Pengaruh Belanja Modal Dan Pendapatan Asli Daerah (Pad) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Studi Pada Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara)

(1)

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI

DAERAH (PAD) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

(STUDI PADA KABUPATEN DAN KOTA

DI SUMATERA UTARA)

TESIS

Oleh B A T I 077017032/Akt

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2009


(2)

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI

DAERAH (PAD) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

(STUDI PADA KABUPATEN DAN KOTA

DI SUMATERA UTARA)

TESIS

Diajukan sebagai salah syarat untuk memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Akuntansi pada Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh B A T I 077017032/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2009


(3)

Judul Tesis : PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI (STUDI PADA KABUPATEN DAN KOTA DI SUMATERA UTARA)

Nama Mahasiswa : B a t i Nomor Pokok : 077017032 Program Studi : Akuntansi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak) (Drs. Rasdianto, MA, Ak) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak) (Prof. Dr. Ir.T. Chairun Nisa B., M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 18 Juni 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak Anggota : 1. Drs. Rasdianto, MA, Ak

2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak 3. Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si,Ak


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa yang berjudul :

“Pengaruh Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi” (Studi pada Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara).

Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, 08 April 2009

B a t i 077017032/Akt


(6)

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui adanya pengaruh Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.

Populasi penelitian ini adalah 26 (dua puluh enam) Pemerintah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera utara dengan jumlah sampel 17 (tujuh belas) dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007. Variabel dalam penelitian ini adalah Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai variabel independen dan Pertumbuhan Ekonomi sebagai variabel dependen. Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis regresi linier berganda, sebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa secara simultan dan parsial Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Secara parsial Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya Pertumbuhan Ekonomi, sedangkan Belanja Modal tidak berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya Pertumbuhan Ekonomi. Dengan demikian bagi pemerintah Kabupaten/Kota diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat dalam menyusun kebijakan dan strategi yang efektif dan efisien untuk kegiatan terhadap stimulus Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Sumatera Utara.

Kata Kunci: Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Pertumbuhan


(7)

ABSTRACT

This research is aimed to know the Influences of Capital Expenditure and Regional Own Revenue to the Economic Growth in North Sumatera Regencies/Towns.

The population of this research consists of 26 regencies/towns in North Sumatera by involving 17 samples from the year of 2004 up to 2007. This research uses two variables such as : Capital Expenditure and Regional Own Revenue used as independent variable where as The Economic Growth used as dependent variable. Hypothetic test is carried out by using multiple linear regressing analysis in which the classical assumption done first before the hypothetical test.

The result of this research has proved that The Capital Expenditure and Regional Own Revenue influence the Economic Growth in North Sumatera Regencies/Town. Partially and simultaneously, besides partial Regional Own Revenue significantly influences the Economic Growth but, The Capital Expenditure unsignificantly influence it. Consequently, this research will be hopefully useful for Town/Regency Government to arrange their strategy and policy especially for stimulating the Economic Growth both effectively and efficiently in all of the region of North Sumatera Province.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji yang tidak terhingga kepada Allah SWT atas kurnia-Nya, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan analisis tentang Pengaruh Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Sumatera Utara, dengan periode penelitian 2004-2007 di Sumatera Utara yang dikaji dengan beberapa pendekatan/analisis sebagai aplikasi pengetahuan yang didapat oleh penulis selama mengikuti perkuliahan pada Program Magister Akuntansi Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada kesempatan ini tidak lupa saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan, terutama kepada :

1. Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A.(K), selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, Selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak, Selaku Ketua Program Studi

Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak, dan Drs. Rasdianto, MA,Ak selaku pembimbing I

dan II, yang telah banyak membantu/membimbing saya dalam penyelesaian Tesis ini.


(9)

5. Bapak/Ibu Dosen Penguji, Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak, Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak, Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak.

6. Iskandar Muda, SE, M.Si, Ak, Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si,Ak, yang telah

banyak memberikan masukan dalam penyelesaian tesis ini.

7. Bapak/Ibu Dosen mata kuliah metode penelitian, yang telah banyak memberikan

ilmu dan sumbang saran dalam penulisan proposal ini.

8. Bapak dan Ibu Dosen yang telah banyak memberi pengetahuan pada Penulis

selama Kuliah di Program Studi Akuntansi Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, sehingga penulis dapat menyelesaikan Studi kejenjang Program S2.

9. Bapak Rektor Universitas Asahan dan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas

Asahan, dan semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada Penulis.

10. Bapak Yayasan Universitas Asahan, yang telah membantu penulis dalam pembiayaan dalam pendidikan Program S2 Akuntansi di Universitas Sumatera Utara.

11. Bapak Dirjen Dikti yang telah memberikan Bea siswa kepada penulis melalui BPPS dalam penyelesaian Pendidikan Program S2 Akuntansi di Universitas Sumatera Utara.

12. Terkhusus kepada istri dan anak tercinta, yang telah memberikan dorongan dan motivasi serta kesabaran maupun dukungan, semangat dan doa restu serta dorongan moril sehingga Penulis dapat menyesaikan Study pada Program Studi Akuntansi Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.


(10)

Dengan segala kerendahan hati, Penulis memohon maaf kepada Bapak/Ibu Dosen serta segenap Civitas Akademika Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara maupun rekan-rekan, Semoga segala budi baik yang telah

diberikan kepada Penulis, dapat diterima sebagai Amal Sholeh disisi Allah SWT. A m i n.

Medan, 13 April 2009

- B A T I -


(11)

1. N a m a : B a t i

2. Tempat/tgl lahir : Tanjung Balai, 04 Mei 1960

3. Pekerjaan : Dosen FE-UNA

4. Agama : Islam 5. Orang tua

a. Ayah : M i s n a n

b. Ibu : Siti Ngatimah (almh)

6. Istri : Setiawati

7. Anak : 1. Edra Putri Ayuningtiaz

: 2. Nanda Bagus Pratiktio : 3. Gizsya Resha Larastika : 3. Rangga Patra Pratiktio

8. Alamat : Jl. Williem Iskandar Blok. U No. 17 A Kisaran 9. Pendidikan

a. SD Negeri : No. 2 Kecamatan Air Joman Kab. Asahan 1974

b. SMEP Negeri : Kisaran Kab. Assahan 1977

c. SMEA Negeri : Kisaran Kab. Asahan 1982

d. Fakultas : Ekonomi, Jurusan Akuntansi, Universitas Darma

Agung Medan 1993


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Penelitian... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

1.5. Originalitas ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Tinjauan Teoritis ... 12

2.1.1. Peranan Belanja Modal Dalam Desentralisasi Fiskal ... 12

2.1.2. Arti Pertumbuhan Daerah Bagi Kemandirian Daerah ... 13

2.1.3. Belanja Modal ... 16

2.1.4. Pendapatan Asli Daerah ... 17

2.1.5. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah ... 19

2.1.6. Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 21

2.1.7. Hubungan Antara Belanja Modal dengan Pendapatan Asli Daerah ... 24

2.1.8. Hubungan Antara Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi ... 24


(13)

2.1.9. Hubungan Antara Pendapatan Asli Daerah dan

Pertumbuhan ekonomi ... 25

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 27

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 31

3.1. Kerangka Konseptual ... 31

3.2. Hipotesis Penelitian ... 34

BAB IV METODE PENELITIAN……….. 35

4.1. Jenis Penelitian ... . 35

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

4.3. Populasi dan Sampel... 37

4.3.1 Populasi Penelitian . ... 37

4.3.2 Sampel Penelitian dan Teknik Sampel ... 37

4.4. Metode Pengumpulan data ... 39

4.5. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 40

4.5.1. Belanja Modal ... 40

4.5.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 40

4.5.3. Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 40

4.5.4. Klasifikasi Variabel... 41

4.5.5. Metode Pengukuran Variabel... 41

4.6. Metode Analisis Data dan Uji Asumsi Klasik... 42

4.6.1. Uji Asumsi Klasik ... 42

4.6.1.1. Uji Normalitas ... 42

4.6.1.2. Uji Multikolinearitas... 42

4.6.1.3. Uji Heterokedasitas... 43

4.6.1.4. Uji Autokorelasi ... 43

4.6.2. Pengujian Hipotesis... 44

4.6.2.1. Uji Signifikan Parsial (Uji-t) ... 45


(14)

4.6.2.3. Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 46

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 47

5.1. Deskripsi Data Penelitian ... 47

5.2. Analisis Data ... 50

5.2.1. Uji Asumsi Klasik ... 50

5.2.1.1. Uji Normalitas Data ... 50

5.2.1.2. Uji Multikolinieritas ... 52

5.2.1.3. Uji Heteroskedastisitas ... 53

5.2.1.4. Uji Autokorelasi ... 54

5.3. Hasil Analisis ... 55

5.4. Model Uji Hipotesis ... 56

5.4.1. Uji Signifikansi Simultan (Uji F)... 56

5.4.2. Uji Signifikansi Parsial (Uji t) ... 57

5.5. Pembahasan ... 59

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

6.1. Kesimpulan ... 66

6.2. Keterbatasan Penelitian... 67

6.3. Saran ………... 67


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Review Penelitian Terdahulu... 29

4.1 Daftar Populasi Dan Sampel Penelitian ………... 38

4.2 Operasionalisasi Variabel ……….. 41

5.1 Daftar Kabupaten/Kota Sampel……… ………. 47

5.2 Statistik Deskriptif……….. 48

5.3 Hasil Pengujian One Sample Kolmogorov Smirnov Test.. 51

5.4 Uji Multikolinieritas ……….. 52

5.5 Uji Park………. ……… 53

5.6 Uji Autokorelasi………. 54

5.7 Pengujian Kelayakan Model…………..……… 55

5.8 Hasil Regresi Uji F………. 56


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

3.1 Kerangka Konseptual……… 31


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Rekapitusi Data Penelitian Pengaruh Belanja Modal, Pad Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten

/Kota Di Sumatera Utara ... 73

2 Hasil Uji Regresi Berganda... 75 3 Uji Park ... 78 4...Crtitical

Valoes Of The T Distribution =05 And 01, TwoTailedTesr ... 79


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan peningkatan produksi barang dan jasa, yang antara lain diukur dengan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) pada tingkat nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk daerah, baik Tingkat I maupun Tingkat II. Pertumbuhan ekonomi dikaitkan sebagai peningkatan output masyarakat yang disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah faktor produksi. (Scumpeter, 1961 dalam Budiono 1992:48) menyatakan bahwa Pertumbuhan ekonomi menurutnya adalah suatu sumber kenaikan output.

