12
2.2. Landasan Teori Ekonomi
2.2.1. Teori Ketimpangan Entropi Theil
Untuk mengukur ketimpangan pendapatan regional bruto provinsi, Ying menggunakan Indeks Entropi Theil. Indeks Entropi Theil tersebut dapat dibagi
atau diurai menjadi dua subindikasi, yaitu ketimpangan regional dalam wilayah dan ketimpangan regional antar wilayah atau regional Ying, 2000. Dengan
menggunakan alat analisis Indeks Entropi Theil akan diketahui ada tidaknya ketimpangan yang terjadi tiap-tiap kabupaten di Jawa Timur. Ying, 2000.
1. Teori Basis dan Non Basis Teori ini dikembangkan berdasarkan teori perdagangan komparatif dari
David Ricardo dan John Stuart Mill dalam Aziz 1999. Dari studi empiric yang dilakukan oleh Pfouts 1960 dalam rangka memisah misalkan sektor-
sektor basis dari yang bukan basis daerah perkotaan ternyata dapat dipergunakan sebagai sarana memperjelas struktur daerah tersebut, dalam
hubungan ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi dalam dua golongan, yaitu: a.
Kegiatan ekonomi industri yang melayani kebutuhan akan barang-barang dan jasa di daerah itu sendiridaerah swasembada maupun mengekspornya
ke tempat-tempat diluar batas-batas perekonomian daerah tersebut. Daerah yang demikian disebut sebagai daerah basis atau daerah surplus.
b. Kegiatan ekonomi atau industri yang hanya melayani kebutuhan barang-
barang dan jasa bagi masyarakat yang bertempat tinggal didalam batas- batas perekonomian daerah tersebut bahkan masih harus mendatangkan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
13 barang kebutuhan tersebut dari tempatdaerah lain karena masih
kekurangan daerah yang demikian ini disebut sebagai daerah non basis atau daerah minus. Untuk menentukan suatu daerah kedalam salah satu
dari kedua golongan tersebut digunakan metode Location Quotien LQ yaitu dengan jalan membandingkan peranan industri tersebut dengan
peranan industri yang sama dalam perekonomian regional. Glason dalam Aziz,1999:63
2. Space Cost
Theory Teori ini dikemukakan oleh Adam Smith dari hasil studi analisis tentang
lokasi industri secara geografi. Dari analisis ia menerapkan suatu pendekatan yang terbukti lebih praktis terhadap berbagia rumusan tentang teori lokasi
industri menurut Adam Smith, lokasi yang paling menguntungkanefisien bagi suatu industri adalah di mana penerimaan total lebih besar dari pada biaya total
atas dasar asumsi maksimilisasi laba dan out put konstan, dan sebaliknya bila biaya total ternyata lebih besar dari biaya penerimaan total, maka lokasi
tersebut adalah merugikantidak efisien. Analisis ini dapat dipergunakan pula untuk menentukan likasi industri dengan memperhitungkan antara faktor biaya
dan pasarpermintaan. Dari segi pasarpermintaan antara lain dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat. Letak industri terhadap bahan mentah, kualitas
dan kuantitas, tenaga kerja, sarana transportasi dan komunikasi faktor lingkungan dan pemerintah pajak dan subsidi.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
14 3. Teori Lokasi Industri
Menurut Weber dalam Sukirno 1991:56 adalah orang pertama yang menggarap teori tentang lokasi industri secara komprehensif. Teori lokasi dari
Weber ini didasarkan dari penerapan teori Von Thunen yang berprinsip bahwa pengusaha akan memilih lokasi yang paling kecil. Untuk itu Weber
mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi lokasi industri atau terbagi dalam dua kelompok yaitu :
c. Regional faktors, yaitu terdiri atas biaya pengangkutan dan tenaga kerja.
