Pengaruh Kadar Protein dan Jumlah Sel CSF dengan Angka Kejadian Malfungsi VP Shunt di Rumah Sakit Haji Adam Malik

(1)

HASIL PENELITIAN TUGAS AKHIR

PESERTA PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER ILMU BEDAH

DEPARTEMEN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENGARUH KADAR PROTEIN DAN JUMLAH SEL

CSF

DENGAN

ANGKA KEJADIAN MALFUNGSI

VP SHUNT

DI RUMAH SAKIT

HAJI ADAM MALIK

OLEH

Dr. INDRA SAPUTRA

DEPARTEMEN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA / RSUP H ADAM MALIK

MEDAN

2013


(2)

Judul : Pengaruh Kadar Protein dan Jumlah Sel CSF Dengan Angka Kejadian Malfungsi VP Shunt Di Rumah Sakit Haji Adam Malik

Nama PPDS : dr.Indra Saputra Nomor CHS :

Bidang Ilmu : Kedokteran / Ilmu Bedah Kategori : Bedah Saraf

HASIL PENELITIAN INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI OLEH

Pembimbing I : Pembimbing II:

Prof.Dr. Abdul Gofar Sastrodiningrat,SpBS(K) DR.dr.Suzy Indharty,M.Kes,SpBS NIP: 194405071977031001 NIP: 197302202005012000

Ketua Departemen Ilmu Bedah Ketua Program Studi Ilmu Bedah

Dr.Emir Taris Pasaribu,SpB(K)Onk Dr.Marshal,SpB,SpB-TKV(K) NIP: 19520304198002100 NIP: 196103161986111001


(3)

SURAT KETERANGAN

Sudah Diperiksa Hasil Penelitian

Judul : Pengaruh Kadar Protein dan Jumlah Sel CSF Dengan Angka Kejadian Malfungsi VP Shunt Di Rumah Sakit Haji Adam Malik

Peneliti : dr.Indra Saputra Departemen : Ilmu Bedah

Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

MEDAN, OKTOBER 2013

KONSULTAN METODOLOGI PENELITIAN FAKULTAS KEDOKTERAN USU

Prof.DR.H.Aznan Lelo,PhD,SpFK NIP: 195112021979021001


(4)

HASIL PENELITIAN

Judul : Pengaruh Kadar Protein dan Jumlah Sel CSF Dengan Angka Kejadian Malfungsi VP Shunt Di Rumah Sakit Haji Adam Malik

Peneliti : dr.Indra Saputra Departemen : Ilmu Bedah

Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

MEDAN, OKTOBER 2013 SEKSI ILMIAH

DEPATEMEN ILMU BEDAH FK USU

Dr.Budi Irwan,SpB-KBD NIP : 196712201997031001


(5)

PERNYATAAN

Pengaruh Kadar Protein dan Jumlah Sel CSF Dengan Angka Kejadian Malfungsi VP Shunt Di Rumah Sakit Haji Adam Malik

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2013


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan, karena berkat segala rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis Magister ini yang merupakan salah satu persyaratan tugas akhir untuk memperoleh keahlian dalam bidang Ilmu Bedah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Selawat dan salam tak lupa penulis sampaikan kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW.

Dengan selesainya penulisan tesis ini, perkenankanlah penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Bedah di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Ketua Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dr. Emir T Pasaribu, SpB(K)ONK dan Sekretaris Departemen, dr. Erjan Fikri, SpB,SpBA. Ketua Program Studi Ilmu Bedah, dr. Marshal SpB,SpBTKV dan Sekretaris Program Studi Ilmu Bedah, dr. Asrul S, SpB-KBD, yang telah bersedia menerima, mendidik dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran selama penulis menjalani pendidikan.

Prof. Dr. Abd. Gofar Sastrodiningrat, SpBS(K); Guru Besar di Departemen Ilmu Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Pembimbing penulisan tesis, DR.dr.Rr.Suzy Indharty,Sp.BS,M.kes; Sekretaris Program Studi di Departemen ilmu Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universita Sumatera Utara dan pembimbing penulisan tesis, terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya yang dapat penulis sampaikan, yang telah membimbing, mendidik, membuka wawasan penulis, senantiasa memberikan dorongan dan motivasi yang tiada hentinya dengan penuh bijaksana dan tulus ikhlas disepanjang waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada guru-guru saya : Prof. Bachtiar Surya, SpB-KBD, Prof. Iskandar Japardi, SpBS(K), Prof. Adril A Hakim, SpS,SpBS(K),


(7)

Prof. Nazar Moesbar, SpB,SpOT, Prof. Hafas Hanafiah, SpB,SpOT, Alm.Prof Usul Sinaga, SpB, Alm.Prof Buchari Kasim, SpBP, dr. Asmui Yosodihardjo, SpB,SpBA, dr. Syahbuddin Harahap, SpB, DR. dr. Humala Hutagalung, SpB(K)ONK, dr. Gerhard Panjaitan, SpB(K)ONK, dr. Harry Soejatmiko, SpB,SpBTKV, dr. Chairiandi Siregar, SpOT, dr. Bungaran Sihombing, SpU, dr. Syah M Warli, SpU dan seluruh guru bedah saya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, di lingkungan RSUP H Adam Malik, RSU Pirngadi Medan dan di semua tempat yang telah mengajarkan ketrampilan bedah pada diri saya. Semua telah tanpa pamrih memberikan bimbingan, koreksi dan saran kepada penulis selama mengikuti program pendidikan ini.

Prof. Aznan Lelo, PhD, SpFK, yang telah membimbing, membantu dan meluangkan waktu dalam membimbing statistik dari tulisan tugas akhir ini.

Para Senior, dan sejawat peserta program studi Bedah yang bersama-sama menjalani suka duka selama pendidikan.

Para pegawai dilingkungan Departemen Ilmu Bedah FK USU, dan para tenaga kesehatan yang berbaur berbagi pekerjaan memberikan pelayanan Bedah di RSUP H Adam Malik, RSU Pirngadi, dan di semua tempat bersama penulis selama penulis menimba ilmu.

Kedua orang tua, ayahanda Alm.Kasiar Saufi dan ibunda Maslaini . Mertua, ayahanda Dr.H.Rusli Dhanu,Sp.S(K) dan ibunda Hj. Sopanita br Tarigan, terima kasih yang sedalam-dalamnya dan setulus-tulusnya, yang telah membesarkan dan mendidik penulis sejak kecil dengan penuh kesabaran, kasih sayang dan perhatian, dengan diiringi doa dan dorongan yang tiada hentinya sepanjang waktu, memberikan contoh yang sangat berharga dalam menghargai dan menjalani kehidupan.

Kepada abang, kakak, adik-adik dan seluruh keluarga besar, penulis menucapkan terima kasih atas pengertian dan dukungan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan.

Terima kasih yang tak terkira kepada istriku tercinta dr.Rika Wahyuni Dhanu, SpAn dan anakku Pangru Perdana Putra dan Arya Dwika Putra atas segala pengorbanan, pengertian, dukungan semangat, kesabaran dan kesetiaan dalam segala suka duka mendampingi saya selama menjalani masa pendidikan yang panjang ini.


(8)

Akhirnya hanya Allah SWT yang dapat membalas segala kebaikan.

Semoga ilmu yang penulis peroleh selama pendidikan Magister spesialisasi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Terima kasih.

Medan, Oktober 2013

Penulis


(9)

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN HASIL PENELITIAN

Pembimbing,Ketua Departemen,Ketua Program Studi i

Konsultan Metodologi Penelitian ii

Seksi Ilmiah iii

Pernyataan iv Abstrak v Daftar Isi vi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Hipotesis Penelitian 2

1.4 Tujuan Penelitian 2

1.4.1 Tujuan Umum 2

1.4.2 Tujuan Khusus 3

1.5 Manfaat Penelitian 3

1.5.1 Bidang Akademik 3

1.5.2 Bidang Pelayanan Masyarakat 3

1.5.3 Bidang Pengembangan Penelitian 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pendahuluan 5

Anatomi dan Fisiologi 5

Epidemiologi 6

Patofisiologi Hidrosefalus 7

Perjalanan Cairan Serebrospinal pada sistem ventrikel 7


(10)

Tabel Nilai Normal CSF 10

Presentasi Klinis 10

Pemeriksaan Fisik 11

Kriteria Radiologis 12

Klasifikasi Hidrosefalus 14

Hidrosefalus Kongenital 15

Hidrosefalus dan Myelomeningocele 15

Hidrosefalus dan Kista Arachnoid 16

Hidrosefalus Paska Perdarahan 16

Hidrosefalus dan Tumor Otak 17

Hidrosefalus dan Meningitis 18

Arrested Hidrosefalus 19

Hidrosefalus dan Ventrikulomegali 19

Hidrosefalus Eksternal 19

Etiologi 19

Penatalaksanaan 21

Komplikasi 23

Malfungsi Shunt 24

BAB III METODOLOGI

3.1 Jenis Penelitian 26

3.2 Tempat dan Waktu 26

3.3 Populasi dan Sampel 26

3.3.1 Populasi Penelitian 26

3.3.2 Sampel Penelitian 26

3.4 Analisa Data 27

3.5 Pertimbangan Etik 27

3.6 Cara Kerja 28

3.6.1 Alokasi Subjek 27

3.6.2 Tahap Persiapan 27


(11)

3.6.4 Tahap Akhir Penelitian 27

3.7 Identifikasi Variabel 29

3.8 Defenisi Operasional 29 3.9 Kerangka Kerja 31 3.10 Kerangka Teori 32 3.11 Rencana Pengolahan dan Analisa Data 33 BAB IV HASIL PENELITIAN 34 4.1 Karakteristik Sampel 34 4.1.1 Distribusi pasien berdasarkan Usia 34

4.1.2 Distribusi pasien berdasarkan Jenis Kelamin 35

4.1.3 Distribusi pasien berdasarkan Fungsi VP shunt 35

4.2. Hubungan antara malfungsi VP shunt dengan Total Protein dan Jumlah sel pada CSF 36

4.2.1 Distribusi Nilai Protein terhadap Fungsi VP shunt 36

4.2.2 Distribusi Nilai Jumlah Sel terhadap Fungsi VP shunt 36

4.2.3 Hubungan antara fungsi VP Shunt dengan Total Protein CSF 37

4.2.4 Hubungan antara angka kejadian malfungsi VP shunt dengan Jumlah Sel CSF 38

4.2.5 Distribusi Total Protein Cairan Serebrospinal pada Angka Kejadian Malfungsi VP shunt terhadap Jumlah Sel CSF 38

4.2.6 Distribusi Jumlah Sel Cairan Serebrospinal pada Angka Kejadian Malfungsi VP shunt terhadap Total Protein Caian Serebrospinal 39

4.3. Hubungan VP shunt Malfungsi dengan Tingkat Usia 39

4.3.1 Hubungan antara angka kejadian malfungsi VP shunt dengan distribusi usia 39

BAB V PEMBAHASAN 41


(12)

6.1 Simpulan 45

6.2 Saran 45

DAFTAR PUSTAKA 47


(13)

Abstrak

Latar belakang : Hidrosefalus adalah suatu gangguan pembentukan aliran atau penyerapan dari cairan serebropinal. Jumlah kasus hidrosefalus didunia cukup tinggi yaitu sekitar 0,5 -4 tiap 1000 kelahiran sedangkan di Indonesia sebanyak 2-3 orang tiap 1000 kelahiran. Ventrikuloperitoneal shunt (VP shunt) merupakan pilihan utama penanganan pada hidrosefalus. Salah satu komplikasi yang terjadi pada pemasangan VP shunt adalah malfungsi VP shunt yang terjadi sebanyak 25-40% terutama pada tahun pertama paska pemasangan VP shunt

Metode Penelitian: Penelitian dilakukan pada 169 pasien hidrosefalus yang dilakukan pemasangan VP shunt di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan sejak Januari 2010 sampai dengan Desember 2012. Data kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan Chi Square dan nilai p<0,05 dianggap bermakna.