Salah satu komponen yang mempengaruhi kenaikan output tersebut adalah pengeluaran pemerintah. (Syafrizal, 1997:27-38 dalam Adi 2006) menyatakan bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah, kebijakan utama yang perlu dilakukan adalah mengusahakan semaksimal mungkin potensi yang dimiliki oleh propinsi (daerah) yang bersangkutan, mengingat potensi masing-masing daerah bervariasi maka sebaiknya masing-masing daerah harus menentukan kegiatan sektor dominan (unggulan).


(19)

Peran pemerintah dalam upaya menciptakan pertumbuhan ekonomi mulai di pandang sebagai suatu hal yang penting ketika mekanisme pasar sebagai motor pergerakan mengalami kegagalan. Mangkoesoebroto (1999:2) menyatakan dalam perekonomian modern, peranan pemerintah dapat diklasifikasikan dalam 3 golongan besar, yaitu; 1) peranan alokasi, yaitu peranan pemerintah dalam alokasi sumber-sumber ekonomi; 2) peranan distribusi, dan; 3) peranan stabilisasi. Pada kebanyakan negara berkembang pelaksanaan 3 peran pemerintah ini banyak menghadapi kendala dan permasalahan dalam rangka akselerasi pertumbuhan ekonomi, terutama apabila dihadapkan pada masalah pembangunan daerah. Salah satu indikator dari pertumbuhan ekonomi regional tercermin pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Dalam rangka mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi daerah yang kondusif salah satu komponen yang diandalkan dan merupakan variabel yang signifikan adalah Belanja Modal. Keberadaan Anggaran Belanja Modal yang bersumber dari bantuan pusat dan Pendapatan Asli Daerah, apabila dibandingkan dengan investasi swasta nilainya relatif kecil meskipun demikian dana tersebut mempunyai peranan strategis, karena sasaran penggunaannya untuk membiayai pembangunan di bidang sarana dan prasarana yang dapat menunjang kelancaran usaha swasta dan pemenuhan pelayanan masyarakat.


(20)

Menyadari keterbatasan anggaran yang bersumber dari dana pemerintah guna memacu peningkatan laju pertumbuhan ekonomi yang diharapkan, maka selain ekstensifikasi upaya pengajuan program kepada pemerintah pusat yang lebih penting lagi adalah intensifikasi dan ekstesifikasi penggalian potensi dana yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Konsep otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab sebagaimana yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah membentuk sistem baru bagi pemerintahan di daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan bahwa daerah lebih mengerti dan mengetahui kebutuhan masyarakat di daerahnya. Otonomi daerah membuka peluang, tantangan dan kendala terutama kepada daerah kabupaten dan kota untuk lebih leluasa mengelola pembangunan di daerahnya masing-masing sesuai dengan aspirasi masyarakat. Salah satu peluang, tantangan dan kendala yang dihadapi daerah adalah masalah kesiapan sumber-sumber pembiayaan atau kemampuan daerah menyelenggarakan urusan rumah tangga secara mandiri.

Untuk itulah maka pemerintah daerah harus memanfaatkan peluang yang ada ataupun menggali potensi-potensi baru dalam upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai suatu wujud nyata otonomi. Pengembangan dan penggalian potensi PAD sebenarnya sudah merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak, mengingat PAD sangat mendukung terwujudnya pelaksanaan otonomi yang utuh, nyata dan bertanggungjawab di daerah kabupaten atau kota. Hal ini berarti jika terjadi


(21)

peningkatan PAD akan membawa kearah kemajuan perekonomian daerah yang akan berdampak pada peningkatan pembangunan di daerah.

Pajak daerah dan retribusi daerah selama ini merupakan sumber pendapatan daerah yang dominan, oleh karena itu perlu ditingkatkan penerimaannya. Berdasarkan alur pikir teori keuangan daerah, penerimaan pajak pada umumnya digunakan untuk

membiayai jasa layanan yang bersifat murni publik (publik goods), sedangkan

penerimaan retribusi umumnya digunakan untuk membiayai jasa pelayanan yang

bersifat semi publik (semi public goods) di mana komponen manfaat individunya

relatif lebih besar.

Menurut Harits (1995:81 dalam Adi 2006) bahwa dalam mengoptimalkan PADS tingkat II, sektor retribusi daerah merupakan sektor yang sangat besar untuk digali dan diperluas pengelolaanya karena retribusi daerah dipungut atas balas jasa yang disediakan pemerintah daerah. Di samping itu pelaksanaan pemungutan retribusi daerah dilakukan di luar waktu yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, selama pemerintah daerah dapat menyediakan jasa untuk mengadakan pemungutan.

Demikian pula halnya dengan Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara yang telah berupaya terus menerus meningkatkan pendapatan asli daerahnya dengan berbagai cara seperti memperluas cakupan pungutan pajak dan retribusi kota, efisiensi biaya pemungutan dan penyempurnaan mekanisme pengelolaan keuangan daerah.


(22)

Manajemen pemerintah daerah di Indonesia memasuki era baru seiring dengan diberlakukannya desentralisasi fiskal. Kebijakan terkait yang tertuang dalam

UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah efektif

diberlakukan per Januari Tahun 2001 (UU ini dalam perkembangannya diperbaharui dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004). Diberlakukannya undang-undang ini memberikan peluang bagi daerah untuk menggali potensi lokal dan meningkatkan kinerja keuangannya dalam rangka mewujudkan kemandirian daerah.

Dalam penciptaan kemandirian daerah, pemerintah daerah harus beradaptasi dan berupaya meningkatkan mutu pelayanan publik dan perbaikan dalam berbagai sektor yang berpotensi untuk di kembangkan menjadi sumber PAD. Tuntutan untuk mengubah struktur belanja menjadi semakin kuat, khususnya pada daerah - daerah yang mengalami kapasitas fiskal rendah (Halim, 2001). Dalam upaya peningkatan kemandirian daerah pemerintah daerah juga dituntut untuk mengoptimalkan potensi pendapatan yang dimiliki dan salah satunya memberikan proporsi belanja modal yang lebih besar untuk pembagunan pada sektor-sektor yang produktif di daerah.

Wong (2004) menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur industri mempunyai dampak yang nyata terhadap kenaikan pajak daerah. Dengan terpenuhinya fasilitas publik maka masyarakat merasa nyaman dan dapat menjalankan usahanya dengan efisien dan efektif sehingga pada akhirnya akan meningkatkan partisipasi publik dalam pembangunan. Semakin tinggi tingkat


(23)

investasi modal diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkan tingkat partisipasi publik terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan PAD (Mardiasmo, 2002).

Untuk mengatasi persoalan ketimpangan fiskal dan adanya kebutuhan pendanaan daerah yang cukup besar, pemerintah memberikan dana perimbangan dan salah satu komponendana ini yang memberikankontribusi terbesar adalah Dana Alokasi Umum (2005). Dalam beberapa tahun berjalan, proporsi DAU terhadap penerimaan daerah msih yang tertinggi dibanding dengan penerimaan daerah yang lain termasuk PAD (Adi, 2006) hal menunjukkan masih tingginya ketergantungan pemerintah daerah terhadap pasokan dana dari pemerintah usat ini. Namun demikian, dalam jangka panjang, ketergantungan semacam ini harus menjadi semakin kecil.

Berbagai investasi yang dilakukan pemerintah daerah diharapkan memberikan hasil positif yang tercermin dalam peningkatan PAD. Tingkat pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu tujuan penting pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Upaya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah tidak akan memberikan arti apabila tidak diikuti dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Terdapat dua komponen penerimaan daerah yang berpengaruh positif secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi regional (Brata, 2004). Kedua komponen tersebut adalah PAD dan Bagian Sumbangan & Bantuan. Namun demikian, penelitian Brata (2004) belum mencakup periode setelah otonomi daerah sehingga hubungan PAD dan Pertumbuhan ekonomi dapat saja mengarah ke hubungan negatif jika daerah terlalu ofensif dalam upaya peningkatan penerimaan daerahnya. Pertumbuhan ekonomi sering di ukur


(24)

dengan mengunakan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB/PDRB), namun demikian indikator ini dianggap tidak selalu tepat dikarenakan tidak mencerminkan makna pertumbuhan yang sebenarnya. Indikator lain, yaitu pendapatan per kapita dapat digunakan untuk mengukur Pertumbuhan ekonomi ini (Kuncoro,2004; Gaspersz dan Feonay, 2003).

