ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN DI PROPINSI JAWA TIMUR.

(1)

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN TINGKAT

KESEJAHTERAAN DI PROPINSI JAWA TIMUR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan

Diajukan Oleh :

Nina Sartika 0511010146 / FE / EP

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN TINGKAT

KESEJAHTERAAN DI PROPINSI JAWA TIMUR

Yang diajukan

Nina Sartika 0511010146 / FE / EP

Telah Diseminarkan Dan Disetujui Untuk menyusun Skripsi Oleh

Pembimbing Utama

Drs. Ec Marseto DS .Msi. Tanggal : ………

Mengetahui

Ketua Program Studi Manajemen

Drs. Ec Marseto DS.Msi Nip 030 208 489


(3)

BAB VI HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Diskripsi Hasil Penelitian ……… 50 4.1.1 Kondisi Geografis di Jawa Timur ……….. 50 4.1.2 Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Timur Triwulan I tahun 2010 ……….. 51 4.2 Diskripsi Hasil Penelitian ……….. 53 4.2.1 Perkembangan Pendapatan Perkapita,dan Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Kabupaten Jawa Timur ……….. 53

4.2.1.1 Perkembangan Pendapatan Perkapita Di Wilayah Jawa Timur ……….. 53 4.2.1.2 Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Kabupaten Jawa

Timur ……… 55 4.3 Analisis dan Pengujian Hipotesis ……… 57 4.3.1 Analisis Indeks Entropi Theil ………... 58 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ……….. 60 5.2 Saran ……… 61 DAFTAR PUSTAKA


(4)

ABSTRAKSI

.

Indeks Entropi Theil Kota madya dan kabupaten di jawa Timur tahun 2004 sampai 2008 rata-rata mengalami kenaikan dan tidak ada hubungan tetapi cukup kuat antara Indeks Entropi Teil dan Pertumbuhan ekonomi. (0,611)

. Indeks Entropi Theil di Kota madia secara rata-rata mengalami kenaikan dan hungannya dengan pertumbuhan ekonomi tidak ada hungan (0,171). Ini artinya pendapatan perkapita terjadi kesenjangan dan pendapatan perkapita tidak ada hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi di kota madya

MalangIndeks Entropi Theil di Kota madia pada dasarnya mengalami peningkatam dapa tahun 2004 sampai 2008 artinya kesenjangan semakin sempit dan hungannya dengan pertumbuhan ekonomi tidak ada hubungan Pendapatan perkapita

Indeks Etropi Thei di kata madia madiun rata-rata makin meningkat dari tahun 2004 sampai tahun 2008 dan hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi ada hubungan dengan tingkat kesejahteraan sehingga kesenjangannya semakin kecil dalam pembagian pendapatan per kapita.

Indeks Entropi Theil di kabupaten di jawa timur madia dari tahun 2004 sampai tahun 2008 mengalami peningkatan ini arinya bahwa pertumbuhan ekonomi di kabupaten-kabupaten di Jawa Timur tidak dapat menyentuh pendapatan perkapita masyarakat.

Jadi secara umum di 5 kota madia dan 28 kabupaten di jawa timur ini rata-rata kesenjangannya semakin melebar.


(5)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tujuan pembangunan adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu wilayah dengan kesejahteraan masyarakat ini, maka dapat di perkecil ketimpangan pembagian pendapatan baik antara masyarakat suatu wilayah maupun ketimpangan antar daerah, sehingga kemakmuran masyarakat daerah tersebut di harapkan bisa merata.

Pembangunan daerah salah satunya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah sehingga dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan maka di harapkan pembangunan di daerah tersebut merata dengan perencanaan pembangunan, daerah yang efektif dan efisien maka di harapkan tercapainya kemandirian daerah dan kemajuaan ekonomi yang merata di seluruh peloksok Indonesia.

Dalam berbagai alinie analisis dan penelitian mengenai kegiatan ekonomi dr berbagai daerah baik perkotaan dan pedesaan maka daerah ini di bagi menjadi tiga pengertian yaitu daerah atau suatu ruang di mana batas-batas daerah satu dengan yang lain mempunyai batas selanjutnya daerah yang tidak mempunyai batas tetapi sebagai fungsi daerah yang lain, seperti yang dikatakan oleh Allen dan Mac lellan dalam ( Arsyad 1999 : 47 ) “Perbatasan diantara berbagai daerah di tentukan oleh tempat-tempat dimana pengaruh dari satu atau


(6)

beberapa pusat-pusat kegiatan ekonomi digantikan dengan pengaruh pusat dari daerah lainya “.

Daerah nodal adalah daerah yang di batasi, menurut pengertian diatas adalah daerah nodal, sedangkan pengertian dari daerah homogen adalah daerah dimana terdapat persamaan sifat ekonomi dan pendapatan penduduk, agama, suku bangsa dan sebagainya, sedangkan untuk daerah administratif adalah daerah-daerah yang mempunyai wewenang dari masing-masing kepala daerah contoh seperti daerah, kabupaten dan kodya.

Dalam menganalisa mengenai proses pembangunan akan bertambah lengkap apabila memperhatikan juga corak kegiatan ekonomi ditinjau dari sudut penyebaranya keberbagai daerah. Betapa pentingnya memperhatikan corak lokasi kegiatan ekonomi apabila menganalisa mengenai suatu perekonomiaan hal ini sesuai dengan pendapat Friedman dan Alonso : “tanpa melihat dari sudut ruang analisa masih belum sempurna, dapatlah di misalkan seperti proyeksi dua dimensi dari suatu benda yang memepunyai tiga dimensi. Suatu negara mempunyai peta bumi ekonomi dengan puncak-puncak dan lembah-lembah dengan daerah-daerah yang padat dengan kehidupan daerah-daerah yang ditinggalkan, keputusan mengenai di mana akan melaksanakan suatu proyek baru adalah sama pentingnya dengan keputusan untuk menginvestasi dalam proyek tersebut. Masalah-masalah yang berhubungan dengan keadilan sosial dalam mendistribusikan hasil pembangunan ekonomi adalah sama


(7)

pentingnya dan sama sukanya dipandang dari segi golongan masyrakatnya”. (Bintoro;2001: 21)

Pernyataan diatas dengan jelas menunjukan bahwa analisa ekonomi regional pada hakekatnya membahas mengenai kegiatan perekonomian ditinjau dari segi sudut penyebaran kegiatan ekonomi ke berbagai lokasi dalam suatu economic space atau ruang ekonomi tertentu misalnya dalam sutu negara atau sutu propinsi. Tetapi disamping itu analisa ekonomi regional melibatkan dirinya pula dalam menganalisa ekonomi suatu daerah ditinjau secara sektoral dan makro. Daerah tersebut dapat berupa suatu propinsi, satu daerah khusus tertentu atau satu kota besar yang pembangunannya akan digalakkan. Analisa mengenai perekonomian kota besar merupakan suatu cabang khusus dari analisaekonomi regional dan dikenal sebagai analisa urban/urbaneconomic. Menaganalisa perekonomian daerah merupakan pekerjaan yang lebih sulit kalau dibandingkan dengan menganalisa perekonomian nasional. Keadaan demikian timbul karena, pertama data mengenai daerah sangat terbatas sekali, apalagi kalau daerah-daerah dibedakan berdasarkan pengertian daerah nodal. Dengan data yang sangat terbatas tersebut, sukar untuk menggunakan metode yang telah dikembangkan dalam memberikan gambaran mengenai perekonomian suatu daerah. Ke-dua, data yang di perlukan dalam analisa daerah karena data yang dikumpulkan tersebut kebanyakan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan data untuk analisa ekonomi pada tingkat nasional. Menentukan aliran modal dan perdagan suatu daerah kedaerah-daerah lainya


(8)

merupakan stu contoh dari aspek-aspek yang dikemukakan ini. Juga dalam analisa mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah dari masa ke masa, tulisan yang ada dapat dibedakan diantara teori-teori mengenai masalah ekonomi dan pembangunan derah yang dipinjam dari teori yang ada mengenai perekonomian nasional yang kemudian disesuaikan dengan keadaan daerah, dan teori yang khusus dikembangkan untuk menganalisa masalah ekonomi dan pembangunan daerah. (Praseetyo; 1999:47)

Dengan berbagai pendekatan itu, pembangunan nasional dengan pembangunan daerah telah mencatat kemajuan yang berarti. Namun dalam kenyataannya ada perbedaan cukup tajam antara kemajuan suatu daerahpertumbuhan ekonomi secara keseluruhan yang dihitung dari produk Domestik Bruto, merupakan rata-rata tertimbang dari tingkat pertumbuhan sektoralnya. Artinya apabila sebuah sektor mempunyai kontribusi besar dan pertumbuhannya terlambat, maka hal ini akan menghambat tingkat perekonomian secara keseluruhan, sebaliknya apabila sebuah sektor mempunyai kontribusi yang besar terhadap totalitas perekonomian, sehingga bila sektor tersebut mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi, maka sektor tersebut akan dapat menjadi lokomotif pertumbuhan yang secara total sehingga menjadi tingkat pertumbuhannya menjadi besar bagi sebuah daerah.

Pertumbuhan ekonomi menjadi barometer dalam keberhasilan program pembangunan suatu negara. Oleh karena itu kekuatan terpenting


(9)

yang mendorong kenaikan standar kehidupan jangka panjang adalah pertumbuhan eknomi.

Nilai pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur setiap tahunnya rata-rata mengalami peningkatan, pada tahun 2000 petumbuhan ekonomi di Jawa Timur mencapai 3,26 % pada tahun 2001 meningkat menjadi 3,34 % pada tahun 2002 nilainya menjadi 3,01 % pada tahun 2003 nilainya sebesar 4,78 % pada tahun 2004 nilainya sebesar 5,83 % dan pada rahun 2005 pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur mencapai 6,98 %. (Lipsey, 1992 : 296 – 299 )

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses kerja antara Pemerintah Daerah dan masyarakatnya dalam mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara Pemerintah Daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan nerangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999;Blakely;1989). Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi, dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor.

Propinsi Jawa Timur yang merupakan propinsi yang paling banyak di Indonesia yang mempunyai beberapa daerah tingkat II, yang mempunyai potensi yang berbeda-beda. Ada yang berpotensi sektor pertanian, industri, pertambangan, dan lain-lain. Maka pembagian pendapatan tiap daerah tidak merata, ada yang timpang ada yang tidak timpang. Berdasarkan kondisi ini


(10)

maka peneliti akan meneliti ketimpangan antar daerah di propinsi Jawa Timur dan dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi antar daerah tingkat II.

1.2. Perumusan Masalah

Berkaitan dengan uraian pada latar belakang masalah tersebut diatas maka masalah yang dapat dirumuskan adalah:

1. Daerah-daerah manakah yang mempunyai ketimpangan makin lama makin besar?

2. Apakah ketimpangan pembagian pendapatan mempunyai pengaruh pertumbuhan ekonomi antar daerah di Jawa Timur.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang hendak dicapai peneliti ini adalah untuk mengetahui hubungan ketimpangan pertumbuhan ekonomi antar daerah di Jawa Timur.

1.4. Manfaat Penelitian

Bedasarkan hasil penelitian tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan dalam berbagai pihak.

1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan informasi ilmiah dan bahan pertimbangan bagi pihak yang terkait dan calon peneliti selanjutnya. Baik untuk penelaah lebih lanjut maupun sebagai bahan perbandingan.


(11)

2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan instansi-instansi yang terkait dalam mengambil kebijaksanaan yang berhubungan dengan pengembangan daerah.