Hasil Penelitian : Pada 169 pasien yang dilakukan pemasangan VP shunt, 47 pasien (27,8%) diantaranya mengalami malfungsi VP shunt. Pada 47 pasien yang mengalami malfungsi 16 orang (40% ) diantaranya memiliki total protein cairan serebrospinal yang meningkat dan hal tersebut menunjukkan hubungan yang bermakna antara angka kejadian malfungsi VP shunt dengan kadar protein cairan serebrospinal (p=0,049). Sedangkan pada pemeriksaan jumlah sel cairan serebrospinal pada 47 pasien yang megalami malfungsi tersebut, 14 pasien (36%) diantaranya menunjukkan jumlah sel dalam cairan serebrospinal yang meningkat dan hal ini menunjukkan hubungan yang tidak bermakna secara statistik pada hubungan antara angka kejadian malfungsi VP shunt dengan jumlah sel pada cairan serebrospinal (p=0,199).

Kesimpulan : Terdapat hubungan yang bermakna antara kadar protein cairan serebrospinal dengan angka kejadian malfungsi VP shunt. Sedangkan jumlah sel pada cairan serebrospinal tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan angka kejadian malfungsi VPshunt


(14)

Abstract

Background : Hydrocephalus is a disorder formation or absorption of fluid flow cerebrospinal. Number of cases of hydrocephalus in the world is quite high at around 0.5 -4 per 1000 live births while in Indonesia as much as 2-3 per 1000 live births. Ventriculoperitoneal shunt (VP shunt) is the main option in the treatment of hydrocephalus. One of the complications that occur in the installation of VP shunt was VP shunt malfunctions that happen as much as 25-40% especially in the first year after installation of VP shunt

Methods : The study was conducted on 169 hydrocephalus patients who performed the installation VP shunt in Haji Adam Malik Hospital Medan since January 2010 to December 2012. The data were analyzed using chi square and p values <0.05 were considered as significant.

Results : In the 169 patients who performed the installation of VP shunt, 47 patients (27.8%) of them had VP shunt malfunction. Among the 47 patients who had malfunctions of VP shunt, 16 patients (40%) had shown increased of total cerebrospinal fluid protein and it had been statistically significant association between the incidence of VP shunt malfunction with cerebrospinal fluid protein levels (p = 0.049). While the examination of the number of cells in the cerebrospinal fluid of 47 patients who had VP shunt malfunctions, 14 patients (36%) had shown the increasing of number of cells in the cerebrospinal fluid and this indicates that the relationship of the incidence of VP shunt malfunction with the number of cells in the cerebrospinal fluid was not statistically significant (p =0.199).

Conclusion : There is a significant correlation between cerebrospinal fluid protein levels with the incidence of VP shunt malfunction. While the number of cells in the cerebrospinal fluid showed no significant correlation with the incidence of VP shunt malfunctions


(15)

Abstrak

Latar belakang : Hidrosefalus adalah suatu gangguan pembentukan aliran atau penyerapan dari cairan serebropinal. Jumlah kasus hidrosefalus didunia cukup tinggi yaitu sekitar 0,5 -4 tiap 1000 kelahiran sedangkan di Indonesia sebanyak 2-3 orang tiap 1000 kelahiran. Ventrikuloperitoneal shunt (VP shunt) merupakan pilihan utama penanganan pada hidrosefalus. Salah satu komplikasi yang terjadi pada pemasangan VP shunt adalah malfungsi VP shunt yang terjadi sebanyak 25-40% terutama pada tahun pertama paska pemasangan VP shunt

Metode Penelitian: Penelitian dilakukan pada 169 pasien hidrosefalus yang dilakukan pemasangan VP shunt di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan sejak Januari 2010 sampai dengan Desember 2012. Data kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan Chi Square dan nilai p<0,05 dianggap bermakna.

Hasil Penelitian : Pada 169 pasien yang dilakukan pemasangan VP shunt, 47 pasien (27,8%) diantaranya mengalami malfungsi VP shunt. Pada 47 pasien yang mengalami malfungsi 16 orang (40% ) diantaranya memiliki total protein cairan serebrospinal yang meningkat dan hal tersebut menunjukkan hubungan yang bermakna antara angka kejadian malfungsi VP shunt dengan kadar protein cairan serebrospinal (p=0,049). Sedangkan pada pemeriksaan jumlah sel cairan serebrospinal pada 47 pasien yang megalami malfungsi tersebut, 14 pasien (36%) diantaranya menunjukkan jumlah sel dalam cairan serebrospinal yang meningkat dan hal ini menunjukkan hubungan yang tidak bermakna secara statistik pada hubungan antara angka kejadian malfungsi VP shunt dengan jumlah sel pada cairan serebrospinal (p=0,199).

Kesimpulan : Terdapat hubungan yang bermakna antara kadar protein cairan serebrospinal dengan angka kejadian malfungsi VP shunt. Sedangkan jumlah sel pada cairan serebrospinal tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan angka kejadian malfungsi VPshunt


(16)

Abstract

Background : Hydrocephalus is a disorder formation or absorption of fluid flow cerebrospinal. Number of cases of hydrocephalus in the world is quite high at around 0.5 -4 per 1000 live births while in Indonesia as much as 2-3 per 1000 live births. Ventriculoperitoneal shunt (VP shunt) is the main option in the treatment of hydrocephalus. One of the complications that occur in the installation of VP shunt was VP shunt malfunctions that happen as much as 25-40% especially in the first year after installation of VP shunt

Methods : The study was conducted on 169 hydrocephalus patients who performed the installation VP shunt in Haji Adam Malik Hospital Medan since January 2010 to December 2012. The data were analyzed using chi square and p values <0.05 were considered as significant.

Results : In the 169 patients who performed the installation of VP shunt, 47 patients (27.8%) of them had VP shunt malfunction. Among the 47 patients who had malfunctions of VP shunt, 16 patients (40%) had shown increased of total cerebrospinal fluid protein and it had been statistically significant association between the incidence of VP shunt malfunction with cerebrospinal fluid protein levels (p = 0.049). While the examination of the number of cells in the cerebrospinal fluid of 47 patients who had VP shunt malfunctions, 14 patients (36%) had shown the increasing of number of cells in the cerebrospinal fluid and this indicates that the relationship of the incidence of VP shunt malfunction with the number of cells in the cerebrospinal fluid was not statistically significant (p =0.199).

Conclusion : There is a significant correlation between cerebrospinal fluid protein levels with the incidence of VP shunt malfunction. While the number of cells in the cerebrospinal fluid showed no significant correlation with the incidence of VP shunt malfunctions


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Hidrosefalus adalah suatu gangguan pembentukan, aliran, atau penyerapan dari cairan serebrospinal sehingga menyebabkan peningkatan dari volume cairan serebrospinal pada susunan saraf pusat. Kondisi ini juga dapat disebut sebagai gangguan hidrodinamik dari cairan serebrospinal (Rekate, 2009)

Jumlah kasus hidrosefalus di dunia cukup tinggi. Di Negara Amerika kejadian hidrosefalus dijumpai sekitar 0,5-4 per 1000 kelahiran hidup (Piatt, 2004). Thanman (1984) melaporkan insidensi hidrosefalus antara 0,2- 4 setiap 1000 kelahiran. Di Jepang kejadian hidrosefalus 0,2 per 1000 kelahiran. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Hidrosefalus infantil; 46% diantaranya adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior. Di Indonesia kasus hidrosefalus mencapai kurang lebih 2 kasus dalam 1000 kelahiran (Harsono, 1996).

Kebanyakan pasien hidrosefalus diterapi dengan shunt. Hanya sekitar 25% dari pasien dengan hidrosefalus yang berhasil diterapi tanpa pemasangan shunt. Prinsip dari shunting adalah untuk membentuk suatu hubungan antara cairan serebrospinal (ventrikel atau lumbal) dan rongga tempat drainase (peritoneum, atrium kanan, pleura).

Dilaporkan sekitar 25%-40% malfungsi shunt terjadi pada 1 tahun pertama pemasangan (Weprin, 2002). Dari penelitian yang lain didapatkan data bahwa sekitar 30%-40% malfungsi shunt terjadi akibat proses mekanis atau proses infeksi pada tahun pertama pemasangan, dan sekitar 15% kegagalan terjadi pada tahun kedua. Setelah tahun kedua, tingkat kegagalan turun menjadi 1%-7%. Hal ini menyebabkan naiknya tingkat mortalitas pasien hidrosefalus menjadi 0,1%. Mortalitas terkait malfungsi shunt dijumpai sekitar 1%-4% dari total populasi.(Piatt, 2004)

Agarwwal et al melaporkan,dari 16% malfungsi shunt dilaporkan sebanyak 14% disebabkan oleh infeksi shunt. Sebanyak 5-8% shunt yang baru ditempatkan dapat menjadi terinfeksi (Kestle et al, 2011).


(18)

Infeksi yang terjadi pada shunt dapat menyebabkan timbulnya respon peradangan berupa meningkatnya kadar leukosit, protein, fibrin dan sel pada VP shunt. Brydon, dalam penelitiannya melaporkan bahwa fibrin, protein, dan leukosit yang meninggi dapat menyebabkan terjadinya obstruksi pada shunt sehingga terjadi malfungsi shunt.

Gambaran klinis malfungsi shunt sama seperti gambaran klinis hidrosefalus. Disamping itu, dapat dijumpai fluktuasi/akumulasi cairan di bawah kulit disepanjang tract VP-shunt, demam, kulit disepanjang tract yang hiperemis, atau pompa flushing device yang tidak segera kembali.

Kadar sel dan protein cairan serebrospinal sangat menentukan keberhasilan penatalaksanaan hidrosefalus menggunakan VP-Shunt. Sebuah statistik analisis memperlihatkan bahwa kegagalan akibat pemasangan shunt berhubungan dengan jumlah sel atau kadar protein ( Foltz and Surtleff, 1963 ; Lorber and Bath, 1974; Wise and Ballard, 1976; Taylor and Petter, 2001).

Akan tetapi beberapa penelitian lain menunjukkan hal sebaliknya, bahwa tidak ada hubungan kadar protein cairan serebrospinal dengan resiko peningkatan malfungsi shunt (Brydon and Hayward et al 1996). Ramos dan Kang pada tahun 2008 menemukan malfungsi shunt yang terjadi tidak berhubungan dengan kadar protein cairan serebrospinal.