Pertumbuhan ekonomi seyogyanya dapat memperlihatkan trend yang meningkat dari tahun ke tahun. Melihat pertumbuhan ekonomi sebagaimana tergambar dalam PDRB Propinsi Sumatera Utara periode 2005-2007 mengalami perkembangan yang berfluktuasi dan cenderung mengalami kenaikan dari tahun ketahun tahun 2005 sebesar 5,48%, tahun 2006 sebesar 6,20% dan tahun 2007 sebesar 6,90% dan cederung mngalami kenaikan. Angka rata-rata pertumbuhan 6,19% selama periode 2005-2007 merupakan angka pertumbuhan ekonomi yang menggembirakan. Angka 6,19 termasuk rendah apabila dibandingkan dengan angka pertumbuhan ekonomi di wilayah lain utamanya di wilayah Jawa. Sumatera Utara merupakan propinsi yang PDRB terbesar ketujuh yaitu 181,82 trilyun atau 5,16 % dari 33 propinsi di Indonesia.(BPS, 2008)

Indikator PDRB lebih komprehensif dalam mengukur pertumbuhan ekonomi dibandingkan indikator yang lain seperti jumlah ekspor ataupun tingkat inflasi dikarenakan PDRB lebih menekankan pada kemampuan negara/daerah untuk meningkatkan PDB/PDRB agar dapat melebihi tingkat pertumbuhan penduduk. Indikator ini secara simultan menunjukkan apakah pertumbuhan ekonomi yang terjadi mampu meningkatkan kesejahteraan seiring dengan laju pertambahan penduduk.


(25)

Dari uraian dan data di atas tercermin suatu kondisi yang menggambarkan adanya indikasi perkembangan alokasi anggaran belanja yang cukup tinggi yang diiringi oleh pertumbuhan ekonomi/perkembangan PDRB yang sepadan, dengan kata lain optimisme pemerintah daerah melalui kebijakan fiskal khususnya upaya peningkatan pengalokasian anggaran belanja modal yang selanjutnya untuk mengupayakan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) Belanja modal di Propinsi Sumatera Utara dari tahun 2004 – 2005 cenderung meningkat, tahun 2004 sebesar 321,68 milyar, tahun 2005 sebesar 3,46,21 milyar, dan tahun 2006 sebesar 754,80 miliyar. Peningkatan ini dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin naik. Penggunaan variabel Belanja Modal yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dengan alasan Belanja Modal yang dilakukan oleh pemerintah daerah digunakan untuk pembangunan meliputi pembangunan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat juga menikmati manfaat dari pembangunan daerah. Tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas di berbagai sektor, produktivitas masyarakat diharapkan semakin tinggi dan pada gilirannya akan terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi di suatu daerah.

Dengan diberlakukannya system desentralisasi fiskal Pendapatan Asli Daerah (PAD) Propinsi Sumatera Utara dari tahun 2004-2006 cenderung meningkat tahun 2004 sebesar 1.143,1 miliyar, tahun 2005 sebesar 1.361,8 miliyar, dan tahun 2006 sebesar 1502,6 milyar (BPS Sumut), kenaikan ini menunjukkan pemkab/pemko di Sumatera utara mampu menggali potensi yang ada didaerahnya masing-masing


(26)

walaupun masih ada dibeberapa pemkab/pemko yang belum mampu menaikan PADnya.

Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan merangsang pemerintah daerah untuk lebih meningkatkan mutu pelayanannya kepada publik sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi daerah akan meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan per Kapita.

Berdasarkan fenomena diatas, penelitian ini akan mencoba menganalisis “Pengaruh Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah”, dengan melihat besaran koefisien detirminasinya sehingga dapat diukur seberapa besar variabel Anggaran Belanja Modal dan PAD mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan PDRB atau pertumbuhan ekonomi daerah.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang melatar belakangi penelitian ini, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :

“Apakah Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap pertumbuhan ekonomi daerah di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara ? ”.


(27)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui adanya pengaruh Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :

a. Sebagai bahan masukan bagi peneliti mengenai pengaruh Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

b. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi.

c. Sebagai bahan masukan bagi peneliti sejenis, yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut dampak dari kebijakan desentralisasi terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan stimulus pertumbuhan Ekonomi Daerah.

1.5. Originalitas

Penelitian ini replikasi dari penelitian terdahulu yakni penelitian Adi, yang dilakukan di Kabupaten dan Kota se Jawa dan Bali pada tahun 2006 yang berjudul “Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah”. Penelitian tersebut menggunakan alat Uji Path Analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi daerah mempunyai dampak yang signifikan terhadap peningkatan PAD. Belanja Pembangunan


(28)

mempunyai dampak yang positif dan signifikan terhadap PAD maupun pertumbuhan ekonomi. Beda dari penelitian terdahulu adalah lokasi penelitian dimana penelitian ini dilakukan di Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara dan menggunakan alat uji yang berbeda dengan penelitian sebelumnya dimana pada penelitian ini menggunakan alat uji Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis).

Hipotesis yang dikembangkan adalah:

1. Adanya pengaruh PAD, terhadap pertumbuhan ekonomi daerah

2. Adanya pengaruh secara bersama-sama (simultan) Belanja Modal dan PAD


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.1. Peranan Belanja Modal Dalam Desentralisasi Fiskal

Optimalisasi penerimaan PAD hendaknya didukung dengan upaya pemda meningkatkan kualitas layanan publik. Ekploitasi PAD yang berlebihan justru akan semakin membebani masyarakat, menjadi disinsentif bagi daerah dan mengancam perekonomian secara makro (Mardiasmo, 2002). Tidak efektifnya berbagai perda baru (terkait dengan retribusi dan pajak) selama tahun 2001 bisa jadi menunjukkan tidak adanya relasi positif antara berbagai pungutan baru itu dengan kesungguhan pemda dalam meningkatkan mutu layanan publik (Lewis, 2003). Wurzel (1999) menegaskan meskipun mempunyai kewenangan untuk menarik pajak dan retribusi (charge), kewenangan ini perlu dipertimbangkan untung-ruginya (cost and benefit), misal dalam penentuan tarif layanan publik. Keengganan masyarakat untuk membayar pajak ataupun retribusi bisa jadi disebabkan kualitas layanan publik yang memprihatinkan. Akibatnya produk yang seharusnya bisa dijual justru direspon negatif (Mardiasmo, 2002).

Berbagai belanja yang dialokasi pemerintah, hendaknya memberikan manfaat langsung bagi masyarakat. Untuk itu, untuk kepentingan jangka pendek,

pungutan yang bersifat retribusi lebih relevan dibanding pajak. Alasan yang


(30)

Masyarakat tidak akan membayar apabila kualitas dan kuantitas layanan publik tidak mengalami peningkatan (Mardiasmo 2002). Dari 803 perda penerimaan daerah, 90,3% merupakan retribusi (Lewis, 2003). Namun, banyaknya perda ini tidak memberikan tambahan pendapatan daerah yang signifikan. Hal ini menunjukkan indikasi adanya tingkat layanan publik yang masih rendah.

Pergeseran komposisi belanja ini, juga digunakan untuk pembangunan fasilitas modal yang dibutuhkan bagi pertumbuhan ekonomi. Penelitian yang dilakukan Wong (2004) menunjukkan pembangunan sektor industri tertentu (dalam hal ini sektor jasa dan retail) memberikan kontribusi positif terhadap kenaikan pajak. Lin dan Liu (2000) menyatakan bahwa pemerintah perlu untuk meningkatkan investasi modal guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Mereka

menemukan adanya korelasi yang kuat antara share (belanja) investasi pada

infrastruktur dengan tingkat desentralisasi. Strategi alokasi anggaran pembangunan ini pada gilirannya mampu mendorong dan mempercepat pembangunan ekonomi nasional, sekaligus menjadi alat untuk mengurangi disparitas regional (Madjidi, 1997).

2.1.2. Arti Pertumbuhan Daerah Bagi Kemandirian Daerah

Salah satu tujuan utama desentralisasi fiskal adalah menciptakan kemandirian daerah. Dalam perspektif ini, pemerintah daerah (pemda) diharapkan mampu menggali sumber-sumber keuangan lokal, khususnya melalui Pendapatan Asli Daerah (Sidik, 2002). Ketergantungan pada transfer dari permerintah pusat dari


(31)

tahun ke tahun harus semakin dibatasi. Oates (1995) memberikan alasan yang cukup rasional mengapa pemda harus mengurangi ketergantungan ini :

1. Transfer pusat biasanya disertai dengan persyaratan tertentu, sehingga

otonomi relatif bersifat kompromis, terlebih bila dana transfer merupakan sumber dominan penerimaan lokal.

2. Ketergantungan pada transfer justru mengurangi kreatifitas lokal untuk

mengambil kebijakan terkait dengan penerimaan lokal yang lebih efisien. Pendapatan Asli Daerah idealnya menjadi sumber utama pendapatan lokal. Sumber pendapatan lain relatif fluktuatif dan cenderung diluar kontrol (kewenangan) pemerintah daerah (Sidik, 2002; Bappenas 2003). Data menunjukkan bahwa kontribusi PAD meningkat dari 6,59 % pada tahun 2001 menjadi 7,33 % pada tahun 2002 (Badan Pusat Statistik, 2004), dengan sumber utama penerimaan dari pajak daerah dan retribusi. Namun demikian, kontribusi PAD ini masih sangat kecil bila dibandingkan dengan transfer pusat (DAU dan DAK) yang mencapai 79,14 %.

Lewis (2003) menemukan terjadi kenaikan penerimaan yang cukup signifikan terkait dengan penerimaan pemda, yaitu sebesar 56 % untuk pemerintah propinsi dan 103 % untuk pemerintah kabupaten dan kota. Dari kenaikan tersebut, PAD memberikan kontribusi pada masing-masing pemda sebesar 76 % dan 46 %. Gambaran ini menunjukkan belum optimalnya pemda (khususnya Kabupaten dan Kota) dalam menggali potensi lokal yang dimiliki.


