38
belum sesuai dengan Undang – Undang Ketenagakerjaan. Hasil yang sama didapatkan dari perhitungan waktu kerja dalam satu minggu disesuaikan
dengan jam kerja dalam satu hari. Bila apotek buka dari pukul 8.00 sampai 22.00 Permenkes nomer 244
tahun 1990, maka untuk enam hari kerja dalam seminggu apotek buka 84 jam; sehingga setiap apotek harus mempunyai lebih dari dua apoteker.
B. Pengelolaan Sumber Daya
1. a. Sumber daya manusia Sumber daya manusia di apotek meliputi apoteker, asisten apoteker,
pemilik sarana apotek dan juru resep. Dalam struktur organisasi apotek, Apoteker Pengelola Apotek menempati posisi tertinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa Apoteker Pengelola Apotek bertanggung jawab penuh dalam menjalankan tugasnya di apotek serta mengawasi kinerja
Asisten Apoteker dan karyawan lainnya Hartini dan Sulasmono, 2006. Salah satu peran Apoteker dalam pelayanan kesehatan adalah sebagai
leader, dimana diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan yang yang diharapkan meliputi keberanian
mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemapuan mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan. Hal ini diperkuat
dalam Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 yang menyebutkan bahwa apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang
profesional. Apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi dan menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner.
Karena itulah sudah seharusnya keputusan yang diambil di apotek selalu berdasarkan persetujuan Apoteker Pengelola Apotek.
Tabel III menunjukkan persentase pengambilan keputusan di Apotek berdasarkan persetujuan APA. Keputusan yang diambil berdasarkan
persetujuan APA dalam penelitian ini mencakup perencanaan, pengadaan dan penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya.
Tabel III. Pengambilan Keputusan di Apotek Selalu Berdasarkan
Persetujuan APA No
Berdasarkan persetujuan APA Jumlah
Persentase n = 7
1 Ya
5 71
2 Tidak
2 29
Total 7
100
b. Penyerahan obat dan informasi obat Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan
bahwa penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien. Hal ini juga tertera pada
Standar Kompetensi Farmasis Indonesia hal asuhan kefarmasian yang menyebutkan bahwa salah satu standar prosedur operasional apoteker di
apotek adalah memberikan pelayanan informasi obat dan memberikan konsultasi obat. Pasal 7 Kode Etik Apoteker Indonesia menyebutkan
bahwa seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
profesinya. Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa salah satu kewajiban apoteker adalah memberikan informasi mengenai
obat kepada pasien, yang berinteraksi secara langsung dengan pasien untuk memberikan bentuk pelayanan klinis, analitis sesuai peraturan
perundangan, untuk mewujudkan salah satu perannya yaitu sebagai care giver. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 juga menyebutkan
bahwa jika apoteker tidak melaksanakan kewajibannya dalam memberikan informasi kepada pasien maka akan dikenakan pidana denda paling banyak
Rp 10.000.000,00 sepuluh juta rupiah. Namun dari hasil penelitian tidak ada satupun apoteker yang selalu
terlibat langsung dalam penyerahan obat ke pasien. Selama peneliti mengamati, yang menyerahkan obat ke pasien adalah karyawan apotek
selain Apoteker. Sehingga dalam hal ini apoteker tidak bisa menjalankan kewajibannya untuk memberikan informasi kepada pasien.
Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa informasi obat yang harus diberikan kepada pasien sekurang-
kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, makanan dan minuman yang harus dihindari dan
aktivitas yang harus dihindari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Tabel IV. Informasi Obat yang Diberikan Apoteker
No Informasi Obat yang diberikan
Jumlah Persentase
n = 7 1
Cara pemakaian obat+cara penyimpanan obat+jangka waktu
pengobatan 4
43
2 Cara pemakaian obat+cara
penyimpanan obat+jangka waktu pengobatan+ makanan dan
minuman yang harus dihindari+aktivitas yang harus
dihindari 3
57
Total 7
100 Tabel IV menunjukkan bahwa apoteker yang memberikan informasi
kepada pasien meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, makanan dan minuman yang harus dihindari
dan aktivitas yang harus dihindari sesuai Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 sebesar 57, selebihnya belum memberikan
informasi secara menyeluruh kepada pasien. Pemberian informasi ini seharusnya lebih diperhatikan oleh apoteker
karena melalui pemberian informasi apoteker dapat meminimalisasi terjadinya medication error yang mungkin dilakukan oleh pasien pada saat
pasien mengkonsumsi obat.