Oleh karena itu peneliti bermaksud untuk melihat apakah kadar protein cairan serebrospinal dan jumlah sel cairan serebrospinal berhubungan dengan tingkat kejadian malfungsi VP-Shunt, khususnya pada pasien bedah saraf Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh antara peningkatan kadar protein cairan serebrospinal dan jumlah cairan serebrospinal peningkatan kejadian malfungsi VP-Shunt pada pasien hidrosefalus di Rumah Sakit Haji Adam Malik

1.3 Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh antara peningkatan kadar protein cairan serebrospinal dan jumlah sel cairan serebrospinal dengan angka kejadian Malfungsi VP-Shunt pada pasien hidrosefalus di Rumah Sakit Haji Adam Malik.


(19)

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh kadar protein dan jumlah sel pada cairan serebrospinal dengan angka kejadian malfungsi VP-Shunt pada penderita hidrosefalus Di Rumah Sakit Haji Adam Malik

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui angka kejadian malfungsi VP-Shunt pada penderita hidrosefalus di Rumah Sakit Haji Adam Malik

2. Mengetahui pengaruh kadar protein cairan serebrospinal dengan kejadian malfungsi

VP-Shunt pada penderita hidrosefalus Di Rumah Sakit Haji Adam Malik

3. Mengetahui pengaruh jumlah sel pada cairan serebrospinal dengan angka kejadian malfungsi VP-Shunt pada penderita hidrosefalus Di Rumah Sakit Haji Adam Malik

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bidang Akademik/Ilmiah

Angka kejadian malfungsi VP-Shunt banyak dijumpai pada usia anak dan dewasa .Analisis lebih lanjut mengenai hal ini dapat memberikan petunjuk penting mengenai hubungan kadar protein dan jumlah sel cairan serebrospinal pada hidrosefalus terhadap malfungsi VP-Shunt

1.5.2 Bidang Pelayanan Masyarakat

1. Sebagai bahan informasi berkaitan dengan faktor-faktor yang berkaitan dengan kejadian malfungsi VP-Shunt Sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan

2. Sebagai tambahan informasi berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya malfungsi VP-Shunt, sehingga dapat dilakukan upaya mengurangi angka kejadian malfungsi VP-Shunt


(20)

1.5.3. Bidang Pengembangan Penelitian

Dengan penelitian ini,diharapkan adanya intervensi baru untuk pencegahan terjadinya malfungsi VP-Shunt


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan

Hidrosefalus didefinisikan sebagai suatu gangguan pembentukan,aliran, atau penyerapan cairan serebrospinal yang mengarah ke peningkatan volume cairan di dalam susunan saraf pusat. Kondisi ini juga bisa disebut sebagai gangguan hidrodinamik dari cairan cairan serebrospinal 1. Akut hidrosefalus terjadi selama beberapa hari, hidrosefalus subakut terjadi selama beberapa minggu dan hidrosefalus kronis terjadi selama bulan atau tahun. Kondisi seperti atrofi otak dan lesi destruktif fokus juga mengakibatkan peningkatan abnormal cairan serebrospinal dalam susunan saraf pusat.11 Hidrosefalus juga didefenisikan sebagai peningkatan cairan serebrospinal dengan kompartemen intracranial termasuk edema dan hidrosefalus ex vakum1,24

Hidrosefalus komunikan terjadi karena kelebihan produksi cairan serebrospinal (jarang), gangguan penyerapan dari cairan serebrospinal (paling sering)12. Hidrosefalus non kommunikan terjadi ketika aliran cairan serebrospinal terhalang dalam sistem ventrikel atau dalam outlet untuk ruang arakhnoid, mengakibatkan penurunan cairan serebrospinal dari ventrikel ke ruang subarachnoid. Bentuk yang paling umum adalah hidrosefalus obstruktif dan disebabkan oleh lesi massa-menduduki intraventricular atau extraventricular yang mengganggu anatomi ventrikel13.

Ada tiga prinsip pengobatan hidrosefalus, yaitu; Mengurangi produksi cairan serebrospinal, memperbaiki hubungan antara tempat produksi cairan serebrospinal, Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial 15.

Anatomi dan Fisiologi

Ruangan cairan serebrospinal mulai terbentuk pada minggu kelima masa embrio, terdiri dari sistem ventrikel, sisterna magna pada dasar otak dan ruangan subaraknoid yang meliputi seluruh susunan saraf. Cairan serebrospinal yang dibentuk di dalam sistem ventrikel oleh pleksus koroidalis kembali ke peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat. Hubungan antara sistem ventrikel dan ruang subarachnoid adalah melalui foramen Magendie di median dan foramen Luschka di sebelah lateral ventrikel IV15.


(22)

Sebagian besar cairan serebrospinalis yang dihasilkan oleh pleksus koroidalis di dalam ventrikel otak akan mengalir ke foramen Monro ke ventrikel III, kemudian melalui akuaduktus Sylvius ke ventrikel IV. Dari sana likuor mengalir melalui foramen Magendi dan Luschka ke sisterna magna dan rongga subarachnoid di bagian cranial maupun spinal. Penyerapan terjadi melalui vilus arakhnoid yang berhubungan dengan sistem vena seperti sinus venosus serebral8praothdwynaaym oicf sC rSeFp frleoswe natnedd caesr ae bcriracl ubilto doidag Gggggg frloamw

Gambar I : Intracranial hydrodynamics represented as a circuit diagram with a parallel pathway of CSF flow and cerebral blood flow.

With permission from Barrow Neurological Institute.1

Meskipun mekanisme absorbsi cairan liquor terganggu, tingkat penyerapan tidak akan mengalami peningkatan, ini merupakan mekanisme hidrosefalus progresif. Papilloma pleksus khoroideus yang merupakan kondisi patologis dimana terjadi gangguan pada proses absorbsi sehingga terjadi akumulasi cairan liqour.8 Ketika penyerapan terganggu, upaya untuk mengurangi pembentukan cairan serebrospinal tidak cenderung memiliki pengaruh yang signifikan terhadap volume16.

Epidemiologi

Insidensi kongenital hidrosefalus pada United States adalah 0.9 per 1.000 kelahiran hidup21. .Insiden hidrosefalus yang didapat tidak diketahui secara pasti karena berbagai gangguan yang dapat menyebabkan kondisi tersebut. sekitar 100,000 shunt digunakan setiap tahunnya di beberapa Negara, namun sedikit informasi yang tersedia untuk Negara lainnya. Jika hidrosefalus tidak ditatalaksana, kematian dapat terjadi akibat sekunder tonsilar herniasi akibat kompresi sel otak dan menyebabkan respiratory arrest.

Ketergantungan shunt terjadi pada 75% dari semua kasus hidrosefalus yang ditatalaksana dan 50% pada anak-anak dengan hydrocephalus tipe komunikan. Pasien tersebut sering datang


(23)

ke rumah sakit untuk revisi shuntatau untuk pengobatan komplikasi shuntatau kegagalan shunt. Gangguan pengembangan fungsi kognitif pada bayi dan anak-anak, atau hilangnya fungsi kognitif pada orang dewasa, merupakan komplikasi pada hidrosefalus yang tidak di obati. Hal ini dapat menetap setelah pengobatan. Kehilangan visual juga merupakan penyulit dari hidrosefalus yang tidak diobati dan dapat menetap setelah pengobatan1.

Patofisiologi Hidrosefalus

Secara teoritis hidrosefalus terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu; produksi liquor yang berlebihan, peningkatan resistensi aliran liquor, peningkatan tekanan sinus venosa. Sebagai konsekuensi dari tiga mekanisme diatas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel masih belum dipahami dengan jelas, namun hal ini bukanlah hal yang sederhana sebagaimana akumulasi akibat dari ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi.8

Produksi liquor yang berlebihan hampir semua disebabkan oleh tumor pleksus khoroid (papiloma dan karsinoma). Adanya produksi yang berlebihan akan menyebabkan tekanan intrakranial meningkat dalam mempertahankan keseimbangan antara sekresi dan absorbsi liquor, sehingga akhirnya ventrikel akan membesar. Adapula beberapa laporan mengenai produksi liquor yang berlebihan tanpa adanya tumor pada pleksus khoroid 8,11,17

Gangguan aliran liquor merupakan awal dari kebanyakan dari kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan oleh gangguan aliran akan meningkatkan tekanan liquor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang. Derajat peningkatan resistensi aliran cairan liquor ada kecepatan perkembangan gangguan hidrodinamik berpengaruh pada penampilan klinis17.

Perjalanan Cairan serebrospinal Pada Sistem Ventrikel

Perjalanan normal dari aliran cairan serebrospinal adalah dari pleksus koroideus cairan serebrospinal mengalir ke ventrikel lateralis lalu ke foramen monro memasuki ventrikel ketiga, kemudian melalui aquaduktus silvii menuju ventrikel keempat, lalu memasuki foramen luschka dan foramen magendi hingga masuk ke rongga subarachnoid, granulasi arachnoidalis, dural sinus, dan pada akhirnya memasuki sistem vena.


(24)

Gambar 2. Ilustrasi sistem ventrikel. Dikutip dari: The brain and cranial nerves. In: Principles of anatomy and physiology 12:500. John Wiley & Sons, 2009

Secara embriologinya, sistem ventrikel mulai terbentuk pada waktu terjadi penutupan neural groove menjadi neural tube. Cairan sudah dapat dijumpai dalam neural tube ini bahkan sebelum cikal bakal pleksus koroideus terbentuk. Cairan ini menjadi sarana difusi metabolit-metabolit di jaringan sekitarnya sebelum pembuluh darah terbentuk.

Cairan serebrospinal di dalam ventrikel mengandung hormon, proteoglikan dan ion-ion yang komposisinya selalu berubah-ubah setiap waktu. Dilatasi ventrikel dapat dijumpai pada minggu-minggu awal proses pertumbuhan janin dan akan segera kembali normal pada usia kehamilan 30 minggu.

Jaringan mesenkim disekitar permukaan otak akan terorganisasi membentuk membran pia-arachnoid, sisterna dan rongga subarachnoid. Sisa-sisa mesenkim nantinya akan membentuk anyaman-anyaman trabekular arachnoid.

Pleksus Koroideus

Pleksus koroideus yang berada di ventrikel tiga dan ventrikel empat berasal dari invaginasi roof plate, sedangkan pleksus koroideus yang berada di ventrikel lateral berasal dari fisura koroidalis dari telencephalon yang sedang berkembang. Pleksus koroideus terdiri dari lapisan epitel yang membungkus jaringan stroma. Inti stroma tersebut yang dikenal dengan tela choroidea berasal dari sel mesenkim, sedangkan lapisan epitel yang membungkusnya berasal dari


(25)

awalnya bersifat pseudostratified yang kemudian akan berubah menjadi selapis sel kuboid. Dalam perkembangannya, pleksus koroideus akan membentuk lobulus yang nantinya akan dilapisi oleh mikrovili. Mikrovili ini semakin lama semakin berkonvolusi dan melakukan fungsi sekresinya. Pleksus koroideus pertama kali tumbuh di ventrikel empat. Sambil berjalannya waktu, sebagian besar pleksus koroideus berada di ventrikel lateral terutama pada dinding medial ventrikel. Pleksus koroideus di ventrikel lateral ini mendapat vaskularisasi dari arteri koroidalis anterior dan posterior. Sisa pleksus koroideus yang lain berada di atap ventrikel tiga dan ventrikel empat yang mendapat vaskularisasi dari medial posterior choroidal artery, anterior inferior cerebellar artery (AICA) dan posterior inferior cerebellar artery (PICA). Vena-vena koroidalis akan mengalir ke vena serebri interna yang merupakan bagian dari vena profunda (vein of Galen).