(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan masalah ekonomi regional pernah disampaikan oleh :

A. Iqomadin (1999;ix) dengan judul penelitian, “Analisa Ekonomi Regional Disatuan Wilayah Pembangunan I Gerbang Kertasusila Penerapan Teori Basis Ekonomi Tahun 1993-1996”, dengan hasil penelitian menggunakan analisa

Location Quotien dan Analisa Shit Share dapat disusun skala prioritas sebagai berikut : prioritas pertama dengan lokasi pengembangan sebagai berikut ; sektor industri pengolahan di Gresik dan Sidoarjo, sektor Listrik, Air, Gas, dan Air bersih di Kabupaten dan Kotamadya Mojokerto. Prioritas kedua dengan lokasi pengembangan sebagai berikut ; sektor pertambangan dan penggalian di Kabupaten Gresik dan Kabupaten Mojokerto, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi Surabaya , sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan di Surabaya. Prioritas ketiga dengan lokasi pengembangan sebagai berikut :sektor pertanian di Kabupaten Gresik, sektor jaa-jasa di Kabupaten Mojokerto, Kotamadya Mojokerto, Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Bangkalan.

B. Prasodjo (1998:viii) dengan judul penelitian, “Peranan Pemerintah Pusat Untuk Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah Tingkat I Propinsi


(13)

Jawa Timur Tahun 1990-1991”, dengan hasil penelitian sebagai berikut: hasil analisa regresi sederhana Double log, dapat disimpulkan bahwa ; Pengeluaran pemerintah pusat ke daerah tingkat I Propinsi Jawa Timur dan Investasi swasta ternyata mempunyai peranan penting terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Timur, hal tersebut dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,79 yang berarti kontribusi dari total pengeluaran pemerintah pusat di daerah yang berbentuk bantuan Daerah Tingkat I dan alokasi dan sektoral ditambah dengan investasi swasta yang berupa penanaman modal asing sebesar 79%, ini menunjukkan bahwa peranan pengeluaran pemerintah pusat dan investasi swasta di Jawa Timur masih diatas 50%. Perbedaan penelitian yang sekarang dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah pada wilayah yang diambil untuk penelitian, apabila penelitian terdahulu lebih banyak terfokus pada Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) I sedangkan untuk penelitian kali ini wilayah yang diambil adalah Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) IV yang meliputi ; Kotamadya Pasuruan, kabupaten Pasuruan, Kotamadya Malang, Kabupaten Malang.

C. Sophiyani (1999:x) dengan judul penelitian, ”Implementasi Pembangunan Daerah Tingkat I Dalam Kaitan Pengembangan Perwilayahan Pembangunan Di Suatu Wilayah Pembangunan VIII Madiun”, dengan menggunakan analisa

Location Quotien dan Indeks Fungsional Wilkinson dapat ditarik kesimpulan : pertama, sektor pertanian secara umum sektor ini menjadi corak bagi perekonomian seluruh daerah dan berperan sangat menonjol terhadap PDRB


(14)

di Daerah kesatuan Wilayah Pembangunan VIII Madiun (IFS 0,33). Kedua, sektor perdagangan, hotel dan restoran secara umum menjadi corak bagi perekonomian seluruh Daerah Tingkat I di satuan Wilayah Pembangunan VIII Madiun (IFS 0,33).

D. Dewi (1998,ix) dengan judul penelitian, “ Peranan Industri Di Satuan Wilayah Pembangunan I Gerbangkertasusila Dalam Rangka Menunjang Pertumbuhan Industri Jawa Timur”. Dengan menggunakan analisa Location Quotien dan

Indeks Fungsional Wilkinson dapat ditarik kesimpulan : pertama, sektor industri di satuan wilayah pembangunan I Gerbangkertasusila ternyata mampu memberikan sumbangan terbesar pada Produk Domestik Regional Bruto Jawa Timur. Hal ini terlihat selama tahun 1991-1995 berdasarkan Location Quotien

dan Indeks Fungsional sektoral. Predikat yang melekat pada Satuan Wilayah Pembangunan I Gerbangkertasusila berdasarkan indeks sektoral adalah sektor industri perdagangan. Kedua, sektor industri terkonsentrasi di kabupaten Gresik, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Gresik, Surabaya/Satuan Wilayah Pembangunan I Gerbangkertasusila. Kabupaten Pasuruan, Malang/Satuan Wilayah Pembangunan VI Malang – Pasuruan dan Kotamadya Kediri/Satuan wilayah Pembangunan VII Kediri dan sekitarnya. Keberadaan industri didaerah tersebut sangat ditunjang oleh adanya sarana dan prasarana, baik yang disediakan oleh pemerintah maupun swasta, seperti kawasan industri


(15)

Gresik, kawasan industri Tandes, kawasan industri Rungkut, kawasan industri Sidoarjo

E. Listyowati (1999:xi), dengan judul penelitian “Analisis Aspek-Aspek

Aglomerasi Ekonomi Di Surabaya”, dengan menggunakan metode atau pendekatan lokasional serta pendekatan biaya friksi spasial, dapat disimpulkan ; Pertama, kota Surabaya mengalami perkembangan yang tidak seimbang diberbagai wilayah dengan adanya aglomerasi penduduk dan kegiatan ekonomi ditengarai sudah terbentuk sejak masa penjajahan, atau dengan kata lain bahwa aglomerasi yang tejadi saat ini merupakan warisan dari pemerintah kolonial yang pernah menjajah di Surabaya dalam kurun waktu yang cukup lama. Kedua, penebaran yang tidak merata terlihat pada kawasan-kawasan di pusat kota atau yang dekat dengan pusat kota dimana kawasan kota ini dipadati baik oleh penduduk maupun kegiatan usaha. Sebaliknya kawasan-kawasan dipinggiran kota, khususnya dibagian timur dan barat kota jumlah penduduk dan kegiatan ekonominnya masih jarang.

Perbedaan penelitian yang dilakukan peneliti terdahulu dengan penelitian ini adalah secara mendasar terletak pada obyek dan sumber data, di mana pada penelitian saya, obyek dan sumber data lebih fokus ke daerah setingkat kecamatan di Daerah Kabupaten Gresik, sedangkan penelitian terdahulu hanya sebatas kabupaten saja.


(16)

2.2. Landasan Teori Ekonomi

2.2.1. Teori Ketimpangan Entropi Theil

Untuk mengukur ketimpangan pendapatan regional bruto provinsi, Ying menggunakan Indeks Entropi Theil. Indeks Entropi Theil tersebut dapat dibagi atau diurai menjadi dua subindikasi, yaitu ketimpangan regional dalam wilayah dan ketimpangan regional antar wilayah atau regional (Ying, 2000). Dengan menggunakan alat analisis Indeks Entropi Theil akan diketahui ada tidaknya ketimpangan yang terjadi tiap-tiap kabupaten di Jawa Timur. (Ying, 2000).

1. Teori Basis dan Non Basis

Teori ini dikembangkan berdasarkan teori perdagangan komparatif dari David Ricardo dan John Stuart Mill dalam Aziz (1999). Dari studi empiric yang dilakukan oleh Pfouts (1960) dalam rangka memisah misalkan sektor-sektor basis dari yang bukan basis daerah perkotaan ternyata dapat dipergunakan sebagai sarana memperjelas struktur daerah tersebut, dalam hubungan ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi dalam dua golongan, yaitu:

a. Kegiatan ekonomi industri yang melayani kebutuhan akan barang-barang dan jasa di daerah itu sendiri/daerah swasembada maupun mengekspornya ke tempat-tempat diluar batas-batas perekonomian daerah tersebut. Daerah yang demikian disebut sebagai daerah basis atau daerah surplus.

b. Kegiatan ekonomi atau industri yang hanya melayani kebutuhan barang-barang dan jasa bagi masyarakat yang bertempat tinggal didalam batas-batas perekonomian daerah tersebut bahkan masih harus mendatangkan


(17)

barang kebutuhan tersebut dari tempat/daerah lain karena masih kekurangan daerah yang demikian ini disebut sebagai daerah non basis atau daerah minus. Untuk menentukan suatu daerah kedalam salah satu dari kedua golongan tersebut digunakan metode Location Quotien (LQ) yaitu dengan jalan membandingkan peranan industri tersebut dengan peranan industri yang sama dalam perekonomian regional.

(Glason dalam Aziz,1999:63) 2. Space Cost Theory

Teori ini dikemukakan oleh Adam Smith dari hasil studi analisis tentang lokasi industri secara geografi. Dari analisis ia menerapkan suatu pendekatan yang terbukti lebih praktis terhadap berbagia rumusan tentang teori lokasi industri menurut Adam Smith, lokasi yang paling menguntungkan/efisien bagi suatu industri adalah di mana penerimaan total lebih besar dari pada biaya total atas dasar asumsi maksimilisasi laba dan out put konstan, dan sebaliknya bila biaya total ternyata lebih besar dari biaya penerimaan total, maka lokasi tersebut adalah merugikan/tidak efisien. Analisis ini dapat dipergunakan pula untuk menentukan likasi industri dengan memperhitungkan antara faktor biaya dan pasar/permintaan. Dari segi pasar/permintaan antara lain dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat. Letak industri terhadap bahan mentah, kualitas dan kuantitas, tenaga kerja, sarana transportasi dan komunikasi faktor lingkungan dan pemerintah (pajak dan subsidi).


(18)

3. Teori Lokasi Industri

Menurut Weber dalam Sukirno (1991:56) adalah orang pertama yang menggarap teori tentang lokasi industri secara komprehensif. Teori lokasi dari Weber ini didasarkan dari penerapan teori Von Thunen yang berprinsip bahwa pengusaha akan memilih lokasi yang paling kecil. Untuk itu Weber mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi lokasi industri atau terbagi dalam dua kelompok yaitu :

c. Regional faktors, yaitu terdiri atas biaya pengangkutan dan tenaga kerja. d. Local faktors, yaitu kekuatan-kekuatan aglomerasi dan deglomerasi,

terutama letak dan sifat bahan mentah. 4. Teori Tempat Sentral

Teori ini dikenalkan oleh seorang geograf Jerman yang bernama Christaller pada tahun 1933. Ia mengemukakan konsep tentang pembentukan system kota, dari studi empiric konsep tersebut dikembangkan dari teori-teori yang sudah ada pada waktu itu yakni dari Weber (1909) dan Thunen (1826) dalam Sukirno (1999:58). Dikatakan bahwa kota adalah pusat atau sentralisasi kegiatan dari daerah sekitar yang kemudian disebut sebagai tempat sentral, yang menghubungkan perdagangan setempat dengan dunia luar. Sistem yang diciptakan didasarkan pada dua faktor lokasi yaitu biaya transfer dan aglomerasi ekonomi.

Menurut Christaller dalam Sukirno;(2001) adalah bahwa pusat kota pada umumnya merupakan pusat daerah yang produktif yang didukung oleh kondisi


(19)

tanah yang produktif karena berbagai jasa penting harus disediakan, dengan demikian tempat sentral atau pusat kota tersebut bertindak sebagai pusat pelayanan bagi daerah belakang/daerah komplementer yaitu mensuplainya dengan barang dan jasa. Selanjutnya penduduk kota akan menyebar membentuk hierarki perkotaan yang merupakan sarana yang efisien untuk administrasi dan alokasi sumber kepada daerah-daerah. Dengan demikian distribusi ruang dari pusat-pusat kota ini akan menimbulkan dominasi dan polarisasi.

