Wilayah Rawan Bencana Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi

II- 5 Kelurahan Jayengan, Kelurahan Kratonan dan Kelurahan Sriwedari- Kecamatan Pasarkliwon; Kawasan II yaitu di Kelurahan Purwosari- Kecamatan Laweyan; Kawasan V yaitu di Kelurahan Jebres dan Kelurahan Purwodiningratan-Kecamatan Jebres; Kawasan VI yaitu di Kelurahan Manahan, Kelurahan Kepatihan Kulon, Kelurahan Nusukan-Kecamatan Banjarsari. Kawasan peruntukan pertanian seluas sekitar 111 Ha yang terletak di Kecamatan Pasarkliwon, Kecamatan Laweyan, Kecamatan Banjarsari dan Kecamatan Jebres, terdiri dari lahan pertanian basah dan lahan pertanian kering yang ditetapkan dan dipertahankan sebagai kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Kawasan perikanan budidaya dialokasikan di perairan umum darat tersebar di Kelurahan Manahan, Kelurahan Sumber, Kelurahan Banyuanyar Kecamatan Banjarsari dan Kelurahan Mojosongo-Kecamatan Jebres. Kawasan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan tersebar di Balekambang di depo Kelurahan Gilingan dan Kelurahan Manahan Kecamatan Banjarsari. Kawasan peruntukan lain pelayanan umum yang meliputi pendidikan, kesehatan, dan peribadatan dikembangkan di seluruh wilayah kota. Kawasan peruntukan lain pertahanan dan keamanan juga dikembangkan di seluruh wilayah kota.

c. Wilayah Rawan Bencana

Kota Surakarta dilalui oleh Sungai Bengawan Solo yang hampir setiap musim penghujan selalu meluap. Hal tersebut mengakibatkan beberapa wilayah di Kota Surakarta adalah daerah yang rawan bencana banjir. Kawasan rawan bencana banjir di Kota Surakarta meliputi Kecamatan Jebres di Kelurahan Gandekan, Kelurahan Jagalan, Kelurahan Jebres, Kelurahan Kepatihan Wetan, Kelurahan Mojosongo, Kelurahan Pucang Sawit, Kelurahan Purwodiningratan, Kelurahan Sewu, dan Kelurahan Sudiroprajan; Kecamatan Pasarkliwon di Kelurahan Kampung Baru, Kelurahan Baluwarti, Kelurahan Gajahan, Kelurahan Joyosuran, Kelurahan Kauman, Kelurahan Kedung Lumbu, Kelurahan Pasarkliwon, Kelurahan Sangkrah, Kelurahan Semanggi; dan Kecamatan Serengan di Kelurahan Danukusuman, Kelurahan Jayengan, Kelurahan Joyotakan, Kelurahan Kemlayan, Kelurahan Kratonan, Kelurahan Serengan, dan Kelurahan Tipes. Sedangkan rencana pengelolaan kawasan banjir melalui normalisasi Sungai Bengawan Solo, Kali Jenes, Kali Anyar, Kali Gajah Putih, Kali Pepe Hilir, Kali Wingko, Kali Boro, Kali Pelem Wulung dan Kali Tanggul; penguatan tanggul sungai di sekitar Sungai Bengawan Solo, Kali Wingko, Kali Anyar, Kali Gajah Putih; pemeliharaan kolam retensi; dan revitalisasi drainase perkotaan. II- 6