Pembentukan CSF dipengaruhi oleh beberapa transporter dan enzim (carbonic anhydrase, sodium-potassioum adenosine triphosphatase/ Na+ K+ ATPase dan aquaporin-1). Semakin sempurna sistem enzim dan transporter ini bekerja, semakin banyak CSF yang dihasilkan. Pada pleksus koroideus papiloma, terjadi produksi cairan serebrospinal yang berlebihan sehingga terjadi hidrosefalus.8

Sebagian besar cairan sererbrospinal memang diproduksi di dalam sistem ventrikel. Tetapi disamping pleksus koroideus, cairan serebrospinal juga dihasilkan oleh sel ependim serta di jaringan otak itu sendiri. Mekanisme tentang bagaimana sel ependim dan jaringan otak dapat menghasilkan cairan serebrospinal belum sepenuhnya diketahui. Sekitar 70-80% cairan serebrospinal dihasilkan oleh pleksus koroideus, dan sisanya bukan dari pleksus koroideus8,20

Cairan serebrospinal diproduksi sekitar 500 cc per hari (0.35 ml/ menit). Volume total cairan serebrospinal pada orang dewasa adalah 100-150 cc. 15-25 cc dari jumlah tersebut berada didalam ventrikel.1,2,8,24


(26)

Tabel 1. Kandungan nilai normal dari CSF.

Presentasi KlinisClinic al features of hydrocephalus

Manifestasi klinis hidrosefalus pada anak tergantung dari usia. Pada bayi yang suturanya belum menutup, manifestasi klinis yang menonjol adalah lingkar kepala yang membesar. Pada anak yang suturanya telah menutup, manifestasi klinis yang muncul disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial.8

Adapun gejala pada orang dewasa ialah: pusing, muntah, penglihatan berkunang-kunang, kepala terasa berat, lelah. Tanda yang dapat dijumpai: papiledem, pembesaran titik buta pada lapangan pandang yang menyebabkan berkurangnya tajam penglihatan, lenggang dyspraxia, pembesaran kepala, dan perasaan canggung.

Sedangkan gejala pada orang tua: simptomnya ialah: perlambatan mental, sering jatuh, inkontinensia, pandangan berkabut, dispraksia (lambat berjalan, lenggang mengayun), dementia, dan terkadang papiledem 8,24

Tabel 2. Ukuran rata-rata lingkar kepala. 4 Dikutip dari: Neurosurgery 62[SHC Suppl 2]:SHC643–SHC660,

2008

Lahir

Umur 3 bulan Umur 6 bulan Umur 9 bulan Umur 12 bulan Umur 18 bulan

35 cm 41 cm 44 cm 46 cm 47 cm 48,5 cm


(27)

Gejala klinis bervariasi sesuai dengan umur penderita17. Gejala yang tampak berupa gejala akibat tekanan intracranial yang meninggi15. Pada pasien hidrosefalus berusia di bawah 2 tahun gejala yang paling umum tampak adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrani mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standart di atas ukuran normal, atau persentil 98 dari kelompok usianya 8,17.

Selain itu menentukan telah terjadinya makrokrania juga dapat dipastikan dengan mengukur lingkaran kepala suboksipito-bregmatikus dibandingkan dengan lingkaran dada dan angka normal pada usia yang sama.Lebih penting lagi ialah pengukuran berkala lingkaran kepala yaitu untuk melihat pembesaran kepala yang progresif dan lebih cepat dari normal15

Kerusakan saraf yang memberi gejala kelainan neurologis berupa gangguan kesadaran, motoris atau kejang, kadang-kadang gangguan pusat vital, bergantung kepada kemampuan kepala untuk membesar dalam mengatasi tekanan intracranial yang meninggi. Bila proses berlangsung lambat, maka mungkin tidak terdapat gejala neurologis walaupun telah terdapat pelebaran ventrikel yang belum begitu melebar15.

Gejala lainnya yang dapat terjadi ialah spastisistas yang biasanya melibatkan ekstremitas inferior (sebagai konsekuensi peregangan traktus pyramidal sekitar ventrikel lateral yang dilatasi) dan berlanjut sebagai gangguan berjalan, gangguan endoktrin (karena distraksi hipotalamus dan ‘pituitari stalk’ oleh dilatasi ventrikel III)17

Pemeriksaan Fisik

Pengukuran dan pemantauan lingkar kepala anak dapat diukur melalui grafik lingkar kepala standar pada anak. Grafik lingkar kepala khusus telah tersedia untuk mengukur lingkar kepala pada anak yang prematur dan yang menderita achondroplasia. Penilaian lingkar kepala pada grafik tersebut menggunakan satuan persentil.

Disamping lingkar kepala, keluhan yang sering dikatakan oleh orang tua adalah anaknya menjadi lebih rewel (irritable), matanya cenderung melirik kebawah (sunsetting) atau menjadi juling (akibat paresis nervus abdusens).

Pada anak-anak yang suturanya telah menyatu, lingkar kepala yang terukur bisa saja normal, tetapi keluhan yang menonjol berupa nyeri kepala, mual dan muntah. Bila proses peningkatan tekanan intrakranial terus berlanjut, maka akan dijumpai edema papil pada


(28)

pemeriksaan funduskopi24. Edema papil ini mungkin tidak terdeteksi pada anak yang suturanya masih terbuka, kecuali telah mencapai lingkar kepala yang sangat besar. Keluhan-keluhan tersebut yang terjadi pada beberapa tahun pertama dari anak yang mengalami hidrosefalus, merupakan petunjuk bahwa hidrosefalus tersebut diakibatkan oleh proses patologi sekunder seperti akibat tumor, cedera kepala atau meningitis.

Keputusan untuk memasang shunt pada anak yang menunjukan gambaran ventrikulomegali sangat sulit. Sekali alat shunt dipasang pada anak tersebut, akan sangat sulit untuk memutuskan kapan shunt tersebut dapat dilepas. Dibeberapa pusat pelayanan bedah saraf diluar negeri digunakan alat bantu berupa ICP monitoring,3 MR Spectroscopy4 dan magnetic resonance measurement of cerebral blood flow5 pada beberapa kasus yang dinilai sulit apakah perlu dipasang shunt atau tidak. Pada umumnya, keputusan untuk mengambil intervensi pada penderita hidrosefalus didasarkan pada kecenderungan pertambahan lingkar kepala dari waktu ke waktu, ventrikel yang melebar, dan perburukan dari gejala klinis.4

Kriteria Radiologis

CT atau MRI dapat memperlihatkan suatu hidrosefalus, ada beberapa keriteria pada CT atau MRI yang menunjukkan adanya gambaran hidrosefalus. Yang pertama ukuran dari setiap temporal horn dari ujung ke ujung (TH) ≥ 2 mm (jika tidak ada hidrosefalus maka temporal horn sulit terlihat). Atau TH ≥ 2 mm, dan ratio dari (FH/ID) > 0,5 (FH adalah jarak antara pinggiran terlebar dari frontal horn dan ID adalah jarak antara tabula interna pada level FH). Dapat juga dijumpai frontal horn dari ventrikel lateral balooning, disebut dengan ‘Mickey Mouse Ventrikel’. Gambaran periventrikular yang hiperintens yang tampak pada T2 menandakan transependymal absorption dari cairan serebrospinal.

Evans ratio juga dapat menentukan gambaran hidrosefalus. Evans Ratio adalah perbandingan dari FH dengan jarak maksimal dari diameter biparietal. Dikatakan hidosefalus jika evans ratio > 30%. perbandingan (FH/ID) saja juga dapat menetukan gambaran hidrosefus. Ada beberapa kriteria, yaitu jika (FH/ID) < 40 % maka disebut normal, jika 40-50% disebut borderline, dan jika > 50% disangkakan hidrosefalus.8,9


(29)

Gambar 1. Kriteria radiologis untuk me Dikutip dari: Le May M, Hochberg FH.Ven by CT. Neuroradiology 1979;17(4);191-195

Pada foto Rontgen k disproporsi kraniofasial, tulan terpilih pada kasus ini adalah C dapat tampak lebih terperinci, merupakan pemeriksaan diagn waktu pemeriksaan yang cuku

Pemeriksaan cairan ser menunjukkan tanda peradanga menentukan tekanan ventrikel

Ultrasonografi (USG) dalam mendeteksi adanya hidr tidak menutup sehingga dapa ventrikel17.

CT-scan/MRI kriteria untuk ak Ukuran kedua tempora hydrocephalus, temporal hor diameter biparietal maksimal Eksudat Transependymal y

menilai hidrosefalus berdasarkan potongan aksial CT scan kep entricular differences between hydrostatic hydrocephalus an 195

kepala polos lateral, tampak kepala yan lang yang menipis dan sutura melebar3, yang m

h CT scan kepala dimana sistem ventrikel dan s ci, serta dalam memperkirakan prognosa kasus. agnostic terpilih untuk kasus kasus yang efektif

kup lama sehingga pada bayi perlu dilakukan pe serebrospinal dengan punksi ventrikel melalui ngan, dan perdarahan baru atau lama. Punksi

el 11,14.

) adalah pemeriksaan penunjang yang mem idrosefalus pada periode perinatal dan pascanat apat ditentukan adanya pelebaran ventrikel at

akut hidrosefalus berupa11,12 :

oral horns lebih besar dari 2 mm, jelas terlihat. orns nyaris tak terlihat, Rasio terlebar dari al (yaitu, Evans ratio) lebih besar dari 30 yang diterjemahkan pada gambar seba

kepala. 8 s and hydrocephalus ex vacuo

ang membesar dengan menjadi alat diagnostic n seluruh isi intrakranial us. MRI sebenarnya juga ktif. Namun, mengingat pembiusan17.

ui fontanel mayor, dapat si juga dilakukan untuk

empunyai peran penting natal selama fontanelnya atau perdarahan dalam

at. Dengan tidak adanya ari frontal horns untuk 30% pada hidrosefalus, ebagai hypoattenuation


(30)

periventricular (CT) atau hyperintensity (MRI T2-weighted and fluid-attenuated inversion recovery [FLAIR] sequences), Tanda pada frontal horn dari ventrikel lateral dan ventrikel ketiga (misalnya, "Mickey mouse"ventrikel) dapat mengindikasikan obstruksi aqueductal.

CT-scan/MRI criteria untuk kronik hidrosefalus berupa11,12:

Temporal horns tidak begitu menonjol dari pada kasus akut, ventrikel ketiga dapat mengalami herniasi ke dalam sella tursica, macrocrania (misalnya, occipitofrontal circumference >98th percentile) dapat di jumpai, corpus callosum dapat mengalami atrofi (tampilan terbaik pada potongan sagittal MRI).

