Patogenesis dan Imunitas Patogenesis dan Faktor Virulensi

inhibitor; antifagositik Protein F Memerantarai perlekatan dengan sel epitel dan internalisasi Eksotoksin pirogen Memerantarai pirogenisitas, menyempurnakan delayed hypersensitivity dan kerentanan terhadap endotoksin, sitotoksisitas, nonspesific mitogenicity dari sel T, Supresi fungsi imun sel-B, produksi scarlatiniform rash Streptolysin S Lisis lekosit, platelet, dan eritrosit, menstimulasi enzim lisosom;nonimunogenik Streptolysin O Lisis lekosit, platelet, dan eritrosit, menstimulasi enzim lisosom; imunogenik Streptokinase Lisis bekuan darah, memfasilitasi penyebaran bakteri di jaringan Dnase Depolimerase DNA bebas pada material pus C5a peptidase Mendegradasi komponen komplemen C5a

3.2 Patogenesis dan Imunitas

Virulensi dari GAS ditentukan oleh kemampuan bakteri melekat pada permukaan sel, invasi ke dalam sel epitel dan menghindari peristiwa opsonisasi, fagositosis dan memproduksi beragam toksin dan enzim. 5 Organisme berikatan ke membran mukosa melalui asam lipotechoic LTA yang ada di dinding sel streptokokus. LTA adalah cytotoksik dan mampu melakukan beberapa aktifitas biologi. Sekali terikat, streptokokus akan bertahan terhadap fagositosis, memperbanyak diri dan mulai menginvasi jaringan sekitar. Sebagai tambahan terhadap protein M, organisme ini memiliki kemampuan virulensi lain seperti C5A peptidase. Peptidase C5 menghancurkan sinyal kimia dengan memotong komponen C5A pada jalur komplemen. 1 S.pyogenes juga memiliki banyak mekanisme untuk menghindari opsonisasi dan fagositosis. Regio dari protein M dapat mengikat faktor H dari -globulin serum yang merupakan protein regulator untuk jalur alternatif dari komplemen. Komponen komplemen C3b, mediator untuk fagositosis di-tidak stabilkan oleh faktor H. Saat C3b terikat pada permukaan sel di regio protein M, C3b akan didegradasi oleh faktor H dan fagositosis akan tercegah. 5 Produk Ekstraselular Universitas Sumatera Utara Sebagian besar GAS memproduksi 2 jenis racun hemolitik: streptolysin O and streptolysin S. Streptolisin S merupakan komponen yang stabil terhadap oksigen, nonimunogenik, merupakan hemolisin yang dapat melisiskan eritrosit, leukosit dan trombosit. Dapat menstimulasi lepasnya kandungan lisosomal setelah fagositosis yang dilanjutkan dengan kematian sel fagosit. Streptolysin beracun pada banyak sel, termasuk leukosit polymorphonuklear, keping darah, kultur jaringan. Streptolisin S diproduksi jika ada serum dan bertanggung jawab akan karakteristik dari hemolisis yanbg terlihat pada media blood agar. 1,2,5 Streptolisin O merupakan komponen yang tidak tahan oksigen. Antibodi segera terbentuk melawan antigen O antistreptolysin O-ASO antibody, yang merupakan sifat khusus yang membedakan dengan streptolisin S, dan berguna untuk melihat infeksi GAS baru anti ASO-test. 5 Pengukuran antibodi antisreptolisyn O ASO di manusia digunakan sebagai indikator dari infeksi streptokokus yang baru terjadi. Streptolysin O dapat di inaktifasi oleh Oksigen. Streptolysin O adalan protein rantai tunggal imunogenik yang menginduksi respon antibodi yang cepat. 3,5 Produk ekstraselular lain adalah deoksiribonuklease A,B,C dan D yang tidak bersifat sitolitik, tetapi dapat mendepolimerase DNA bebas yang ada di pus. Proses ini akan mengurangi viskositas dari materi abses dan memfasilitasi penyebaran dari organisme. Antibodi yang dibentuk melawan DNAse B merupakan marker penting dari infeksi S.pyogenes , khususnya pada pasien dengan infeksi kutaneus, karena mereka tidak membentuk antibodi melawan streptolisin O. 1,5 Eksotoksin Pyrogenik GAS memproduksi Streptococcal pyrogenic exotoxins Spes, Ada empat jenis eksotoksin SpeA, SpeB, SpeC, dan SpeF. Toksin bersifat tidak tahan panas dan secara imunologikal dapat dibedakan. Toksin ini bertindak sebagai superantigen, yang berinteraksi dengan makrofag dan sel T-helper dengan melepaskan : 5  Interleukin-1 IL-1, IL-2, IL-6  Tumor necrosing factor –α TNF- α dan TNF-  Interferon gamma Ifn- Pelepasan mediator sitokin ini menyebabkan berbagai efek yang penting seperti meningkatkan kemungkinan terjadinya shock, kegagalan organ, menyebabkan disfungsi sistem reticuloendothelial, menyebabkan nekrosis hati dan jantung pada hewan dan menekan sintesa antibodi seperti yang terlihat pada pasien dengan streptococcal toxic shock syndrome . Toksin- toksin ini juga bertanggung jawab menyebabkan demam dan rash pada demam scarlet. 1,5 Enzym-enzym lain Universitas Sumatera Utara GAS melepaskan sejumlah besar protein kesekitar lingkungannya. Dua jenis streptokinase yang berbeda dihasilkan Streptokinase A dan Streptokinase B. Streptokinase membentuk ikatan kompleks dengan aktivator plasminogen dan mengkatalisasi perubahan plasminogen menjadi plasmin dan selanjutnya akan mecerna fibrin dan melisiskan bekuan darah. Akibatnya enzim akan melisiskan bekuan darah dan simpanan fibrin serta memfasilitasi penyebaran S.pyogenes pada jaringan yang terinfeksi dengan cepat. Antibodi terhadap enzim ini anti-streptokinase antibody bermanfaat sebagai petanda infeksi. 3,5 Hyaluronidase menghydrolysis asam hyaluronik yang ditemukan didasar jaringan ikat. Sebagai tambahan, streptokokus juga memproduksi proteinase, nicotinamide adenin dinucleotidase, adenosis triphosphatase, neuroaminidase, lipoproteinase dan toksin cardiohepatik. 1

