Analisis hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia propinsi Jawa Timur

(1)

EKONOMI DENGAN PEMBANGUNAN MANUSIA

PROPINSI JAWA TIMUR

Oleh :

MARIA YUNITASARI NRP A 14303015

DEPARTEMEN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(2)

dengan Pembangunan Manusia Propinsi Jawa Timur. Di Bawah Bimbingan HERMANTO SIREGAR.

Kebijakan pembangunan ekonomi pada pemerintahan orde baru yang berorientasi pada peranan uang (capital centered development), telah berhasil meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Namun keberhasilan pada masa tersebut tidak berlangsung lama. Masa pemulihan perekonomian Indonesia akibat krisis lebih lambat dibandingkan dengan Korea, Jepang, dan Thailand. Peringkat Indonesia ke-111 dari 175 negara di dunia, menunjukkan rendahnya kualitas manusia Indonesia. Jika dibandingkan dengan negara- negara di ASEAN, rendahnya kualitas manusia Indonesia disebabkan oleh rendahnya perhatian dan kebijakan pengeluaran pemerintah terhadap pembangunan manusia. Kenyataan tersebut mendorong dilakukannya perubahan paradigma pembangunan, dimana pembangunan dilakukan dengan pendekatan ekonomi yang dihumaniskan (people center development) dengan menjadikan manusia sebagai tujuan akhir pembangunan, bukan sebagai alat pembangunan.

Pertumbuhan ekonomi yang tidak memperhatikan pembangunan manusia tidak akan bertahan lama (sustainable). Agar berjalan positif dan berkelanjutan harus ditunjang oleh kebijakan sosial yang pro pembangunan manusia. Selama ini, PDRB dipercaya sebagai ukuran utama yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi. Dengan adanya perubahan paradigma pembangunan, UNDP mengajukan IPM sebagai indikator yang dianggap lebih baik guna mengukur keberhasilan pembangunan. UNDP menunjukkan bahwa wilayah yang mempunyai PDRB tinggi, belum tentu memilki IPM yang tinggi pula. Namun, wilayah yang IPMnya rendah, belum tentu PDRBnya juga rendah. Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu propinsi dengan PDRB yang tinggi namun IPM yang rendah. Pada tahun 1999, PDRB Propinsi Jawa Timur menduduki peringkat ke-3, namun pembangunan manusianya menduduki peringkat ke-22. Selain itu, Propinsi Jawa Timur juga tercatat sebagai propinsi dengan angka kemiskinan yang tinggi dan PDRB per kapita yang rendah.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur dan melihat seberapa besar faktor tersebut mempengaruhi pembangunan manusia di Jawa Timur. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder dari BPS dan situs-situs yang menyediakan data-data yang terkait dengan peneltian ini (Sistem Informasi Keuangan Daerah-Departemen Keuangan, UNDP, dan World Bank).

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan dua metode analisis, yaitu analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif dilakukan dengan membaca tabel dan grafik untuk melihat kecenderungan dari perkembangan data-data komponen atau variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan teknik estimasi menggunakan data panel atau pooled data (kombinasi data time series dan cross section). Dengan unit cross section adalah 29 kabupaten dan 8 kota di Propinsi Jawa Timur, dan tahun 1996, 1999, dan 2002 sebagai unit time series-nya.


(3)

Excel dan Eviews 4.1. Sedangkan estimasi dengan data panel dilakukan melalui uji kesesuaian model (pooled least square, fixed effect, dan random effect) untuk mengetahui model mana yang terbaik dalam mengestimasi model dan uji evaluasi model.

Analisis hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur diestimasi dengan menggunakan 6 (enam) variabel penjelas, yaitu variabel PDRB per kapita, kemiskinan, peran perempuan, pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan, dan pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan. Untuk menunjukkan adanya kebijakan desentralisasi politik, administratif, dan fiskal, dimasukkan dummy otonomi daerah ke dalam model.

Uji kesesusuaian model dari teknik estimasi data panel dilakukan dengan

Chow Test dan Hausman Test. Dari uji tersebut, dihasilkan bahwa model fixed effect lebih baik digunakan untuk melakukan analisis hubungan antara kinerja ekonomi dan pembangunan manusia di Propinsi Jawa Timur. Kemudian, setelah dibandingkan antara model fixed effect PLS (tanpa pembobotan) dengan model

fixed effect GLS (cross secton weighted), disimpulkan bahwa hasil estimasi dengan model fixed effect GLS menghasilkan lebih banyak variabel yang signifikan dibandingkan dengan model fixed effect PLS.

Hasil estimasi model dengan fixed effect GLS menghasilkan adjusted-R2

sebesar 0,9999, artinya 99,99 persen model dapat dijelaskan oleh variabel- variabel bebasnya. Pada taraf nyata 5 persen, variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap pembangunan manusia adalah variabel PDRB per kapita, kemiskinan, pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan, pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan, dan otonomi daerah. Sedangkan variabel yang berpengaruh secara tidak signifikan terhadap pembangunan manusia adalah peran perempuan.

