihatkan jika knapsack yang digunakan berisi 15 liter, maka herbisida „A‟ yang dicampurkan dalam setiap knapsack adalah 15 l x 0.96 % = 0.144 liter atau setara dengan 144 cc.

Jenis herbisida yang digunakan adalah herbisida dengan merk dagang Primaxone dan Meta Prima. Primaxone merupakan herbisida purna tumbuh bersifat kontak, berbentuk larutan dalam air berwarna hijau tua, dan berbahan aktif parakuat diklorida 276 g/l yang berfungsi untuk mengendalikan jenis gulma berdaun lebar, sempit dan teki. Meta prima merupakan herbisida pra dan purna tumbuh yang bersifat selektif, berbentuk butiran berwarna putih keabuan, dan berbahan aktif metil metsulfuron 20 % yang berfungsi untuk mengendalikan gulma berdaun lebar dan gulma berdaun sempit.

Penyemprotan gulma secara kimiawi menggunakan herbisida dengan merk dagang Kleenup 480 SL yang berbahan aktif isopropil amina glifosat 480 g/l (setara dengan glifosat 356 g/l) ampuh untuk mengendalikan gulma alang-alang. Jenis herbisida ini merupakan herbisida purna tumbuh yang bersifat sistemik berbentuk larutan dalam air berwarna coklat muda. Dosis yang digunakan 3-6 l/ha dan volume air yang dibutuhkan 200-400 l/ha. Waktu penyemprotan yang tepat adalah pada saat gulma tumbuh subur dan kematian gulma akan tampak pada saat seminggu setelah aplikasi. Jenis herbisida yang digunakan SBHE terlihat pada Gambar 2.

(a) (b) (c)

Gambar 2. Merk Dagang Beberapa Jenis Herbisida yang Digunakan (a) Meta Prima

(b) Primaxone (c) Kleen Up

Perbandingan primaxone dan air yang digunakan saat penyemprotan gulma 1:1 yaitu penggunaan primaxone untuk kapasitas satu kep sebanyak 60 cc


(46)

31

dan air sebanyak 60 cc. Cara pengaplikasian meta prima terlebih dahulu melarutkan bahan dan air dengan perbandingan 1:10. Meta prima yang digunakan sebanyak 3 gram dilarutkan kedalam 30 cc air.

Premi yang diperoleh oleh seorang pekerja apabila melebihi basis akan memperoleh extra fooding (kerajinan semprot) sebesar Rp 2 500/hari dan 1 kaleng susu kental manis setiap 6 hari sekali. Seorang mandor chemist akan memperoleh premi sebesar Rp 20 000 jika ia berhasil menyelesaikan penyemprotan dalam waktu minimal 15 hari dan maksimal 20 hari.

Kegiatan penyemprotan di Divisi 2 menggunakan sistem Tim Unit Semprot (TUS) yang terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Tim Unit Semprot (TUS) SBHE

Keuntungan dibentuknya Tim Unit Semprot adalah menghemat tenaga supervisi, kontrol lebih baik, mobilitas yang tinggi, kualitas kerja lebih baik dan pengorganisasian yang lebih mudah.

Perlengkapan utama Tim Unit Semprot terdiri dari 1 buah kendaraan roda empat (truk tangki air) dan 20-25 unit alat semprot sekaligus tenaga semprot (wanita yang tidak berganti-ganti). Tangki ini berfungsi sebagai tempat percampuran bahan herbisida dan air dalam jumlah besar. Kapasitas 1 tangki adalah 1900-2000 l dan cukup untuk 126 kep.

Oles Anak Kayu. Kegiatan oles anak kayu dilakukan beriringan dengan kegiatan pengendalian manual DAK. Oles anak kayu dilakukan di Blok C1.