Klasifikasi

Hidrosefalus adalah suatu kondisi yang ditandai oleh volume intrakranial cairan cerebrospinal fuild yang berlebihan. Dapat berupa komunikan dan non komunikan, tergantung pada apakah atau tidak hubungan cairan cerebrospinal antara sistem ventrikel dan subarachnoid space 1,8,14,15,16

1. Hidrosefalus Obstruktif (Non-komunikans)

Terjadi peningkatan tekanan cairan serebrospinal yang disebabkan obstruksi pada salah satu tempat pembentukan likuor, antara pleksus koroidalis sampai tempat keluarnya dari ventrikel IV melalui foramen Magendi dan Luschka.

2. Hidrosefalus Komunikans


(31)

Tabel 3 : Classification of Hydrocephalus.9 Dikutip dari: Classification of Hydrocephalus. Dikutip dari:

Thompson D. Hydrocephalus. In: Moore JA, Newell DW. Neurosurgery. Springer, 2009, p427

Obstructive hydrocephalus Communicating hydrocephalus Congenital

Aqueduct stenosis Dandy Walker cyst

Benign intracranial cysts (e.g. arachnoid cyst)

Vascular malformations (e.g. vein of Galen aneurysms) Acquired

Tumours (e.g. third ventricle, pineal region, posterior fossa) Other mass lesions (e.g. giant aneurysms, abscesses Ventricular scrarring

Congenital

Arnold Chiari malformation (type II, less commonly type I) Encephaloceles

Skull base deformity Acquired

Infection (intrauterine, e.g. CMV, toxoplasma, post-bacterial meningitis)

Haemorrhage (IVH of infancy, sub-arachnoid haemorrhage) Venous hypertension (e.g. venous sinus thrombosis, arterio-venous shunts)

Meningeal carcinomatosis

Oversecretion of CSF (pleksus koroideus papillomas)

HIDROSEFALUS KONGENITAL

Sebagian besar anak mengalami hidrosefalus sejak atau segera setelah lahir. Pada anak-anak tersebut, hidrosefalus terutama disebabkan oleh aqueduct stenosis, Dandy-Walker malformation (DWM), holoprosencephaly, dan kelainan kongenital lainnya. Aqueduct stenosis pada anak laki-laki patut dicurigai sebagai akibat adanya kelainan kromosom X yang diturunkan.11 Hidrosefalus pada kelainan kromosom ini pada umumnya sangat berat dan sering disertai tanda klinis berupa ibu jari yang teraduksi (adducted thumbs). Apabila diselidiki, mungkin terdapat riwayat anggota keluarga kandung laki-laki yang juga mengalami hidrosefalus juga dan riwayat abortus spontan pada ibu kandungnya.

HIDROSEFALUS DAN MYELOMENINGOCELE

Pada anak yang telah dilakukan penutupan defek tulang belakang karena kelainan myelomeningocele, diperlukan pemantauan untuk menilai terjadinya hidrosefalus dikemudian hari. Dahulu dikatakan bahwa 80% dari anak-anak tersebut diperkirakan akan mengalami hidrosefalus dan memerlukan pemasangan VP-shunt, tetapi beberapa laporan terakhir menunjukan berkurangnya angka pemasangan VP-shunt pada kelompok anak tersebut.12 Pada beberapa anak yang telah dilakukan operasi penutupan defek tersebut, beberapa diantaranya mengalami komplikasi pseudomeningocele dan kebocoran cairan serebrospinal serta


(32)

gejala-gejala hidrosefalus lainnya seperti fontanela yang menonjol dan peningkatan lingkar kepala. Komplikasi ini menjadi pertimbangan ahli bedah saraf untuk melakukan pemasangan VP-shunt.

HIDROSEFALUS DAN KISTA ARACHNOID

Kista arachnoid yang berlokasi di garis tengah fossa posterior dapat menyebabkan hidrosefalus obstruktif. Kista arachnoid yang berlokasi di regio suprasellar, sisterna quadrigeminal dan cerebellopontine angle juga dapat menyebabkan hidrosefalus. Pengobatan dalam kasus ini adalah fenestrasi kista dengan endoskopi dan bukan melalui pemasangan shunt.

HIDROSEFALUS PASCA PERDARAHAN

Pada bayi baru lahir terutama yang lahir prematur dan dengan berat badan lahir rendah, memiliki risiko mengalami perdarahan intraventrikel (IVH) spontan. Empat puluh persen dari bayi-bayi tersebut akan mengalami ventrikulomegali dikemudian hari dan insidens ini meningkat menjadi 70% pada bayi-bayi yang mengalami IVH grade IV. Pada bayi-bayi ini tidak mudah untuk dilakukan pemasangan VP-shunt dan seringkali terjadi komplikasi. Tindakan lumbal pungksi serial atau pengobatan dengan furosemid (Lasix) dan asetazolamid (Diamox) digunakan untuk menunda tindakan operasi pemasangan shunt, tetapi tidak ada satupun dari modalitas pengobatan tersebut terbukti mengurangi insidens terjadinya hidrosefalus dikemudian hari. Oleh sebab itu, beberapa pusat pelayanan bedah saraf diluar negeri melakukan pemasangan subgaleal shunt atau ventricular reservoir sebagai pengganti VP-shunt hingga berat anak mencapai 1500 hingga 2000 g. Teknik lain seperti drainase dan irigasi dengan obat-obat fibrinolitik sudah tidak digunakan lagi karena menimbulkan komplikasi perdarahan ulang.

Tabel 4. Papile’s Classification of Preterm Intraventricular Hemorrhage on Ultrasonography.13 Dikutip dari: Hu YC, Chowdhry SA, Robinson S. Infantile posthemorragic hydrocephalus. in: Winn HR, ed. Youmans Neurological Surgery. 6thedn. Vol 2. Philadelphia : Elsevier Saunders 2011.p.1987-1992

GRADE DESCRIPTION I

II III IV

Isolated germinal matrix hemorrhage

Intraventricular hemorrhage without ventricular dilation Intraventricular hemorrhage with ventricular dilation Intraparenchymal plus intraventricular hemorrhage


(33)

Gambar 2. Dari kiri ke kanan: Coronal ultrasound scan demonstrating an intermediate grade 1/ grade 2, grade 3, and grade 4 intraventricular hemorrhage (IVH). Dikutip dari: Watts P, Adams GGW, Thomas RM, Bunce C. Intraventricular haemorrhage and stage 3 retinopathy of prematurity. Br J Ophthalmol 2000;84:596-599

HIDROSEFALUS DAN TUMOR OTAK

Tumor otak pada anak memiliki predileksi di garis tengah dan fossa posterior sering menyebabkan hidrosefalus obstruktif. Pemasangan VP-shunt sebelum tindakan pengangkatan tumor sudah tidak dianut lagi. Kini para ahli bedah saraf lebih memilih untuk melakukan pengangkatan tumor terlebih dahulu dan melakukan pemantauan lebih lanjut akan terjadinya gejala-gejala hidrosefalus. Akhir-akhir ini tindakan endoscopic third ventriculostomy (ETV) lebih banyak dilakukan sebelum tindakan pengangkatan tumor. Dengan cara seperti ini risiko terjadinya hidrosefalus pasca operasi dilaporkan lebih rendah. Tindakan ETV menjelang operasi pengangkatan tumor masih mengundang kontroversi. Bertolak dari kontroversi ini, maka diciptakan sistem skoring untuk menilai kemungkinan terjadinya hidrosefalus pasca operasi. Sistem skoring ini menggunakan variabel usia, edema papil pada pemeriksaan funduskopi, berat ringannya hidrosefalus, adanya bukti-bukti metastasis, sangkaan jenis tumor pre-operasi, dan peluang untuk terjadinya hidrosefalus. Pemasangan external ventricular drainage (EVD) pada waktu dilakukan pengangkatan tumor juga sering dilakukan oleh ahli bedah saraf, khususnya pada tumor yang berada didalam ventrikel IV. Tetapi tindakan pemasangan EVD ini harus dihindari pada tumor yang berlokasi di dalam serebelum.


(34)

Tabel 5. Canadian Preoperative Prediction Rule for Hydrocephalus in Children with Posterior Fossa Neoplasms.15Dikutip dari: Riva-Cambrin J, Lamberti-Pasculli M, Armstrong D, et al. The validation of a perioperative prediction score for chronic hydrocephalus in pediatric patients with posterior fossa tumours. J Neurosurg. 2005;102:A798

Predictor Score

Age < 2 yr 3

Papilledema 1

Moderate to severe hydrocephalus 2

Cerebral metastases 3

Preoperatively estimated tumor diagnosis Medulloblastoma

Ependymoma

Dorsally exophytic brainstem gliom

1 1 1

Total possible score 10

Tabel 6. Predicted Probability of Hydrocephalus Based on Canadian Preoperative Prediction Rule for Hydrocephalus Score 15 Dikutip dari: Riva-Cambrin J, Lamberti-Pasculli M, Armstrong D, et al. The validation of a perioperative prediction score for chronic hydrocephalus in pediatric patients with posterior fossa tumours. J Neurosurg. 2005;102:A798

Patient Score Hydrocephalus at 6 months 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0.071 0.118 0.191 0.293 0.422 0.562 0.693 0.799 0.875 0.925 0.956

HIDROSEFALUS DAN MENINGITIS

Hidrosefalus dapat terjadi akibat proses infeksi atau inflamasi. Efek inflamasi kronis menyebabkan organisasi eksudat inflamasi untuk membentuk jaringan fibrotik dan gliosis. Fibrosis dan gliosis ini menyebabkan obstruksi dari perjalanan cairan serebrospinal di dalam sistem ventrikel dan di ruang subarachnoid (misalnya di sisterna basal) dan ruang subarachnoid di permukaan korteks. Infeksi bakteri, parasit, dan infeksi granulomatosa lebih sering menyebabkan hidrosefalus dibandingkan infeksi virus.


(35)

ARRESTED HYDROCEPHALUS

Hidrosefalus dapat berkembang menjadi kondisi kronis, dimana dilatasi ventrikel tetap ada, tetapi tekanan cairan serebrospinal kembali normal. Kondisi seperti ini lebih cocok disebut

compensated hydrocephalus. Karena tekanan intrakranial pada kasus ini normal, tindakan pemasangan shunt justru mengundang bahaya, karena tekanan akan menjadi rendah dan terjadinya perdarahan subdural.

HIDROSEFALUS DAN VENTRIKULOMEGALI

Istilah hidrosefalus sebaiknya digunakan untuk menyampaikan suatu kondisi dimana terjadi gangguan pada produksi, absorpsi cairan serebrospinal beserta kelainan disepanjang perjalanan cairan serebrospinal dalam sistem ventrikel.

Peningkatan ukuran ventrikel lebih cocok disebut ventrikulomegali yang tidak lagi memerlukan tindakan operatif

HIDROSEFALUS EKSTERNAL

Hidrosefalus eksternal terjadi pada anak yang memiliki jumlah cairan ekstra aksial yang berlebihan. Hidrosefalus eksternal juga dikenal dengan istilah lain seperti hidrosefalus komunikan, benign extracerebral fluid collections, benign extra-axial fluid of infancy dan

subdural effusion. Sebagian besar istilah-istilah ini berasal dari tampilan pada CT scan, sehingga sulit dipastikan apakah cairan tersebut berada di ruang subdural atau di ruang subarachnoid. Dengan pemeriksaan MRI, kini dapat ditentukan lokasi pasti dari cairan tersebut. Pada gambaran MRI, cairan berlebihan yang berada di ruang subarachnoid akan memberikan gambaran pembuluh-pembuluh darah yang melintasi ruang tersebut. Sedangkan pada cairan yang berada pada ruang subdural, akan memberikan gambaran penekanan terhadap pembuluh-pembuluh darah yang berada di ruang subrachnoid. Cairan yang berada di dalam ruang subdural ini sulit dibedakan dengan darah, dan menjadi pertimbangan bagi ahli bedah saraf bahwa ada kemungkinan child abuse pada anak tersebut.