PDRB per kapita mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pembangunan manusia dengan nilai koefisien 0,008. Kemiskinan mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap pembangunan manusia dengan nilai koefisien sebesar -0,04. Pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pembangunan manusia dengan nilai koefisien 0,019. Pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap pembangunan manusia dengan nilai koefisien sebesar -0,006. Kebijakan otonomi daerah mempunyai pengaruh positif dan signfikan terhadap pembangunan manusia dengan nilai koefisien 0,018. Sedangkan peran perempuan, yang dalam hal ini diwakili oleh indeks pemberdayaan jender (IDJ) mempunyai pengaruh positif namun tidak signifikan terhadap pembangunan manusia dengan nilai koefisien 0,005.

Pelaksanaan pembangunan seharusnya dilakukan dengan pendekatan secara sektoral dan regional. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur memberikan pengaruh yang sangat kecil terhadap pembangunan manusia nya. Oleh karena itu, diperlukan upaya pemberdayaan masyarakat miskin melalui kegiatan UMKM,

Corporate Social Responbility (CSR), proyek usahatani, serta bantuan kredit dan pemberdayaan masyarakat pesisir (nelayan).


(4)

PROPINSI JAWA TIMUR

Oleh :

MARIA YUNITASARI A 14303015

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(5)

EKONOMI DENGAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROPINSI JAWA TIMUR

Nama : Maria Yunitasari NRP : A 14303015

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec. NIP. 131 803 656

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP .131 124 019


(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS HUBUNGAN ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI DENGAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROPINSI JAWA TIMUR” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN. UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Mei 2007

Maria Yunitasari NRP A 14303015


(7)

Penulis dilahirkan di Kabupaten Pacitan, Propinsi Jawa Timur pada tanggal 1 November 1984. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Mardjuki dan Ibu Siti Wahyuni.

Penulis mengikuti pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Pertiwi pada tahun 1992. Pendidikan Sekolah Dasar Penulis diselesaikan di SD Negeri Baleharjo II Pacitan pada tahun 1997. Kemudian Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Pacitan pada tahun 1997-2000. Pendidikan tingkat atas dapat Penulis selesaikan di SMU Negeri 1 Pacitan tahun 2000-2003.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI pada tahun 2003. Di IPB penulis diterima pada program studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya (EPS), Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Selama menjadi mahasiswa, Penulis aktif dalam himpunan profesi Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilm Sosial Ekonomi Pertanian (MISETA) periode 2003/2004 sebagai staf pada Departemen Kewirausahaan.


(8)

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pembangunan Manusia Propinsi Jawa Timur” dapat diselesaikan.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini Penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian penulisan skripsi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis berusaha mengerjakan dan menyajikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Namun demikian, Penulis menyadari bahwa masih terdapat keterbatasan dan kekurangan. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan penelitian selanjutnya. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Mei 2007

Maria Yunitasari NRP A 143030315


(9)

Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini, banyak pihak yang turut andil dan berkontribusi. Segala bentuk bimbingan, bantuan, dukungan, dan doa merupakan nikmat yang akan selalu Penulis syukuri. Untuk itu, sebagai salah satu bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, Penulis ingin mengucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec. selaku dosen pembimbing skripsi yang denga penuh kesabaran telah memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi kepada Penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Bapak A. Faroby Falatehan, S.P., ME. selaku penguji utama dan Ibu Eva Anggraini, S.P., M.Si. selaku dosen penguji dari Komisi Pendidikan yang telah bersedia meluangkan waktu, pikiran, dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

3. Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan kasih sayang yang ikhlas, doa yang tulus, dorongan moril dan materiil, serta Mas Aan yang senantiasa mendoakan dan memberikan motivasi.

4. Pak Budi, Kak Ary, Kak Hendi, Mas Roni, atas segala bantuannya. 5. Mbak Pini yang selalu memberikan semangat dan keceriaan.

6. Evy Fachraini Winniasri dan Roy Syahputra Ginting yang terus bersama-sama berjuang dalam penelitian ini.

7. Teman-teman EPS ’40 yang ceria dan kompak.

8. Teman-teman Edelweiss yang selalu memberi keceriaan, kebersamaan, dan semangat.

9. Serta semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga semua kebaikan yang telah diberikan mendapatkan balasan dan ridho dari Allah SWT. Amin.


(10)

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ...xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Perumusan Masalah ...4

1.3 Tujuan Penelitian ...8

1.4 Manfaat Penelitian ...8

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ...9

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Manusia ...11

2.2 Pertumbuhan Ekonomi ...13

2.3 Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Manusia ...15

2.4 Hasil Penelitian Terdahulu ...18

III. KERANGKA BERPIKIR 3.1 Kerangka Konseptual ...25

3.1.1 Indeks Pembangunan Manusia ...25

3.1.2 Pendapatan Domestik Regional Bruto ...26

3.1.3 Kemiskinan ...26

3.1.4 Indeks Pemberdayaan Jender ...27

3.1.5 Pengeluaran Sosial Pemerintah ...28

3.1.6 Otonomi Daerah ...30

3.1.7 Analisis Panel Data ...31

3.2 Kerangka Operasional ...35

3.3 Hipotesis Penelitian ...38

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...40


(11)