(32)

Peningkatan PAD sebenarnya merupakan ekses dari pertumbuhan ekonomi (Saragih, 2003). Daerah yang pertumbuhan ekonominya positif mempunyai kemungkinan mendapatkan kenaikan PAD. Dari perspektif ini seharusnya pemda lebih berkonsentrasi pada pemberdayaan kekuatan ekonomi lokal untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi daripada sekedar mengeluarkan produk perundangan terkait dengan pajak ataupun retribusi.

Sektor-sektor industri, khususnya jasa, perlu dioptimalisasi. Pajak dan retribusi (sebagai komponen terbesar PAD) sangat terkait dengan kegiatan sektor industri. Pajak dan retribusi sebenarnya merupakan ekses/nilai tambah dari lebih optimalnya sektor imdustri ini (Kadjatmiko dan Mahi dalam Sidik, 2002). Dengan kata lain pertumbuhan domestik dari sektor ini dapat digunakan untuk mengestimasi besarnya PAD (pajak dan restribusi) yang akan diterima.

Pertumbuhan PAD seharusnya sensitif terhadap kenaikan PDRB. Analisis elastisitas PAD terhadap PDRB yang dilakukan oleh Bappenas (2003) pada pemerintah propinsi menunjukkan ada 12 propinsi (41,37 %) yang mempunyai nilai elastisitas ≥ 1 (lebih dari satu). Hal ini menunjukkan bahwa setiap terjadi perubahan PDRB akan memberikan dampak yang positif dan signifikan terhadap perubahan PAD. Sedangkan propinsi yang lain perubahan PDRB-nya tidak cukup mempengaruhi perubahan PAD. Patut diduga adanya kenaikan nilai tambah PDRB lebih banyak keluar dari daerah tersebut.


(33)

Dalam era desentralisasi fiskal hal semacam ini wajar terjadi, mengingat adanya kompetisi antar pemerintah dalam memfasilitasi berbagai sektor guna memacu pertumbuhan ekonomi lokal. Sebagai contoh adalah dibukanya peluang berinvestasi dengan berbagai kemudahan. Tingginya aktivitas investasi ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi, dan pada gilirannya memberikan pemasukan yang signifikan bagi pemerintah daerah setempat (Lin dan Liu, 2000; Saragih, 2003; Bappenas, 2003).

2.1.3. Belanja Modal

Menurut Halim (2004a:73), belanja modal merupakan belanja yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah serta akan menimbulkan konsekuensi menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan. Belanja modal memiliki karakteristik spesifik yang menunjukkan adanya berbagai pertimbangan dalam penegalokasiannya. Pemerolehan aset tetap juga memiliki konsekuensi pada beban operasional dan pemeliharaan pada masa yang akan datang.

Belanja Modal merupakan belanja daerah yang dilakukan oleh pemerintah daerah diantaranya pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat juga menikmati manfaat dari pembangunan daerah. Tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektifitas di berbagai sektor, produktifitas masyarakat diharapkan menjadi semakin tinggi dan pada gilirannya terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi.


(34)

Pembangunan dalam sektor pelayanan kepada publik akan merangsang masyarakat untuk lebih aktif dan bergairah dalam bekerja karena ditunjang oleh fasilitas yang memadai selain itu investor juga akan tertarik kepada daerah karena fasilitas yang diberikan oleh daerah. Dengan bertambahnya produktivitas masyarakat dan investor yang berada di daerah akan berdampak pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Pendapatan Asli Daerah yang semakin tinggi akan merangsang pemerintah daerah untuk lebih meningkatkan mutu pelayanannya kepada publik sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi daerah akan meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan per Kapita.

2.1.4. Pendapatan Asli Daerah

Sesuai dengan UU No. 33 Tahun 2004, apabila kebutuhan pembiayaan suatu daerah lebih banyak diperoleh dari subsidi atau bantuan dari pusat, dan nyatanya kontribusi PAD terhadap kebutuhan pembiayaan sangat kecil, maka dapat dipastikan bahwa kinerja keuangan daerah itu masih sangat lemah. Kecilnya kontribusi PAD kebutuhan pembiayaan sebagaimana yang tertuang dalam APBD merupakan bukti kekurang mampuan daerah dalam mengelolah sumber daya perekonomiannya terutama sumber-sumber pendapatan daerah.

Menurut Halim (2004: 67), "Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah." Menurut Halim dan Nasir (2006:44), "Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


(35)

Pasal 157 UU No. 32 Tahun 2004 dan pasal 6 UU No. 33 Tahun 2004 menjelaskan bahwa sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri :

1. Pajak Daerah

2. Retribusi Daerah,

3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah.

Menurut Undang-undang No. 33 tahun 2004 pasal 1, “Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah yang asli digali di daerah yang digunakan untuk modal dasar pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat.

Menurut Mardiasmo (2002:132), “Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah”. Dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah pemerintah daerah dilarang :


(36)

a. Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan,

b. Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas

penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan kegiatan import/ekspor.

2.1.5. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah

Menurut Abdul Halim (2007:96) kelompok Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan :

a. Pajak Daerah.

Sesuai UU Nomor 34 Tahun 2000 jenis pendapatan pajak untuk kabupaten/ kota terdiri dari :

1) Pajak hotel 2) Pajak restoran 3) Pajak hiburan 4) Pajak reklame

5) Pajak penerangan jalan

6) Pajak pengambilan bahan galian golongan C 7) Pajak Parkir

b. Retribusi Daerah.

Retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi. Terkait dengan UU Nomor 34 Tahun 2000 jenis Pendapatan retribusi untuk kabupaten/kota meliputi objek pendapatan yang terdiri dari 29 objek.


(37)

c. Hasil Pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan.

Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup :

1) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD.

2) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/BUMD.

3) Bagian laba penyertaan modal pada perusahaan milik swasta swasta atau

kelompok usaha masyarakat. d. Lain-lain PAD yang sah.

Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik Pemda. Rekening ini disediakan untuk mengakuntansikan penerimaan daerah selain yang disebut di atas. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut :

1) Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan. 2) Jasa giro.

3) Pendapatan bunga.

4) Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah.

5) Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari

penjualan pengadaan barang, dan jasa oleh daerah.

6) Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang


(38)

7) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan. 8) Pendapatan denda pajak.

9) Pendapatan denda retribusi. 10) Pendapatan eksekusi atas jaminan. 11) Pendapatan dari pengembalian. 12) Fasilitas sosial dan umum.

13) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. 14) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.

2.1.6. Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Pengertian pertumbuhan ekonomi seringkali dibedakan dengan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi bersangkut-paut dengan proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat, sementara pembangunan mengandung arti yang lebih luas. Proses pembangunan mencakup perubahan pada komposisi produksi, perubahan pada pola penggunaan (alokasi) sumber daya produksi diantara sektor-sektor kegiatan ekonomi, perubahan pada pola distribusi kekayaan dan pendapatan diantara berbagai golongan pelaku ekonomi, perubahan pada kerangka kelembagaan dalam kehidupan masyarakat secara menyeluruh. (Djojohadikusumo,1994).


(39)

Namun demikian pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ciri pokok dalam proses pembangunan, hal ini diperlukan berhubungan dengan kenyataan adanya pertambahan penduduk. Bertambahnya penduduk dengan sendirinya menambah kebutuhannya akan pangan, sandang, pemukiman, pendidikan dan pelayanan kesehatan (Djojohakusumo,1994).

Adanya keterkaitan yang erat antara pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, ditunjukkan pula dalam sejarah munculnya teori-teori pembangun-an ekonomi. Menurut Todaro (1998) dalam kepustakaan pembangunan ekonomi pasca Perang Dunia II terdapat lima pendekatan utama dalam aliran pemikiran tentang teori-teori pembangunan, yaitu model pertumbuhan bertahap linier, model pembangunan struktural, model ketergantungan internasional, kontrarevolusi pasar bebas neoklasik dan model pertumbuhan endogen.

Model pertumbuhan bertahap linier menekankan pada pemahaman bahwa proses pembangunan merupakan serangkaian tahapan pertumbuhan ekonomi yang berurutan, dan juga menyoroti pembangunan sebagai perpaduan dari tabungan, penanaman modal dan bantuan asing. Salah satu tahapan yang harus dilalui adalah tahapan tinggal landas, yang ditandai dengan adanya pengerahan atau mobilisasi tabungan yang dijelaskan oleh model pertumbuhan Harrod-Domar. Model yang berkembang selanjutnya adalah perubahan struktural dan ketergantungan internasional yang perbedaan diantara keduanya lebih pada perbedaan secara ideologis.


(40)

Model pertumbuhan yang berkembang pada tahapan berikutnya adalah model pertumbuhan neoklasik, dimana model pertumbuhan Solow menjadi pilarnya. Solow berpendapat bahwa pertumbuhan output bersumber dari tiga faktor: kenaikan kuantitas dan kualitas tenaga kerja (melalui pertumbuhan jumlah penduduk dan perbaikan pendidikan), penambahan modal (melalui tabungan dan investasi) serta penyempurnaan teknologi. Sebagian besar pertumbuhan ekonomi bersumber dari hal-hal yang bersifat eksogen atau proses-proses kemajuan teknologi yang bersifat independen (Todaro,1998).

Kelemahan yang terdapat pada teori neo klasik adalah bahwa pengaruh teknologi tidak sepenuhnya dapat dikendalikan oleh faktor-faktor ekonomi, mengakibatkan munculnya model pertumbuhan yang baru yaitu pertumbuhan endogen. Model ini tetap berdasarkan pada model yang dikembangkan oleh kaum neoklasik, namun berkebalikan dengan pendapat kaum neo klasik, model pertumbuhan endogen mengakui dan menganjurkan keikutsertaan pemerintah secara aktif dalam pengelolaan perekonomian.