d. Local faktors, yaitu kekuatan-kekuatan aglomerasi dan deglomerasi,
terutama letak dan sifat bahan mentah. 4. Teori Tempat Sentral
Teori ini dikenalkan oleh seorang geograf Jerman yang bernama Christaller pada tahun 1933. Ia mengemukakan konsep tentang pembentukan system kota,
dari studi empiric konsep tersebut dikembangkan dari teori-teori yang sudah ada pada waktu itu yakni dari Weber 1909 dan Thunen 1826 dalam Sukirno
1999:58. Dikatakan bahwa kota adalah pusat atau sentralisasi kegiatan dari daerah sekitar yang kemudian disebut sebagai tempat sentral, yang
menghubungkan perdagangan setempat dengan dunia luar. Sistem yang diciptakan didasarkan pada dua faktor lokasi yaitu biaya transfer dan
aglomerasi ekonomi. Menurut Christaller dalam Sukirno;2001 adalah bahwa pusat kota pada
umumnya merupakan pusat daerah yang produktif yang didukung oleh kondisi
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
15 tanah yang produktif karena berbagai jasa penting harus disediakan, dengan
demikian tempat sentral atau pusat kota tersebut bertindak sebagai pusat pelayanan bagi daerah belakangdaerah komplementer yaitu mensuplainya
dengan barang dan jasa. Selanjutnya penduduk kota akan menyebar membentuk hierarki perkotaan yang merupakan sarana yang efisien untuk
administrasi dan alokasi sumber kepada daerah-daerah. Dengan demikian distribusi ruang dari pusat-pusat kota ini akan menimbulkan dominasi dan
polarisasi. 5. Teori Kutub Pertumbuhan
Teori ini dikembangkan berdasarkan teori tempat sentral Christaller 1909. Konsep-konsep dasar dan penyempurnaan serta pengembangan teori ini
dilakukan oleh Perroux,’f, Boudenville, Hanssen, Hermansen, Hirchman dan Myrdal 1967. Dari berbagai tulisan para ahli mengenai kutub pertumbuhan
tersebut, konsep-konsep ekonomi dasar dan perkembangan geogradiknya dapat didefinisikan sebagai berikut Sukirno,2001:59
a. Konsep Leading Industries dan perusahaan-perusahaan propulsip,
menyatakan pada pusat kutub pertumbuhan terdapat perusahaan propulsip yang besar, yang termasuk dalam leading industries yang mendominasi
unit-unit ekonomi lainnya, ada kemungkinan bahwa sesuatu komplek industri hanya terdiri dari satu atau segelintir perusahaan propulsip yang
dominan. Lokasi yang geografik dari industri-industri seperti itu pada titik-titik local tertentu dalam suatu daerah mungkin disebabkan oleh
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
16 beberapa faktor lokasi sumber daya alam, lokasi kemanfaatan-
kemanfaatan buatan manusiakomunikasi atau tempat-tempat sentral berlandaskan kegiatan jasa yang sudah ada, dimana terdapat keuntungan-
keuntungan karena prasarana dan tenaga kerja atau barangkali hanya bersifat kebetulan saja.
b. Konsep polarisasi menyatakan bahwa pertumbuhan yang cepat dari
“Leading Industries” mendorong polarisasi dari unit-unit ekonomi lainnya kedalam kutub pertumbuhan implisit dalam proses polarisasi ini adalah
berbagai macam keuntungan aglomerasi keuntungan ekstern dan intern dari skala. Polarisasi ekonomi ini pasti menimbulkan polarisasi geografik
dengan mengalirnya sumber daya dan konsentrasi ekonomi pada pusat- pusat yang jumlahnya terbatas didalam suatu daerah bahkan kendatipun
lokasi seperti tersebut seringkali tetap berkembang dengan baik karena adanya keuntungan-keuntungan aglomerasi.
c. Konsep “Spread Effect” menyatakan bahwa pada waktunya, kualitas
propulsip dinamik dari kutub pertumbuhan akan memancar keluar dan memasuki uang disekitarnya. “Trickling Down” atau Spread Effect ini
sangat menarik bagi perencanaan regional dan telah memberikan sumbangan besar bagi kepopuleran teori ini pada waktu belakangan ini
sebagai saran kebijaksanaan. Dari konsep ini maka dapatlah disimpulkan sebagai suatu kerangka untuk memahami anatomi regional, teori ini
memberikan suatu pelengkap dinamik yang sangat bermanfaat kepada
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
17 teori tempat sentral dan walaupun mempunyai keterbatasan sangat
berguna bagi perencanaan regional. Teori ini menampilkan banyak konsep yang berorientasi perencanaan. Menekankan kemanfaatan-kemanfaatan
komplek industri, “leading industies”, pertubuhan yang berkutub dan keuntungan-keuntungan aglomerasi dan “Spread Effect” yang
ditimbulkan. Model ini cukup jelas dalam menerangkan pertumbuhan hierarki kota yang menekankan interdependensi antara pusat kota dan
daerah disekitarnya. Dari kondisi ini mungkin akan timbul persaingan antar daerah pelayanan masing-masing Glasson,1997:154-156.
2.2.2. Produk Domestik Regional Bruto PDRB