IV. Gambaran Klinis

4.1 Suppurative Streptococcal Disease Faringitis

Streptokokus grup A sering berkolonisasi di tenggorokan orang yang sehat. Frekuensi pembawa diantara anak usia sekolah bervariasi berdasarkan letak geografis dan pengaruh musim. Pada beberapa studi, frekuensi pembawa berkisar 15-20. 6 Faringitis biasanya terjadi 2 sampai 4 hari setelah terpapar patogen, ditandai dengan munculnya sakit di tenggorokan secara mendadak, demam, malaise, dan sakit kepala. 5,6 Faring posterior terlihat merah dengan adanya eksudat disertai limfadenopathy kelenjar leher yang mencolok. Dari gejala ini, sulit membedakan faringitis yang disebabkan oleh Streptokokus dengan yang disebabkan oleh virus. Diagnosis yang spesifik hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan bakteriologik atau serologi. 5 Selama fase akut dari infeksi tonsilofaringeal, streptokokus grup A tipe M umumnya dijumpai dalam jumlah besar pada hidung dan tenggorokan. Pada kakus yang tidak diobati, organisme menetap selama beberapa minggu, meskipun gejala penyakit mereda dalam beberapa hari. Pada masa konvalesen, jumlah mikroorganisme berkurang disertai penurunan kadar protein M. 6 Temuan laboratorium menunjukkan adanya kultur usap tenggorokan yang positif terhadap streptokokus hemolisis β, jumlah lekosit yang meningkat mencapai 12.000mm 3 dengan peningkatan jenis lekosit polimorfonuklear. Uji C-reactive protein biasanya positif. 6 Scarlet fever merupakan komplikasi dari faringitis streptokokus yang terjadi saat strain bakteri yang menginfeksi dilisogeni oleh bakteriofaga yang menstimulasi produksi dari eksotoksin yang pirogen. Dalam 1 sampai 2 hari setelah simptom klinik awal, muncul ruam Universitas Sumatera Utara