5. Teori Kutub Pertumbuhan

Teori ini dikembangkan berdasarkan teori tempat sentral Christaller (1909). Konsep-konsep dasar dan penyempurnaan serta pengembangan teori ini dilakukan oleh Perroux,’f, Boudenville, Hanssen, Hermansen, Hirchman dan Myrdal (1967). Dari berbagai tulisan para ahli mengenai kutub pertumbuhan tersebut, konsep-konsep ekonomi dasar dan perkembangan geogradiknya dapat didefinisikan sebagai berikut (Sukirno,2001:59)

a. Konsep Leading Industries dan perusahaan-perusahaan propulsip, menyatakan pada pusat kutub pertumbuhan terdapat perusahaan propulsip yang besar, yang termasuk dalam leading industries yang mendominasi unit-unit ekonomi lainnya, ada kemungkinan bahwa sesuatu komplek industri hanya terdiri dari satu atau segelintir perusahaan propulsip yang dominan. Lokasi yang geografik dari industri-industri seperti itu pada titik-titik local tertentu dalam suatu daerah mungkin disebabkan oleh


(20)

beberapa faktor lokasi sumber daya alam, lokasi kemanfaatan-kemanfaatan buatan manusia/komunikasi atau tempat-tempat sentral berlandaskan kegiatan jasa yang sudah ada, dimana terdapat keuntungan-keuntungan karena prasarana dan tenaga kerja atau barangkali hanya bersifat kebetulan saja.

b. Konsep polarisasi menyatakan bahwa pertumbuhan yang cepat dari “Leading Industries” mendorong polarisasi dari unit-unit ekonomi lainnya kedalam kutub pertumbuhan implisit dalam proses polarisasi ini adalah berbagai macam keuntungan aglomerasi (keuntungan ekstern dan intern dari skala). Polarisasi ekonomi ini pasti menimbulkan polarisasi geografik dengan mengalirnya sumber daya dan konsentrasi ekonomi pada pusat-pusat yang jumlahnya terbatas didalam suatu daerah bahkan kendatipun lokasi seperti tersebut seringkali tetap berkembang dengan baik karena adanya keuntungan-keuntungan aglomerasi.

c. Konsep “Spread Effect” menyatakan bahwa pada waktunya, kualitas propulsip dinamik dari kutub pertumbuhan akan memancar keluar dan memasuki uang disekitarnya. “Trickling Down” atau Spread Effect ini sangat menarik bagi perencanaan regional dan telah memberikan sumbangan besar bagi kepopuleran teori ini pada waktu belakangan ini sebagai saran kebijaksanaan. Dari konsep ini maka dapatlah disimpulkan sebagai suatu kerangka untuk memahami anatomi regional, teori ini memberikan suatu pelengkap dinamik yang sangat bermanfaat kepada


(21)

teori tempat sentral dan walaupun mempunyai keterbatasan sangat berguna bagi perencanaan regional. Teori ini menampilkan banyak konsep yang berorientasi perencanaan. Menekankan kemanfaatan-kemanfaatan komplek industri, “leading industies”, pertubuhan yang berkutub dan keuntungan-keuntungan aglomerasi dan “Spread Effect” yang ditimbulkan. Model ini cukup jelas dalam menerangkan pertumbuhan hierarki kota yang menekankan interdependensi antara pusat kota dan daerah disekitarnya. Dari kondisi ini mungkin akan timbul persaingan antar daerah pelayanan masing-masing (Glasson,1997:154-156).

2.2.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

a.Menurut Sukirno (2001:165) Produk Domestik Bruto didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah bruto dari semua sektor dan diperoleh dari sebagaian selisih antara nilai bruto yang dinilsi atas dasar harga konstan yang diterima oleh produsen dikurangi pemakaian bahan baku dan penolong yang dininai atas dasar pembelian.

b. Gross Domestik Bruto adalah nilai barang jadi yang diproduksi dalam negeri (Doembusch dan fisher, 1992:30).

c.Menurut Rosyidi (1997:203), salah satu pengukuran Produk Domestik Bruto, dengan menghitung seluruh pengeluaran untuk penelitian barang dan jasa yang dihasilkan oleh Negara yang bersangkutan yaitu :


(22)

b. Konsumsi pemerintah

c. Investasi Pemerintah dan swasta d. Ekspor barang dan jasa

e. Impor barang dan jasa

d. GDP (Gros Domestik Bruto), merupakan cara untuk mengukur output total menurut harga faktor produksi di dalam negeri dengan cara menjumlahkan nilai tengah dari setiap industri(Lipsey,dkk, 1992:50)

e.Produk Domestik Bruto adalah jumlah barang dan jasa akhir kali harga sebagai alat produksi barang dan jasa suatu Negara ditmbah dengan hasil produksi barang dan jasa dan perusahaan asing (Partadireja, 1982:50)

f.Menurut Suparmoko (1991:205) yang dimaksud dengan permintaan agregat (output total) adalah jumlah barang dan jasa yang akan dibeli oleh konsumen perusahaan dan pemerintah, pada tingkat harga tertentu pendapatan tertentu serta variable-variabel tertentu, pendapatan tertentu serta variable ekonomi lainnya

g.Produk Domestik Regional Bruto adalah nilai total produksi barang dan jasa yang diproduksi diwilayah regional tertentu dalam waktu tertentu/biasanya satu tahun. (Anonim 1995:1)

2.2.3. Pendekatan Perhitungan Produk Domestik Bruto

Cara perhitungan Produk Domestik Regional Bruto dapat diperoleh melalui tiga pendekatan yaitu pendekatan produksi, pendekatan Pendapatan, pendekatan pengeluaran yang selanjutnya dijelakan berikut :


(23)

A.Menurut Pendekatan Produksi

PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi disuatu wilayah dalam jangka waktu tertentu/satu tahun.

Unit-unit produksi tersebut didalam penyajiannya dikelompokkan menjadi 9 sektor lapangan usaha yaitu :

a). Pertanian

b). Pertambangan dan Penggalian c). Industri pengolahan

d). Listrik, Gas dan air bersih e). Konstruksi

f). Perdagangan, Hotel danRestoran g). Pengankutan Dan Komunikasi

h). Jasa Keuangan, Persewaan, dan jasa Perusahaan i). Jasa-jasa.

B.Menurut Pendekatan Pengeluaran

PDRB Produk Domestik Regional Bruto adalah penjumlahan semua komponen permintaan akhir yaitu :

a. Pengeluaran Konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung.

b. Konsumsi Pemerintah.


(24)

d. Perubahan stok.

e. Ekspor netto dalam jangka waktu tertentu biasanya satu tahun. C.Menurut Pendekatan Pendapatan

Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yang ikut srta dalam proses produksi disuatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan. Semua hitungan tersebut sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian Produk Domestik Regional Bruto, kecuali faktor pendapatan, termasuk semua komponen penyusutan dan pajak tak langsung netto. Jumlah semua komponen pendapatan ini menurut sektor disebut sebagai nilai tambah bruto sektoral. Produk Domestik Bruto merupakan nilai tambah bruto seluruh sektor/lapangan usaha. Dari tiga pendekatan perhitungan tersebut, secara seyogyanya jumlah pengeluaran tadi harus sama dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor produksinya. Selanjutnya Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga pasar, karena mencakup komponen pajak tidak langsung (Anonim, 1995:3).

2.2.4. Produk Domestik Regional Bruto per Kapita

Bila Produk Domestik Regional Bruto dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun yang tinggal di wilayah ini, maka akan


(25)

diperoleh suatu Produk Domestik Regional Bruto per kapita (Anonim,1995:4)

a. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan

Angka-angka pendapatan Regional atas dasar harga konstan 1993 sangat penting untuk melihat perkembangan riil dari tahun ketahun bagi setiap agregat ekonomi yang diamati. Agregat yang dimaksud tersebut dapat merupakan produk domestik regional bruto secara keseluruhan, nilai tambah sektoral/ Produk Domestik Regional Bruto sektoral ataupun komponen penggunaan produk domestik regional bruto. Pada dasarnya dikenal empat cara untuk memperoleh nilai tambah sektor atas dasar harga konstan, yaitu :

b. Revaluasi

Cara ini dilakukan dengan menilai produksi dan biaya antara masing-masing tahun dengan harga pada tahun dasar 1993. Hasilnya merupakan output dan biaya antara atas dasar harga konstan 1993. Selanjutnya nilai tambah bruto atas dasar harga konstan diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara atas dasar harga konstan 1993. Dalam praktek sangat sulit melakukan revaluasi terhadap biaya antara yang digunakan, karena mencakup komponen input yang sangat beragam, disamping data harga yang tersedia tidak dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut. Oleh karena itu biaya antara atas dasar harga konstan masing-masing tahun


(26)

dengan rasio (tetap) biaya antara terhadap output pada tahun dasar atau dengan rasio biaya antara terhadap output terhadap tahun berjalan.

c. Ekstrapolasi

Nilai tambah masing-masing tahun atas dasar harga konstan 1993 diperoleh dengan cara mengalikan nilai tambah pada tahun dasar 1993 dengan indeks ini bertindak sebagai ekstrapolasi yang dapat merupakan indeks dari masing-masing kuantum produksi yang dihasilkan ataupun indeks dari berbagi indicator kuantum produksi produksi lainnya seperti tenaga kerja, jumlah perusahaan yang dianggap cocok dengan jenis kegiatan yang sedang dihitung. Ekstrapolator dapat juga dilakukan terhadap output atas dasar harga konstan, kemudian dengan menggunakan rasio nilai tambah terhadap output akan diperoleh perkiraan nilai tambah atas dasar harga konstan.

d. Deflasi

Nilai tambah atas dasar harga konstan 1993 dapat diperoleh dengan cara membagi nilai tambah atas dasar harga berlaku pada masing-masing tahun dengan indeks harga. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator biasanya merupakan indeks harga konsumen. Tergantung indeks mana yang dianggap lebih cocok. Indeks harga tersebut dapat pula pakai sebagai inflator, yang berarti nilai tambah atas dasar harga yang berlaku diperoleh dengan mengalikan nilai tambah atas dasar harga konstan dengan indeks tersebut.


(27)

e. Deflasi berganda

Dalam deflasi berganda ini, dideflasikan adalah output dari biaya antara, sedangkan nilai tambah diperoleh dari selisih antara output antara hasil pendeflasian tersebut. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator biasanya merupakan indeks harga produsen atas harga perdagangan besar sesuai dengan cakupan komoditinya, sedangkan indeks harga untuk biaya antara adalah indeks harga dari komponen input besar. Dalam kenyataanya, sangat sulit melakukan deflasi terhadap biaya antara, disamping karena komponennya terlalu banyak, juga karena sulit dicari indeks harga yang cukup mewakili sebagai deflator. Oleh karena itu didalam perhitungan nilai tambah atas dasar harga konstan, deflasi berganda ini belum banyak dipakai, termasuk dalam publikasi ini.

Perhitungan komponen penggunaan produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan juga dilakukan dengan menggunakan cara-cara diatas, tetapi mengingat terbatasnya data yang tersedia maka cara deflasi dan ekstrapolasi lebih banyak dipakai.

f. Pergeseran Tahun Dasar Perubahan Klasifikasi Sektor

Berdasarkan data historis, harga satuan maupun produksi atau indicator produksi yang digunakan untuk perhitungan Produk Domestik Regional Bruto mengalami perubahan tiap tahun. Hal ini menyebabkan sumbangan nilai tambah setiap sektor terhadap Produk Domestik Regional Bruto akan berubah juga. Jika perubahan secara sektoral menunjukkan angka-angka


(28)

yang proporsional maka sumbangan terhadap PDRB akan berubah juga dan akan relative sama dari tahun ke tahun. Akan tetapi boleh dikatakan bahwa fenomena tersebut jarang sekali terjadi, biasanya perkembangan setiap sektor tidak proporsional, misalnya beberapa sektor tertentu melajudengan cepat sedangkan sektor lainnya relative lamat. Akhirnya dalam jangka panjang sumbangan setiap sektor akan berubah secara nyata/signifikan. Perubahan ini dikenal dengan perubahan struktur ekonomi. Dalam keseharian, berubahan ekonomi menarik banyak pakar dan perencanaan ekonomi karena berarti juga bahwa dasar/base komposisi sektoral yang dianggap tulang punggung perekonomian harus ditinjau kembali. Demikian juga perekonomian ini menjadi faktor-faktor penentu dalam menilai prestasi-prestasi suatu negara, bangsa atau wilayah.(Anonim,1995:27).

g. Latar Belakang Perubahan Tahun Dasar

Landasan pemikiran dalam melakukan perubahan tahun dasar tersebut dapat diekspresikan dalam dua alasan pokok sebagi berikut :

1. Struktur ekonomi selama 10 tahun telah berubah dengan drastis sehingga kurang relevan jika prestasi dan perkembangan ekonomi masih dihitung berdasarkan cerimanan struktur yang lama. Perubahan struktur, seperti yang telah bisebut, ditandai dengan perubahan dominasi sektoral yang sebelumnnya berada pada sektor pertanian menjadi sektor industri sekarang ini.