Etiologi

Hidrosefalus terjadi karena gangguan sirkulasi likuor di dalam sistem ventrikel atau oleh produksi likuor yang berlebihan. Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran likuor


(36)

pada salah satu tempat, antara tempat pembentukan likuor dalam sistem ventrikel dan tempat absorpsi dalam ruang subarachnoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan cairan serebrospinal di bagian proksimal sumbatan. Tempat yang sering tersumbat dan terdapat dalam klinis adalah foramen Monro, foramen Luschka dan Magendi, sisterna magna dan sisterna basalis14,15.

Secara teoritis, pembentukan cairan serebrospinal yang terlalu banyak dengan kecepatan absorpsi yang normal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi, misalnya terlihat pelebaran ventrikel tanpa penyumbatan pada adenomata pleksus koroidalis. Penyebab penyumbatan aliran cairan serebrospinal yang sering terdapat pada bayi dan anak yaitu kelainan bawaan, infeksi, neoplasma dan perdarahan14,15,24

1. Kelainan Bawaaan15

a. Stenosis Akuaduktus Sylvius, merupakan penyebab terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak ( 60-90% ). Akuaduktus dapat merupakan saluran buntu atau abnormal lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahir atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir.

b. Spina bifida dan cranium bifida, hidrosefalus pada kelainan ini biasanya berhubungan dengan sindroma Arnord-Chiari akibat tertariknya medulla spinalis, dengan medulla oblongata dan serebelum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total.

c. Sindrom Dandy-Walker,merupakan atresia kongenital foramen Luschka dan Magendi dengan akibat hidrosefalus obstruktif dengan pelebaran system ventrikel, terutama ventrikel IV yang dapat sedemikian besarnya hingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fossa posterior.

d. Kista arakhnoid,dapat terjadi kongenital maupun didapat akibat trauma sekunder suatu hematoma.

e. Anomaly pembuluh darah, dalam kepustakaan dilaporkan terjadi hidrosefalus akibat aneurisma arterio-vena yang mengenai arteria serebralis posterior dengan vena Galeni atau sinus tranversus dengan akibat obstruksi akuaduktus.

2. Infeksi, akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga terjadi obliterasi ruang subarachnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi bila aliran


(37)

cairan serebrospinal terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat purulen di akuaduktus Sylvius atau sisterna basalis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitisnya. Secara patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah basal sekitar sisterna kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purulenta lokasinya lebih tersebar.

3. Neoplasma, hidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap tempat aliran cairan serebrospinal. Pengobatan dalam hal ini ditujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak bisa dioperasi,maka dapat dilakukan tindakan paliatif dengan mengalirkan cairan serebrospinal melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak, kasus terbanyak yang menyebabkan penyumbatan ventrikel IV dan akuaduktus Sylvius bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, sedangkan penyumbatan bagian depan ventrikel III biasanya disebabkan suatu kraniofaringioma.

4. Perdarahan, telah banyak dibuktikan bahwa perdarahn sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.20,24

Penatalaksanaan11 Non Bedah

Terapi obat-obatan pada hidrosefalus digunakan untuk menunda intervensi bedah. Terapi obat-obatan dapat digunakan pada hidrosefalus paska perdarahan (tanpa adanya hidrosefalus akut). Terapi obat-obatan tidaklah efektif untuk pengobatan jangka panjang dari hidrosefalus kronis. Terapi ini dapat memicu perubahan metabolik dan dengan demikian penggunaannya hanya sebagai usaha sementara saja.

Obat-obatan dapat mempengaruhi dinamika dari cairan serebrospinal dengan beberapa mekanisme. Obat-obatan seperti asetazolamide dan furosemid mempengaruhi cairan serebrospinal dengan cara menurunkan sekresi cairan serebrospinal oleh pleksus koroideus. Isosorbide (walaupun keefektifannya dipertanyakan) dikatakan dapat meningkatkan reabsorpsi dari cairan serebrospinal.8


(38)

Bedah

Tindakan pembedahan adalah pilhan terapi yang lebih disukai. Salah satu tindakan intervensi yang dapat dilakukan adalah lumbal pungsi. Lumbal pungsi serial dapat dilakukan untuk kasus hidrosefalus setelah perdarahan intraventrikuler, karena pada kondisi seperti ini hidrosefalus dapat hilang dengan spontan. Jika reabsorpsi tidak terjadi ketika kandungan protein di dalam cairan serebrospinal dibawah 100 mg/dL, reabsorpsi spontan tidak mungkin terjadi. Lumbal pungsi serial hanya dapat dilakukan pada kasus hidrosefalus komunikan.

Kebanyakan pasien diterapi dengan shunt. Hanya sekitar 25% dari pasien dengan hidrosefalus yang berhasil diterapi tanpa pemasangan shunt. Prinsip dari shunting adalah untuk membentuk suatu hubungan antara cairan serebrospnal (ventrikel atau lumbal) dan rongga tempat drainase (peritoneum, atrium kanan, pleura).

Pada dasarnya alat shunt terdiri dari tiga komponen yaitu; kateter proksimal, katub (dengan/tanpa reservior), dan kateter distal.19 Komponen bahan dasarnya adalah elastomer silicon. Pemilihan pemakaian didasarkan atas pertimbangan mengenai penyembuhan kulit yang dalam hal ini sesuai dengan usia penderita, berat badan, ketebalan kulit dan ukuran kepala. Sistem hidrodinamik shunt tetap berfungsi pada tekanan yang tinggi, sedang dan rendah, dan pilihan ditetapkan sesuai dengan ukuran ventrikel, status pasien (vegetative, normal) pathogenesis hidrosefalus, dan proses evolusi penyakit11,17.

Berikut ini adalah beberapa pilihan dari pemasangan shunt :

• Ventrikuloperitoneal (VP) Shunt adalah yang paling sering digunakan. Keuntungan dari shunt ini adalah tidak terganggunya fungsi dari shunt akibat pertambahan dari panjang badan pasien, hal ini dapat dihindari dengan penggunaan kateter peritoneal yang panjang

• Ventriculoatrial (VA) shunt yang juga disebut sebagai “vascular shunt”. Dari ventrikel serebri melewati vena jugularis dan vena cava superior memasuki atrium kanan. Pilihan terapi ini dilakukan jika pasien memiliki kelainan abdominal (misalnya peritonitis,

morbid obesity, atau setelah operasi abdomen yang luas). Shunt jenis ini memerlukan pengulangan akibat pertumbuhan dari anak

• Lumboperitoneal shunt digunakan hanya untuk hidrosefalus komunikan, cairan serebrospinal fistula, atau pseudotumor serebri


(39)

• Torkildsen shunt jarang dilakukan, mengalirkan cairan cairan serebrospinal dari ventrikel ke dalam ruang sisterna dan hanya efektif pada kasus acquired obstructive hydrocephalus.

• Ventriculopleural shunt dianggap sebagai terapi lini kedua. Shunt ini hanya digunakan jika terdapat kontraindikasi pada shunt tipe lainnya

Komplikasi Ventriculo Peritoneal Shunt 4

Komplikasi shunt dikategorikan menjadi tiga komplikasi yaitu; infeksi, kegagalan mekanis, dan kegagalan fungsional, yang disebabkan jumlah aliran yang tidak adekuat19,21. Infeksi meningkatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian. Kegagalan mekanis mencakup komplikasi komplikasi seperti; oklusi aliran di dalam shunt

(proksimal katub atau distal), diskoneksi atau putusnya shunt, migrasi dari tempat semula, tempat pemasangan yang tidak tepat. Kegagalan fungsional dapat berupa drainase yang berlebihan atau malah kurang lancarnya drainase. Drainase yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi lanjutan seperti terjadinya efusi subdural, kraniosinostosis, lokulasi ventrikel, hipotensi ortostatik 8,12,17

Pada beberapa kasus dapat terjadi komplikasi akibat dari pemasangan VP Shunt diantaranya adalah 8:

Terdapat insidensi sebesar 17% dimana terjadi hernia inguinal,perlu pemanjangan kateter shunt akibat dari pertumbuhan dari panjang badan pasien. Hal ini dapat dicegah dengan memperpanjang kateter peritoneal, obstruksi dari kateter peritoneal, peritonitis akibat infeksi shunt, hidrokel, asites, migrasi tip shunt (migrasi ke dalam skrotum, perforasi dari viskus: lambung dan kandung kemih, shunt melewati diafragma), obstruksi intestinal, volvulus, strangulasi intestinal, overshunting

Komplikasi lain yang bisa terjadi dari pemasangan shunt berhubungan dengan progresifitas hidrosefalus yaitu: Perubahan Visual, oklusi dari arteri cerebral posterior akibat proses skunder dari transtentorial herniasi,kronik papil udema akibat kerusakan nervus optikus, dilatasi dari ventrikel ke tiga dengan kompresi area kiasma optikum, disfungsi cognitive dan inkontunensia


(40)

Berhubungan dengan terapi bedah yaitu Tanda dan gejala dari peningkatan tekanan intracranial dapat disebabkan oleh gangguan pada shunt, subdural hematoma atau subdural hygroma akibat skunder dari overshunting, nyeri kepala dan tanda neurologis fokal dapat dijumpai, tatalaksana kejang dengan dengan obat antiepilepsi, okkasional Infeksi pada shunt dapat asimtomatik. pada neonates, dapat bermanifestasi sebagai perubahan pola makan, irritabilitas, vomiting, febris, letargi, somnolen, dan ubun ubun menonjol. Anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa biasa dengan gejala dengan sakit kepala, febris, vomitus, dan meningismus. Dengan ventriculoperitoneal shunts, sakit perut dapat terjadi, shunts dapat bertindak sebagai saluran untuk metastasis extraneural tumor tertentu (misalnya medulloblastoma), komplikasi dari ventriculoperitoneal shunt termasuk; peritonitis, hernia inguinal, perforasi organ abdomen, obtruksi usus, volvulus, dan cairan serebrospinal asites11,24

Malfungsi Shunt

Insidens malfungsi shunt mencapai 40% pada tahun pertama setelah pemasangan shunt21 Gambaran klinis malfungsi shunt sama seperti gambaran klinis hidrosefalus, ditandai dengan peningkatan tekanan intracranial seperti nyeri kepala,mual,muntah dan atau perubahan mental Disamping itu, dapat dijumpai fluktuasi/akumulasi cairan di bawah kulit disepanjang tract VP-shunt, demam, kulit disepanjang tract yang hiperemis, atau pompa flushing device yang tidak segera kembali. Apabila ada kecurigaan malfungsi shunt, harus dilakukan pemeriksaan kultur cairan serebrospinal meskipun tidak dijumpai demam ataupun gejala lain pada pasien20

Malfungsi shunt dikarenakan oklusi atau impedansi pada aliran disepanjang alat shunting,tempat paling sering untuk terjadi malfungsi shunt pada dekat kateter ventricular dan dalam plexus choroid atau debris lain pada kateter, dan ini terjadi pada anak-anak dan dewasa, fungsi katup dapat menurun oleh karena zat-zat partikulat atau protein pada cairan serebrospinal dan memerlukan pergantian katup. Oklusi distal kateter dapat terjadi oleh karena pertumbuhan jaringan ke shunt distal.Pada situasi ini ahli bedah harus melakukan tes pada komponen shunt dan mengganti bagian yang malfugsi.