Bahan olesan anak kayu menggunakan campuran herbisida dengan merk dagang Starlon dan solar. Perbandingan yang digunakan 1:20 yaitu penggunaan 1 liter Starlon membutuhkan campuran solar sebanyak 20 liter. Cara aplikasi meliputi anak kayu yang telah didongkel atau ditebas hingga kulitnya mengelupas sampai terlihat kambium dilanjutkan dengan mengoleskan herbisida pada anak


(47)

32

kayu tersebut. Pengolesan dengan menggunakan jenis herbisida ini tergolong ampuh dalam memberantas DAK karena bekerja secara sistemik sehingga anak kayu tersebut cepat mati.

Aplikasi oles anak kayu dilakukan pada areal rendahan/lowland. Kondisi ini tergenang oleh air sehingga menyebabkan pengaplikasian bahan kimia kurang efektif dan menyebabkan tercemarnya air akibat olesan bahan kimia tersebut.

Pengendalian Hama

Pengendalian hama dilakukan menggunakan pertisida nabati, khususnya untuk mengendalikan keberadaan ulat api. SBHE menggunakan tanaman Turnera ulmifolia dan Nephrolepis biserata untuk mengendalikan hama ulat api. Turnera ulmifolia ditanam di sepanjang jalan utama, jalan antar blok, dan sebagian di pinggiran pasar pikul. Nephrolepis biserata ditanam di gawangan mati dan di sekitar tanaman berbentuk U-Shape. Nephrolepis biserata yang berfungsi sebagai predator hama ulat api juga dapat menjaga iklim mikro tanaman kelapa sawit.

Pemeliharaan Tanaman dan Areal Pertanaman

Penanaman Muccuna bracteata (MB). Kegiatan pemeliharaan tanaman kelapa sawit TBM salah satunya adalah dengan melakukan penanaman MB yang merupakan jenis tanaman penutup tanah (LCC).

Menurut BGA Group (2007) kelebihan MB adalah: 1) pertumbuhannya sangat cepat, 2) lebih mudah tumbuh dan lambat dalam memasuki masa generatif, 3) memiliki toleransi yang tinggi terhadap cuaca panas, 4) tahan terhadap naungan, 5) memproduksi biomasa perbanyakan (stek) yang lebih banyak, 6) lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit, dan 7) lebih baik dalam mempertahankan erosi tanah karena mempunyai perakaran yang dalam.

Perbanyakan MB dapat dilakukan dengan vegetatif (stek) dan generatif (biji). MB ditanam di sela-sela tanaman kelapa sawit di sekitar gawangan mati menghadap timur-barat. Penanaman terbaik dilakukan saat musim hujan karena pada kondisi ini tanaman akan mendapatkan cukup air untuk membantu pertumbuhannya.


(48)

33

Tingkat pertumbuhan MB sangat cepat. Pertambah panjang mencapai 14 cm dalam waktu satu minggu sehingga membutuhkan pemeliharaan khusus agar pertumbuhannya tidak merambat ke jalan dan menutupi tanaman kelapa sawit yang sedang dibudidayakan. Penanaman MB ini dilakukan oleh 4 orang pekerja dengan norma 2 HK/Ha.

Teknik perbanyakan MB dapat dilakukan dengan beberapa cara, meliputi: teknik penanaman 5 ruas batang, 3 ruas batang, dan 1 ruas batang (Gambar 4).

(a) (b) (c)

Gambar 4. Teknik Penanaman Muccuna bracteata (a) Teknik 5 Ruas

(b) Teknik 3 Ruas (c) Teknik 1 Ruas

Teknik perbanyakan MB dengan penanaman 5 ruas batang adalah yang umum dipakai di SBHE. Teknik penanaman ini memiliki persentase hidup yang tinggi dibandingkan dengan teknik lain. Tahapan penyetekannya meliputi: 1) tanah dibuat guludan sepanjang ruas batang yang akan ditanam, 2) bagian tengah guludan dibuat larikan, 3) menyiapkan stek yang siap ditanam. Kriteria stek siap tanam adalak kondisi stek yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua, 4) setiap guludan ditanam 5 batang MB. Ruas kedua sampai ruas keempat ditimbun kedalam tanah, sedangkan ruas pertama dan kelima dibengkokkan kedalam tanah dengan mata tunas menghadap keluar dan berhati-hati saat membengkokkan batang agar tidak patah. Daun pada batang dipotong setengah yakni mengurangi evaporasi, 5) menutup MB yang telah ditanam dengan dedaunan atau jerami untuk mengurangi penguapan.

