0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kepatuhan minum obat. Hasil penelitian ini sejalan dengan Pasaribu 2012 yang
mendapatkan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kepatuhan minum obat dengan nilai p = 0,07.
Hasil penelitian ini berbeda dengan pendapat Notoatmodjo 2010 bahwa seseorang yang berpendidikan tinggi, akan berbeda dengan orang yang hanya
berpendidikan rendah. Artinya, semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin baik pula perilakunya untuk mengupayakan kesembuhan. Lebih lanjut dijelaskan
Notoatmodjo 2010 bahwa pendidikan tentang sakit dan penyakit yang meliputi penyebab penyakit, gejala atau tanda tanda penyakit, bagaimana cara pengobatan,
atau kemana mencari pengobatan, bagaimana cara penularan dan bagaimana cara pencegahannya termasuk imunisasi dan sebagainya.
Peneliti berasumsi bahwa tidak adanya hubungan antara pendidikan dengan kepatuhan minum obat disebabkan karena responden sebagian besar berpendidikan
dasar dan hanya sebagian saja yang berpendidikan menengah sehingga tidak ada perbedaan yang signifikan antara kepatuhan pasien yang memiliki pendidikan dasar
dan menengah.
5.4. Pengaruh Penghasilan terhadap Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Tuberkulosis
Dari hasil analisis fisher exact test antara penghasilan dengan kepatuhan minum obat diperoleh nilai p = 0,082 dan OR = 3,568. Karena nilai p 0,082 α
0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara penghasilan
Universitas Sumatera Utara
dengan kepatuhan minum obat. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Pasaribu 2012 yang menyatakan bahwa penghasilan berhubungan dengan
kepatuhan minum obat. Penghasilan merupakan faktor yang menentukan tindakan seseorang.
Penghasilan yang cukup akan mampu untuk membiayai pengobatan TB paru. Namun dalam penelitian ini, penghasilan tidak berhubungan dengan kepatuhan minum obat.
Hal ini disebabkan karena penderita TB paru sebagian besar adalah keluarga yang memiliki penghasilan kurang.
Hal yang berbeda juga dijelaskan oleh Notoatmodjo 2010 tingkat pendapatan atau sosial ekonomi sangat mempengaruhi perbaikan pendidikan dan
perbaikan pelayanan kesehatan yang diingankan oleh masyarakat. Rata-rata keluarga dengan sosial ekonomi yang cukup baik akan memilih tingkat pendidikan dan sarana
kesehatan yang bagus dan bermutu. 5.5. Pengaruh Jarak terhadap Kepatuhan Minum Obat pada Pasien
Tuberkulosis
Dari hasil uji chi-square antara jarak dengan kepatuhan minum obat diperoleh nilai p = 0,403 dan OR = 0,632. Karena nilai p 0,403 α 0,05, maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara jarak dengan kepatuhan minum obat. Hasil ini sejalan dengan Pasaribu 2012 yang mendapatkan bahwa tidak ada
hubungan antara jarak dengan kepatuhan minum obat dengan nilai p 0,391. Jarak dengan unit pelayanan kesehatan merupakan salah satu faktor yang
menentukan seseorang untuk mengakses pelayanan kesehatan termasuk pada saat
Universitas Sumatera Utara
pengambilan obat TB paru. Namun dalam penelitian ini jarak tidak berhubungan dengan kepatuhan minum obat. Hal ini disebabkan karena akses dengan unit
pelayanan kesehatan tidak terlalu jauh dari pemukiman pasien dan masih bisa dijangkau. Hal ini terbukti dari hasil penelitian dimana pasien yang patuh bukan
hanya yang berjarak dekat dengan unit pelayanan kesehatan, namun pasien yang berjarak jauh juga sebagian besar patuh minum obat.
5.6. Pengaruh Transportasi yang Digunakan terhadap Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Tuberkulosis