Blakely (1994) juga mengemukakan akan pentingnya peran pemerintah, dengan mengemukakan sejumlah faktor yang mempengaruhi pembangunan daerah. Faktor-faktor tersebut adalah sumber daya alam, tenaga kerja, investasi modal, kewirausahaan, transportasi, komunikasi, komposisi sektor industri, teknologi, pasar ekspor, situasi perekonomian internasional, kapasitas pemerintah daerah, pengeluaran pemerintah dan dukungan pembangunan.


(41)

2.1.7. Hubungan Antara Belanja Modal dengan Pendapatan Asli Daerah

Infrastruktur dan sarana prasarana yang ada di daerah akan berdampak pada pertumbuh ekonomi daerah. Jika sarana dan prasarana memadai maka masyarakat dapat melakukan aktivitas sehari-harinya secara aman dan nyaman yang akan berpengaruh pada tingkat produktivitasnya yang semakin meningkat dan dengan adanya infrastruktur yang memadai akan menarik investor untuk membuka usaha di daerah tersebut. Dengan bertambahnya belanja modal maka akan berdampak pada periode yang akan datang yaitu produktivitas masyarakat meningkat dan bertambahnya investor akan meningkatkan pendapatan asli daerah. (Abimanyu, 2005) 2.1.8. Hubungan antara Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi

Pembangunan sarana dan prasarana oleh pemerintah daerah berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2004). Peningkatan pelayanan sektor publik secara berkelanjutan akan meningkatkan sarana dan prasarana publik, investasi pemerintah juga meliputi perbaikan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan sarana penunjang lainnya. Syarat fundamental untuk pembangunan ekonomi adalah tingkat pengadaan modal pembangunan yang seimbang dengan peningkatan PDB/PDBR. Pembentukan modal tersebut harus didefinisikan secara luas sehingga mencakup semua pengeluaran yang sifatnya menaikan produktivitas (Ismerdekaningsih & Rahayu, 2002).


(42)

Dengan ditambahnya infrastruktur dan perbaikan infrastruktur yang ada oleh pemerintah daerah, diharapkan akan memacu pertumbuhan perekonomian di daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah akan merangsang meningkatnya pendapatan penduduk di daerah yang bersangkutan, seiring dengan meningkatnya pendapatan penduduk akan berdampak pada meningkatnya pandapatan masyarakat.

Jika PEMDA menetapkan anggaran belanja pembangunan lebih besar dari pengeluaran rutin, maka kebijakan ekspansi anggaratn daerah mi akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerah (Saragih, 2003). Dalam penelitiannya Lin dan Liu (2000) menyatakan bahwa pemerintah perlu untuk meningkatkan investasi modal guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Penelitian yang dilakukan oleh Adi (2006) membuktikan bahwa belanja modal mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi alokasi belanja modal untuk pengembangan infrastruktur penunjang perekonomian, akan mendorong tingkat produktifltas penduduk. Pada gilirannya hal ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat secara umum yang tercermin dalam pendapatan per kapita.

2.1.9. Hubungan antara Pendapatan Asli Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi

Tujuan utama dari desentralisasi fiskal adalah terciptanya kemandirian daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu mengali sumber-sumber keuangan lokal, khususnya melalui Pendapatan Asli Daerah (Sidik, 2002). Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan PAD yang positif mempunyai kemungkinan untuk memiliki tingkat pendapatan per Kapita yang lebih baik. PAD berpengaruh positif dengan petumbuhan ekonomi di daerah (Brata, 2004).


(43)

PAD merupakan sumber pembelanjaan daerah, jika PAD meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga pemerintah daerah akan berinsisiatif untuk lebih menggali potensi-potensi daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan PAD secara berkelanjutan akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah itu (Tambunan, 2006).

Peningkatan PAD harus berdampak pada perekonomian daerah (Saragih, 2003). Oleh karena itu, daerah tidak akan berhasil bila daerah tidak mengalanii pertumbuhan ekonomi yang berarti meskipun terjadi peningkatan penerimaan PAD. Bila yang terjadi sebaliknya, maka bisa diindikasikan adanya eksploitasi PAD terhadap masyarakat secara berlebihan tanpa memperhatikan peningkatan produktifitas masyarakat itu sendiri. Sidik (2002) menegaskan bahwa keberhasilan peningkatan PAD hendaknya tidak hanya diukur dari jumlah yang diterima, tetapi juga diukur dengan perannya untuk mengatur perekonomian masyarakat agar dapat lebih berkembang, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah.


(44)

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini diantaranya Hanum (2004) meneliti diantara beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Nanggroe Aceh Darussalam menemukan bahwa pengeluaran Pemerintah pemerintah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi NAD.

Rahmansyah (2004) yang menganalisa Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dengan menggunakan sample pada beberapa Propinsi di Indonesia menemukan bahwa pengeluaran pemerintah berupa pengeluaran pembangunan maupun pengeluaran rutin memberikan pengaruh positif dan signifikan secara ststistik terhadap pertumbuhan ekonomi di 11 Propinsi. Metode

yang digunakan Ordinary Least Square (OLS) dan General Least Square ( GLS).

Data yang digunakan adalah data time series selama kurun waktu tahun 1975-2001. Variabel indevenden pada penelitian ini adalah pengeluaran pemerintah daerah berupa pengeluaran pembangunan.

Adi (2006) yang meneliti hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah (PAD), data yang digunakan adalah realisasi APBD pemerintah kabupaten dan kota sejawa-bali tahun 1998 – 2003. Metode yang digunakan analisis deskriptif dan analilisis jalur. Hasil penelitin adalah pertumbuhan ekonomi daerah mempunyai dampak yang signifikan terhadap peningkatan PAD dan Belanja Pembangunan mempunyai dampak yang positif dan signifikan terhadap PAD maupun pertumbuhan ekonomi.


(45)

Simanjuntak (2007) meneliti Analisa Pengaruh PAD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Labuhan Batu, metode yang digunakan analisis deskriptif dengan menggunakan regresi sederhana dan regresi berganda. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa PAD dan DAU berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Labuhan Batu. Pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya berpengaruh positip dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi tahun berjalan di Kabupaten Labuhan Batu. Saragih (2006) menganalisis poengaruh keuangan daerah terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari berbagai instansi Pemerintah Kabupaten Simalungun selama periode 1986-2005. Metode yang digunakan analisis OLS. Variabel dependen yang digunakan PDRB berdasarkan harga berlaku sedangkan variable independen yaitu PAD, DBH, dan DAU. Kesimpulan yang diperoleh bahwa PAD berpengaruh positip dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun, serta DAU berpengaruh positip dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun.

Dengan demikian penelitian terdahulu dapat dirangkum dalam Tabel 2.1 berikut :


(46)

Tabel 2.1. Review Penelitian Terdahulu

No Nama

Peneliti Judul Penelitian

Variabel Yang

Digunakan Hasil Penelitian

1 Hanum 2004 Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruh Pertumbuhan Ekonomi Propinsi Nanggroe Aceh Darusalam -Pengeluaran Pemerintah -Pertumbuhan Ekonomi -Bahwa Pengeluaran Pemerintah memiliki tanda koefisien regresi yang positip dan berdasarkan uji-t, pengeluaran

pemerintah

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi NAD. 2 Rahman syah 2004 Analisa Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Propinsi-Propinsi di Indonesia. -Pengeluaran Pembangunan -Pengeluaran Rutin -Pertumbuhan Ekonomi -Bahwa pengeluaran pemerintah berupa pengeluaran pembangunan maupun pengeluaran rutin memberikan pengaruh positif dan signifikan secara ststistik terhadap pertumbuhan ekonomi di 11 Propinsi dengan tingkat signifikan yang berbeda-beda.

3 Priyo Hari

Adi 2006 Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah. -Pertumbuhan Ekonomi -Belanja Pembangunan -Pendapatan Asli Daerah (PAD) -Bahwa pertumbuhan Ekonomi daerah mempunyai dampak yang signifikan terhadap peningkatan PAD. -Belanja Pembangunan mempunyai dampak yang positif dan signifikan terhadap PAD maupun pertumbuhan


(47)

Lanjutan Tabel 2.1 4 Daslan Simanjuntak (2007) Analisa Pengaruh PAD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Labuhan Batu.

-PAD dan DAU -Pertumbuhan

Enonomi

-PAD dan DAU berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Labuhan Batu. -Pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya berpengaruh positip dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi tahun berjalan di Kabupaten

Labuhan Batu.

5 Jan Waner

Saragih (2006) Analisis Pengaruh Keuangan Derah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Simalungun -Pendapatan Asli Daerah (PAD) -Dana Bagi Hasil (DBH) -Dana Alokasi Umum (DAU) -Pertumbuhan Ekonomi Daerah -Bahwa Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Umum mempunyai pengaruh positip dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun pada tingkat kepercayaan 99%.


(48)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konseptual

Berdasarkan latar belakang penelitian, tinjauan pustaka dan pengembangan hipotesis, dapat digambarkan kerangka konseptual sebagai berikut :

BELANJA MODAL (X1)

PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)

(X2)

PERTUMBUHAN EKONOMI

(Y)

Gambar : 3.1 Gambar Kerangka Konsptual

Pengalokasian anggaran belanja modal yang tinggi dapat memacu pertumbuhan ekonomi/perkembangan PDRB yang sepadan melalui kebijakan fiskal yang selanjutnya terciptanya pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Belanja Modal yang dilakukan oleh pemerintah daerah digunakan untuk pembangunan meliputi pembangunan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat juga menikmati manfaat dari pembangunan daerah. Tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas di berbagai sektor,


(49)

produktivitas masyarakat diharapkan semakin tinggi dan pada gilirannya akan terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi di suatu daerah.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah total realisasi penerimaan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain dari penerimaan PAD yang sah. Pendapatan Asli Daerah yang semakin tinggi akan merangsang pemerintah daerah untuk lebih meningkatkan mutu pelayanannya kepada publik sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi daerah akan meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan per Kapita.