4.3.1 Spesifikasi Model Analisis Panel Data ...42

4.3.2 Uji Kesesuaian Model ...44

4.3.3 Evaluasi Model ...47

4.4 Definisi Operasional ...49

V. GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA TIMUR 5.1 Kondisi Geografis ...51

5.2 Administrasi Pemerintah ...52

5.3 Kependudukan dan Sosial ...52

5.4 Perekonomian dan Sektor Lapangan Usaha ...53

5.5 Tipologi Kabupaten/Kota ...56

VI. PEMBANGUNAN MANUSIA, PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT KEMISKINAN, INDEKS PEMBERDAYAAN JENDER, DAN PENGELUARAN SOSIAL PEMERINTAH 6.1 Indeks Pembangunan Manusia ...60

6.2 Pendaptan Domestik Regional Bruto per Kapita ...64

6.3 Tingkat Kemiskinan ...66

6.4 Indeks Pemberdayaan Jender ...70

6.5 Pengeluaran Sosial Pemerintah ...73

VII. ANALISIS HUBUNGAN ANTARA KINERJA EKONOMI DENGAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROPINSI JAWA TIMUR 7.1 Uji Kesesuaian Model ...78

7.2 Evaluasi Model ...78

7.3 Analisis Hubungan Antara Kinerja Ekonomi dengan Pembangunan Manusia ...82

7.3.1 Variabel yang Signifikan Mempengaruhi Pembangunan Manusia ...83

7.3.2 Variabel yang Tidak Signifikan Mempengaruhi Pembangunan Manusia ...91

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan ...92


(12)

(13)

Tabel Teks Halaman 1. Pengeluaran untuk Sektor Kesehatan dan Pendidikan di

Beberapa Negara ASEAN ...2 2. Peringkat Propins i di Indonesia Berdasarkan PDRB dan PDRB

per Kapita (dalam ribu rupiah), serta IPM Tahun 1999 ...5 3. Jumlah Kabupaten/Kota Menurut Persentase Penduduk Miskin

Tahun 1996, 1999, dan 2002 ...69 4. Realisasi Pengeluaran Pembangunan Kabupaten/Kota

di Propinsi Jawa Timur Tahun 1996, 1999, dan 2002 ...73 5. Hasil Estimasi Panel Data dengan model Fixed Effect GLS ...80


(14)

Gambar Teks Halaman 1. Alur Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dan

Pembangunan Manusia ...16 2. Bagan Kerangka Operasional ...38 3. Perkembangan IPM Menurut Kabupaten/Kota se-Jawa Timur

Tahun 1996, 1999, dan 2002 ...62 4. Perkembangan PDRB per Kapita ADHK 1993 Menurut

Kabupaten/Kota Tahun 1996, 1999, dan 2002...65 5. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota se- Jawa Timur Tahun 1996, 1999, dan 2002 ...68 6. Perkembangan Indeks Pemberdayaan Perempuan Menurut

Kabupaten/Kota Tahun 1996, 1999, dan 2002...72 7. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Untuk Sektor Pendidikan

Menurut Kabupaten/Kota se-Jawa Timur Tahun 1996, 1999,

dan 2002 ...75 8. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Untuk Sektor Kesehatan

Menurut Kabupaten/Kota se-Jawa Timur Tahun 1996, 1999,


(15)

Lampiran Teks Halaman 1. Komponen Indeks Pembangunan Manusia Propinsi Jawa

Timur Tahun 1996, 1999, dan 2002 ...99

2. Data Mentah Olahan Untuk Estimasi Data Panel ...101

3. Hasil Estimasi Dengan Menggunakan Pooled Least Square ...104

4. Hasil Estimasi Dengan Menggunakan Fixed Effect ...105

5. Hasil Estimasi Dengan Menggunakan Random Effect ...106

6. Uji Kesesuaian Model ...108

7. Hasil Estimasi Dengan Menggunakan Fixed Effect GLS ...110


(16)

1.1 Latar Belakang

Kebijakan pembangunan ekonomi yang ditempuh pada masa lalu ditujukan untuk mempertinggi kesejahteraan dalam arti yang seluas-luasnya. Pada masa pemerintahan orde baru, pembangunan berorientasi di bidang ekonomi dengan menitikberatkan pada peranan uang (capital centered development). Kemajuan dalam kegiatan perekonomian pada masa itu telah berhasil meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

Namun keberhasilan tersebut tidak berlangsung lama akibat terjadinya krisis ekonomi. Pengalaman selama krisis menunjukkan bahwa negara- negara yang mempunyai kualitas sumber daya manusia yang lebih baik lebih cepat bangkit dari krisis yang melandanya. Hal ini dapat dilihat pada negara- negara seperti Korea, Jepang, Thailand, dan negara-negara lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara langsung maupun tidak langsung, kualitas sumber daya manusia mempunyai peran yang paling utama dan sangat menentukan dalam pembangunan ekonomi.

Pada tahun 2003, Indonesia termasuk dalam kategori menengah dalam pembangunan manusia dengan peringkat ke-111 dari 175 negara1. Indonesia berada satu peringkat di atas Vietnam namun jauh di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Peringkat Indonesia semakin menurun dari tahun ke tahun. Hal ini diduga sebagai akibat dari rendahnya perhatian pemerintah pada aspek pembangunan manusia.