c. Konsultasi dengan dokter penulis resep Permenkes Nomor 26 tahun 1981 pasal 10 menyebutkan bahwa
resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap. Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyatakan bahwa jika ada keraguan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu
menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan. Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi terjadinya medication error. Konsultasi dengan dokter
penulis resep juga dapat dimanfaatkan untuk membangun dan meningkatkan hubungan dengan rekan sejawat petugas kesehatan. Hal ini
sesuai dengan pasal 13 Kode Etik Apoteker Indonesia dan juga perannya sebagai communicator antara pasien dengan profesi kesehatan lainnya.
KONSULTASI DOKTER TIDAK
14
YA 86
Gambar 4. Apotek yang Selalu Melakukan Konsultasi dengan
Dokter Apabila Ada Ketidakjelasan Pada Resep
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
d. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian
sumber daya manusia.
71.00 57.00
86.00
0.00 50
100
Pengambilan keputusan di apotek selalu berdasarkan persetujuan APA Informasi obat yang diberikan
Konsultasi dengan dokter penulis resep Penyerahan obat
Gambar 5. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek Bagian Sumber Daya Manusia
Berdasarkan keterangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan sumber daya
manusia sebagian besar telah dilaksanakan dengan cukup baik. Bagian pengelolaan sumber daya manusia yang telah dilaksanakan adalah
pengambilan keputusan di apotek selalau berdasarakan persetujuan APA sebesar 71, informasi obat yang diberikan sebesar 57 dan konsultasi
dengan dokter penulis resep sebesar 86. Sedangkan bagian yang belum dilaksanakan adalah penyerahan obat yang selalu dilakukan oleh apoteker,
yaitu sebesar 0.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
2. Sarana dan prasarana a. Papan petunjuk apotek
Dalam Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 disebutkan bahwa apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota
masyarakat. Pemudahan akses ini ditunjukkan dengan adanya papan nama. Peraturan lebih detail mengenai papan nama disebutkan dalam lampiran
Form Apt-3 Kepmenkes Nomor 1332 tahun 2002 antara lain bahwa papan nama berukuran minimal panjang 60 cm, lebar 40 cm dengan tulisan hitam
di atas dasar putih; tinggi huruf minimal 5 cm, tebal 5 cm. Selanjutnya pasal 6 ayat 3 Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 tentang persyaratan
apotek menyebutkan bahwa papan nama harus memuat : nama apotek, nama Apoteker Pengelola Apotek, nomor surat izin apotek dan nomor
telepon, kalau ada. Namun penelitian ini mengacu pada Kepmenkes RI Nomor
1027MENKESSKIX2004 yang hanya menyebutkan bahwa pada halaman apotek terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata
apotek dan tidak membahas lebih lanjut mengenai syarat-syarat lainnya seperti yang tersebut diatas.
Hasil penelitian menujukkan bahwa semua apotek 100 mempunyai papan yang tertulis kata apotek pada halaman depan apotek
mereka sesuai Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
b. Tempat yang terpisah antara produk kefarmasian dengan produk lainnya Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan
bahwa pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna
untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan. Contoh produk noin kefarmasian yang dijual
diapotek adalah makanan bayi, susu, alat kesehatan dan food supplement. Hasil penelitian menunjukkan bahawa tidak ada satupun apotek 0
yang menempatkan produk kefarmasian terpisah dari produk lainnya sesuai Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004.