Pertumbuhan ekonomi daerah adalah sebagai suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian daerah dari suatu tahun ketahun berikutnya yang dinyatakan dalam persentase. Jika terjadi perubahan positif (kenaikan) berarti terdapat pertumbuhan ekonomi yakni tingkat pertambahan penduduk masih dibawah tingkat pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya jika pertambahan pertumbuhan ekonomi dibawah pertambahan penduduk berarti pertumbuhan ekonomi menurun.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Bab. VIII Pasal 179 dinyatakan bahwa APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung dari 1 Januari s/d 31 Desember. Sumber pendapatan/penerimaan APBD ini berasal dari Penadapatan Asli Daerah (PAD), Dana perimbangan dari Pusat, Pinjaman Daerah dan lain-lain yang bersumber dari pendapatan daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan Daerah


(50)

yang bersumber dari pajak daerah, hasil restribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Hal ini bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam melaksanakan otonomi daerah sebagai perwujudan desentralisasi daerah.

Kemampuan keuangan dan anggaran daerah pada dasarnya adalah kemampuan dari pemerintah daerah dalam meningkatkan penerimaan pendapatan asli daerahnya. Disini akan lebih mengarah pada aspek kemandirian daerah dalam bidang keuangan yang biasanya diukur dengan desentralisasi fiscal atau otonomi fiscal daerah, yang dapat diketahui melalui perhitungan kontribusi PAD terhadap total APBD.

Dana dari penerimaan APBD ini digunakan untuk belanja daerah, yakni untuk Belanja Modal/Pembangunan, belanja rutin dan belanja lainnya yang dibenarkjan dalam undang-undang. Belanja Modal/Pembangunan seperti Pembangunan infrastruktur, belanja investasi baik belanja langsung maupun belanja tidak langsung, dilakukan secara maksimal untuk menopang laju pertumbuhan ekonomi daerah. Menentukan skala prioritas belanja pembanguan daerah sangatlah penting, agar pengeluaran/belanja modal ini dapat benar-benar menumbuhkan/mendongkrak laju pertumbuhan ekonomi daerah agar kemandirian daerah dapat dicapai.


(51)

3.2. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap pertumbuhan ekonomi daerah di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.


(52)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif kausal. Menurut Umar (2003: 30) penelitian asosiatif kausal adalah "penelitian yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lain". Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yaitu data yang berbentuk angka. Data ini merupakan data sekunder yaitu data yang informasinya diperoleh secara tidak langsung dari Internet dalam situs www.djpkpd.go.id dan dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara www.bps.go.id/sumut. Pada penelitian ini data sekunder didapat dalam bentuk dokumentasi yaitu data yang diterbitkan oleh pihak-pihak berkompeten yang rutin di anggarkan setiap tahunnya dalam bentuk APBD. Data penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian adalah berupa data sekunder dan bersifat kuantitatif.

Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan ilmiah dengan menggunakan struktur teori untuk membangun satu atau lebih hipotesis yang membutuhkan pengujian secara kuantitatif dan statistik. Jenis penelitian ini adalah penelitian uji hipotesis yang mengambil sampel dari satu populasi dan menetapkan kreteria sesuai dengan tujuan penelitian. Metode pengukuran yang digunakan data pooling selama


(53)

3(tiga) tahun pada 17 Kabupaten di Sumatera Utara, yaitu data realisasi APBD dari tahun 2003 s/d 2006 dan data pertumbuhan ekonomi dari tahun 2005 s/d 2007.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini di Propinsi Sumatera Utara dengan mengambil sampel pada 17 Kabupaten yaitu Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Asahan, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Karo, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, Kabupaten Humbang Hasudutan, Kota Sibolga, Kota Tanjung Balai, Kota Pematang Siantar, Kota Tebing Tinggi, Kota Medan, Kota Binjai dan Kota Padang Sidempuan. Ruang lingkup penelitian ini dilaksanakan dengan memusatkan pembahasan mengenai pengaruh balanja modal dan pendapatan asli daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah di Propinsi Sumatera Utara yang diproxi dari PDRB. Untuk melihat produktivitas ekonomi (dengan mengabaikan inflasi), maka digunakan PDRB atas Dasar Harga Konstan (ADHK) tahun 2000.

Waktu penelitian direncanakan pada awal bulan Nopember 2008 dan akan selesai pada bulan Maret 2009.


(54)

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah 26 (dua puluh enam) Pemerintah

Daerah/Kota di Sumatera Utara dengan menggunakan data pooling selama 3 (tiga)

tahun dari realisasi Belanja Modal dan PAD dari tahun 2004 s/d 2006 dan data pertumbuhan ekonomi dari tahun 2005 s/d 2007 yang dihubungkan pada tahun berikutnya. Berdasarkan metode purposive sampling maka terpilih 17 (tujuh belas) Pemerintah Daerah/Kota di Sumatera Utara.

Objek yang diteliti adalah pengaruh belanja modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) setelah otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Unit Analisis Organisasional,

dimana focus utama adalah data organisasi pemerintahan sumatera utara mengenai

belanja modal, PAD dan pertumbuhan ekonomi daerah dari 17 Kabupaten.

4.3.2. Sampel Penelitian dan Teknik Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiono,2004:73). Jumlah sampel yang peneliti pakai adalah sebanyak 17 (tujuh belas) pemerintah daerah Kabupaten/Kota. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan kriteria tertentu dengan pertimbangan (Judgement Sampling).


(55)

Adapun Pertimbangan yang ditentukan oleh peneliti dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut :

1. Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara yang mempublikasikan laporan

APBD dalam situs Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (www.djpk.depkeu.go.id).

2. Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara yang mempublikasikan laporan

APBDnya selama periode 2004-2006.

3. Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara yang laporan APBDnya telah

memakai format Kepmendagri 29/2002. Daftar Kabupaten dan Kota yang menjadi sampel dalam penelitian ini terdapat pada Tabel 4.1 berikut :

Tabel 4.1 Daftar Populasi Dan Sampel Penelitian

No Kabupaten/Kota

Populas

i

Sampel

1 Nias √ -

2 Mandailing Natal

3 Tapanuli Selatan √ -

4 Tapanuli Tengah √ -

5 Tapanuli Utara

6 Toba Samosir

7 Labuhan Batu

8 Asahan

9 Simalungun

10 D a i r i √ -

11 Karo

12 Deli Serdang

13 Langkat

14 Nias Selatan √ -

15 Humbang Hasudutan

16 Pakpak Bharat √ -


(56)

18 Serdang Bedagai √ -

19 Batu Bara √ -

20 Sibolga

21 Tanjung Balai

22 Pematang Siantar

23 Tebing Tinggi

24 M e d a n

25 Binjai

26 Padang Sidempuan

Lanjutan Tabel 4.1

Sumber : www.bps.go.id/sumut dan www.djpk.depkeu.go.id

4.4. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan penulis dalam mengumpulkan data yang diperlukan adalah :

1. Teknik Dokumentasi yaitu dengan melakukan pengumpulan data yang

berhubungan dengan pokok bahasan.

2. Studi kepustakaan merupakan cara untuk mengumpulkan data dengan cara

membaca buku-buku atau bahan-bahan kepustakaan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam penulisan (Keraf, 2006:165). Metode ini digunakan untuk mendapatkan landasan teori dari sumber-sumber atau bahan pustaka serta situs penyedia data keuangan daerah yang diperlukan dari situs internet (www.djpk.depkeu.go.id).

Prosedur pengambilan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data

pooling berupa realisasi belanja modal, realisasi penerimaan PAD dan pertumbuhan

ekonomi selama 3 Tahun dari 17 Kabupaten di Propinsi Sumatera Utara. Melalui pengamatan, data diperoleh dari realisasai laporan APBD setiap Kabupaten/Kota di Sumatera Utara melalui publikasi situs interet dan dari BPS Propinsi Sumatera Utara.


(57)

4.5. Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel 4.5.1. Belanja Modal

Belanja Modal adalah Jumlah realisasi seluruh belanja pembangunan seperti infrastruktur, investasi baik belanja langsung maupun belanja tidak langsung. Belanja modal ini meliputi belanja tanah, belanja gedung dan bangunan, belanja peralatan dan mesin, belanja jalan, irigasi dan jaringan, dan belanja asset tetap lainnya. Skala pengukuran yang digunakan adalah rasio.

4.5.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah total realisasi penerimaan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengeloaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain dari penerimaan PAD yang sah. Skala pengukuran yang digunakan adalan rasio.

4.5.3. Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Pertumbuhan ekonomi daerah adalah Sebagai suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian daerah dalam suatu tahun tertentu, apabila dibanding dengan tahun sebelumnya. Pertumbuhan tersebut selalu dinyatakan dalam bentuk persentase, perubahan pendapatan daerah pada suatu tahun tertentu dibanding dengan tahun sebelumnya.


(58)

4.5.4. Klasifikasi Variabel

Variabel Independen dalam penelitian ini adalah Belanja Modal (XΥ) dan

Pendapatan Asli Daerah (PAD)/XΦ. Sedangkan sebagai variabel dependen adalah

Pertumbuhan Ekonomi daerah (Y).

4.5.5. Motode Pengukuran Variabel

Adapun pengukuran variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut :

Tabel 4.2 Operasionalisasi Variabel

Variabel Defenisi Variabel Pengukuran Skala Pengukuran

Belanja Modal

(X1)

Jumlah realisasi seluruh belanja pembangunan seperti infrastruktur, investasi baik belanja langsung maupun belanja tidak langsung.