1


(17)

Di antara negara-negara ASEAN, Indonesia tercatat sebagai negara dengan alokasi anggaran untuk kesehatan dan pendidikan yang paling rendah. Jika dilihat pada Tabel 1 di bawah ini, pengeluaran masyarakat dan pemerintah pada bidang pendidikan dan kesehatan di Indonesia paling kecil di kawasan ASEAN. Padahal potensi sumber daya manusia di Indonesia adalah paling besar di Asia Tenggara. Tabel 1. Pengeluaran untuk Sektor Kesehatan dan Pendidikan Beberapa Negara

ASEAN Tahun 2000

Negara

Persentase dari Pengeluaran Pemerintah

Persentase dari Pengeluaran Masyarakat (% dari PDB)

Pendidikan Kesehatan Pendidikan Kesehatan

Indonesia 9 3 1,7 0,7

Malaysia 23 6 5,3 1,4

Singapura 20 3 2,2 1,3

Filipina 19 7 3 1,3

Thailand 22 9 4,2 1,4

Vietnam - - 7 1,1

Sumber : UNICEF dalam Remi (2006)

Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa persentase pengeluaran pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk sektor pendidikan dan kesehatan, paling rendah jika dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN lainnya. Dari data tersebut, dapat dilihat target pemerintah untuk mengalokasikan anggaran untuk sektor pendidikan sebesar 20 persen dari APBN/APBD di luar belanja rutin, juga belum tercapai.

Menurut World Bank (2000), jika dibandingkan dengan rata-rata negara-negara di Asia Timur dan Pasifik, pembiayaan pemerintah Indonesia untuk sektor kesehatan 20 persen lebih rendah dan manfaatnya cenderung dirasakan oleh kelompok orang kaya. Sekitar 20 persen orang miskin hanya menggunakan delapan persen untuk pelayanan kesehatan dasar dibandingkan 39 persen yang


(18)

dinikmati oleh 20 persen orang kaya. Oleh karena itu, diperlukan political will

yang kuat dari pemerintah untuk meningkatkan anggaran pembangunan manusia. Ketimpangan regional, krisis multidimensional, kemiskinan, dan ancaman disintregasi nasional memaksa terjadinya perubahan paradigma pembangunan. Pada orde reformasi, pembangunan dilakukan dengan pendekatan ekonomi yang dihumaniskan (people centered development) dengan memasukkan aspek sosial, kesejahteraan, dan lingkungan. Sehingga pertumbuhan ekonomi yang dicapai akan menjadi “pelayan” bagi pemenuhan berbagai aspek kebutuhan masyarakat secara berkeadilan (UNDP dalam Ilmalia, 2005).

Perubahan paradigma pembangunan pada dasarnya adalah menjadikan manusia sebagai tujuan akhir pembangunan, bukan sebagai alat pembangunan. Pembangunan manusia menekankan terpenuhinya kehidupan yang layak bagi manusia. Pertumbuhan ekonomi dapat menunjang pemenuhan hak dan kebebasan, serta mempromosikan simbiosis antara pembangunan ekonomi dan keadilan sosial; antara ekonomi yang maju dan politik yang sehat; serta antara kesejahteraan masyarakat dan individu.

Pembangunan yang menjamin keberlanjutan hidup manusia dan berkeadailan sosial, merupakan kewajiban negara untuk memenuhi kewajibannya terhadap hak atas pembangunan bagi seluruh rakyat. Oleh karena itu, program pembangunan harus diarahkan untuk pemerataan dan pengurangan pemiskinan melalui komitmen visi pembangunan nasional, dan diimplementasikan melalui konsep pembangunan yang berpihak kepada orang miskin (pro-poor development) serta berbasis pada keadilan gender (being based on justice of gender).


(19)

Dengan demikian, keberadaan pembangunan manusia sebagai indikator kesejahteraan dan sosial masyarakat, sangat penting bagi bangsa Indonesia karena : (1) Pembangunan pada hakekatnya merupakan pembangunan manusia, (2) Pembangunan manusia Indonesia masih sangat tertinggal bila dibandingkan dengan negara- negara lain, dan (3) Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan, yang notabene berpengaruh pada kualitas SDM, masih sangat rendah.

1.2 Perumusan Masalah

Pertumbuhan ekonomi penting bagi pembangunan manusia. Pertumbuhan ekonomi yang tidak memperhatikan pembangunan manusia tidak akan bertahan lama. Agar berjalan positif dan berkelanjutan harus ditunjang oleh kebijakan sosial yang pro pembangunan manusia. Dengan kata lain, economic development is not and should not be defined as social development. Walaupun pembangunan ekonomi dan manusia berhubungan, hubungan itu masih memerlukan intervening variable, yakni kebijakan sosial yang menopang beroperasinya hubungan itu2.

Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) selama ini dipercaya sebagai salah satu indikator utama yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi. Kemudian UNDP mengajukan indikator lain yang dianggap lebih baik guna mengukur keberhasilan pembangunan yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Untuk mengetahui sejauh mana keterkaitan IPM dan pembangunan ekonomi khususnya pembangunan ekonomi di daerah maka dalam Tabel 2 diperlihatkan angka-angka PDRB, PDRB per kapita, dan IPM menurut propinsi.