c. Ruang tunggu bagi pasien Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan
bahwa apotek harus memiliki ruang tunggu yang nyaman bagi pasien, yaitu yang bersih dan bebas dari hewan pengerat, seranggapest. Hal ini
juga diatur dalam Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 4 yang pada salah satu syaratnya menyebutkan bahwa apotek harus memiliki ruang
tunggu. Hasil penelitian dapat dilihat pada gambar 5 berikut ini:
RUANG TUNGGU
YA 57
TIDAK 43
Gambar 6. Adanya Ruang Tunggu Bagi Pasien
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
d. Tempat untuk display informasi bagi pasien Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan
bahwa apotek harus memiliki tempat untuk mendisplay informasi bagi pasien, termasuk penempatan materi informasi tersebut. Informasi disini
contohnya berupa brosur, leaflet atau poster. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua apotek 100
menyediakan informasi mengenai kesehatan kepada pasien. Namun demikian tidak semua apotek menyediakan tempat khusus untuk display
informasi.
Tabel V. Ketersediaan Tempat Khusus untuk Display Informasi
No Tempat khusus untuk display
Jumlah Persentase
n = 7 1
Ada 6
86 2
Tidak Ada 1
14 Total
7 100
Tabel V menunjukkan persentase dari apotek yang menyediakan dan
tidak menyediakan tempat khusus untuk display informasi.
e. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan
bahwa apotek harus memiliki ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada satupun apotek 0 yang mempunyai ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien Ruang
tertutup ini berfungsi untuk menjaga privacy dan kenyamanan pasien
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
selama konseling berlangsung sehingga konseling dapat berjalan dengan baik.
Dari hasil wawancara, diperoleh alasan mengapa mereka tidak menyediakan ruang konseling. Sebagian besar dari mereka berpendapat
bahwa ruang konseling yang telah mereka sediakan sebelumnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Hal ini dikarenakan tidak ada pasien
yang konseling dalam kurun waktu tertentu. Dengan pertimbangan tertentu, akhirnya mereka mengubah ruangan tersebut menjadi ruang lain
yang lebih berfungsi. Salah satu dari responden mengubah ruang konseling menjadi ruang kerja pribadi dan juga ruang konseling.
f. Ruang racikan Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan
bahwa apotek harus memiliki ruang racikan. Hal ini juga diatur pada Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 4 dan pada lampiran Form Apt-3
Kepmenkes Nomor 1332 tahun 2002 yang menyebutkan bahwa apotek harus memiliki ruang peracikan.
Hasil penelitian ditunjukkan dalam tabel VI:
Tabel VI. Ketersediaan Ruang Racikan di Apotek
No Ruang racikan
Jumlah Persentase
n = 7 1
Kering saja 2
28 2
Basah saja 1
14 3
Kering+Basah 3
42 4
Tidak punya 1
14 Total
7 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
g. Keranjang sampah untuk staf maupun pasien Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan
bahwa apotek harus memiliki keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien. Persyaratan lain tercantum dalam lampiran Form Apt-3
Kepmenkes Nomor 1332 tahun 2002 yang menyebutkan bahwa apotek harus memiliki sanitasi yang baik serta memenuhi persyaratan hygiene
lainnya. Keranjang sampah merupakan salah satu fasilitas untuk menjaga sanitasi di apotek agar dapat terjaga dengan baik.
Hasil penelitian untuk tersedianya keranjang sampah untuk staf dan pasien ditunjukkan dalam tabel VII berikut ini:
Tabel VII. Ketersediaan Keranjang Sampah untuk Staf dan Pasien
No Keranjang sampah
Jumlah Persentase
n = 7 1
Staf saja 4
57 2
Pasien saja 1
14 3
Staf +pasien 2
28 Total
7 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
h. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian sarana dan prasarana
100
0.00 57
86.00
0.00 86.00100.00
50 100
papan petunjuk apotek tempat produk kefarmasian yang terpisah dengan produk lainnya
ruang tunggu tempat display informasi
ruang konseling tertutup ruang racikan
keranjang sampah untuk staf+pasien
Gambar 7. Kelengkapan Sarana dan Prasarana di Apotek
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan sarana dan
prasarana sebagian besar telah dilaksanakan dengan baik. Pengelolaan sarana dan prasarana yang telah dilaksanakan, yaitu yang memiliki
persentase pelaksanaan di atas 50, meliputi adanya papan petunjuk apotek 100, tersedianya ruang tunggu 57, tersedianya tempat
display informasi 86, dan tersedianya keranjang sampah untuk staf dan pasien 100 Namun demikian masih terdapat pengelolaan sarana dan
prasarana yang tidak dilaksanakan, yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di bawah 50, meliputi tersedianya ruang konseling tertutup
0 dan penempatan produk kefarmasian yang terpisah dengan produk lainnya 0 sehingga perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
3. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan
bahwa pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi : perencanaan,
pengadaan, penyimpanan dan pelayanan. a. Perencanaan
Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga dalam rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan
jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta menghindari kekosongan obat Hartini dan Sulasmono, 2006.