Realisasi Belanja modal tahun 2004-2006 dari APBD

Rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD) (X2) Total realisasi penerimaan daerah yang

bersumber dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengeloaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain dari penerimaan PAD yang sah.

Realisasi PAD tahun 2004-2006 dari APBD Rasio Pertumbuhan Ekonomi (Y)

Ukuran kuantitatif yang menggambarkan

perkembangan suatu perekonomian daerah dalam suatu tahun tertentu, apabila dibanding dengan tahun

PDRB harga Konstan Tahun Dasar 2000

dari Tahun 2005-2007


(59)

sebelumnya.

4.6. Metode Analisis Data dan Uji Asumsi Klasik

Metode analisis data yang digunakan adalah model analisis regresi berganda

dengan bantuan Software SPSS for Windows. Penggunaan metode analisis regresi

berganda dalam pengujian hipotesis, terlebih dahulu diuji apakah model tersebut memenuhi asumsi klasik atau tidak.

4.6.1. Uji Asumsi Klasik

4.6.1.1. Uji normalitas

Tujuan uji normalitas menurut Ghozali (2005:111) adalah ingin mengetahui apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Tujuan uji Normalitas adalah ingin mengetahui apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak adalah dengan analisis

grafik dan uji statistik. Uji normalitas data dilakukan dengan uji Kolmogorov

Smirnov, distribusi data dikatakan normal jika signifikansi > 0,05. 4.6.1.2. multikolinearitas

Menurut Ghozali (2005:111) uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan dengan adanya korelasi diantara variabel independen. Suatu model regresi yang baik tidak ditemukannya hubungan atau korelasi di antara variabel independen. Dalam pengujian multikolinearitas penulis


(60)

menggunakan metode Variance Inflation Factor (VIF). Metode ini menjelaskan hubungan variabel independen yang mana yang menjelaskan variabel independen yang lain. Nilai cut off yang dipakai untuk menunjukan adanya multikolinearitas adalah VIF>10.

4.6.1.3. Uji heterokedasitas

Heterokedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas. Secara

statistik Uji Heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan Uji Park yaitu dengan

melakukan transformasi logaritma terhadap residual (Ghozali, 2005 : 107). 4.6.1.4. Uji autokorelasi

Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan ada periode t-1 atau sebelumnya. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual atau kesalahan pengganggu tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtut waktu atau time series karena “gangguan” pada individu/kelompok cenderung mempengaruhi “gangguan” pada individu/kelompok yang sama pada periode berikutnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.


(61)

Pada penelitian ini, uji autokorelasi dilakukan dengan dengan Uji Durbin Watson, karena uji ini yang umum digunakan. Uji ini hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat pertama (first order autokorelasi) dan mensyaratkan adanya

intercept (konstanta) dalam model regresi. Menurut Santoso (2002) pengambilan

keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut :

1) Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif.

2) Angka D-W di antara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi. 3) Angka D-W di atas + berarti ada autokorelasi negatif.

4.6.2. Pengujian Hipotesis

Setelah Uji Asumsi Klasik, penulis menganalisis data dengan metode analisis regresi berganda. Analisis ini digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen. Model bentuk regresi linier

berganda (Multiple Regression Analysis) dengan metode Ordinary Least Square

(OLS) sebagai berikut :

Y = g+ 1X1 + 2X2 +i

Keterangan :

Y = Pertumbuhan Ekonomi daerah

g = Konstanta


(62)

Φ = Koefisien dari Pendapatan Asli Daerah (PAD)

XΥ = Belanja Modal

XΦ = Pendapatan Asli Daerah (PAD)

i = Error (kesalahan penggangu/variabel penggangu)

Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan regresi berganda karena subvariabel dalam penelitian ini lebih dari satu. Pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat pengaruh antara variabel independen yaitu belanja modal, PAD secara simultan atau parsial terhadap variabel dependen yaitu pertumbuhan ekonomi daerah.

4.6.2.1. Uji signifikan parsial (Uji – t)

Uji statistik t disebut juga sebagai uji signifikasi individual. Uji ini menunjukan seberapa jauh pengaruh variabel independen yaitu Belanja modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara parsial terhadap variabel dependen yaitu pertumbuhan ekonomi daerah.

a. Bentuk pengujiannya adalah :

Ho : b1 = 0, artinya Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah secara parsial tidak

berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi.

Ha : b1 ≠ 0, artinya Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah secara parsial

berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi. b. Kriteria pengambilan keputusan :


(63)

Jika probabilitas > 0.05, maka Ho ditolak

4.6.2.2. Uji signifikan simultan (Uji – F)

Uji ini pada dasarnya menunjukan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model ini mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen.

Bentuk pengujiannya :

Ho : b1=b2= 0, artinya Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah secara simultan

tidak berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi.

Ha : b1, b2 ≠ 0, artinya Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah secara simultan

berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Kriteria pengambilan keputusan :

Jika probabilitas < 0.05, maka Ha diterima

Jika probabilitas > 0.05, maka Ha ditolak

4.6.2.3. Koefisien determinasi (R²)

Pengujian koefisien determinan (R²) digunakan untuk mengukur proporsi atau persentase sumbangan variabel independen yang diteliti terhadap variasi naik turunnya variabel dependen. Koefisien determinan berkisar antara nol sampai dengan satu (0 ≤ R² ≤ 1). Hal ini berarti bila R² = 0 menunjukan tidak adanya pengaruh antara

variabel dependen, bila R² semakin besar mendekati 1 menunjukan semakin kuatnya


(64)

mendekati nol maka dapat dikatakan semakin kecilnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.


(65)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Deskripsi Data Penelitian

Sebelum melakukan pembahasan mengenai data secara statistik harus terlebih dahulu memperhatikan data Kabupaten/Kota yang telah ditentukan sebagai sampel. Adapun Kabupaten/Kota yang terpilih menjadi sampel penelitian adalah sebanyak 17 (tujuh belas) sampel. Kabupaten/Kota yang dimaksud terdapat pada Tabel 5.1 :

Tabel 5.1. Daftar Kabupaten/ Kota Sampel No. Kabupaten/Kota

1. Mandailing Natal

2. Tapanuli Utara

3. Toba Samosir

4. Labuhan Batu

5. Asahan 6. Simalungun 7. Karo

8. Deli Serdang

9. Langkat

10. Humbang Hasudutan

11. Kota Sibolga

12. Kota Tanjung Balai 13. Kota Pematang Siantar 14. Kota Tebing Tinggi 15. Kota M e d a n

16. Kota Binjai

17. Kota Padang Sidempuan


(66)

Berdasarkan hasil pengolahan data, maka deskripsi statistik dari data penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.2. berikut :

Tabel 5.2 : Statistik Deskriptif Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Belj_Modal_X1 51 14.08 215.67 64.2937 45.91278

PAD_X2 51 2.76 312.86 31.1457 65.47867

PDRB_Y 51 2.63 7.78 5.1929 1.07747

Valid N (listwise) 51

Sumber : Lampiran 2 (data diolah SPSS).

Berdasarkan Tabel 5.2 diatas dapat dilihat bahwa dari jumlah N sampel sebanyak 51, dimana rata-rata jumlah Belanja Modal Kabupaten Kota di Sumut sebanyak 64.2937 Milyar Rupiah dengan jumlah Belanja Modal terendah 14.08 Milyar Rupiah dan tertinggi sebanyak 215.67 Milyar Rupiah dengan standar deviasi 45.91 dari rata - rata. Belanja Modal merupakan belanja daerah yang dilakukan oleh pemerintah daerah diantaranya pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat juga menikmati manfaat dari pembangunan daerah. Tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektifitas di berbagai sektor, produktifitas masyarakat diharapkan menjadi semakin tinggi dan pada gilirannya terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi.


(67)

Rata-rata jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Kota di Sumut sebanyak 31.1457 Milyar Rupiah dengan jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) terendah sebesar 2.76 Milyar Rupiah dan tertinggi sebanyak 312.86 Milyar Rupiah dengan standar deviasi 65.47867 dari rata - rata. Pendapatan Asli Daerah (PAD) menggambarkan kemampuan Pemda/Pemko menggali potensi yang yang ada untuk meningkatkan pendapatan daerahnya dalam merealisasikan PAD yang direncanakan guna untuk membiayai daerah pemerintahannya, berdasarkan potensi riil daerah. Secara keseluruhan PAD Propinsi Sumatera Utara mengalami kenaikan. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah ini merupakan akibat perkembangan pajak daerah dan retribusi daerah secara pesat.

Untuk pertumbuhan ekonomi yang diproxikan dengan PDRB harga Konstan rata – rata pertumbuhan ekonomi sebesar 7.78 Milyar Rupiah dengan jumlah pertumbuhan ekonomi terendah sebesar 2.63 Milyar Rupiah dan tertinggi sebesar 7.78 Milyar Rupiah dengan standar deviasi 1.077 dari rata – rata. Dengan melihat angka laju pertumbuhan PDRB pada suatu daerah maka dapat memberikan suatu gambaran bagaimana pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai oleh daerah tersebut.