2


(20)

Tabel 2. Peringkat Propinsi Berdasarkan PDRB dan PDRB per Kapita (dalam ribu rupiah) serta IPM Tahun 1999

Propinsi PDRB Peringkat PDRB/kapita Peringkat IPM Peringkat

Aceh 11.463.291 9 2.906 5 70,1 12

Sumatera Utara 23.714.738 5 2.097 8 71,7 5

Sumatera Barat 7.609.545 11 1.733 14 69,6 15

Riau 19.808.076 6 4.882 3 71,6 6

Jambi 3.145.342 21 1.279 19 70,3 11

Sumatera Selatan 13.521.163 8 1.824 10 70,4 10

Bengkulu 1.693.619 25 1.157 21 70,7 9

Lampung 6.914.210 14 1.106 23 69,8 13

Jakarta 66.164.802 2 7.083 2 77,5 1

Jawa Barat 68.243.530 1 1.701 15 69,6 16

Jawa Tengah 41.862.204 4 1.401 16 69,8 14

Yogyakarta 5.111.563 17 1.754 13 74,0 2

Jawa Timur 61.752.469 3 1.810 11 65,8 22

Bali 7.141.773 12 2.442 6 71,0 7

NTT 3.195.295 20 0.862 25 58,9 26

NTB 2.685.357 23 0.738 26 62,1 24

Kalimantan Barat 6.714.068 15 1.799 12 64,7 23

Kalimantan Tengah 4.036.155 18 2.394 7 72,0 4

Kalimantan Selatan 5.956.571 16 2.012 9 68,0 19

Kalimantan Timur 19.792.193 7 8.147 1 71,0 8

Sulawesi Utara 3.574.698 19 1.331 18 73,3 3

Sulawesi Tengah 2.212.649 24 1.108 22 67,7 21

Sulawesi Selatan 9.485.863 10 1.233 20 67,8 20

Sulawesi Tenggara 1.561.002 26 0.950 24 68,9 18

Maluku 2.981.248 22 1.392 17 69,4 17

Papua 6.944.927 13 3.437 4 61,2 25

Sumber : UNDP dalam Remi (2006)

Dari Tabel 2 tersebut menunjukkan bahwa suatu propinsi yang tertinggi PDRB-nya tidak selalu memperlihatkan IPM yang tertinggi pula, demikian pula sebaliknya. Deskripsi tersebut menunjukkan terjadinya ketimpangan antara pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia antar daerah di Indonesia yang sangat berpengaruh pula terhadap kemiskinan.

Hingga saat ini, Indonesia masih dalam tahap pemulihan akibat krisis ekonomi. Namun proses pemulihan melalui restrukturisasi di bidang ekonomi, sosial dan politik, selama ini berlangsung tidak merata. Selain masalah


(21)

kesenjangan pendapatan masyarakat, kesenjangan ini juga terjadi dalam pencapaian IPM antardaerah. Berdasarkan penghitungan terakhir yang dilakukan oleh BPS, pencapaian 20 IPM terbaik tahun 2004 masih didominasi oleh kota-kota besar, seperti Jakarta, Yogyakarta, Padang, dan Makasar.

Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu propinsi yang berhasil mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara nasional. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan pada informasi Tabel 1. Pada tahun 1999 PDRB Propinsi Jawa Timur menduduki peringkat ke-3 setelah Propinsi Jawa Barat dan Jakarta. Hal ini mengingat Kota Surabaya sebagai Ibukota Propinsi Jawa Timur, merupakan kota industri dan metropolitan kedua setelah DKI Jakarta.

Namun, tingkat kesejahteraan manusia di Jawa Timur dalam hal pendapatan, kecukupan pangan, kesehatan, pendidikan, kesempatan kerja, atau perumahan (komponen kebutuhan dasar manusia yang diagregatkan ke dalam ukuran IPM) masih menunjukkan kinerja yang kurang menggembirakan. Hal tersebut diperkuat dengan kenyataan bahwa sebagian besar kabupaten/kota di Jawa Timur tergolong sebagai daerah dengan angka kemiskinan yang tinggi, penerimaan fiskal per kapita yang rendah, dan PDRB per kapita yang rendah3.

Pada tahun 1999 IPM Propinsi Jawa Timur menduduki peringkat ke-22 dari 26 propinsi di Indonesia. Akibat krisis ekono mi, pada tahun 1999 IPM Jawa Timur menurun dari 65,5 pada 1996 menjadi 61,8 kemudian meningkat me njadi 62,64 pada tahun 2002. Meskipun mengalami peningkatan, IPM Jawa Timur menurun ke posisi 25. Hal tersebut sangat kontradiktif dibandingkan dengan perkembangan dari aspek ekonomi.

3


(22)

Sejak 1 Januari 2001 diberikan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah otonom. Dengan kewenangan otonomi daerah, masing- masing pemerintah daerah menyusun perencanaan pembangunan dan anggaran keuangannya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakatnya. Oleh karena itu, selain untuk membiayai pembangunan sektor-sektor ekonomi, pemerintah daerah perlu merealokasi pembelanjaan publik untuk sektor pendidikan dan kesehatan. Investasi dalam modal manusia (human capital), yaitu pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kebijakan populasi, dapat secara langsung memperbaiki kualitas hidup. Investasi itu juga dapat memperbaiki insentif investasi melalui efek angkatan kerja yang lebih sehat dan lebih terdidik terhadap produktivitas modal. Hal itu akan menggeser tekanan lebih ke arah modal manusia yang dapat mempromosikan pertumbuhan yang lebih pesat dalam jangka panjang (World Bank, 2001).

Berdasarkan latar belakang dan kondisi di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, antara lain :

1. Bagaimana gambaran pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, peran perempuan, dan pengeluaran sosial pemerintah di Jawa Timur ?