Teknik perbanyakan MB dengan penanaman 3 ruas batang dilakukan dengan cara dibengkokkan. Ruas pertama dan ketiga ditimbun kedalam tanah dan ruas kedua menghadap keluar tanah. Teknik ini diharapkan untuk ruas kedua akan


(49)

34

mundul calon daun baru dan ruas pertama dan ketiga akan menjadi calon akar baru. Teknik ini juga memiliki tingkat persentase hidup yang tinggi.

Perbanyakan MB dengan teknik satu ruas umumnya dilakukan untuk tujuan pembibitan yang ditanam di dalam polibag. Penanaman MB ini umumnya ditanam didalam polibag. Teknik penanamannya adalah menancapkan ujung ruas kedalam tanah dan ujung satunya lagi mengarah keluar. Teknik penanaman ini memiliki memiliki tingkat persentase hidup yang rendah dan kurang efisien dari segi waktu dan biaya.

Pertumbuhan MB akan terlihat setelah 1 BST (Bulan Setelah Tanam). Pemupukan pertama menggunakan RP atau Guano dengan dosis 100 gram per tanaman atau setara dengan 100 kg/ha yang diaplikasikan dengan cara disebar diatas kacangan. Pemupukan kedua dilakukan pada 3 BST dengan dosis 200 kg/ha.

Penanaman Nephrolepis biserata. Nephrolepis merupakan jenis paku-pakuan yang tumbuh secara liar dan memiliki daya adaptasi yang tinggi. Jenis tanaman ini sangat berguna dalam menjaga kelembaban disekitar tanaman kelapa sawit dan sebagai tanaman inang untuk predator ulat api. Penanaman nephrolepis dikhususkan untuk areal TM yang telah ternaungi.

Nephrolepis ditanam di sekitar gawangan mati tepatnya di rumpukan pelepah yang berbentuk U-Shape. Bibit yang ditanam berasal dari tanaman yang tumbuh disekitar tanaman kelapa sawit sebelumnya. Teknik penanamannya tergolong mudah dengan membuat lubang tanam di dekat rumpukan pelepah dan menananam nephrolepis tersebut. Rata-rata nephrolepis yang ditanam sebanyak lima lubang tanam pada satu pohon kelapa sawit. Nephrolepis tidak memerlukan pemeliharaan khusus karena sifatnya yang mudah tumbuh. Kebutuhan tenaga kerja yang diperlukan untuk menyelesaikan penanaman nephrolepis adalah 1.5 ha/HK.

Dongkel Kentosan. Dongkel kentosan merupakan salah satu kegiatan pemeliharaan tanaman dengan membuang tanaman sawit liar yang tumbuh di sekitar tanaman kelapa sawit utama yang terdapat di piringan, gawangan maupun pasar pikul. Sawit liar dicabut bertujuan agar penyerapan hara oleh tanaman kelapa sawit utama tidak terganggu. Kegiatan ini dikerjakan oleh 2 orang pekerja


(1)

95

Lampiran 7. Jurnal Harian Magang sebagai Pendamping Asisten (Lanjutan)

Jumlah KHL yang diawasi Luas areal yang diawasi Lama Kegiatan (Orang) (Ha) (Jam) 04 Mei 2011 Menganalisa pemanen terbaik