Anamnesis pasien dan pemeriksaan fisik paling sering mengarah pada tanda- tanda peningkatan tekanan intracranial. Peningkatan tekanan cairan serebrospinal dapat diperiksa


(41)

dengan punksi lumbal pada hidrosefalus obstruktif atau dengan tapping shunt langsung. Sekali terdiagnosis malfungsi shunt pasien memerlukan operasi untuk eksplorasi.18


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian cohort retrospektif.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Bedah Saraf Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, dengan mencatat data dari Rekam Medik selama kurun waktu Januari 2010 sampai Desember 2012

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita hidrosefalus yang diterapi dengan

VP-Shunt di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan pada kurun waktu januari 2010 sampai dengan desember 2012 yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan.

3.3.2 Sampel Penelitian

Pengambilan sampel yang dilakukan dalam periode waktu tertentu tersebut dimana semua penderita yang datang kerumah sakit dan memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan diambil sebagai sampel.

3.3.3. Kriteria Penerimaan dan Penolakan 1. Kriteria Penerimaan:

• Penderita hidrosefalus, baik obstruktif maupun nonobstruktif, yang mendapat terapi VP Shunt merk Fuji medium pressure.

• Penderita dengan data analisis cairan serebrospinal (jumlah sel dan protein) saat dilakukan operasi

• Usia anak ( 0-18 tahun) dan dewasa ( >19 tahun)


(43)

2. Kriteria Penolakan:

• Penderita arrested hydrocephalus

• Penderita hidrosefalus ex vacuo

• Penderita normopressure hidrosefalus

• Penderita hidrocephalus dengan ICH spontan

• Malnutrisi

• Penderita HIV-AIDS

• Hidransefali

3.4 Analisa data

Data yang sudah dikumpulkan, diolah dan disajikan secara deskriptif serta kemudian dilakukan analisa secara statistik dengan menggunakan Chi Square.Penelitian ini menggunakan derajat kepercayaan 95 % sehingga nilai p<0,05 dianggap sebagai hubungan yang bermakna secara statistik. Pengolahan data dilakukan dengan mengguanakan SPSS 21 Inc

3.5 Pertimbangan Etik

Karena peneliti menggunakan manusia sebagai subjek penelitian, maka sebagai manusia harus dilindungi dengan memperhatikan prinsip-prinsip dalam pertimbangan etik yaitu: responden mempunyai hak untuk memutuskan apakah ia bersedia untuk menjadi subjek atau tidak tanpa sanksi apapun, Responden juga mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya nama (anonimity) dan confidentiality.


(44)

3.6 Cara Kerja

Penderita Hidrosefalus

Kriteria Inklusi dan Eklusi

Mencatat Rekam Medik

Mencatat data berdasarkan status di

Rekam Medik

Mencatat Jumlah sel

Mencatat Kadar Protein


(45)

3.7 Identifikasi Variabel

• Variabel Bebas

o Jumlah sel cairan serebrospinal

o Kadar Protein cairan serebrospinal

• Variabel Tergantung

o Malfungsi VP Shunt

3.8 Defenisi Operasional

1. Usia adalah usia kronologis seseorang yang didata berdasarkan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), atau kartu keluarga

2. Jenis kelamin ditetapkan dengan menilai langsung jenis kelamin penderita dan melihat tanda pengenal

3. Hydrocephalus adalah penumpukan cairan dalam sistem ventrikel. Diagnosis hydrocephalus ditegakkan dengan CT Scan kepala. CT Scan dilakukan di Instalasi Radiologi Diagnostik RSUP.HAM. Diagnosis hydrocephalus ditegakkan dengan Evan’s ratio > 50% atau temporal horn yang dominan. Evan’s ratio adalah perbandingan jarak frontal horn dibandingkan diameter biparietal pada level Foramen Monroe. Penilaian CT Scan dilakukan oleh ahli radiologi yang berpengalaman atau ahli bedah saraf yang berpengalaman.

4. VP shunt adalah pemasangan pirau ventrikel menuju peritoneum dengan menggunakan kateter berbahan silicon, dengan merk Fuji, alat VP shunt (flat bottom atau burr hole type). Pemasangan

VP shunt dilakukan di Instalasi Bedah Pusat RSUP H. Adam Malik Medan oleh ahli bedah saraf yang berpengalaman atau peserta pendidikan dokter spesialis Departemen Ilmu Bedah Saraf FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang dinyatakan sudah berkompeten.

5. Malfungsi VP shunt didefenisikan bila terjadi salah satu keadaan di bawah ini

a. recoil pompa yang terlambat (> 30 detik) pada dua kali percobaan


(46)

c. ditemui tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial (nyeri kepala persisten, muntah proyektil, dan papil edema).

6. Sel cairan sererbrospinal adalah jumlah sel berinti pada cairan serebrospinal. Dikatakan normal bila sel < 5 / cc. Pemeriksaan sel dilakukan di Departemen Patologi Klinik RSUP HAM.

7. Protein adalah kadar protein pada cairan serebrospinal. Nilai normal protein adalah 15-60 mg/Dl. Pemeriksaan protein dilakukan di Departemen Patologi Klinik RSUP HAM.

8. Arrested hydrocephalus adalah hidrosefalus dapat berkembang menjadi kondisi kronis, dimana dilatasi ventrikel tetap ada, tetapi tekanan cairan serebrospinal kembali normal,karena tekanan intrakranial pada kasus ini normal, tindakan pemasangan shunt justru mengundang bahaya, karena tekanan akan menjadi rendah dan terjadinya perdarahan subdural.

9. ICH Spontan adalah Perdarahan pada parenkim otak yang disebabkan oleh trauma,dapat dibagi atas primer dan sekunder. ICH primer diakibatkan oleh proses penyakit struktural sedangkan ICH sekunder adalah berhubungan dngan lesi kongenital atau didapat.

10. Penderita dinyatakan malnutrisi jika Indeks Massa Tubuh < 16,5 ; kadar albumin serum < 3 gr/dl

11. Penderita dinyatakan menderita HIV AIDS jika pada pemeriksaan screening tiga metode menunjukkan hasil positif.. Screening dengan tiga metode ini dilakukan di Departemen Patologi Klinik RSUP/HAM.


(47)

3.9 Kerangka Kerja

Fungsi baik Malfungsi

Shunt

Pencatatan dari rekam medis

Analisis Cairan serebrospinal :

- protein CSF - Jumlah sel CSF

VP-Shunt Hidrosefalus


(48)

3.10 Kerangka Teori

Hidrosefalus

Protein CSF

Obstruksi Shunt

Malfungsi Shunt

Jumlah Sel CSF

Pembentukan lapisan cobweb – like atau biofilm pada selang


(49)

3.11 Rencana Pengolahan dan Analisis Data

Data yang terkumpul akan diolah dan dianalisis serta disajikan dengan menggunakan program komputer (SPSS dan microsof Excel).Interval kepercayaan 95% dan p<0.05 dinyatakan secara statistic bermakna


(50)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Sampel

Selama periode penelitian dari bulan januari 2010 sampai dengan desember 2012, didapatkan sebanyak 169 pasien yang dilakukan tindakan pemasangan VP shunt, dan sebanyak 47 pasien yang mengalami malfungsi VP shunt. Data demografi subjek yang mengikuti penelitian ini ditampilkan dalam tabel 4.1.1

Tabel. 4.1.1 Distribusi pasien berdasarkan Usia

Usia Frekuensi Persentase

<1 tahun 74 43,8

1-5 tahun 29 17,2

5-12 tahun 11 6,5

12-18 tahun 5 3,0

>18 tahun 50 29,6

Total 169 100

Dari tabel 4.1.1 diketahui bahwa kelompok usia terbanyak pasien yang mengalami hidrosefalus adalah pada kelompok usia < 1tahun yaitu sebanyak 74 dari 169 pasien (43,8%).


(51)

Diagram 4.1.2 Distribusi pasie

Berdasarkan diagram dilakukan pemasangan VP sh

(57,4%) dan sisanya 72 orang

Diagram 4.1.3 Distribusi pasie 0 20 40 60 80 100 Laki

sien berdasarkan Jenis Kelamin

m 4.1.2 dapat diketahui bahwa sebagian b

shunt berjenis kelamin perempuan yaitu 97 o g berjenis kelamin laki-laki (42.6%).

sien berdasarkan Fungsi VP shunt

Laki laki Perempuan

72 (42.6%) 97 (57.4%)

Frekuensi

Lak Pe 122 (72%) 47 (28%)

Fungsi VP Shunt

Nor Ma

besar penderita yang 7 orang dari 169 pasien

Laki laki Perempuan

Normal Mal fungsi


(52)

Berdasarkan diagram 4.1.3 dapat diketahui bahwa pasien yang dilakukan tindakan pemasangan VP shunt adalah sebanyak 169 orang, dimana sebanyak 47 pasien (27,8%) diantaranya mengalami malfungsi VP shunt,sisanya 122 orang (72.2%) tidak mengalami malfungsi VP shunt. Kemudian peneliti melihat distribusi fungsi antara fungsi VP shunt

berdasarkan usia dan ditemukan bahwa sebagian malfungsi yang terjadi pada pasien dengan usia dibawah 1 tahun

4.2. Hubungan antara malfungsi VP shunt dengan Total Protein dan Jumlah sel pada Cairan Serebropinal

4.2.1 Distribusi Nilai Protein dan Jumlah Sel pada Cairan Serebrospinal terhadap Fungsi VP shunt

Tabel 4.2.1 Distribusi Nilai Protein terhadap Fungsi VP shunt

VP shunt N Rerata Std. Deviation Std. Error Derajat Kepercayaan 95%

Batas Bawah Batas Atas

Normal 122 35.4366 47.50175 4.30061 26.9224 43.9507

Malfungsi 47 52.0064 68.99615 10.06412 31.7484 72.2644

Total 169 40.0447 54.62663 4.20205 31.7491 48.3404

Pada Tabel 4.2.1 dapat diketahui bahwa rerata nilai protein cairan serebrospinal pada pasien yang mengalami malfungsi VP shunt adalah 52,006 mg/dL sedangkan pada pasien yang memiliki fungsi VP shunt yang normal adalah 35,43 mg/dL.