2. Apa saja faktor- faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia Jawa Timur ?

3. Berapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap pembangunan manusia Jawa Timur ?


(23)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, tujuan penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, peran perempuan, dan pengeluaran sosial pemerintah di Jawa Timur.

2. Menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia Jawa Timur.

3. Menganalisis besarnya pengaruh faktor- faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia Jawa Timur.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan arahan dan sebagai dasar pertimbangan, antara lain :

1. Sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam perumusan dan perencanaan kebijakan pembangunan daerah, baik pembangunan ekonomi maupun pembangunan manusia.

2. Sebagai pedoman dalam penetapan kebijakan yang terkait dengan alokasi dana pembangunan dari APBD sehingga dapat lebih efektif dan efisien, sesuai dengan visi dan misi pembangunan wilayah suatu daerah.

3. Sebagai informasi bagi studi pustaka dan penelitian selanjutnya, khususnya tentang kajian pembangunan wilayah, otonomi daerah, dan analisis kebijakan fiskal.


(24)

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Pembahasan dalam penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur. Pembangunan manusia dalam penelitian ini ditunjukkan oleh IPM, sedangkan pertumbuhan ekonomi ditunjukkan oleh besarnya PDRB per kapita Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) tahun 1993. Hubungan tersebut juga ditunjukkan oleh pengaruh dari faktor-faktor lain, seperti tingkat kemiskinan, peran perempuan, dan kebijakan pengeluaran sosial pemerintah untuk sektor pendidikan dan kesehatan, serta pengaruh dari adanya kebijakan otonomi daerah.

Kelengkapan data dari setiap kabupaten dan kota sebagai komponen cross section menjadi salah satu faktor dalam pemilihan lokasi penelitian. Selain itu, komponen time series yang digunakan hanya tahun 1996, 1999, dan 2002 karena data-data mengenai capaian pembangunan manusia dari BPS-Bappenas-UNDP diterbitkan setiap 4 tahun sekali. Selain itu, keterbatasan data juga berlaku pada variabel pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan dan kesehatan. Setelah tahun 2002 format APBN/AP BD berubah menjadi anggaran berbasis kinerja

(performance budgeting system), sehingga tidak dapat diketahui alokasi pengeluaran pemerintah per sektor.


(25)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pembangunan Manusia

Tujuan dasar pembangunan adalah untuk memperbesar spektrum pilihan manusia. Pada dasarnya pilihan-pilihan tersebut tidak terbatas dan senantiasa terus berubah. Manusia sering menghargai capaian-capaian yang tidak terlihat dalam angka pendapatan dan pertumbuhan ekonomi seperti akses yang lebih besar terhadap pendidikan, kesehatan, kehidupan yang lebih terjamin, jaminan yang lebih besar bagi keamanan terhadap kriminalitas dan kekerasan, pemanfaatan waktu senggang, kebebasan politik dan budaya, serta ikut serta dalam kegiatan sosial masyarakat (Firdausy, 1998).

Konsep pembangunan manusia lebih luas, mencakup hampir seluruh aspek kehidupan manusia, dari kebebasan mengungkapkan pendapat sampai dengan kesetaraan jender, lapangan kerja, gizi anak, sampai angka melek huruf orang dewasa (BPS-Bappenas-UNDP, 2001). Konsep pembangunan manusia lebih luas dari teori konvensional dan konsep pembangunan ekonomi. Pada model pertumbuhan ekonomi titik beratnya lebih menekankan pada peningkatan pembangunan daripada perbaikan kualitas hidup manusia.

Pembangunan manusia mensyaratkan adanya kebebasan sebagai proses untuk memperbesar pilihan yang dimiliki manusia (a process of enlarging people’s choices), kebebasan memilih apa yang mereka inginkan dan bagaimana mereka akan menjalani hidup. Manusia harus bebas untuk melakukan apa yang menjadi pilihannya di dalam sistem pasar yang berfungsi dengan baik (BPS-Bappenas-UNDP, 2001).


(26)

Konsep pembangunan manusia yang direkomendasikan oleh UNDP pada tahun 1991 mencakup 4 (empat) komponen, yaitu : Pertama, kesetaraan (equality)

yang merujuk pada kesamaan dalam memperoleh akses ke sumber daya ekonomi dan politik yang menjadi hak dasar warga negara. Ini mensyaratkan sejumlah hal yaitu : (i) Distribusi aset-aset ekonomi produktif secara adil; (ii) Distribusi pendapatan melalui perbaikan kebijakan fiskal; (iii) Menata sistem kredit perbankan untuk memberi kesempatan bagi kelompok kecil dan menengah dalam mengembangkan usaha; (iv) Menata sistem politik demokratis guna menjamin hak dan kebebasan politik; dan (v) Menata sistem hukum guna menjamin tegaknya keadilan.

Kedua, produktivitas (productivity) yang merujuk pada usaha-usaha sistematis yang bertujuan meningkatkan kegiatan ekonomi. Upaya ini mensyaratkan investasi di bidang sumber daya manusia, infrastruktur, dan finansial guna mendukung pertumbuhan ekonomi, yang berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Agar kapasitas produksi maksimal, maka investasi lebih difokuskan pada upaya peningkatan mutu SDM, yang ditandai oleh peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta penguasaan teknologi. SDM berkualitas memainkan peranan sentral dalam proses pembangunan suatu bangsa.