berdasarkan mutu hancak dan mutu buah

2

05 Mei 2011 Review kantor besar

06 Mei 2011 Melengkapi administrasi kantor kebun Div. I

5 07 Mei 2011 Membantu pembayaran gaji karyawan

08 Mei 2011 LIBUR

09 Mei 2011 Melengkapi administrasi kantor kebun Div. I

4 10 Mei 2011 Melengkapi administrasi gudang

pupuk

4 11 Mei 2011 Melengkapi administrasi gudang

pupuk

4 12 Mei 2011 Melengkapi administrasi gudang

pupuk

4 13 Mei 2011 Melengkapi administrasi kantor kebun

Div. I

4 14 Mei 2011 Melengkapi administrasi kantor kebun

Div. I

4 15 Mei 2011 LIBUR

16 Mei 2011 Melengkapi administrasi kantor kebun Div. I

5

17 Mei 2011 Melengkapi administrasi BMS 3

18 Mei 2011 Melengkapi administrasi BMS 3

19 Mei 2011 Melengkapi administrasi BMS 3

20 Mei 2011 Melengkapi administrasi BMS 3

21 Mei 2011 Melengkapi administrasi BMS 3

22 Mei 2011 LIBUR

23 Mei 2011 Review pelaksanaan teknis BMS kantor besar

5 24 Mei 2011 Riview pelaksanaan teknis BMS

kantor besar

5

Tanggal Uraian Kegiatan


(2)

96

Lampiran 7. Jurnal Harian Magang sebagai Pendamping Asisten (Lanjutan)

Jumlah KHL yang diawasi Luas areal yang diawasi Lama Kegiatan (Orang) (Ha) (Jam) 25 Mei 2011 Riview pelaksanaan teknis BMS

kantor besar

5 26 Mei 2011 Riview pelaksanaan teknis

perawatan manual di kantor besar

5 27 Mei 2011 Riview pelaksanaan teknis

perawatan manual di kantor besar

5 28 Mei 2011 Riview pelaksanaan teknis

perawatan manual di kantor besar

5 29 Mei 2011 LIBUR

30 Mei 2011 Review pelaksanaan teknis BSS di kantor besar

6 31 Mei 2011 Review pelaksanaan teknis BSS di

kantor besar

5 01 Juni 2011 Review pelaksanaan teknis BSS di

kantor besar

5 02 Juni 2011 Review pelaksanaan teknis BHS di

kantor besar

6 03 Juni 2011 Review pelaksanaan teknis BHS di

kantor besar

5 04 Juni 2011 Membantu pembayaran gaji

karyawan 05 Juni 2011 LIBUR

06 Juni 2011 Review pelaksanaan teknis BHS di kantor besar

7 07 Juni 2011 Review pelaksanaan teknis BHS di

kantor besar

7 08 Juni 2011 Review pelaksanaan teknis BHS di

kantor besar

7 09 Juni 2011 Review Pembahasan Pengamatan

Magang kantor besar

7 10 Juni 2011 Review Pembahasan Pengamatan

Magang kantor besar

7 11 Juni 2011 Review Pembahasan Pengamatan

Magang kantor besar

7 12 Juni 2011 LIBUR

13 Juni 2011 Review kantor besar Tanggal Uraian Kegiatan


(3)

97

Lampiran 8. Cara Perhitungan Premi Pada Masing-Masing Model Tim Pemanen

A. Non-DOL

Basis Borong = 85 janjang

Realisasi Panen Pemanen A = 95 janjang

Premi yang diterima :

1. Premi Siap Borong = Rp 8 500

2. Premi Lebih Borong (95-85 janjang) x Rp 470/janjang = Rp 4 700 Total Premi yang diterima Pemanen A pada hari itu = Rp 13 200 B. BHS-DOL 2

Cutter+Carrier

Basis Borong = 128 janjang

a. Bila ealisasi Panen Cutter+Carrier A adalah 130 janjang, premi yang diterima

1. Premi Siap Borong = Rp 1 500

2. Premi Lebih Borong (130-128) x 235 = Rp 470

3. Total premi = Rp 1 970

b. Bila Realisasi panen Cutter+carrier A adalah 145 janjang, premi yang diterima 1. Premi Siap Borong (Rp 1 500 + Rp 3 000) = Rp 4 500 2. Premi Lebih Borong (145-128) x 235 = Rp 3 995