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi yang perlu diperhatikan
adalah pola penyakit, kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat. a Pola penyakit. Perlu memperhatikan dan mencermati pola penyakit
yang timbul di sekitar masyarakat sehingga apotek dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tentang obat-obatan untuk penyakit tersebut.
b Tingkat perekonomian masyarakat. Tingkat ekonomi masyarakat di sekitar apotek juga akan mempengaruhi daya beli terhadap obat-
obatan. c Budaya masyarakat. Pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik obat,
bahkan iklan obat dapat mempengaruhi dalam hal pemilihan obat- obatan khususnya obat-obat tanpa resep.
Hartini dan Sulasmono, 2006
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Hasil penelitian mengenai latar belakang apotek dalam perencanaan pengadaan sediaan farmasi yang memperhatikan pola penyakit,
kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat ditunjukkan dalam tabel VIII berikut ini:
Tabel VIII.
Latar Belakang Perencanaan Pengadaan Sediaan Farmasi di Apotek
No Latar Belakang Perencanaan
Jumlah Persentase
n = 7 1
Pola penyakit 2
Pola penyakit dan kemampuan masyarakat
3 Kemampuan masyarakat dan
budaya masyarakat 2
28 4
Pola penyakit, kemampuan masyarakat dan budaya
masyarakat 5
72 Total
7 100
b. Pengadaan Persediaan barang di apotek diadakan berdasarkan perencanaan yang
telah dibuat dan disesuaikan dengan anggaran keuangan yang ada. Pengadaan barang meliputi proses pemesanan, pembelian dan penerimaan
barang Hartini dan Sulasmono, 2006. Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa untuk menjamin
kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi.
Pengadaan sediaan farmasi apotek termasuk di dalamnya golongan obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, psikotropika dan narkotika
dapat berasal langsung dari pabrik farmasi, Pedagang Besar Farmasi pasal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
3 Permenkes 918 Nomor 918 tahun 1993 tentang Pedagang Besar Farmasi maupun apotek lain Hartini dan Sulasmono, 2006. Berdasarkan
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa jalur pengadaan sediaan farmasi yang resmi hanya melalui pabrik farmasi, PBF dan apotek lain.
Bagan jalur distribusi dapat dilihat pada lampiran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua apotek 100 dalam
pengadaan sediaan farmasi melalui jalur resmi dan tidak ada satupun apotek yang membeli di swalayan tidak resmi.
c. Penyimpanan Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan
bahwa obatbahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
Tabel IX. Pemindahkan Isi Obat ke Wadah Lain
No Pernah memindahkan isi ke
wadah lain Jumlah
Persentase n = 7
1 Ya
4 57
2 Tidak
3 43
Total 7
100 Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan
bahwa dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis
informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang–kurangnya memuat nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
Apotek memindahkan obat ke dalam wadah baru dengan alasan untuk mempercepat proses pelayanan. Pemindahan ke dalam wadah baru
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
tersebut berdasarkan kebiasaan dokter meresepkan obat dalam jumlah tertentu. Pasien juga lebih efisien karena dapat membeli obat dalam jumlah
yang dibutuhkan dengan waktu yang cepat dan tidak harus membeli seluruh obat dalam wadah asli.