Tabel 4.2.2 Distribusi Nilai Jumlah Sel terhadap Fungsi VP shunt

N Rerata Std. Deviation Std. Error Derajat Kepercayaan 95% Batas Bawah Batas Atas Normal 122 85.2721 815.31235 73.81491 -60.8640 231.4082 Malfungsi 47 58.4468 258.01355 37.63514 -17.3088 134.2024 Total 169 77.8118 705.08157 54.23704 -29.2621 184.8858


(53)

Pada Tabel 4.2.2 dapat diketahui bahwa rerata nilai jumlah sel cairan serebrospinal pada pasien yang mengalami malfungsi VP shunt adalah 58,44 mm3 , sedangkan pada pasien yang memiliki fungsi VP shunt yang normal adalah 85,27 mm3.

Tabel 4.2.3 Hubungan antara fungsi VP Shunt dengan Total Protein Cairan Serebrospinal

Total Protein Total Normal Abnormal/Meningkat

VP_Shunt Normal 98(75%) 24(60%) 122(72%)

Malfungsi 31(25%) 16(40%) 47(28%)

Total 129 40 169

X2= 3.878 dF = 1 p = 0,049

Sensitifitas : 75,96 % Spesifisitas : 40 %

Sesuai dengan yang dikemukakan pada tinjauan pustaka,apabila kadar protein > 60mg/dl maka dikategorikan dalam kategori tinggi dan apabila kadar protein tinggi maka dapat meningkatkan angka kejadian malfungsi VP shunt. Berdasarkan tabel 4.2.3 dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara angka kejadian mafungsi VP shunt dengan kadar total protein yang terdapat pada cairan serebrospinal (p=0,049 ). Nilai protein pada pasien yang malfungsi VP shunt memiliki nilai protein. Pada tabel 4.2.3 juga dapat diketahui bahwa nilai sensitifitas jumlah sel terhadap fungsi VP shunt adalah 75,96% sedangkan nilai spesifisitasnya adalah 40 %.


(54)

Tabel 4.2.4 Hubungan antara angka kejadian malfungsi VP shunt dengan Jumlah Sel Cairan

Serebrospinal

Jumlah sel Total

Normal Abnormal/Meningkat

VP_Shunt Normal 97(74%) 25(64%) 122(72%)

Malfungsi 33(26%) 14(36%) 47(28%)

Total 130 39 169

X2 =1,651 df= 1 p= 0,199

Sensitifitas : 74,6 % Spesifisitas : 35,9 %

Pada 169 pasien yang dilakukan pemsangan VP shunt dilakukan pemeriksaan jumlah sel pada cairan serebrospinal didapatkan 39 pasien dengan kadar jumlah sel yang abnormal. Kemudian penelitian analisa secara statistic untuk mengetahui hubungan antara angka kejadian malfungsi VP shunt dengan kadar jumlah sel yang ditampilkan pada tabel 4.2.4.

Pada tabel 4.2.4 dapat diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistic antara kadar jumlah sel pada cairan serebrospinal dengan angka kejadian malfungsi VP shunt. Pada tabel 4.2.4 juga dapat diketahui bahwa nilai sensitifitas jumlah sel terhadap fungsi vp shunt adalah 74,6% sedangkan nilai spesifisitasnya adalah 35,9%.

Tabel 4.2.5 Distribusi Total Protein Cairan Serebrospinal pada Angka Kejadian Malfungsi VP shunt terhadap Jumlah Sel Cairan Serebrospinal

VP Shunt Jumlah sel Rerata Std.

Error

Derajat Kepercayaan 95% Batas Bawah Batas Atas

Normal Normal 31.225 5.477 20.411 42.040

Abnormal/Meningkat 51.776 10.789 30.473 73.079

Malfungsi Normal 46.433 9.391 27.892 64.975

Abnormal/Meningkat 65.143 14.418 36.676 93.610

Pada Tabel 4.2.5 dapat diketahui bahwa rerata total protein pada pasien malfungsi VP shunt yang disertai dengan peningkatan jumlah sel cairan serebrospinal adalah 65,2 mg/dL mm3,


(1)

Naskah Penjelasan Kepada OrangTua / Kerabat Pasien Lainnya Yth.Bapak/Ibu

………..

Saya ingin memperkenalkan diri. Saya dokter Indra Saputra dan kawan-kawan, bertugas di Departemen Ilmu Bedah FK USU/RSUP H Adam Malik Medan, Saat ini kami sedang melakukan penelitian tentang Hubungan Kadar Protein dan Jumlah Sel cairan serebrospinal dengan Angka kejadian malfungsi Ventriculo Peritoneal Shunt pada penderita Hidrosefalus yang terjadi di Rumah Sakit Haji Adam Malik

Bersama ini kami mohon izin kepada Bapak/Ibu/kerabat pasien atas nama……….. untuk melakukan pendataan tentang kondisi kesehatan kerabat Bapak/Ibu tersebut. Kami juga memohon izin kepada Kerabat/ Bapak/Ibu untuk memeriksa hubungan kadar protein dan jumlah sel cairan serebrospinal pada pasien yang sedang menjalani penanganan dari penyakit yang diderita nya tersebut.

Persetujuan keikutsertaan Bapak/Ibu terhadap pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan penelitian ini dituangkan dalam naskah Persetujaun Setelah Penjelasan (PSP). Demikian yang dapat kami sampaikan, Atas perhatian Bapak/Ibu diucapkan terima kasih.

Hormat Kami, Peneliti


(2)

Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : ………..

Umur :………Tahun L/P

Alamat :………

Hubungan dengan pasien : Bapak / Ibu / Anak/ hubungan kerabat lainnya Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

Untuk dilakukan pendataan tentang kondisi kesehatan anak/kerabat Bapak/ Ibu tersebut. Kami juga memohon izin kepada Bapak / Ibu untuk melakukan pemeriksaan Kadar Protein Dan Jumlah sel pada anak/kerabat di RSUP H Adam Malik Medan :

Nama :………..Umur…………Tahun

Alamat Rumah :………..

Yang tujuan,sifat dan perlunya pemeriksaan tersebut diatas ,serta resiko yang dapat ditimbulkan telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.

Demikianlah pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

Medan,………2013 Yang membuat pernyataan persetujuan Yang memberikan penjelasan

Dr.


(3)

Persetujuan dari Komisi Etika Penelitian

PERSETUJUAN KOMISI ETIK TENTANG PELAKSANAAN PENELITIAN BIDANG KESEHATAN

Nomor :……….

Yang bertanda tangan dibawah ini,Ketua Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,setelah dilaksanakan pembahasan dan penilaian usulan penelitian yang berjudul :

HUBUNGAN KADAR PROTEIN DAN JUMLAH SEL CAIRAN SEREBROSPINAL

DENGAN ANGKA KEJADIAN MALFUNGSI VENTRICULOPERITONEAL SHUNT PADA PENDERITA HIDROSEFALUS DI RUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK MEDAN

Yang menggunakan manusia sebagai subjek penelitian dengan : Ketua Pelaksana/Peneliti Utama : dr.Indra Saputra

Institusi : Departemen Ilmu Bedah FK USU

Dapat disetujui pelaksanaan nya selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kode etik penelitian biomedik.

Medan,………. Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran USU

(……….) Ketua


(4)

FORMULIR DATA PENELITIAN

IDENTITAS PASIEN

Nama :

Usia :

JenisKelamin :

Suku :

Pekerjaan :

No. Rekam Medis : Tanggal Operasi :

Diagnosis :

Status/Jaminan : Umum/Askes/Jamkesmas Jenis VP Shunt/Merk : Fuji (Japan)

Alamat :

PEMERIKSAAN KLINIS

Anamnesis :

Pemeriksaan Fisik : Tanda vital : Status generalis :

PEMERIKSAAN ANALISA CSF

Kadar Protein :


(5)

Data Kadar Protein Dan Jumlah Sel Pasien Malfungsi VP shunt No Nama Umur Jenis

Kelamin

MR Tanggal/Tahun Operasi Jumlah Protein Jumlah Sel Keterangan

1 SM 2thn

10 bln

P 426191 27-04-2010 12 2.0 Malfungsi

2 SG 1.3thn P 454916 58.0 5.0 Malfungsi

3 Ny.R 38thn P 430199 20-05-2010 12.0 6.0 Malfungsi 4 M.A 5bln L 425699 31-05-2010 18.0 20.0 Malfungsi 5 H 19thn L 423323 02-06-2010 24.0 10.0 Malfungsi

6 Y 2thn P 489949 15.2 17.8 Malfungsi

7 By.NL 4bln P 423580 21-07-2010 14.0 3.0 Malfungsi

8 S 2thn L 480877 32 3.0 Malfungsi

9 By.NP 20hr L 443766 15-09-2010 12.0 9.0 Malfungsi

10 Y 2thn P 489949 68 1.0 Malfungsi

11 By.NM 2thn P 344016 20-11-2010 32.0 1.0 Malfungsi 12 M N 8bln P 435636 18-12-2010 35.0 25.0 Malfungsi

13 By.R 11bln P 448348 25 1.0 Malfungsi

14 R 38thn L 301365 22-12-2010 16.0 15.0 Malfungsi 15 SG 1.3thn P 454916 14-12-2010 56.0 5.0 Malfungsi

16 S 2thn L 480877 1.0 2.3 Malfungsi

17 By.R 11bln P 448348 20 2.0 Malfungsi

18 R 6thn P 463236 24-02-2011 16.0 1.0 Malfungsi 19 M.F 3thn L 465377 30-05-2011 73.0 3.0 Malfungsi 20 LA 3thn P 455970 28-06-2011 10.0 108.0 Malfungsi 21 S 2thn L 480877 24-07-2011 60.0 3.0 Malfungsi 22 AS 8thn P 480768 02-08-2011 16.0 1.0 Malfungsi 23 DA 2thn L 491106 01-11-2011 14.0 1.0 Malfungsi


(6)

26 By.L 6bln P 489513 09-12-2011 92 14.0 Malfungsi

27 N 4thn L 433323 24 10 Malfungsi

28 By.S 17hr P 496298 30-11-2011 34.0 0 Malfungsi 29 NS 3bln L 508129 19-03-2012 24.0 0 Malfungsi 30 FN 4thn L 456818 25-04-2012 36.0 25 Malfungsi

31 SG 1.3thn P 454916 3.5 3 Malfungsi

32 By RT 8bln L 514682 22-05-2012 16.0 9 Malfungsi

33 LA 3thn P 455970 18 32 Malfungsi

34 BA 1thn L 511230 30-05-2012 12.0 0.003 Malfungsi 35 YA 2thn P 489949 26-05-2012 1.00 0.30 Malfungsi 36 By.R 11bln P 448348 18.5 17.1 Malfungsi 37 Ny.R 30thn P 517236 04-06-2012 48.0 0.001 Malfungsi

38 By.L 6bln P 489513 88 18 Malfungsi

39 M.R 1thn L 521865 13-07-2012 12 0.008 Malfungsi

40 A 7bln P 507871 28 0.0 Malfungsi

41 Ny.N 49thn P 493817 18-07-2012 28.0 0.002 Malfungsi 42 AF 7bln L 526385 01-09-2012 40.0 0.013 Malfungsi

43 Y 2thn P 489949 18.8 5 Malfungsi

44 By.H 2thn P 485656 03-11-2012 28.8 1.36 Malfungsi 45 AS 7bln P 507871 07-11-2012 33.0 0.167 Malfungsi 46 GP 1thn P 485905 27-12-2012 40.0 1 Malfungsi