(29)

2. Beberapa sektor mengalami perubahan data-data dasar, misalnya cakupan komoditi dan kegiatan sebelumnya hanya ditampung dalam besaran mark-up yang sudah tidak mewakili lagi. Perubahan kegiatan ini telah diantisipasi sebelumnya tetapi belum diakomodasikan dalam perhitungan nilai tambah bruto karena jika dimasukkan hasilnya dapat mengakibatkan pertumbuhan yang melonjak pada tahun dimana kegiatan tersebut dimasukkan. Untuk itu perubahan tahun dasar merupakan kesempatan yang baik untuk melakukan beberapa perbaikan data dasar dan juga perbaikan metode perhitungan.(Anonim,1995:28)

Sejalan dengan pergeseran tahun dasar dari Produk Domestik Regional Bruto yang telah dilakukan dalam lingkup nasional. Kantor Statistik Propinsi Jawa Timur melakukan pergeseran tahun dasar Produk Domestik Regional Bruto dari tahun 1983. Keseragaman tahun dasar Produk Domestik Regional Bruto memungkinkan pengguna data dapat melakukan perbandingan pertumbuhan ekonomi antara nasional dan daerah, demikian juga perbandingan antar daerah.

2.2.5. Perubahan Klasifikasi Sektor

Klasifikasi sektor Produk Domestik Regional Bruto antara seri lama dan seri baru mengalami perubahan dari 11 sektor menjadi 9 sektor perubahan. Hal ini didasarkan pada dua alasan, yaitu :


(30)

1. Klasifikasi baru mengacu pada klasifikasi yang direkomendasikan SNA 1993/ SNA-System of National Account buku acuan perhitungan Produk Domestik Regional Bruto secara internasional yang direkomendasikan Perserikatan Bangsa Bangsa. Klasifikasi menjadi lebih umum dan bermanfaat untuk membandingkan data-data Produk Domestik Regional Bruto dengan negara-negara lain secara total maupun sektoral.

2. Klasifikasi baru pada umumnya lebih rinci pada tingkat subsektor dengan maksud lebih berorientasi pada penggunaan data. Data yang lebih terinci akan lebih banyak kegunaannya dibanding dengan data yang terbatas rincianya. (Anonim,1995:29)

2.2.6. Alasan Pergeseran Tahun Dasar Dari 1983 ke1993

Pertumbuhan ekonomi di tahun dasar 1983 sudah tidak menggambarkan pertumbuhan ekonomi secara realita. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa sebenarnya kontribusi sektor in timbangan PDRB seri lama / tahun dasar 1983 masih cenderung under estimate

2.2.7 Istrumen Analisis Yang Digunakan

Untuk mengukur ketimpangan pendapatan regional bruto provinsi, Ying menggunakan Indeks Entropi Theil. Indeks Entropi Theil tersebut dapat dibagi / diurai menjadi dua subindikasi, yaitu ketimpangan regional dalam wilayah dan ketimpangan regional antarwilayah atau regional (Ying, 2000). Dengan menggunakan alat analisis Indeks Entropi Theil akan diketahui ada tidaknya ketimpangan yang terjadi di tiap-tiap Kabupaten di Jawa Timur.


(31)

Rumus Indeks Entropi Theil adalah sebagai berikut (Ying, 2000):

(y) =

(y / ) log[(y / ) / ( / )]

Ii

Y

x

Ii

Y

x X

Ii ……...(Ying, 2000 : 134)

Keterangan:

yi = PDRB per kapita di kabupaten / kodya.

Y = Rata-rata PDRB per kapita di provinsi Jawa Timur. xi = Jumlah penduduk di kabupaten / kodya.

X = Jumlah penduduk di provinsi Jawa Timur.

Masalah ketimpangan ekonomi antar kabupaten tidak hanya tampak pada wajah ketimpangan perekonomian yang terjadi di tiap-tiap kabupaten dan di provinsi Jawa Timur melainkan juga antar luar kabupaten di provinsi Jawa Timur. Berbagai program yang dikembangkan untuk menjembatani ketimpanagan antar kabupaten selama ini ternyata belum mencapai hasil yang memadai. Alokasi penganggaran pembangunan sebagai instrument untuk mengurangi keetimpangan ekonomi tersebut tampakanya perlu lebih diperhatikan di masa yang akan datang. Strategi alokasi anggaran itu harus mendorong dan memepercepat pertumbuhan ekonomi nasional sekaligus menjadi alat Mengurangi kesenjangan atau ketimpangan regional


(32)

Kerangka Pikir

Dalam kerangka pikir ini peneliti akan menganalisa dengan Indeks Entropi Theil dengan instrument PDRB perkapita di tiap-tiap kabupaten di provinsi Jawa Timur dengan melihat Indeks Entropi Theil perkabupaten maka akan diketahui perkabupaten mana yang mengalami ketimpangan dan kabupaten mana yang tidak timpang, kemudian dari , Indeks Entropi Theil perkabupaten dihubungkan dengan pertumbuhan ekonomi apakah ada hubungannya antara ketimpangan dengan pertumbuhan ekonomi perkabupaten di provinsi Jawa Timur.

Untuk mengetahui keterkaitan hubungan antara teori atau sumber yang mendasari kerangka pikir maka dapat dijelaskan dalam uraian sebagai berikut :

1. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah indicator penting dalam mengukir kemajuan ekonomi suatu Negara, konsep pertumbuhan ekonomi pada dasarnya adalah mencakup banyak aspek dalam perkonomian, menurut Schumpeter proses pembangunan ekonomi merupakan suatu proses peningkatan dan penurunan kegiatan ekonomi yang berjalan secara silih berganti. Namun pada pokoknya adalah setiap peningkatan output nasional yang merupakan kemampuan menyediakan barang dan jasa oleh suatu negara.

(Sukirno, 2005 : 433) 2. Pendapatan Perkapita

Yang dimaksud dengan pendapatan perkapita adalah pendapatan rata-rata suatu penduduk. Oleh sebab itu untuk memperleh pendapatan perkapita pertahun yang


(33)

harus dilakukan adalah membagi pendapatan nasional pada tahun itu dengan jumlah penduduk pada tahun yang sama.

(Sukirno, 1985 : 21) 3. Indeks Entropi Theil

Indeks Entropi Theil adalah suatu indeks yang mengukur ketimpangan pendapatan regional bruto provinsi atau kabupaten, Ying menggunakan Indeks Entropi Theil. Indeks Entropi Theil tersebut dapat dibagi atau diurai menjadi dua subindikasi, yaitu ketimpangan regional dalam wilayah dan ketimpangan regional antar wilayah atau regional. (Ying, 2000 : 134)

4. Ketimpangan Ekonomi

Ketimpangan Ekonomi adalah penghitungan pendapatan dari masing-masing kabupaten, perbedaan tingakat pertumbuhan atau tingkat pembangunan akan membawa dampak tingkat kesejahteraan antar daerah yang pada akhirnya akan menyebabkan ketimpangan regional antar daerah semakin besar. (Sutarno dan Kuncoro, 2004 : 128)

5. Ekonomi Tidak timpang

Ekonomi Tidak Timpang adalah pertumbuhan ekonomi yang mempengaruhi suatu pendapatan daerah atau kabupaten yang mengalami tingkat percepatan pendapatan atau persamaan tingkat pertumbuhan pembangunan akan membawa dampak positif bagi suatu daerah yang mengalami ketidak timpngan regional antar daerah semakin besar. (Sutarno dan Kuncoro, 2004 : 133)


(34)

Gambar 1: Kerangka konseptual peneliti

Kabupaten

- Timpang

- Tidak Timpang

Indeks Entropi Theil

Perkabupaten

PDRB Perkapita

Perkabupaten

Pertumbuhan

Ekonomi

Sumber : Penulis

2.4. Hipotesis

Hipotesis adalah dugaan yang masih perlu diuji kebenaranya berdasarkan faktor-faktor yang ada. Berdasarkan permasalahan dan landasan teori yang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

1. Diduga adanya ketimpangan PDRB perkapita dengan PDRB perkabupaten Jawa Timur.

2. Diduga ada pengaruh antara ketimpangan dengan pertumbuhan ekonomi perkabupaten di provinsi Jawa Timur.


(35)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional dalam hal ini untuk menjelaskan dan menerangkan variabel-variabel yang di pergunakan dalam penelitian.

Pengukuran variabel-variabel penelitian secara operasional berdasarkan teori adapun ukuran definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. PDRB Perkapita adalah :

Nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu masyarakat dibagi dengan jumlah penduduk dengan satuan rupiah.

b. Jumlah Penduduk adalah :

Jumlah orang yang berdiam disuatu tempat dari berbagai tingkatan umur bawah sampai atas satuan jiwa.

c. Indeks Entropi Theil adalah :

Suatu Indeks untuk mengukur disparitas regional dan tingkat pembangunan ekonomi dengan satuan indeks.

d. Pertumbuhan Ekonomi adalah :

Perkembangan PDRB suatu daerah dari tahun ke tahun dengan satuan persen.


(36)

3.2. Jenis Dan Sumber Data

1. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang diambil dari tahun 7 (Tujuh) tahun sampai dengan 2000-2007.

2. Sumber Data

Sumber data diperoleh Kantor Statistik Propinsi Jawa Timur, Perpustakaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, dan perpustakaan-perpustakaan lainnya baik itu milik lembaga pendidkan ataupun pemerintah daerah Jawa Timur.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu:

1. Studi Kepustakaan

Pengumpulan data yang dilakukan dengan membaca buku-buku literatur sebagai bahan pustaka yang dapat menunjang masukan yang dibahas dalam skripsi ini.

2. Studi Lapangan

Penelitian lapangan ini dimaksudkan untuk mendapatkan data-data sekunder yang diperlukan untuk menulis skripsi, data laporan, catatan-catatan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas pada lembaga-lembaga yang disebutkan diatas.


(37)

3.4. Analisis Dan Uji Hipotesis

Dalam penelitian ini untuk menentukan sektor unggulan yang dapat dijadikan prioritas pembangunan, teknik analisa dilakukan berdasarkan informasi yang diperoleh dari data-data yang dikumpulkan dan diolah kembali diduga bahwa di kabupaten yang ada di provinsi Jawa Timur yang di lihat Indeks Entropi Theil.

3.4.1. Analisis Indeks Entropi Theil

Alat analisis berasumsi bahwa suatu kabupaten merupakan suatu pemicu dalam laju pertumbuhan ekonomi wilayah yang bersangkutan. Adanya heterogenitas dan beragam karekteristis suatu wilayah menyebabkan kecenderungan terjadi ketimpangan antar kabupaten dan antar sektor ekonomi suatu kabupaten. Bertitik tolak dari kenyataan itu, Ardani (1992) mengemukakan bahwa kesenjangan / ketimpangan antar kabupaten merupakan konsekuensi logis pembangunan dan merupakan suatu tahap perubahaan dalam pembangunan itu sendiri.

Teknik analisis ini di awali dengan perhitungan perubahan PDRB suatu sector di suatu kabupaten antara 5 tahun, yaitu:

(y) =

(y / ) log[(y / ) / ( / )]

Ii

Y

x

Ii

Y

x X

Ii ………(Ying, 2000 : 134) Keterangan:

yi = PDRB per kapita di kabupaten / kodya.


(38)

xi = Jumlah penduduk di kabupaten / kodya. X = Jumlah penduduk di provinsi Jawa Timur.

3.4.2. Teknik Analisis

Untuk menganalisa hubungan antara : Indeks Entropi Theil dengan pertumbuhan ekonomi perkabupaten di provinsi Jawa Timur digunakan analisis kuantitatif dengan mengunakan alat perhitungan, table statistic. Untuk menganalisis data yang konkrit dalam pengertian ini digunakan analisis regresi sederhana untuk mengetahui variable terikat secara timbal balik yang disesuaikan dengan rumus sebagai berikut:

Y = + + x

 ……….(J. Supranto, 2005 : 237) Dimana :

Y = Pertumbuhan ekonomi perkabupaten di provinsi Jawa Timur. βo = Konstanta.