d. Kondisi Demografi

Jumlah penduduk Kota Surakarta pada tahun 2013 berdasarkan data Dispendukcapil sebanyak 563.659 jiwa. Dari jumlah tersebut penduduk berjenis kelamin laki-laki jumlahnya lebih rendah dibandingkan penduduk perempuan. Jumlah penduduk laki- laki sebanyak 278.644 jiwa, sedangkan penduduk perempuan sejumlah 285.015 jiwa. Sex ratio penduduk di Kota Surakarta adalah 97,76; atau dapat diartikan bahwa di setiap 100 penduduk perempuan terdapat 97 penduduk laki-laki. Tabel 2.1. Jumlah Penduduk Kota Surakarta Tahun 2010 - 2013 No Variabel 2010 2011 2012 2013 1. Jumlah penduduk 532.439 536.498 545.653 563.659 Laki-laki 262.643 265.166 266.724 278.659 Persentase 49,33 49,43 48,88 49,43 Perempuan 269.769 271.332 278.929 285.015 Persentase 50,67 50,57 51,12 50,57 2. Laju Pertumbuhan 0,08 0,08 0,08 0,08 3. Rasio Jenis kelamin 97,34 97,72 95,62 97,76 Sumber: Dispendukcapil, 2014 Sumber: Dispendukcapil, 2014 Gambar 2.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kota Surakarta Tahun 2010-2013 Kota Surakarta menjadi salah satu kota dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi di Indonesia. Tingkat kepadatan penduduk pada tahun 2013 sebesar 13.331 jiwakm 2 . Kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi yaitu Kecamatan Serengan, sedangkan kepadatan terendah di Kecamatan Banjarsari. Berikut ini adalah grafik kepadatan penduduk di wilayah Kota Surakarta. II- 7 Sumber: Surakarta Dalam Angka, 2013 Gambar 2.4 Tingkat Kepadatan Penduduk Berdasarkan Kecamatan di Kota Surakarta Tahun 2013 jiwakm² Dilihat dari komposisi penduduk menurut usia, diketahui bahwa jumlah usia produktif di Kota Surakarta tahun 2013 sebanyak 397.688 jiwa, sedangkan usia non produktif sebanyak 165.971 jiwa. Secara rinci jumlah penduduk kota Surakarta menurut kategori usia disajikan pada tabel berikut. Tabel 2.2. Jumlah Penduduk Kota Surakarta Menurut Usia Tahun 2013 Usia tahun Jenis Kelamin Jumlah Laki-Laki Perempuan 0-4 19.816 18.945 38.761 5-9 22.726 21.208 43.934 10-14 23.089 22.277 45.366 15-19 22.139 21.179 43.318 20-24 20.779 20.109 40.888 25-29 21.655 21.644 43.299 30-34 25.585 25.432 51.017 35-39 23.246 23.365 46.611 40-44 21.418 22.291 43.709 45-49 19.594 21.254 40.848 50-54 17.585 19.350 36.935 55-59 14.522 15.350 29.872 60-64 10.462 10.729 21.191 65-69 5.970 7.267 13.237 70-74 4.559 6.037 10.596 75+ 5.499 8.578 14.077 Jumlah 278.644 285.015 563.659 Sumber: Surakarta Dalam Angka, 2013