3. Total Premi = Rp 8 495

c. Bila Realisasi panen Cutter+carrier adalah 168 janjang, premi yang diterima 1. Premi Siap Borong (Rp 1 500 + Rp 3 000 + Rp 6 000) = Rp 10 500 2. Premi Lebih Borong (168-128) x 235 = Rp 9 400

3. Total Premi = Rp 19 900

LF Picker

Bila Realisasi LF Picker 285 kg, premi yang diterima (285-275) x 90 = Rp 900

C. BHS – DOL 3

Cutter+Frond Stacking Basis Borong = 187 Janjang

a. Bila Realisasi Cutter+Frond Stacking adalah 197 janjang, premi yang diterima

1. Premi Siap Borong = Rp 1 000

2. Premi Lebih Borong (197-187) x 165 = Rp 1 650


(4)

98

b. Bila realisasi panen Cutter+Frond Stacking 206 janjang, premi yang diterima 1. Premi Siap Borong (Rp 1 000 + Rp 1 500) = Rp 2 500 2. Premi Lebih Borong (206-187) x 165 = Rp 3 135

3. Total Premi = Rp 5 635

c. Bila Realisasi panen Cutter + Frond Stacking adalah 223 janjang, premi yang diterima

1. Premi Siap Borong (Rp 1 000 + Rp 1 500 + Rp 5 000) = Rp 7 500 2. Premi Lebih Borong (223-187) x 165 = Rp 5 940

3. Total Premi = Rp 13 440

Carrier

Basis Borong = 187 janjang

a. Bila realisasi Cutter+Frond Stacking adalah 197 janjang, premi yang diterima

1. Premi Siap Borong = Rp 1 000

2. Premi Lebih Borong (197-187) x 165 = Rp 1 650

3. Total Premi = Rp 2 500

b. Bila realisasi panen Cutter+Frond Stacking adalah 206 janjang, premi yang diterima

1. Premi Siap Borong (Rp 1 000 + Rp 1 500) = Rp 2 500 2. Premi Lebih Borong (206-187) x 165 = Rp 3 135

3. Total Premi = Rp 5 635

c. Bila realisasi panen Cutter+Frond Stacking adalah 223 janjang, premi yang diterima

1. Premi Siap Borong (Rp 1 000 + Rp 1 500 + Rp 5 000) = Rp 7 500 2. Premi Lebih Borong (223-187) x 165 = Rp 5 940


(5)

(6)

Lampiran 10

.

Potensi produksi TBS ber


Dokumen yang terkait

Manajemen Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pelantaran Agro Estate, PT. Windu Nabatindo Lestari, Bumitama Gunajaya Agro Grup, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah

0 9 126

Pengelolaan panen tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Sungai Bahaur Estate, PT Bumitama Gunajaya Agro, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah

0 15 209

Manajemen Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) pada Area Marjinal di Serawak Damai Estate, PT. Windu Nabatindo Lestari, Bumitama Gunajaya Agro, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah

0 12 171

Studi Pemupukan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) pada Tanaman Menghasilkan (TM) di Perkebunan Bangun Koling Estate, PT. Windu Nabatindo Abadi, Bumitama Gunajaya Agro Grup, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah

0 8 175

Analisis Produktivitas Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Serawak Damai Estate (SDME), PT Windu Nabatindo Lestari (WNL), Bumitama Gunajaya Agro, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.

5 16 191

Manajemen Pemupukan Kelapa Sawit di Sungai Bahaur Estate, Bumitama Gunajaya Agro Group Plantation, Kalimantan Tengah

1 26 53

Pengelolaan Limbah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Sungai Bahaur Estate, Bumitama Gunajaya Agro, Kalimantan Tengah

0 5 64

Manajemen Pemupukan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Bangun Koling Estate Bumitama Gunajaya Agro, Kalimantan Tengah

1 7 58

Manajemen pemupukan kelapa sawit di Sungai Cempaga Estate, PT. Windu Nabatindo Abadi, Bumitama Gunajaya Agro Group, Kalimantan Tengah

0 5 61

Manajemen Panen Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) Di Sungai Bahaur Estate Pt Bumitama Gunajaya Agro Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah

0 12 56