β1 = Koefisien Regresi. X1 = Indeks Entropi Theil.

Perkembangan Perhatian Terhadap Pembangu-nan Ekonomi

Sesudah berakhirnya Perang Dunia II, secara mendadak perhatian terhadap masalah-masalah dan issue mengenai pembangunan ekonomi berkembang dengan pesat. Ada beberapa faktor yang dapat dipandang sebagai penyebab bertambah


(39)

meluasnya perhatian terhadap pembangunan ekonomi di negara berkembang. Penyebab utama perkembangan tersebut diterangkan dalam uraian berikut.

1. Keinginan Negara Berkembang untuk Mengatasi Keterbelakangan

Faktor terpenting yang mendorong usaha yang lebih besar untuk mewujudkan pembangunan ekonomi bersumber dari keinginan negara-negara yang baru mencapai kemerdekaan untuk meningkatkan kemakmuran masyarakatnya. Setelah mencapai kemerdekaan, negara berkembang mulai menekankan kepada usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dan bercita-cita untuk mengejar ketinggalan-ketinggalan mereka dibanding prestasi kemajuan ekonomi yang dicapai negara bekas penjajah mereka. Beberapa negara baru yang muncul setelah Perang Dunia II berakhir adalah India, Pakistan, Srilanka, Myanmar, Filipina, negara kita, dan Korea. Pada tahun 1950an lebih banyak lagi daerah terjajah yang mencapai kemerdekaan seperti Malaysia, Singapura, Brunai, dan berbagai negara di Afrika.

Beberapa negara tersebut bukan saja merupakan negara yang relatif miskin, tetapi juga merupakan negara yang menghadapi masalah penduduk yang serius yaitu jumlah penduduknya cukup besar dan tingkat pertambahannya relatif tinggi. Dalam keadaan seperti itu, mewujudkan pembangunan ekonomi merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak-yaitu untuk mengatasi masalah pengangguran, menciptakan kesempatan kerja yang cukup besar dari waktu ke waktu, meningkatkan pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Melalui pembangunan ekonomi diharapkan kemerdekaan dalam


(40)

bidang politik dapat dilengkapi dengan kegiatan perekonomian yang semakin berkembang dan kesejahteraan masyarakat yang semakin meningkat.

2. Sebagai Usaha Membantu Mewujudkan Pembangunan Ekonomi untuk

Menghambat Perkembangan Komunisme

Dalam beberapa tahun sesudah Perang Dunia II timbul perubahan yang sangat besar dalam pola percaturan politik dunia. Paham Komunisme telah melahirkan beberapa negara Komunis baru. Rusia merupakan negara Komunis pertama-yang muncul pada tahun 1917. Di Eropa, Jerman Timur berpisah dari Jerman Barat dan menjadi negara Komunis. Beberapa negara Eropa Timur lainnya seperti Polandia, Hongaria, Cekoslovakia, Bulgaria, dan Rumania dikuasai pemerintahan Komunis. Di Asia, Vietnam, Korea Utara, dan Cina juga dikuasai oleh pemerintahan Komunis. Perubahan itu menimbulkan konflik ideologi yang dikenal sebagai Cold War atau "Perang Dingin". Tetapi sejak akhir tahun 1980-an dan awal tahun 1990-an, kebanyakan negara tersebut telah mengubah sistem pemerintahan dan ekonominya menjadi seperti yang dijalankan negara-negara Barat. Sedangkan Jerman Timur bergabung dengan Jerman Barat.

Semenjak berakhirnya Perang Dunia II, "Perang Dingin" telah menimbulkan perubahan penting dalam hubungan antara negara maju dan negara berkembang. Sebagai salah satu usaha untuk membendung perkembangan Komunisme, negara maju-terutama Amerika Serikat-melakukan berbagai usaha untuk mempercepat pembangunan di negara berkembang. Usahanya yang


(41)

pertama sesudah Perang Dunia II tertumpu kepada membantu memulihkan perekonomian di berbagai negara di Eropa Barat dan di Jepang. Bantuan Amerika Serikat dalam membangun Korea, Taiwan, Thailand banyak dilandaskan kepada pemikiran untuk membendung perluasan paham Komunisme di Asia. Dalam tahun 1950-an hingga tahun 1970-an Amerika Serikat juga memberi bantuan pembangunan kepada negara-negara yang relatif netral (tidak pro-Komunis atau pro-Amerika Serikat)-seperti India, Indonesia, Mesir, dan Ghana untuk menjaga agar negara-negara tersebut tidak berubah menjadi negara Komunis.

3. Sebagai Usaha untuk Meningkatkan Hubungan Ekonomi

Bantuan negara maju kepada usaha pembangunan ekonomi di beberapa negara berkembang sering juga merupakan suatu alat untuk mempererat hubungan ekonomi di antara kedua negara tersebut. Hal ini terutama dapat dilihat dengan nyata dalam hubungan negara berkembang dengan bekas penjajahnya terutama di antara negara Inggris dan Perancis dengan negara bekas jajahannya. Kedua negara ini masih mempunyai posisi yang istimewa dengan negara-negara yang pernah menjadi jajahan mereka. Dengan adanya hak istimewa tersebut, negara bekas penjajah masih dapat mengembangkan pasar untuk hasil-hasil industri mereka. Di samping ini, negara bekas penjajah masih dapat mempertahankan perusahaan-perusahaan yang telah beroperasi semenjak masa penjajahan. Walau bagaimanapun, persaingan di pasar internasional yang semakin berkembang semenjak tahun 1980-an-yang datangnya terutama dari negara Asia


(42)

Timur (Jepang, Korea, Hong Kong, dan Taiwan dan akhir-akhir ini dari Cina), mengurangi sifat hubungan yang istimewa tersebut.

4. Berkembangnya Keinginan untuk Membantu Negara Berkembang

Satu faktor penting lain yang meningkatkan usaha pembangunan di negara berkembang adalah usaha negara maju untuk membantu negara berkembang secara keseluruhannya mengatasi masalah pengangguran, kemiskinan, kekurangan modal, dan berbagai masalah serius lain yang dihadapi.

Setelah Perang Dunia II berbagai negara maju mulai lebih memperhatikan nasib sebagian besar umat manusia. Pada awal tahun 1950-an lebih kurang tiga perempat penduduk dunia berada di negara berkembang dan taraf kemakmuran mereka jauh lebih rendah dari negara maju. Keadaan ini menimbulkan minat berbagai negara maju memberi bantuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

Adanya keinginan untuk memberi bantuan tersebut dapat dilihat dari sifat pinjaman atau bantuan lain yang diberikan. Sebagian dari bantuan yang diberikan adalah dalam bentuk grant atau pemberian yang berarti negara berkembang yang menerimanya tidak perlu membayar kembali nilai bantuan yang diberikan. Bantuan yang bersifat pemberian dapat berupa bantuan dana, bantuan teknik dan tenaga ahli, bantuan penelitian, dan bantuan dalam bentuk material seperti bahan makanan atau bantuan pembuatan infrastruktur.


(43)

Bentuk lain dari usaha untuk membantu negara berkembang adalah pemberian pinjaman dengan syarat yang relatif ringan. Biasanya pinjaman yang diberikan untuk membiayai proyek pembangunan mempunyai syarat yang jauh lebih ringan dari pinjaman komersial atau investasi biasa. Sifat umum bantuan yang diberikan negara maju dan badan internasional adalah: (i) suku bunga pinjaman rendah; (ii) grace period atau tenggang waktu untuk membayar kembali pinjaman cukup lama; dan (iii) masa untuk membayar kembali pinjaman cukup panjang (20-30 tahun).

Implikasi dari Perkembangan Perhatian yang Semakin Meningkat

Disebabkan oleh alasan yang dikemukakan di atas, hingga kini-yaitu selama lebih setengah abad setelah berakhirnya Perang Dunia II, masalah pembangunan ekonomi negara berkembang tetap merupakan salah satu aspek yang paling banyak mendapat perhatian dalam hubungan dan kerja sama internasional.

Masalah tersebut tidaklah melulu dipikirkan oleh para pemimpin dan ahli ekonomi di negara yang bersangkutan semata-mata. Persoalan pembangunan juga mendapat perhatian dari berbagai kalangan di negara maju dan berbagai badan internasional. Sebagian institusi internasional khusus didirikan- dengan tujuan untuk memberi bantuan kepada negara berkembang dalam usaha mereka mempercepat perkembangan kegiatan perekonomiannya. Setiap tahun bantuan teknik dan modal diberikan oleh negara ma,iu-secara larlasuiLa atau melalui badan


(44)

internasional-dengan harapan agar negara berkembang mempunyai lebih banyak sumber daya untuk pembangunan ekonominya.

Tanpa mengabaikan kenyataan bahwa bantuan atau pinjaman yang diberikan adakalanya tidak mencapai tujuan yang diharapkan atau merugikan negara berkembang, secara umum dapatlah dikatakan bantuan tersebut telah memberikan sumbangan yang besar dalam usaha mempercepat lajunya pertumbuhan ekonomi di negara-negara tersebut. Pada masa ini beberapa negara berkembang telah mencapai perkembangan ekonomi yang memungkinkan negara tersebut digolongkan sebagai negara maju. Singapura, Korea Selatan, dan Taiwan merupakan negara yang pada mulanya tergolong negara berkembang yang sekarang telah dapat diklasifikasikan sebagai negara maju.

Perbedaan Antara Pertumbuhan Dan Pembangunan Ekonomi

Istilah pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi, akan sering digunakan dalam uraian di berbagai bab dalam buku ini dan buku mengenai ekonomi pembangunan yang lain. Dengan demikian, sebelum membuat analisis mengenai pembangunan ekonomi, ada baiknya untuk: (i) menjelaskan perbedaan arti dari kedua istilah tersebut dan bagaimana ia ditentukan; dan (ii) menerangkan dengan lebih mendalam tentang arti pembangunan ekonomi seperti yang telah dinyatakan dalam pendahuluan bab ini.


(45)

Pengertian Umum Pertumbuhan Ekonomi

Di dalam banyak buku, walaupun telah dibedakan arti pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, pada akhirnya istilah itu akan sering digunakan secara silih berganti. Namun demikian, secara umum kedua istilah tersebut sering dibedaartikan. Kebanyakan literatur ekonomi mengartikan pertumbuhan ekonomi sebagai suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Perkembangan tersebut selalu dinyatakan dalam bentuk persentase perubahan pendapatan nasional pada suatu tahun tertentu dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Anda tentunya pernah mendengar atau membaca di koran suatu berita yang pada dasarnya mengatakan: "Pada tahun 2005 pertumbuhan suatu negara (misalnya Indonesia) mencapai 5 persen".

Maksud dari pernyataan itu adalah: Pada tahun 2005 pendapatan nasional riil

negara itu telah mengalami kenaikan sebanyak 5 persen apabila dibandingkan dengan tahun 2004. Dengan demikian, untuk menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi akan selalu digunakan formula berikut :

g =

0 0 1

GDP GDP -GDP

x 100

Dalam persamaan tersebut, arti setiap unsur dinyatakan di bawah ini :


(46)

 GDP 1 (gross domestic product atau produk domestik bruto atau dengan

ringkas: PDB) adalah pendapatan nasional riil yaitu pendapatan nasional yang dihitung pada harga tetap yang dicapai dalam suatu tahun (tahun 1).

 GDPo adalah pendapatan nasional riil pada tahun sebelumnya (tahun 0).

Bagi Anda yang telah mempelajari teori makro ekonomi tentunya telah mengetahui bahwa yang dimaksudkan dengan pendapatan nasional adalah nilai barang dan fasa yang diproduksikan dalam suatu negara pada suatu tahun tertentu-dan secara konseptual nilai tersebut dinamakan produk domestik bruto (PDB). Nilai tersebut dapat dihitung menurut harga yang berlaku (yaitu pada harga-harga yang berlaku pada tahun di mana PDB dihitung) dan menurut harga tetap-yaitu pada harga-harga yang berlaku pada tahun dasar (base year) perbandingan (misalnya pada tahun 1997). Berarti, pendapatan nasional riil tahun 2005 adalah pendapatan nasional 2005 yang dihitung pada harga-harga yang berlaku pada tahun 1997.