Ketiga, pemberdayaan (empowerment) yang merujuk pada setiap upaya membangun kapasitas masyarakat dengan cara melakukan transformasi potensi dan kemampuan, sehingga mereka memiliki kemandirian, otonomi, dan otoritas dalam melaksanakan pekerjaan dan mengatasi permasalahan sosial. Dalam konteks ini, pembangunan menempatkan manusia sebagai pusat segala perhatian yang bertujuan bukan saja meningkatkan pertumbuhan dan pendapatan, melainkan


(27)

juga memperluas pilihan-pilihan publik (public choices) sehingga manusia mempunyai peluang mengembangkan segenap potensi yang dimiliki.

Keempat, berkelanjutan (sustainability) yang merujuk pada strategi dalam mengelola dan merawat modal pembangunan: fisik, manusia, finansial, dan lingkungan agar bisa dimanfaatkan guna mencapai tujuan utama pembangunan, yaitu kesejahteraan rakyat. Untuk itu, penyegaran, pembaruan, dan pelestarian modal pembangunan sangat penting dan perlu guna menjaga kesinambungan proses pembangunan di masa depan.

Sebenarnya paradigma pembangunan manusia tidak berhenti sampai disana. Pilihan-pilihan tambahan yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat luas seperti kebebasan politik, ekonomi, sosial, sampai kepada kesempatan untuk menjadi kreatif dan produktif, dan menikmati kehidupan yang sesuai dengan harkat pribadi dan jaminan hak-hak asazi manusia merupakan bagian dari paradigma tersebut.

Dengan demikian, paradigma pembangunan manusia memiliki dua sisi. Sisi pertama berupa formasi kapabilitas manusia seperti perbaikan taraf kesehatan, pendidikan, dan ketrampilan. Sisi lainnya adalah pemanfaatan kapabilitas mereka untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif, kultural, sosial, dan politik. Jika kedua sisi itu tidak seimbang, maka hasilnya adalah frustasi masyarakat (UNDP

dalam Soebeno, 2005).

Konsep pembangunan manusia dalam pengertian di atas jauh lebih luas dari pada teori-teori pembangunan ekonomi, pendekatan SDM, pendekatan kesejahteraan, dan pendekatan kebutuhan dasar manusia. model pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan peningkatan pendapatan dan produksi nasional (GNP).


(28)

Pembangunan SDM menempatkan manusia terutama sebagai input dari proses produksi (sebagai suatu sarana, bukan tujuan). Pendekatan kesejahteraan melihat manusia sebagai pemanfaat (beneficiaries) bukan sebagai agen perubahan dalam pembangunan. Pendekatan kebutuhan dasar memfokuskan pada penyediaan barang dan jasa kebutuhan hidup.

Hal penting dari konsep pembangunan manusia antara lain : (i) pembangunan bertujuan akhir meningkatkan harkat dan martabat manusia; (ii) mengemban misi pemberantasan kemiskinan; (iii) mendorong peningkatan produktivitas secara maksimal dan meningkatkan kontrol atas barang dan jasa; (iv) memelihara konservasi alam (lingkungan) dan menjaga keseimbangan ekosistem; (v) memperkuat basis civil society dan institusi politik guna mengembangkan demokrasi; dan (vi) merawat stabilitas sosial politik yang kondusif bagi implementasi pembangunan.

Oleh karena itu, paradigma pembangunan manusia kini menjadi tema sentral dalam wacana perdebatan mengenai isu- isu pembangunan. Orientasi pembangunan pun bergeser dari sekadar mencapai tujuan makroekonomi seperti peningkatan pendapatan nasional dan stabilitas fiskal, ke upaya memantapkan pembangunan sosial (societal development).

2.2 Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Todaro (1998), pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses dimana kapasitas produksi dari suatu perekonomian meningkat sepanjang waktu untuk menghasilkan tingkat pendapatan yang semakin besar. Sedangkan menurut Salvatore (1997), pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses


(29)

dimana PDB riil per kapita meningkat secara terus menerus melalui kenaikan produktivitas per kapita. Sasaran berapa kenaikan produksi riil per kapita dan taraf hidup (pendapatan riil per kapita) merupakan tujuan utama yang perlu dicapai melalui penyediaan dan pengarahan sumber-sumber produksi.

Kuznet mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologinya dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis negara yang bersangkutan (Jhingan, 1992).

Teori klasik juga membahas pertumbuhan ekonomi dengan penekanan pada akumulasi kapital yang dapat meningkatkan output. Asumsinya bahwa fleksibilitas harga dan upah akan menciptakan kesempatan kerja penuh. Model pertumbuhan klasik didasari oleh dua faktor utama, yaitu pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk. Adam Smith mengatakan bahwa peningkatan output atau pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu peningkatan spesialisasi kerja, sistem pembagian kerja, dan penggunaan mesin untuk meningkatkan produkivitas. Apabila ketiga metode tersebut dilakukan, maka peningkatan akumulasi kapital akan terjadi.

Fungsi dasar dari semua kegiatan ekonomi pada hakekatnya adalah untuk menyediakan sebanyak mungkin perangkat dan bekal guna menghindari segala kesengsaraan dan ketidakberdayaan yang diakibatkan oleh kekurangan pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan. Atas dasar tersebut dapat dinyatakan bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi itu merupakan prasyarat bagi membaiknya kualitas kehidupan.