2. Aspek Kesejahteraan Masyarakat

a. Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi

1 Produk Domestik Regional Bruto dan Pertumbuhan Ekonomi Produk Domestik Regional Bruto PDRB menjadi salah satu indikator untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu wilayah dalam suatu periode tertentu. Penghitungan PDRB dilakukan atas II- 8 dasar harga berlaku harga-harga pada tahun penghitungan dan atas dasar harga konstan harga-harga pada tahun yang dijadikan tahun dasar penghitungan untuk dapat melihat pendapatan yang dihasilkan dari lapangan usaha sektoral maupun dari sisi penggunaan. Nilai PDRB Kota Surakarta Atas Dasar Harga Berlaku menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. PDRB ADHB tahun 2013 tercatat sebesar 13,59 triliun rupiah, dari tahun 2012 sebesar 12,18 trilyun rupiah. Peningkatan juga terjadi pada PDRB perkapita ADHB. Pendapatan per kapita pada tahun 2013 mencapai Rp 12,14 juta, sedangkan pada tahun 2012 hanya Rp 11,47 juta. Kontribusi terbesar terhadap total PDRB ADHB berasal dari sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 26,71 dan industri pengolahan sebesar 19,29. Sementara itu kontribusi paling kecil berasal dari sektor pertanian sebesar 0,05, dan sektor pertambangan dan penggalian sebesar 0,02. Perkembangan nilai PDRB dan kontribusi sektor PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.3. Nilai PDRB dan Kontribusi Sektor Atas Dasar Harga Berlaku Kota Surakarta Tahun 2010-2013 No Sektor 2010 2011 2012 2013 Rp juta Rp juta Rp juta Rp juta 1. Pertanian 5.964,68 0,06 5.927,58 0,05 6.250,91 0,05 6.611,99 0,05 2. Pertambangan Penggalian 2.982,34 0,03 3.010,49 0,03 3.009,79 0,02 3.002,94 0,02 3. Industri Pengolahan 2.081.674,00 20,94 2.233.248 20,32 2.390.894,46 19,63 2.623.767,70 19,29 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 259.463,66 2,61 287.577 2,62 317.497,14 2,61 363.004,58 2,67 5. Konstruksi 1.439.476,58 14,48 1.584.659,42 14,42 1.758.189,55 14,43 1.951.415,83 14,35 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 2.555.866,21 25,71 2.885.293,49 26,25 3.187.324,12 26,17 3.632.165,57 26,71 7. Pengangkutan Komunikasi 1.106.448,50 11,13 1.206.106,83 10,97 1.323.255,69 10,86 1.462.927,27 10,76 8. Keuangan, Sewa Jasa Perusahaan 1.123.348,43 11,3 1.282.678,53 11,67 1.449.258,72 11,9 1.656.823,06 12,18 9. Jasa-jasa 1.365.912,16 13,74 1.504.470,47 13,69 1.744.923,26 14,33 1.899.877,56 13,97 PDRB 9.941.136,57 100 10.992.971,19 100 12.180.558,65 100 13.599.596,52 100 Penduduk per tengahan tahun 501.650 500.328 500.625 Pendapatan per kapita rupiah 17.366.163,33 21.913.627,41 24.345.146,88 27.165.236,49 Sumber: Surakarta Dalam Angka, 2013 Nilai PDRB Kota Surakarta berdasarkan harga konstan 2000 ADHK 2000 menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. PDRB ADHK pada tahun 2013 tercatat sebesar 6,08 triliun rupiah, meningkat dari tahun 2012 sebesar 5,7 triliun rupiah. Peningkatan juga terjadi pada PDRB perkapita ADHK 2000 di Kota Surakarta. Pendapatan per kapita pada tahun 2013 mencapai II- 9 Rp12,14 juta, sedangkan pada tahun 2012 hanya Rp11,47 juta. Kontribusi terbesar terhadap total PDRB berasal dari sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 27,75 dan industri pengolahan sebesar 23,09. Sementara itu kontribusi paling kecil berasal dari sektor pertanian sebesar 0,05, dan sektor pertambangan dan penggalian sebesar 0,08. Perkembangan nilai PDRB dan kontribusi sektor PDRB dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.4. Nilai PDRB dan Kontribusi Sektor Atas Dasar Harga Konstan ADHK Kota Surakarta Tahun 2011-2013 No Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013 Rp juta Rp juta Rp juta Rp juta 1. Pertanian 2.908,82 0,06 2.911,03 0,05 2.912,43 0,05 2.951,59 0,05 2. Pertambangan Penggalian 1.832,36 0,04 1.809,03 0,03 1.789,64 0,03 1.764,96 0,08 3. Industri Pengolahan 1.277.210,09 25,02 1.312.945,81 24,26 1.349.967,23 23,52 1.404.161,79 23,09 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 119.194,83 2,34 128.648,33 2,38 137.673,24 2,4 147.574,83 2,43 5. Konstruksi 671.926,81 13,17 717.165,29 13,25 765.569,54 13,34 811.759,49 13,35 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 1.367.808,36 26,80 1.466.845,97 27,1 1.569.512,38 27,31 1.687.392.79 27,75 7. Pengangkutan Komunikasi 514.407,73 10,08 549.760,87 10,16 585.690,23 10,23 621.610,31 10,22 8. Keuangan, Sewa Jasa Perusahaan 518.980,77 10,17 567.860,94 10,49 615.432,99 10,67 664.532,30 10,93 9. Jasa-jasa 629.616,47 12,34 663.965,04 12,27 714.313,62 12,44 739.206,00 12,16 PDRB 5.103.886,24 100 5.411.912,32 100 5.742.861,30 100 6.080.954,07 100 Penduduk per tengahan tahun 499.337 500.032 500.328 500.625 Pendapatan per kapita rupiah 10.221.325,97 10.611.592,76 11.478.192,91 12.146.724,73 Sumber: Surakarta Dalam Angka, 2013 Pertumbuhan PDRB pada tahun 2013 tertinggi berada pada sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 7,98 dan pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 7,51, sedangkan pertumbuhan paling kecil pada sektor pertanian sebesar 1,34 dan sektor pertambangan dan penggalian sebesar - 1,38. Tabel 2.5. Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan ADHK Kota Surakarta Tahun 2010-2013 No Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013 1. Pertanian 0,29 0,08 0,05 1,34 2. Pertambangan dan penggalian -1,62 -1,27 -1,07 -1,38 3. Industri pengolahan 3,34 2,8 2,82 4,01 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 7,01 7,93 7,02 7,19 5. Kontruksi 7,40 6,73 6,75 6,03 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 6,19 7,24 7,00 7,51 7. Pengangkutan dan Komunikasi 6,10 6,87 6,54 6,13 II- 10 No Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013 8. Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan 7,68 9,42 8,38 7,98 9. Jasa-Jasa 7,58 5,46 7,58 3,48 PDRB 5,94 6,04 6,12 5,89 Sumber: BPS Kota Surakarta, 2014 Pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta pada tahun 2013 lebih tinggi dari capaian nasional dan Provinsi Jawa Tengah, seperti terlihat pada Gambar 2.5 berikut ini. Sumber: BPS Kota Surakarta, 2014 Gambar 2.5 Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Kota Surakarta dengan Provinsi Jawa Tengah dan Nasional Tahun 2012-2014 2 Laju Inflasi Inflasi adalah meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya. Dampak dari inflasi salah satunya adalah menurunnya daya beli masyarakat, yang dapat diartikan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat terganggu karena ketidakmampuan penduduk dalam mengkonsumsi barang ataupun jasa. Laju inflasi di Kota Surakarta tahun tahun 2014 mencapai 8,01, sedikit lebih rendah dari tahun 2013 sebesar 8,32, seperti terlihat pada gambar berikut. II- 11 Sumber: BPS Kota Surakarta, 2014 Gambar 2.6 Laju Inflasi di Kota Surakarta tahun 2011-2013 Besarnya inflasi Kota Surakarta pada tahun 2014 disebabkan seluruh indeks kelompok pengeluaran mengalami kenaikan terutama kenaikan indeks kelompok bahan makanan dan indeks kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan, masing- masing naik sebesar 12,49, dan 12,17. Inflasi tertinggi terjadi pada bulan Desember dipengaruhi oleh adanya kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM, sehingga ongkos angkut komoditas bahan makanan dan alat transportasi masyarakat mengalami peningkatan. Beberapa komoditas mengalami kenaikan harga selama tahun 2014 sehingga memicu terjadinya inflasi antara lain: beras, cabe hijau, cabe rawit, cabe merah, rokok kretek filter, tukang bukan mandor, tarif listrik, bahan bakar rumah tangga, angkutan antar kota, angkutan umum dalam kota, angkutan udara dan bensin. Sebaliknya, komoditas yang manghambat tingginya inflasi yaitu daging ayam ras, petai, apel, bawang merah, kelapa, minyak goreng, dan gula pasir. Dibandingkan dengan nasional, inflasi Kota Surakarta tahun 2014 sebesar 8,01 lebih rendah dibandingkan inflasi nasional sebesar 8,36, dan inflasi Provinsi Jawa Tengah sebesar 8,22. Dibandingkan enam kota di Provinsi Jawa Tengah yang dihitung angka inflasinya, inflasi Kota Surakarta lebih rendah dibandingkan Kudus, Kota Semarang dan Cilacap, dan lebih tinggi dibandingkan Purwokerto dan Kota Tegal, seperti terlihat pada Gambar 2.7. II- 12 Sumber: BPS Kota Surakarta, 2014 Gambar 2.7 Perbandingan Inflasi Kota Surakarta dengan Kota Lain, Jawa Tengah, dan Nasional Tahun 2014. 3 Penduduk Miskin Kemiskinan menjadi salah satu permasalahan yang menjadi prioritas pembangunan, tidak terkecuali juga bagi Pemerintah Kota Surakarta. Bermacam-macam program pengentasan kemiskinan yang dilakukan diharapkan akan dapat terus menekan angka kemiskinan sampai pada tingkat yang serendah- rendahnya. Garis kemiskinan yang menjadi batas pengeluaran konsumsi terendah perkapita perbulan untuk Kota Surakarta dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Pada tahun 2010 garis kemiskinan di Kota Surakarta sebesar 306.584 rupiahkapita bulan, terus mengalami peningkatan hingga sebesar Rp403.121 pada tahun 2013. Hal ini berarti bahwa batas pendapatan perkapita sebagai dasar penentuan kategori miskin semakin tinggi. Dalam kurun waktu empat tahun, jumlah penduduk miskin Kota Surakarta menunjukkan peningkatan dari sebanyak 499.370 ribu jiwa pada tahun 2010, menjadi 586.978 ribu jiwa pada tahun 2014. Namun demikian dilihat dari persentase, penduduk miskin di Kota Surakarta kondisinya selalu menurun dari tahun ke tahun, pada tahun 2010 persentase penduduk miskin mencapai 13,98, pada tahun 2013 persentase penduduk miskin berhasil diturunkan menjadi 11,74 persen. Hal tersebut berarti berbagai program pengentasan kemiskinan yang dilakukan cukup berhasil. Perkembangan persentase penduduk miskin dapat dilihat pada gambar berikut. II- 13 Sumber: BPS Kota Surakarta, 2014 Gambar 2.8 Persentase Penduduk Miskin Kota Surakarta Tahun 2010-2013 Meskipun persentase penduduk miskin di Kota Surakarta kondisinya menurun, namun paling tinggi dibandingkan kota-kota lain di Provinsi Jawa Tengah, seperti terlihat pada grafik berikut: Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Gambar 2.9 Perbandingan Persentase Penduduk Miskin Kota Surakarta dengan Kota-Kota Lain dan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013

b. Fokus Kesejahteraan Sosial