Dengan menghitung menurut harga tetap, pendapatan nasional riil yang dihitung dari tahun ke tahun menggambarkan perkembangan produksi barang dan jasa yang sebenarnya berlaku dalam perekonomian. Dengan demikian, tingkat pertumbuhan ekonomi menggambarkan mengenai perkembangan kegiatan ekonomi yang berlaku dalam suatu tahun tertentu. Ia menggambarkan sampai di mana barang dan jasa telah bertambah pada suatu tahun tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.


(47)

Pembangunan Ekonomi : Pertumbuhan Ekonomi Tambah Perubahan

Cara yang paling mudah untuk membedakan arti pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi adalah dengan menggunakan ungkapan berikut:

"Pembangunan Ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi ditambah dengan perubahan". Artinya, ada tidaknya pembangunan ekonomi dalam suatu negara pada suatu tahun tertentu tidak saja diukur dari kenaikan produksi barang dan jasa yang berlaku dari tahun ke tahun, tetapi juga perlu diukur dari perubahan lain yang berlaku dalam berbagai aspek kegiatan ekonomi seperti perkembangan pendidikan, perkembangan teknologi, peningkatan dalam kesehatan, peningkatan dalam infrastruktur yang tersedia dan peningkatan dalam pendapatan dan kemakmuran masyarakat. Oleh karena pembangunan ekonomi meliputi berbagai aspek perubahan dalam kegiatan ekonomi, maka sampai di mana taraf pembangunan ekonomi yang dicapai suatu negara telah meningkat, tidak mudah diukur secara kuantitatif.

Berbagai jenis data perlu dikemukakan untuk menunjukkan prestasi pembangunan yang dicapai suatu negara. Namun demikian sebagai gambaran kasar, data pendapatan per kapita selalu digunakan untuk menggambarkan: (i) taraf pembangunan ekonomi yang dicapai berbagai negara, dan (ii) tingkat perkembangannya dari tahun ke tahun.

Walaupun memahami kekurangan-kekurangan dari data pendapatan per kapita (pendapatan rata-rata penduduk) sebagai alat untuk mengukur tingkat kelajuan pem-bangunan ekonomi dan taraf kemakmuran masyarakat, hingga saat ini data


(48)

pendapatan per kapita selalu digunakan untuk memberikan gambaran mengenai pembangunan ekonomi.

Dalam kebanyakan literatur awal mengenai pembangunan ekonomi-yang di-terbitkan dalam tahun 1950-an dan 1960-an, pada umumnya pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai: Suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu negara meningkat secara berketerusan dalam jangka panjang.

Apabila pengertian ini dibandingkan dengan pengertian pembangunan ekonomi yang telah dijelaskan sebelumnya, sudah tentu definisi yang mengartikan pembangunan ekonomi secara sempit ini tidak dapat diterima. Namun demikian, oleh karena tidak terdapat alat pengukur lain yang lebih sesuai, hingga saat ini ahli-ahli ekonomi masih menggunakan data pendapatan per kapita untuk dua tujuan berikut :

 Menunjukkan secara kasar tingkat kelajuan atau kecepatan pembangunan ekonomi yang dicapai pada suatu tahun.

 Membandingkan tingkat kemakmuran yang dicapai berbagai negara.

Pendapatan Per Kapita dan Kecepatan Pembangunan Ekonomi

Telah diterangkan, tingkat pertumbuhan ekonomi menggambarkan tentang kenaikan riil dari produksi barang clan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam suatu tahun tertentu. Pertumbuhan ekonomi yang berlaku-walaupun terjadi secara berlanjut dalam jangka panjang-belum tentu melahirkan pembangunan ekonomi dan peningkatan dalam kesejahteraan (pendapatan) masyarakat. Hal tersebut disebabkan karena bersamaan dengan terjadinya pertumbuhan ekonomi akan berlaku pula


(49)

pertambahan penduduk. Apabila tingkat pertumbuhan ekonomi selalu rendah dan tidak melebihi tingkat pertambahan penduduk, pendapatan rata-rata masyarakat (pendapatan per kapita) akan mengalami penurunan. Apabila dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi sama dengan pertambahan penduduk, maka perekonomian negara tersebut tidak mengalami perkembangan (stagnan) dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mengalami kemajuan.

Dengan demikian, salah satu syarat penting yang akan mewujudkan pembangunan ekonomi adalah : Tingkat (persentase) pertumbuhan ekonomi harus melebihi tingkat pertambahan penduduk. Semakin besar perbedaannya, semakin besar pula tingkat perkembangan atau pembangunan ekonomi yang dicapai. Dua cara dapat digunakan untuk menentukan tingkat kecepatan pertambahan pendapatan per kapita.

 Cara pertama :∆Ypk = ∆GDPriil - ∆Penduduk

 Cara kedua : ∆Ypk =

0 0 1

 

 

pk pk pk

Y Y Y

x 100

Arti berbagai singkatan dalam persamaan di atas adalah: ∆Ypk pertambahan pendapatan per kapita pada tahun 1.

∆Ypk-1 pendapatan per kapita pada tahun 1.

∆Ypk=0 pendapatan per kapita pada tahun 0.

Seperti telah dinyatakan, pendapatan per kapita adalah pendapatan rata-rata penduduk. Dengan demikian, pendapatan per kapita untuh suatu tahun tertentu dihitung dengan membagi produk domestik bruto (PDB atau GDP) pada tahun


(50)

tersebut dengan jumlah penduduk pada tahun yang sama. Untuk menghitung ∆Ypk

nilai GDP di kedua tahun-yaitu tahun 1 dan 4-harus dihitung pada harga tetap.

Pendapatan per Kapita sebagai Pembanding Tingkat Kemakmuran

Fungsi lain pendapatan per kapita dalam analisis pembangunan ekonomi adalah menggambarkan jurang tingkat kemakmuran di antara berbagai negara.

Dalam konteks ini diasumsikan tingkat kemakmuran suatu negara direfleksikan oleh pendapatan rata-rata yang diterima penduduknya. Semakin tinggi pendapatan tersebut, semakin tinggi daya beli penduduk, dan daya bell yang bertambah ini, meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Untuk tujuan membandingkan tingkat kesejahteraan berbagai negara, nilai pendapatan per kapita di setiap negara perlu dinyatakan dalam dollar Amerika Serikat (US$). Dua hal dapat ditunjukkan dalam membuat perbandingan tersebut, yaitu: (i) perbandingan dan perbedaan tingkat pembangunan (kesejahteraan) yang terjadi dalam suatu tahun atau suatu periode tertentu; dan (ii) perubahan yang berlaku dalam perbedaan pembangunan di antara berbagai negara dalam jangka panjang. Uraian dalam bagian ini akan mengemukakan suatu contoh mengenai hal yang dinyatakan dalam (i), sedangkan hal yang dinyatakan dalam (ii) akan diuraikan dalam Bab 2. Perhatikan Tabel 1.1. Data dalam tabel tersebut menggambarkan tingkat pendapatan per kapita dari empat kelompok negara, yaitu: negara berpendapatan rendah, golongan bawah dari negara berpendapatan menengah (lower middle-income),


(51)

negara berpendapatan tinggi. Kesimpulan utama yang dapat diambil dari data dalam tabel tersebut adalah :

1. Terdapat jurang yang besar-yang selalu dinamakan sebagai jurang pembangunan"

atau "development gap"-di antara negara berpendapatan rendah (dengan rata-rata pendapatan per kapita sebesar US$430) dengan negara berpendapatan tinggi (dengan rata-rata pendapatan per kapita US$ 26.710). Data pendapatan per kapita mereka menggambarkan negara kaya rata-rata pendapatan per kapitanya adalah 62 kali dari yang dicapai oleh negara berpendapatan rendah.


(52)

TABEL 1.1

Pendapatan Per Kapita Berbagai Golongan Negara Tahun 2001

Golongan Negara Pendapatan

Per Kapita (US$)

Jumlah Penduduk

(juta)

Persentase Penduduk

(%)

1. Negara berpendapatan rendah

430 2.510,6 40,9

2. Golongan bawah negara berpendapatan menengah

1240 2.164,5 35,3

3. Golongan atas negara berpendapatan menengah

4.460 503,7 8,2

4. Negara berpendapatan tinggi

26,710 955,0 15,6

Sumber : Bank Dunia, World Development Report 2003, The World Bank and Oxford University Press, Tibel 1.

2. Negara berpendapatan rendah meliputi 40,9 persen dari penduduk dunia, sedangkan negara berpendapatan tinggi hanya meliputi 15,6 persen dari penduduk dunia.

3. Yang digolongkan sebagai negara berkembang terutama terdiri dari negara berpendapatan rendah dan golongan bawah negara berpendapatan menengah,


(53)

yaitu meliputi kedua golongan pertama dalam Tabel 1. 1. Di samping itu, sebagian dari golongan atas dari negara berpendapatan menengah masih di-golongkan sebagai negara berkembang. Berdasarkan pertimbangan ini, pada permulaan abad ke-21 ini lebih 80 persen atau empat per lima dari penduduk dunia berada di negara berkembang.

4. Dua golongan pertama dari negara-negara dalam Tabel l. l (golongan 1 dan 2) penduduknya telah meliputi 76,2 persen dari penduduk dunia. Dalam penghitungan kasar, kedua golongan negara ini pendapatan per kapitanya (secara rata-rata) hanyalah mencapai di sekitar US$800. Pendapatan ini hanyalah meliputi lebih kurang tiga persen dari pendapatan per kapita (secara rata-rata) di negara berpendapatan tinggi. Data ini menunjukkan bahwa lebih tiga perempat dari penduduk dunia tinggal di negara yang pendapatan per kapitanya jauh di bawah negara maju.

Dari penelaahan terhadap data yang terdapat dalam Tabel 1.1 telah dapat dibuat suatu gambaran umum mengenai taraf kemakmuran yang dicapai berbagai negara, dan besarnya "jurang pembangunan" di antara berbagai negara. Ini merupakan sum-bangan penting dari data pendapatan per kapita dalam menganalisis pembangunan ekonomi. Dalam bab berikut akan dibuat analisis yang lebih mendalam mengenai perkembangan ekonomi dunia dalam dua abad belakangan ini dan pelebaran jurang pembangunan antara negara maju dan negara berkembang. Analisis tersebut terutama juga akan menggunakan data pendapatan per kapita.


(54)

BAB IV

HASIL PENELTIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Diskripsi Obyek Penelitian.

4.1.1. Gambaran Umum Wilayah Surabaya. 4.1.1.1. Letak Geografis Kota Surabaya.

Surabaya merupakan kota metropolitan di propinsi Jawa Timur serta merupakan Ibukota di propinsi Jawa Timur, luas kota Surabaya 326,36 Km² dan secara Astronomi terletak diantara 07.21 lintang selatan dan 112.36 sampai dengan 112.54 Bujur timur. Sebagaian besar wilayah Surabaya merupakan dataran rendah dengan ketinggian 3-6 m diatas permukaan air laut, kecuali disebelah selatan dengan ketinggian 25-50 m diatas permukaan air laut jika dilihat dari segi geografis adalah strategis karena kota Surabaya mempunyai posisi penting dalam perekonomian di Jawa Timur. Batas wilayah dari kota Surabaya yaitu :

- Sebelah Utara : Selat Madura. - Sebelah Selatan : Kabupaten Sidoarjo. - Sebelah Timur : Selat Madura. - Sebelah Barat : Kabupaten Gresik.

4.1.1.2. Luas Wilayah Kota Surabaya.

Luas wilayah Surabaya kurang lebih 326,36 Km² dikepalai oleh walikota yang membawahi 28 kecamatan dan pada tahun 2002 menjadi 31 kecamatan dan jumlah keseluruhan sebanyak 163 kelurahan.