Gambaran mengenai informasi yang disertakan apoteker pada wadah baru dapat dilihat pada Tabel X berikut.
Tabel X. Informasi yang Disertakan pada Wadah Baru
No Informasi yang disertakan
Jumlah Persentase
n = 7 1
Tidak ada informasi 4
58 2
Nomor batch+tanggal kadaluarsa 1
14 3
Tanggal kadaluarsa+aturan pakai 1
14 4
Aturan pakai 1
14 Total
7 100
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, informasi yang harus dicantumkan pada wadah baru sekurang-kurangnya memuat nomor batch
dan tanggal kadaluwarsa. Tabel X menunjukkan bahwa apotek yang mencantumkan nomor batch dan tanggal kadaluwarsa sesuai Kepmenkes
RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 hanya satu apotek 14, selebihnya tidak mencantumkan nomor batch dan tanggal kadaluwarsa
seperti yang telah ditentukan. Pencantuman ini dimaksudkan bilamana terjadi penarikan suatu obat
karena sub standard dan bila apoteker tidak menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan yang
keabsahannya terjamin, maka Surat Izin Apotek yang bersangkutan akan dicabut. Hal ini sesuai dengan pasal 25 Permenkes Nomor 922 tahun 1993.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 juga menyebutkan bahwa semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang
sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan. Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 4 menyebutkan bahwa apotek harus mempunyai ruang
penyimpan obat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua apotek 100 memiliki
tempat penyimpanan khusus untuk obat-obat tertentu. Tempat penyimpanan khusus yang dimaksud dalam penelitian ini contohnya
adalah tempat penyimpanan khusus untuk narkotika pasal 7 Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 dan lemari pendingin yang digunakan untuk
menyimpan obat-obat tertentu yang mudah rusak atau meleleh pada suhu kamar seperti suppositoria, serum dan vaksin pasal 9 Kepmenkes RI
Nomor 278 tahun 1981. Dengan mengetahui adanya tempat penyimpanan khusus di apotek tersebut secara tidak langsung dapat menggambarkan
apakah apotek tersebut memperhatikan kesesuaian dan kelayakan tempat dengan kestabilan obat pada saat penyimpanan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
d. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
72.00 100.00
57.00 43.00
0.00 50.00
100.00 150.00
perencanaan meliputi : pola penyakit+kemampuan masyarakat+budaya masyarakat
pengadaan melalui jalur resmi penyimpanan dalam wadah asli pabrik
informasi yang disertakan pada wadah baru meliputi : tgl kadaluwarsa+nmr batch
Gambar 8. Pelaksanaan
Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainnya
Berdasarkan keterangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan lainnya sebagian besar telah dilaksanakan dengan baik. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya yang
telah dilaksanakan, yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di atas 50, meliputi perencanaan 72, penyimpanan dalam wadah asli pabrik
57 dan pengadaan 100. Namun demikian masih terdapat pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya yang belum
dilaksanakan, yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di bawah 50, meliputi penyertaan informasi pada wadah baru 43 sehingga perlu
ditingkatkan lagi pelaksanaannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
4. Administrasi Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan
bahwa dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi administrasi umum dan
administrasi pelayanan. 1 Administrasi umum
Administrasi umum ini meliputi pencacatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. a. Pencatatan dan pengarsipan transaksi pembelian
Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 13 e menyebutkan bahwa dalam apotek harus tersedia buku pembelian dan penerimaan.
Pencatatan ini bertujuan untuk memperudah proses pengecekan jika terjadi keraguan terhadap obat yang telah dibeli.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua apotek 100 selalu menyertakan buktifaktur pembelian untuk setiap obat yang
mereka pesanbeli dan selalu dicatat dalam buku penerimaan.
b. Pencatatan dan pengarsipan transaksi penjualan Pasal 12 Kepmenkes RI Nomor 280 tahun 1981 menyebutkan
bahwa setiap penjualan harus disertai dengan nota penjualan. Pasal 13 d menyebutkan bahwa dalam apotek harus tersedia blangko faktur
dan blangko nota penjualan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
PENJUALAN DENGAN NOTA
TIDA K 43
YA 57
Gambar 9. Penyertaan FakturNota Penjualan
Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 13 e menyebutkan bahwa
dalam apotek harus tersedia buku penjualan dan penerimaan obat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak setiap transaksi penjualan
selalu dicatat dalam buku penjualan. Namun demikian, walaupun dalam setiap penjualan tidak disertai
fakturnota penjualan, semua apotek 100 selalu mencatat setiap transaksi penjualan yang terjadi.
