Pelayanan HASIL DAN PEMBAHASAN

61 masih terdapat kegiatan administrasi yang belum dilaksanakan, yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di bawah 50, meliputi pengisian medication record 29 sehingga perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya.

C. Pelayanan

1. Skrining resep Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 apoteker melakukan skrining resep meliputi persyaratan administratif, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Skrining resep dilakukan dengan tujuan untuk meminimalisasi terjadinya medication error. Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 medication error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah. Medication error yang berusaha diminimalisir melalui skrining resep ini adalah dispensing error yang merupakan lingkup tanggung jawab farmasis. a. Persyaratan administratif Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua apotek 100 selalu melakukan skrining resep persyaratan administratif. Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 persyaratan administratif meliputi : nama, SIP dan alamat dokter; tanggal penulisan resep inscriptio; tanda tanganparaf dokter penulis resep subsciptio; nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien; PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62 nama obat invocatio, potensi, dosis, jumlah yang minta; cara pemakaian yang jelas signature dan informasi lainnya. Pada penelitian ini tidak dijabarkan mengenai persyaratan administratif yang dilakukan karena responden dianggap sudah mengetahui dan memahami mengenai persyaratan administratif beserta cakupannya. b. Kesesuaian farmasetik Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 kesesuaian farmasetik meliputi : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua apotek melakukan skrining resep sesuai Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 sehingga kemungkinan terjadinya medication error relatif kecil. c. Pertimbangan klinis Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 pertimbangan klinis meliputi alergi, efek samping, interaksi, durasi dan jumlah obat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua apotek melakukan skrining resep pertimbangan klinis meliputi alergi, efek samping, interaksi, durasi dan jumlah obat sesuai dengan Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 sehingga kemungkinan terjadinya medication error relatif kecil. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63 e. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian skrining resep. 100.00 100.00 100.00 0.00 50.00 100.00 persyaratan administratif kesesuaian farmasetik meliputi : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara pemberian dan lama pemberian pertimbangan klinis meliputi : alergi, efek samping, interaksi, durasi dan jumlah obat Gambar 12. Pelaksanaan Skrining Resep Berdasarkan keterangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian skrining resep semuanya telah dilaksanakan dengan baik. Pelayanan skrining resep yang telah dilaksanakan, yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di atas 50, meliputi skrining resep persyaratan administratif 100, konsultasi dengan dokter penulis resep 86 skrining resep kesesuaian farmasetik 100 dan skrining resep pertimbangan klinis 100. 2. Penyiapan obat a. Etiket Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 bahwa etiket harus jelas dan dapat dibaca. Etiket yang tidak jelas dapat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64 menyebabkan terjadinya medication error karena pasien salah membacamengartikan apa yang tertulis di etiket, karena itulah maka etiket harus jelas dan dapat dibaca. KELUHAN PASIEN TENTANG ETIKET TIDAK 71 YA 29 Gambar 13. Penerima Keluhan Tentang Etiket Oleh Pasien Gambar menunjukkan bahwa terdapat 71 apotek yang tidak pernah menerima keluhan tentang etiket oleh pasien dan 29 sisanya pernah menerima keluhan tentang etiket oleh pasien karena tidak jelas atau sulit dibaca sehingga dapat menyebabkan terjadinya medication error. b. Pengecekan kesesuaian resep dengan obat Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Menurut UU RI nomer 8 tahun 1999 pasal 7, salah satu kewajiban pelaku usaha adalah menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan atau jasa yang berlaku. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65 Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua apotek 100 selalu melakukan pengecekan terhadap kesesuaian obat dan etiket terhadap resep sebelum diserahkan kepada pasien. Pemeriksaan akhir medication review dilakukan dengan tujuan untuk menghindari terjadinya medication error terutama dispensing error yang merupakan tanggung jawab pihak apoteker. c. Konseling Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 konseling adalah suatu proses komunikasi dua arah yang sistematik antara apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan pengobatan. Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 juga menyebutkan bahwa apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Dalam penelitian ini, peneliti sengaja tidak memberikan batasan mengenai pengertian konseling karena peneliti bermaksud mengetahui kesesuaian antara pemahaman apoteker dengan Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 mengenai pengertian konseling. Melalui wawancara lepas kepada beberapa responden, sebagian besar dari mereka mempunyai pemahaman yang hampir sama mengenai pengertian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66 konseling yaitu konseling adalah proses tanya jawab searah antara pasien dengan apoteker, dimana apoteker hanya menjawab pertanyaan yang diajukan oleh pasien, yang dating kepada mereka. Responden juga berpendapat bahwa konseling dan konsultasi itu mempunyai pengertian yang sama, padahal konseling dan konsultasi mempunyai pengertian yang berbeda. Jika konseling merupakan proses dua arah, konsultasi merupakan proses satu arah dan ada perbedaan status, baik dalam hal pengalaman maupun pengetahuan. Dari sini terlihat bahwa