(55)

4.1.1.3. Keadaan Penduduk Kota Surabaya.

Disisi kepadatan pertumbuhan kota Surabaya, telah mendorong peningkatan arus urbanisasi dari penduduk yang tinggal di wilayah-wilayah sekitar Surabaya, populasi penduduk Surabaya berdasarkan hasil sensus penduduk pada tahun 2005 sebanyak 2.658.972 Jiwa, dengan kepadatan penduduknya mencapai 8.090.71 orang/Km² terdiri 56,45% Perempuan dan 49,55% Laki-laki. Rata-rata pendatang kekota Surabaya 35 ribu orang pertahun.

4.1.2. Gambaran Umum Kota Malang.

Kota Malang merupakan kota No. 2 di Jawa Timur yang besar, dan kota Malang mempunyai potensi perekonomian yang berupa tempat pariwisata di Malang dan sekitarnya. Dengan luas wilayah sebasar 110.06 Km² dan terletak antara 111,06º-112,07º Bujur timur dan 7,06º-8,02º lintang selatan dan adapun batas wilayah kota Malang yaitu :

- Sebelah Utara : Kabupaten Malang yaitu kecamatan Singosari. - Sebelah Timur : Kecamatan Pakis dan Tumpang kabupaten Malang. - Sebelah Selatan : Kecamatan Tajian dan Pakisaji kabupaten Malang.

4.1.2.1. Kondisi Alam Kota Malang.

Keadaan tanah kota Malang adalah dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 25 m dari permukaan air laut dan sekitar kota Malang dikelilingi oleh pegunungan dan berhawa sejuk. Kecamatan-kecamatan di kota Malang adalah : kecamatan Kedung Kendeng, kecamatan Sukun, kecamatan Ijen, dan kecamatan Blimbing.


(56)

4.1.3. Gambaran Umum Kota Madiun.

Kota Madya Madiun merupakan kota Madia di Jawa Timur yang berdekatan dengan propinsi Jawa Tengah sehingga budaya masyarakatnya hampir sama dengan kota-kota di Jawa Tengah. Jumlah kecamatannya ada 3 kecamatan yaitu kecamatan Madiun, kecamatan Jiwan dan kecamatan Nglames.

4.1.3.1. Luas Wilayah Kota Madiun.

Luas wilayah kota Madiun seluruhnya kurang lebih 1010,86 Km² yang terletak antara 7º,12¹ - 7º,48¹ lintang selatan dan 111º25¹ - 45¹¹ - 111º - 51¹ Bujur timur. Batas-batas wilayah kota Madiun adalah :

- Sebelah Utara : Kabupaten Bojonegoro. - Sebelah Selatan : Kabupaten Ponorogo. - Sebelah Timur : Kabupaten Nganjuk.

- Sebelah Barat : Kabupaten Magetan dan Nganjuk.

4.1.4. Gambaran Umum Kota Pasuruan.

Kota Pasuruan merupakan kota yang cukup penting karena kota ini berdekatan dengan wilayah-wilayah yang sangat penting di Jawa Timur yaitu dekat dengan kota Surabaya, Sidoarjo, Malang, dan Jember sehingga kota ini sangat strategis untuk di kembangkan industrinya.


(57)

4.1.4.1. Luas Wilayah Kota Pasuruan.

Luas wilayah kota Pasuruan sebesar 326,36 Km² yang terletak antara 112,30º - 113,30º lintang selatan dan 7,30º sampai 8,30º Bujur timur. Batas-batas kota Pasuruan :

- Sebelah Utara : Kabupaten Sidoarjo dan Selat Madura. - Sebelah Selatan : Kabupaten Malang.

- Sebelah Timur : Kabupaten Probolinggo. - Sebelah Barat : Kabupaten Mojokerto.

4.1.5. Gambaran Umum Kota Kediri.

Kota Kediri merupakan kota yang cukup terkenal dan mempunyai ketinggian rata-rat 67 m diatas permukaan air laut serta terletak pada 111,15º hingga 112,03º bujur timur dan 7,45º hingga 7,55º lintang selatan, kota Kediri terbelah oleh sungai berantas yang mengalir dari selatan ke utara menjadi dua wilayah yaitu wilayah barat sungai dan timur sungai dan juga berpotensi di wilayah Jawa Timur, karena kota Kediri terdapat pabrik rokok yang terkenal yaitu Gudang Garam.

4.1.5.1. Luas Wilayah Kota Kediri.

Luas wilayah kota Kediri seluruhnya kurang lebih 2,46 Km² yang terletak antara 111,15º hingga 112,30º lintang selatan dan 7,45º hingga 7,55º Bujur timur. Batas-batas wilayah kota Kediri adalah :

- Sebelah Utara : Kecamatan Gampang Rejo. - Sebelah Selatan : Kecamatan Wates dan Gurah.


(58)

- Sebelah Timur : Kecamatan Kandat dan Ngadiluwih. - Sebelah Barat : Kecamatan Grogol dan Semen. Kota Kediri terdiri dari beberapa kecamatan, yaitu :

- Kecamatan Gampang Rejo. - Kecamatan Wates dan Gurah. - Kecamatan Kandat dan Ngadiluwih. - Kecamatan Grogol dan Semen.

4.2. Diskripsi Hasil Penelitian.

4.2.1. Perkembangan pendapatan perkapita, jumlah penduduk dan

pertumbuhan ekonomi di kota Surabaya.

4.2.1.1. Perkembangan pendapatan perkapita di kota Surabaya.

Pendapatan perkapita merupakan ukuran tingkat kesejahteraan secara statistik pendapatan perkapita dikota Surabaya mengalami peningkatan ini artinya ada peningkatan kesejahteraan dikota Surabaya untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :


(59)

Tabel 1

Perkembangan Pendapatan Perkapita Kota Surabaya Tahun 2000-2007 Tahun Pendapatan Perkapita (Rp) Perkembangan (%)

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

18.769.686,91 19.580.665,59 20.485.014,51 21.454.796,86 22.851.470,76 24.325.219,17 25.789.608,68 27.496.591,36

- 4,23 % 4,61 % 4,73 % 6,50 % 6,44 % 5,93 % 6,61 % Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur.

Perkembangan pendapatan perkapita dikota Surabaya dari tahun 2000 sampai dengan 2007 mengalami peningkatan dimana peningkatan terbesar pada tahun 2006-2007 sebesar 6,61% danpeningkatan paling kecil yaitu pada periode pada tahun 2000-2001 sebesar 4,32%.

4.2.1.2.Perkembangan Penduduk dikota Surabaya.

Kota Surabaya yang merupakan Ibu kota Jawa Timur merupakan kota terbesar No 2 di Indonesia jumlah penduduknya mengalami peningkatan, peningkatan penduduk dikota Surabaya sebagian besar urbanisasi dari daerah lain karena Surabaya merupakan pusat pertumbuhan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel berikut.


(60)

Tabel 2

Pekembangan Jumlah Penduduk Kota Surabaya Tahun 2000-2007 Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa) Perkembangan (%)

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

2.585.508 2.619.240 2.617.767 2.686.767 2.692.638 2.698.972 2.716.971 2.720.156

- 1,29 % -0,05 % 2,63 % 0,21 % 0,23 % 0,66 % 0,11 % Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur.

Dari data penduduk kota Surabaya ternyata perkembangannya tidak seberapa besar yang paling besar terjadi pada periode tahun 2002-2003 yaitu sebesar 2,63 % dan perkembangan terkecil pada tahun 2000-2001 yaitu -0,05 % keadaan ini disebabkan kaerna sulit sekali penduduk dari luar kota Surabaya masuk ke kota Surabaya sebagai penduduk secara resmi.

4.2.1.3. Pertumbuhan Ekonomi Kota Surabaya.

Pertumbuhan ekonomi dihitung dari pertumbuhan PDRB dari tahun ketahun, pertumbuhan ekonomi merupakan ukuran suatu daerah dalam melaksanakan pembangunan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel berikut ini.


(61)

Tabel 3

Pertumbuhan Ekonomi Surabaya Tahun 2000-2007

Tahun Pertumbuhan Ekonomi (%) Perkembangan (%) 2000

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

3,42 % 4,88 % 5,18 % 5,25 % 7,33 % 7,16 % 6,64 % 6,74 %

- 1,46 %

0,3 % 0,07 % 2,08 % 0,17 % -0,52 % 0,1 % Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur.

Perkembangan pertumbuhan ekonomi di kota Surabaya cukup baik yaitu rata-rata lebih dari 5 % dimana pertumbuhan terbesar pada tahun 2003-2004 yaitu 2,08 %.

4.2.2. Perkembangan Pendapatan Perkapita, Penduduk Dan Pertumbuhan

Ekonomi Kota Malang.

4.2.2.1.Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Kota Malang.

Perkembangan pertumbuhan ekonomi di kota Malang cukup baik ini berarti sendi-sendi ekonomi di kota Malang cup baik sehingga kesejahteraan masyrakat bisa meningkat, untuk lebih kelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :


(62)

Tabel 4

Pertumbuhan ekonomi Kota Malang Tahun 2000-2007

Tahun Pertumbuhan Ekonomi (%) Perkembangan (%) 2000

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

2,13 % 2,35 % 3,60 % 4,6 % 6,32 % 6,12 % 5,96 % 6,09 %

- 0,22 % 1,25 % 1 % 1,72 % -0,2 % -0,16 %

0,13 % Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur.

Dari tabel diatas ini terlihat jelas bahwa pertumbuhan ekonomi dikota Malang mengalami peningkatan ini karena di dorong PDRB dikota Malang pencapaianya cukup merata perkembangan pertumbuhan ekonomi dikota Malang terbesar yaitu pada tahun 2004 sebesar 1,72 % dan perkembangan terkecil pada tahun 2006 sebesar -0,16 %.

4.2.2.4. Prkembangan Penduduk Dikota Malang.

Penduduk dikota Malang cukup banyak karena kota Malang merupakan kota terbesar No 2 di propnsi Jawa Timur setelah kota Surabaya, untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel berikut ini.


(63)

Tabel 5

Perkembangan Penduduk Di Kota Malang Tahun 2000-2007

Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa) Perkembangan (%) 2000

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

748.031 761.849 766.867 768.436 771.634 779.002 784.337 791.970

- 1,84 % 0,65 % 0,20 % 0,41 % 0,95 % 0,68 % 0,97 % Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur.

Pada tabel diatas jumlah perkembangan penduduk dikota Malang mengalami kenaikan pada tahun 2001 yaitu sebesar 1,84 % dan jumlah terkecil pada tahun 2003 yait sebesar 0,20 %.

4.2.2.5. Perkembangan Pendapatan Perkapita.

Perkembangan pendapatan perkapita dikota Malang dari tahun ketahun cukup besar hal ini dikarenakan kota Malang sebagai kota pusat pariwisata dan perdagangan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :


(64)

Tabel 6

Pendapatan Perkapita Kota Malang Tahun 2000-2007

Tahun Pendapatan Perkapita (Rp) Perkembangan (%) 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 11.424.647,34 11.603.987,20 11.929.589,31 12.397.991,60 13.077.191,96 13.783.383,73 14.601.069,53 15.341.914,99 - 1,56 % 2,80 % 3,92 % 5,47 % 5,40 % 5,93 % 5,07 % Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur.

Dari tabel 6 di atas perkembangan pendapatan perkapita dikota Malang perkembngan terbesar pada tahun 2006 yaitu sebesar 5,93 % perkembangan pendapatan perkapita terkecil dikota Malang terjadi pada tahun 2001 yaitu sebsesar 1,56 %.

4.2.3. Perkembangan Pendapatan Perkapita, Pertumbuhan Jumlah

Penduduk Dan Pertumbuhan Ekonomi Di Kota Kediri. 4.2.3.1. Perkembangan Pendapatan Perkapita Di Kota Madya Kediri.