Adanya fakturnota penjualan bisa menjadi bukti bagi konsumenpembeli terhadap penjual bila suatu saat ada ketidakcocokan
dengan barang yang dibeli. Sedangkan catatan penjualan sangat berguna bagi penjual sebagai laporan terhadap manajemen keuangan
dan juga perdagangan dalam apotek tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
c. Pengeluaran narkotika dan psikotropika Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 13 g menyebutkan
bahwa dalam apotek harus tersedia buku pencatatan obat narkotika dan psikotropika. Pasal 33 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 juga
menyebutkan bahwa apotek wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan pada
pasal 11 Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 disebutkan bahwa apotek wajib membuat laporan berkala mengenai pengeluaran
narkotika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua apotek 100 selalu melakukan pencatatan setiap pengeluaran narkotika dan
psikotropika dalam buku pencatatan narkotika dan psikotropika.
2 Administrasi pelayanan Administrasi pelayanan ini meliputi pengarsipan resep, pengarsipan
cacatan pengobatan pasien dan pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.
a. Pengarsipan resep Pasal 7 Kepmenkes Nomor 280 tahun 1981 menyebutkan bahwa
Apoteker Pengelola Apotek mengatur resep yang telah dikerjakan menurut urutan tanggal dan nomor urut penerimaan resep dan harus
disimpan sekurang-kurangnya selama tiga tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua apotek 100 selalu menyimpan resep
menurut urutan tanggal dan nomor resep.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
b. Medication record Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004
medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien.
CATATAN PENGOBATAN PASIEN
TIDAK 71
YA 29
Gambar 10. Ketersediaan Medication Record
Melalui wawancara lepas kepada beberapa responden, responden mempunyai persepsi yang hampir sama mengenai pengisian
medication record, yaitu catatan pengobatan setiap pasien yang memuat antara lain data pribadi pasien nama, usia, jenis kelamin,
alamat, nomor resep, nama dokter, riwayat obat yang pernah digunakan pasien dan riwayat penyakit pasien. Berdasarkan hasil
wawancara pada salah satu responden yang menyatakan tidak selalu melakukan pengisian medication record, diketahui bahwa pelaksanaan
pengisian medication record hanya dilakukan pada pasien tertentu, yaitu pasien yang lansia dan pasien dengan penyakit tertentu seperti
TBC dan diabetes. Berdasarkan hasil wawancara tersebut terlihat bahwa pemahaman apoteker mengenai medication record sudah sesuai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
dengan Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004, tetapi belum dalam pelaksanaannya.
3 Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian administrasi
100 100.00
57.00 100
100
29.00 50
100
pencatatanpengarsipan pembelian penyertaan buktifaktur penjualan
pencatatan penjualan pencatatan narkotikapsikotropika
pengarsipan resep pelaksanaan pengisian medication record
Gambar 11. Pelaksanaan Kegiatan Administrasi
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian administrasi, meliputi
administrasi umum dan administrasi pelayanan sebagian besar telah dilaksanakan dengan baik. Kegiatan administrasi yang telah dilaksanakan,
yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di atas 50, meliputi pencatatan dan pengarsipan pembelian 100, pencatatan narkotika dan
psikotropika 100, pengarsipan resep 100, pencatatan penjualan 95,65, penyertaan buktifaktur penjualan 57. Namun demikian,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
masih terdapat kegiatan administrasi yang belum dilaksanakan, yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di bawah 50, meliputi pengisian
medication record 29 sehingga perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya.
C. Pelayanan