apoteker mempunyai pemahaman yang berbedatidak sesuai dengan yang tertera pada Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004. Namun demikian, walaupun mempunyai pemahaman yang berbeda namun dalam pelaksanaannya apoteker sering melakukan apa yang disebut konseling karena mereka juga menerima masukan dari pasien yang lebih mengetahui keadaan dirinya sendiri dan dari dokter yang menangani pasien tersebut, terutama tentang obat-obatan yang sering mereka konsumsi. Menurut Undang – Undang no. 23 tahun 1992 pasal 53 2 menyatakan bahwa tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak pasien. Kode Etik Apoteker Indonesia pasal 9 menyebutkan bahwa seorang Apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormati hak asasi penderita dan melindungi makhluk hidup insani. Peraturan Pemerintah no. 32 tahun 1996 pasal 22 1 menyebutkan bahwa tenaga kesehatan dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67 melaksanakan tugasnya berkewajiban menghormati hak pasien; menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien; memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan; dan meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilangsungkan. JAM KONSELING SETIAP HARI TIDAK 14 YA 86 Ganbar 14. Penyediaan Jam Konseling Setiap Hari di Apotek Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa untuk penderita penyakit tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. Gambaran mengenai pelaksanaan pemberian konseling secara berkelanjutan dapat dilihat pada Tabel XI berikut. Tabel XI. Pemberian Konseling Secara Berkelanjutan oleh Apoteker No Memberikan konseling secara berkelanjutan Jumlah Persentase n = 7 1 Ya 3 43 2 Tidak 4 57 Total 7 100 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68 Penderita penyakit tertentu seperti yang telah disebutkan membutuhkan jangka waktu pengobatan yang tidak sebentar untuk dapat sembuh dan harus teratur meminum obat yang telah diberikan, karena itulah apoteker seharusnya memberikan perhatian khusus kepada mereka, salah satunya adalah dengan memberikan konseling secara berkelanjutan guna mendukung proses penyembuhan. e. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian penyiapan obat 71,00 100 86,00 43,00 0,00 50,00 100,00 etiket jelasdapat dibaca pengecekan resep sebelum diserahkan jam konseling setiap hari konseling secara berkelanjutan Gambar 15. Pelaksanaan Penyiapan Obat Berdasarkan keterangan, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pelayanan penyiapan obat telah dilaksanakan dengan baik karena memiliki persentase pelaksanaan di atas 50, maliputi pengecekan resep sebelum diserahkan kepada pasien 100, penulisan etiket yang jelas dan dapat dibaca 71, adanya jam konseling setiap hari 86, dan pemberian informasi oleh apoteker kepada pasien 57. Namun demikian hal PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69 mendasar yang belum terlaksana justru keterlibatan apoteker secara langsung dalam penyerahan obat 0 dan juga adanya konseling secara berkelanjutan 43. 3. Promosi, edukasi dan tindak lanjut terapi a. Diseminasi informasi kesehatan Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004, dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leafletbrosur, poster, penyuluhan dan lain-lainnya. Sumber informasi tersebut berasal dari pabrik atau distributor obat, sehingga dalam hal ini apotek hanya sebagai perantara pemberi informasi kepada pasien. Hasil penelitian ditunjukkan dalam gambar 15 berikut ini DISEMINASI KESEHATAN YA 29 TIDAK 71 Gambar 16. Apoteker yang Pernah Melakukan Diseminasi Informasi Kesehatan. b. Tindak lanjut terapi Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat. Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70 pelayanan residensial, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Hasil penelitian ditunjukkan dalam Tabel XII berikut: Tabel XII. Adanya Tindak Lanjut Terapi No Melakukan tindak lanjut terapi Jumlah Persentase n = 7 1 Ya 3 43 2 Tidak 4 57 Total 7 100 Selain melakukan konseling secara berkelanjutan, tindak lanjut terapi dengan kunjungan rumah atau komunikasi dengan telepon merupakan salah satu bentuk perhatian khusus yang seharusnya dilakukan apoteker guna mendukung proses penyembuhan pasien, terutama bagi pasien lansia atau pasien yang karena penyakit yang dideritanya tidak memungkinkan untuk datang dan melakukan konseling secara langsung ke apotek. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71 c. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian promosi, edukasi dan tindak lanjut terapi

29.00 43.00

0.00 50.00 100.00 diseminasi informasi kesehatan tindak lanjut terapi Gambar 17. Pelaksanaan Promosi, Edukasi dan Tindak Lanjut Terapi Berdasarkan keterangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian promosi, edukasi dan tindak lanjut terapi belum dilaksanakan dengan baik karena memiliki persentase dibawah 50 yaitu meliputi diseminasi informasi kesehatan 29 dan pelayanan tindak lanjut terapi 43,48 sehingga perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya.

D. Evaluasi Mutu Pelayanan

Dokumen yang terkait

Kajian pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Gunungkidul.

0 1 175

Kajian pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Bantul.

0 2 159

Pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman periode Oktober-Desember 2006.

0 8 127

Pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di Kota Yogyakarta.

0 0 133

KMK No. 1027 ttg Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek.

0 0 12

Pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di Kota Yogyakarta - USD Repository

0 0 131

Kajian pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Kulon Progo - USD Repository

0 1 131

Pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman periode Oktober-Desember 2006 - USD Repository

0 0 125

Kajian pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Bantul - USD Repository

0 0 157

Kajian pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Gunungkidul - USD Repository

0 0 173