Kota Kediri merupakan kota terbesar No 3 untuk wilayah propinsi Jawa Timur yang mempunyai potensi industri, perdagangan dan pertanian dimana dalam perkembangan pendapatan perkapita pertahun mengalami kenaikan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :


(65)

Tabel 7

Pendapatan Perkapita Kota Kediri Tahun 2000-2007

Tahun Pendapatan Perkapita (Rp) Perkembangan (%) 2000

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

17.421.895,14 18.172.336,21 17.574.998,26 18.340.658,62 19.347.955,98 19.661.445,72 20.343.252,43 21.228.077,04

- 4,30 % -3,28 % 4,35 % 5,49 % 1,62 % 3,46 % 4,34 % Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur.

Dari tabel diatas perkembangan perkapita dikota Kediri mengalami kenaikan pada tahun 2004 yaitu sebesar 5,49 % dan terkecil terjadi pada periode tahun 2002 yaitu sebesar -3,38 %.

4.2.3.2. Pertumbuhan Penduduk Di Kota Kediri.

Perkembnagan penduduk dikota Kediri tiap tahun mengalami peningkatan hal ini disebabkan karena potensi perekonomian dikota Kediri yaitu industri, pertanian dan perdagangan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabrl berikut :


(66)

Tabel 8

Pertumbuhan Jumlah Penduduk Di Kota Kediri Tahun 2000-2007 Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa) Perkembangan (%)

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

242.474 246.132 260.546 251.950 255.934 254.367 255.452 258.734

- 1,50 % 5,85 % -3,29 % 1,58 % -0,61 % 0,42 % 1,28 % Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur.

Dari tabel 8 pertumbuhan penduduk dikota Kediri yang mengalami peningkatan terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar 5,85 % dan pertumbuhan jumlah penduduk dikota Kediri mengalami tingkat terkecil terjadi pada periode tahun 2003 yaitu sebesar -3,29 %.

4.2.3.3. Pertumbuhan Ekonomi Di Kota Kediri.

Pertumbuhan ekonomi dikota Kediri dari tahun-ketahun mengalami peningkatan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel sebgai berikut :


(67)

Tabel 9

Pertumbuhan Ekonomi Di Kota Kediri Tahun 2000-2007

Tahun Pertumbuhan Ekonomi (%) Perkembangan (%) 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 0,63 % 4,30 % -3,28 % 4,35 % 5,49 % 1,62 % 3,46 % 4,34 % - 3,67 % -7,58 % 10,91 % 1,14 % -3,87 % 1,84 % 0,88 % Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur.

Dari tabel 9 dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi dikota Kediri terbesar pada tahun 2002 ketahun 2003 yaitu sebesar 10,91 % sedang pertumbuhan ekonomi dikota Kediri paling rendah pada tahun 2001 ketahun 2002 sebesar -7,58 %.

4.2.4. Pertumbuhan Pendapatan Perkapita, Pertumbuhan Penduduk Dan

Pertumbuhan Ekonomi Di Kota Madiun. 4.2.4.1. Pendapatan Perkapita Kota Madiun.

Kota madya Madiun merupakan Kota No 4 terbesar untuk wilayah propinsi Jawa Timur, kota Madiun mempunyai potensi ekonomi yang cukup besar yaitu pada sektor pertanian, sektor perdagangan, dan sektor industri kecil. Secara geografis kota Madiun merupakan kota yang dilalui jalur antar propinsi yang menghubungkan propinsi Jawa Timur dengan propinsi Jawa Tengahsehingga pendapatan perkapitanya


(1)

Berdasarkan hasil tabel diatas dapat dijelaskan bahwa masih banyak wilayah yang tidak tumbuh hal ini bisa dilihat dari rata-rata Pertumbuhan Ekonomi per wilayah kabupaten yang di bandingkan dengan rata-rata Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Timur dimana dari 29 kabupaten yang tersebar di Provinsi Jawa Timur hanya 2 wilayah yang memiliki nilai pertumbuhan Ekonomi yang lebih dari rata-rata Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Timur yakni kabupaten Pasuruan sebesar 5,99 % dan Kabupaten Bojonegoro sebesar 10,20 % yang diartikan bahwa hanya 2 wilayah kabupaten yang memiliki daerah tumbuh.

4.3. Analisis Dan Pengujiaan Hipotesis

Analisis dan pengujiaan hipotesis dengan menggunakan Indeks Entropi Theil yaitu memiliki hubungan antara disparatis regional dan tingkat pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan ketimpangan pada pendapatan perkapita antara daerah yang lebih kecil dengan daerah yang lebih besar untuk lebih jelasnya dapat dirumuskan.:

(y) =

(y / ) log[(y / ) / ( / )]

Ii

Y

x

Ii

Y

x X

Ii ………(Ying, 2000 : 134)

Keterangan:

yi = Pertumbuhan ekonomi di kabupaten.

Y = Rata-rata pertumbuhan ekonomi di provinsi Jawa Timur. xi = Pendapatan Perkapita di kabupaten.


(2)

4.3.1. Analisis Indeks Entropi Theil.

Tabel 3

Indeks Entropi Theil Kabupaten di Jawa Timur 2005-2009

Kabupaten/ Kota Indeks Entropi Theil

2005 2006 2007 2008 2009 Pacitan 0,23 0,26 0,37 0,40 0,57 Ponorogo 0,21 0,25 0,38 0,34 0,37 Tulungagung 0,26 0,26 0,34 0,43 0,48 Trenggalek 0,01 0,04 0,05 0,05 0,08 Blitar 0,18 0,12 0,16 0,18 0,20 Kediri 0,01 0,15 0,15 0,13 0,20 Malang 0,09 0,11 0,17 0,13 0,17 Lumajang 0,08 0,08 0,07 0,08 0,16 Jember 0,24 0,25 0,20 0,28 0,28 Banyuwangi 0,05 0,09 0,03 0,05 0,13 Bondowoso 0,36 0,38 0,31 0,30 0,43 Situbondo 0,12 0,11 0,09 0,07 0,15 Probolinggo 0,03 0,09 0,11 0,11 0,15 Pasuruan 0,31 0,26 0,33 0,25 0,26 Sidoarjo -0,24 -0,25 -0,25 -0,26 -0,25 Mojokerto 0,23 0,06 0,10 0,11 0,14 Jombang 0,19 0,21 0,24 0,25 0,25 Nganjuk 0,24 0,27 0,26 0,20 0,31 Madiun 0,15 0,13 0,19 0,24 0,32 Magetan 0,12 0,11 0,13 0,15 0,23 Ngawi 0,22 0,18 0,23 0,31 0,37 Bojonegoro 0,65 0,81 1,24 1,02 0,32 Tuban 0,15 0,27 0,20 0,24 0,25 Lamongan 0,35 0,31 0,22 0,45 0,48 Gresik -0,09 -0,14 -0,15 -0,17 -0,16 Bangkalan 0,20 0,21 0,25 0,22 0,31 Sampang 0,17 0,27 0,22 0,29 0,35 Pamekasan 0,36 0,32 0,25 0,39 0,53 Sumenep -0,01 0,04 0,07 0,05 0,12

Lampiran 1 (diolah)

Berdasarkan dari tabel diatas dapat kita ketahui bahwa Indeks Entropi Theil di wilayah Kabupaten Jawa Timur mengalami kenaikan antara tahu 2005 hingga tahun 2009 yang dapat diartikan bahwa di wilayah tersebut tidak


(3)

manfaat antara pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat kabupaten setempat, hal ini terjadi pada wilayah kabupaten : Pacitan, Ponorogo, Tulungagung, Trenggalek, Probolinggo, Jombang.

Indeks Entropi Theil di wilayah Kabupaten Jawa Timur mengalami penurunan antara tahun 2005 hingga tahun 2006 terjadi pada wilayah kabupaten Blitar, Situbondo, Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Madiun, Magetan, Ngawi, Lamongan, Gresik, Pamekasan.

Indeks Entropi Theil di wilayah Kabupaten Jawa Timur mengalami penurunan antara tahun 2006 hingga tahun 2007 terjadi pada wilayah kabupaten : Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Nganjuk, Tuban, Lamongan, Sampang, Pamekasan.

Indeks Entropi Theil di wilayah Kabupaten Jawa Timur mengalami penurunan antara tahun 2007 hingga tahun 2008 terjadi pada wilayah kabupaten : Ponorogo, Kediri, Malang, Situbondo, Pasuruan, Sidoarjo, Nganjuk, Bojonegoro, Gresik, Bangkalan, Sumenep.

Indeks Entropi Theil di wilayah Kabupaten Jawa Timur mengalami penurunan antara tahun 2008 hingga tahun 2009 terjadi pada wilayah kabupaten : Bojonegoro.. Dari 29 kabupaten yang ada di Jawa Timur dapat disimpulkan bahwa wilayah kabupaten Situbondo yang memiliki Indeks Entropi Theil yang mengalami penurunan pada tahun 2005 hingga 2008 hal ini dapat diartikan bahwa ada manfaat antara pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah di bahas dalam hasil penelitian maka akan disimpulkan dan diberi saran-saran dari hasil penelitian tersebut.

5.1. Kesimpulan.

5.1.1. Kabupaten Wilayah yang tidak makmur hal ini bisa dilihat dari rata-rata pendapatan perkapita per wilayah kabupaten yang lebih kecil jika di bandingkan dengan rata-rata pendapatan perkapita di Provinsi Jawa Timur dimana dari 29 kabupaten yang tersebar di Provinsi Jawa Timur hanya 2 wilayah yang memiliki tingkat penduduk yang makmur yakni kabupaten Sidoarjo sebesar Rp.25.944.739,43 dan kabupaten Gresik sebesar Rp.22.963.810,97.

5.1.2. Kabupaten Wilayah yang tidak tumbuh hal ini bisa dilihat dari rata-rata Pertumbuhan Ekonomi per wilayah kabupaten yang di bandingkan dengan rata-rata Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Timur dimana dari 29 kabupaten yang tersebar di Provinsi Jawa Timur hanya 2 wilayah yang memiliki nilai pertumbuhan Ekonomi yang lebih dari rata-rata Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Timur yakni kabupaten Pasuruan sebesar 5,99 % dan Kabupaten Bojonegoro sebesar 10,20 % yang diartikan bahwa hanya 2 wilayah kabupaten yang memiliki daerah tumbuh.


(5)

5.1.3. Indeks Entropi Theil di wilayah Kabupaten Jawa Timur mengalami penurunan antara tahun 2005 hingga tahun 2006 terjadi pada wilayah kabupaten Blitar, Situbondo, Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Madiun, Magetan, Ngawi, Lamongan, Gresik, Pamekasan.

5.1.4. Indeks Entropi Theil di wilayah Kabupaten Jawa Timur mengalami penurunan antara tahun 2006 hingga tahun 2007 terjadi pada wilayah kabupaten : Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Nganjuk, Tuban, Lamongan, Sampang, Pamekasan.

5.1.5. Indeks Entropi Theil di wilayah Kabupaten Jawa Timur mengalami penurunan antara tahun 2007 hingga tahun 2008 terjadi pada wilayah kabupaten : Ponorogo, Kediri, Malang, Situbondo, Pasuruan, Sidoarjo, Nganjuk, Bojonegoro, Gresik, Bangkalan, Sumenep.

5.1.6. Indeks Entropi Theil di wilayah Kabupaten Jawa Timur mengalami penurunan antara tahun 2008 hingga tahun 2009 terjadi pada wilayah kabupaten : Bojonegoro.. Dari 29 kabupaten yang ada di Jawa Timur dapat disimpulkan bahwa wilayah kabupaten Situbondo yang memiliki Indeks Entropi Theil yang mengalami penurunan pada tahun 2005 hingga 2008 hal ini dapat diartikan bahwa ada manfaat antara pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di kabupaten tersebut.


(6)

5.2. Saran.

5.2.1. Jadi pemerintah di masing-masing obyek penelitian diharapkan dapat untuk meningkatkan sektor ekonomi yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sehingga dapat diharapkan nilai pada Indeks Entropi Theil semakin kecil dan kesenjangan pendapatan perkapita semakin kecil atau tidak terjadinya suatu kesenjangan (tidak senjang) dan ketidak makmuran masyarakat per wilayah Kabupaten Jawa Timur.