(68)

5.2. Analisis Data 5.2.1. Uji Asumsi Klasik

Pengujian terhadap ada tidaknya pelanggaran terhadap asumsi-asumsi klasik yang merupakan dasar dalam model regresi linier berganda. Hal ini dilakukan sebelum pengujian hipotesis meliputi :

5.2.1.1 Pengujian normalitas data

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Untuk menguji apakah data penelitian ini terdistribusi normal atau tidak dapat dideteksi

melalui 2 cara yaitu Analisis Grafik dan analisis statistik (uji One sample

Kolmogorov Smirnov).

a. Analisis Grafik


(69)

Berdasarkan pada Gambar 5.1 tersebut Gozali (2005) menyatakan jika distribusi data adalah normal, maka terdapat titik titik yang menyebar disekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti arah garis diagonalnya. Hasil grafik tersebut terlihat bahwa titik titik yang menyebar disekitar garis diagonalnya maka dapat dinyatakan bahwa data berdistribusi normal.

b. Uji Statistik

Uji Normalitas bertujuan untuk melihat apakah model regresi, variabel pengganggu atau residual berdistribusi normal. Untuk itu dilakukan uji one sample Kolmogorov Smirnov Test. Adapun hasil pengujian terdapat pada Tabel 5.3 berikut :

Tabel 5.3 Hasil Pengujian One Sample Kolmogorov Smirnov Test Unstandardized

Residual

N 51

Mean .0000000

Normal Parametersa

Std. Deviation .91190970

Absolute .141

Positive .058

Most Extreme Differences

Negative -.141

Kolmogorov-Smirnov Z 1.006

Asymp. Sig. (2-tailed) .263

a. Test distribution is Normal.

Sumber : Lampiran 2. Hasil Output SPSS 16. Kreteria : Ho : Data residual Berdistribusi normal


(70)

Dari hasil pengujian terlihat pada Tabel 5.3 tersebut terlihat besarnya nilai Kolmogorov- Smirnov adalah 1.006 dan signifikansinya pada 0.263 dan nilainya jauh diatas = 0.05. Suatu model dikatakan berdistribusi normal, jika nilai signifikan dari Kolmogorov- Smirnov lebih besar dari 0,05. Oleh karena itu model ini dikatakan berdistribusi normal.

5.2.1.2. Uji multikolinearitas

Pengujian multikolinearitas dilakukan untuk melihat apakah pada model regresi ditemukan ada tidaknya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi multikolinearitas. Cara mendeteksinya adalah dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF). Menurut Santoso (2002), pada umumnya jika VIF > 10, maka variabel tersebut mempunyai persoalan multikolinearitas dengan variabel bebas lainnya.

Tabel 5.4 Uji Multikolinieritas

Model Collinearity Statistics Tolerance VIF

(Constant)

Belj_Modal_X1 .495 2.021

PAD_X2 .495 2.021

Dependent Variabel : PDRB_Y

Sumber : Lampiran 2 Hasil Output SPSS 16.


(71)

Dari Tabel 5.4 diatas, terlihat bahwa variabel independen yaitu Belanja

Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) mempunyai angka Variance Inflation

Factor (VIF) dibawah angka 10 (Ghozali, 2005 : 93). Hal ini berarti bahwa regresi yang dipakai untuk ke 2 (dua) variabel independent diatas tidak terdapat persoalan multikolinieritas.

5.2.1.3. Uji heteroskedastisitas

Menurut Ghozali (2005 : 107) model regresi yang baik adalah model yang Homoskesdatisitas atau tidak terjadi Heteroskedastitas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan dengan Uji Park. Asumsi utama Uji Park yaitu dengan melakukan transformasi logaritma terhadap residual (Ghozali, 2005 : 107). Adapun hasil pengujian Uji Park terdapat pada Tabel 5.5 berikut :

Tabel 5.5 : Uji Park Coefficientsa

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

(Constant) -.811 .343 -2.364 .026

Belj_Modal_X

1 .001 .006 .046 .160 .874

1

PAD_X2 -.004 .004 -.318 -1.104 .279

a. Dependent Variable: Ln_Res

Sumber : Hasil Olah Data SPSS. (Lampiran 3).

Jika koefesien parameter beta dari persamaan regresi tersebut signifikan secara statistik, hal ini menunjukkan bahwa dalam data model empiris yang diestimasi terdapat heteroskedastisitas dan sebaliknya jika parameter beta tidak signifikan secara statistik, maka asumsi Homoskesdatisitas pada data model tersebut


(1)

Lanjutan Lampiran 1

11

Sibolga

33.71

35.75

40.31

5.19

6.06

7.51

4.01

5.22

5.53

12

Tanjung Balai

42.65

44.23

67.63

8.84

9.57

10.84

4.11

3.54

4.01

13

Pematang Siantar

47.41

35.62

64.39

13.48

14.92

16.26

5.77

5.96

5.12

14

Tebing Tinggi

30.47

39.27

62.26

9.97

6.89

8.76

4.39

5.33

5.98

15

M e d a n

140.79

194.50

215.67

257.99

282.23

312.86

6.98

7.76

7.78

16

Binjai

14.08

24.04

49.14

11.51

13.00

13.81

5.28

5.32

5.68

17

Padang Sidempuan

30.00

24.77

36.86

5.24

4.68

6.14

4.91

5.49

6.18


(2)

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Belj_Modal_X1 51 14.08 215.67 64.2937 45.91278

PAD_X2 51 2.76 312.86 31.1457 65.47867

PDRB_Y 51 2.63 7.78 5.1929 1.07747

Valid N (listwise) 51

Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered

Variables

Removed Method 1 PAD_X2,

Belj_Modal_X1a . Enter a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: PDRB_Y

Model Summaryb

Change Statistics Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change Durbin-Watson

1 .533a .284 .254 .93071 .284 9.505 2 48 .000 1.567

a. Predictors: (Constant), PAD_X2, Belj_Modal_X1 b. Dependent Variable: PDRB_Y

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 16.468 2 8.234 9.505 .000a

Residual 41.579 48 .866

1

Total 58.047 50

a. Predictors: (Constant), PAD_X2, Belj_Modal_X1 b. Dependent Variable: PDRB_Y


(3)

Coefficientsa Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

95% Confidence Interval for

B Correlations Collinearity Statistics Model B Std. Error Beta t Sig. Lower Bound Upper Bound Zero-order Partial Part Tolerance VIF

(Constant) 4.817 .246 19.600 .000 4.323 5.312

Belj_Modal_X1 .002 .004 .091 .526 .601 -.006 .010 .421 .076 .064 .495 2.021 1

PAD_X2 .008 .003 .464 2.671 .010 .002 .013 .529 .360 .326 .495 2.021

a. Dependent Variable: PDRB_Y

Coefficient Correlationsa

Model PAD_X2 Belj_Modal_X1

PAD_X2 1.000 -.711

Correlations

Belj_Modal_X1 -.711 1.000 PAD_X2 8.165E-6 -8.276E-6 1

Covariances

Belj_Modal_X1 -8.276E-6 1.661E-5 a. Dependent Variable: PDRB_Y

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 4.8756 7.6676 5.1929 .57389 51

Std. Predicted Value -.553 4.312 .000 1.000 51

Standard Error of Predicted

Value .131 .583 .203 .100 51

Adjusted Predicted Value 4.8441 7.5950 5.1866 .56071 51

Residual -2.52539 1.46619 .00000 .91191 51

Std. Residual -2.713 1.575 .000 .980 51

Stud. Residual -2.748 1.597 .003 .997 51

Deleted Residual -2.58976 1.50696 .00632 .94549 51 Stud. Deleted Residual -2.962 1.624 -.006 1.024 51

Mahal. Distance .011 18.626 1.961 3.784 51

Cook's Distance .000 .074 .012 .017 51


(4)

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 4.8756 7.6676 5.1929 .57389 51

Std. Predicted Value -.553 4.312 .000 1.000 51

Standard Error of Predicted

Value .131 .583 .203 .100 51

Adjusted Predicted Value 4.8441 7.5950 5.1866 .56071 51

Residual -2.52539 1.46619 .00000 .91191 51

Std. Residual -2.713 1.575 .000 .980 51

Stud. Residual -2.748 1.597 .003 .997 51

Deleted Residual -2.58976 1.50696 .00632 .94549 51 Stud. Deleted Residual -2.962 1.624 -.006 1.024 51

Mahal. Distance .011 18.626 1.961 3.784 51

Cook's Distance .000 .074 .012 .017 51

Centered Leverage Value .000 .373 .039 .076 51

a. Dependent Variable: PDRB_Y


(5)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 51

Mean .0000000

Normal Parametersa

Std. Deviation .91190970

Absolute .141

Positive .058

Most Extreme Differences

Negative -.141

Kolmogorov-Smirnov Z 1.006

Asymp. Sig. (2-tailed) .263


(6)

Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered

Variables

Removed Method 1 PAD_X2,

Belj_Modal_X1a . Enter a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: Ln_Res

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .284a .081 .012 .98146

a. Predictors: (Constant), PAD_X2, Belj_Modal_X1

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 2.279 2 1.139 1.183 .322a

Residual 26.008 27 .963

1

Total 28.287 29

a. Predictors: (Constant), PAD_X2, Belj_Modal_X1 b. Dependent Variable: Ln_Res

Coefficientsa

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

(Constant) -.811 .343 -2.364 .026

Belj_Modal_X1 .001 .006 .046 .160 .874

1

PAD_X2 -.004 .004 -.318 -1.104 .279


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

7 86 98

Pengaruh Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah Dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pada Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara

8 88 80

Pengaruh Belanja Modal Dan Pendapatan Asli Daerah (Pad) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Sumatera Utara

3 82 84

Pengaruh Belanja Modal dan Fiscal Stress Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Dana Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak sebagai Variabel Moderating pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

2 62 98

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, dan Dana Perimbangan terhadap Belanja Modal pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

2 38 82

Pengaruh Tax Effort, Pertumbuhan Belanja Modal Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pada Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara

7 76 100

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Dan Belanja Modal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

5 66 78

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Propinsi Sumatera Utara

1 41 93

Pengaruh Belanja Modal Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Peningkatan Pendapatan Per Kapita Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat Pada Tahun 2010-2013

2 36 69

Pengaruh Belanja Modal Dan Pendapatan Asli Daerah (Pad) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Sumatera Utara

0 0 11