(30)

2.3 Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Manusia

Modal manusia (human capital) merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan ekonomi. Dengan modal manusia yang berkualitas, kinerja ekonomi diyakini juga akan lebih baik. Sehingga dapat dikatakan bahwa “social development is economic development” (Mubyarto, 2004)1. Menurut Todaro (1997), sumber daya manusia dari suatu bangsa, bukan modal fisik atau sumber daya material, merupakan faktor paling menent ukan karakter dan kecepatan pembangunan sosial dan ekonomi suatu bangsa bersangkutan.

Laporan tahunan UNDP secara konsisten menunjukkan bahwa pembangunan manusia mendorong pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang tidak memperhatikan pembangunan manusia tidak akan bertahan lama (sustainable). Agar berjalan positif dan berkelanjutan harus ditunjang oleh kebijakan sosial (social policy) pemerintah yang pro pembangunan manusia (sosial).

Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia dapat dijelaskan melaui 2 (dua) jalur seperti yang tergambarkan pada Gambar 1. Jalur pertama adalah melalui kebijakan dan pengeluaran pemerintah. Dalam hal ini, faktor yang menentukan adalah pengeluaran pemerintah untuk subsektor sosial yang meliputi prioritas dalam pendidikan dan kesehatan dasar. Besarnya pengeluaran tersebut mengindikasikan besarnya komitmen pemerintah terhadap pembangunan manusia.

1


(31)

Gambar 1. Alur Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pembangunan Manusia

Jalur kedua adalah melalui kegiatan pengeluaran rumah tangga. Dalam hal ini, faktor yang menentukan adalah besar dan komposisi pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan dasar seperti pemenuhan nutrisi anggota keluarganya, biaya pelayanan pendidikan dan kesehatan dasar, serta untuk kegiatan lain yang serupa. Selain pengeluaran pemerintah dan pengeluaran rumah tangga, hubungan antara kedua variabel itu berlangsung melalui penciptaan lapangan kerja. Aspek ini sangat penting merupakan “jembatan” yang mengkaitkan antara keduanya (UNDP dalam Soebeno, 2006).

Kecenderungan rumah tangga untuk membelanjakan pendapatan bersihnya untuk barang-barang yang memiliki kontribusi langsung terhadap pembangunan manusia, seperti makanan, air, pendidikan, dan kesehatan, terga ntung dari sejumlah faktor seperti tingkat kemiskinan dan distribusi pendapatan antar rumah tangga dan juga pada siapa yang berperan dalam kehidupan dan mengontrol alokasi pengeluaran dalam rumah tangga.

Pertumbuhan ekonomi Kebijakan dan pengeluaran pemerintah Distribusi Pendapatan dan Tingkat Kemiskinan Pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan dasar Rasio tingkat pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan air bersih, dan sanitasi Pembangunan Manusia Rasio Pengeluaran Sosial Pemerintah


(32)

Secara umum diketahui bahwa sebagian besar porsi pendapatan penduduk miskin dihabiskan untuk konsumsi dibandingkan dengan penduduk kaya. Sementara, perempuan cenderung memiliki andil yang tidak kecil dalam mendidik anak, merawat keluarga, serta mengatur kebutuhan dan pengeluaran rumah tangga. Semakin tinggi tingkat pendidikan perempuan, akan semakin positif bagi pembangunan manusia.

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pembangunan manusia ditentukan bukan hanya oleh tingkat dan distribusi pendapatan. Melainkan juga oleh peran perempuan dalam rumah tangga dan peran pemerintah dalam kebijakan pengeluarannya. Alokasi sumber daya untuk pembangunan manusia dari sisi pemerintah tersebut merupakan fungsi dari tiga hal, yaitu total pengeluaran sektor pemerintah, berapa banyak yang dialokasikan ke sektor-sektor pembangunan manusia, dan bagaimana anggaran tersebut dialokasikan ke sektor sosial tersebut.

Dengan kata lain, pengaruh pembangunan manusia terhadap pertumbuhan ekonomi akan lebih meyakinkan jika memang ada kebiasaan untuk mendukung pendidikan yang baik, yang mana tergantung pada tahapan pembangunan itu sendiri. Selain itu, pengaruh positif juga jika terdapat tingkat investasi yang tinggi, distribusi pendapatan yang lebih merata, dukungan untuk modal sosial yang lebih baik, serta kebijakan ekonomi yang lebih memadai.

Akan tetapi, hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia secara empiris terbukti tidak bersifat otomatis. Banyak wilayah yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat tanpa diikuti oleh pembangunan manusia yang seimbang, begitu pula sebaliknya. Bukti tersebut tidak berarti bahwa pertumbuhan ekonomi tidak penting bagi pembangunan manusia.


(33)

Hipotesa trickle down pada teori konvensional berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi yang cepat akan memberi sumbangan pada pembangunan manusia. Sedangkan pertumbuhan endogenous memberi suatu kerangka alternatif yaitu dengan perbaikan dalam tingkat kematian bayi dan pencapaian pendidikan dasar, akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi (BPS-Bappenas-UNDP, 2001).

Pertumbuhan ekonomi justru merupakan sarana utama bagi pembangunan manusia, terutama pertumbuhan ekonomi yang merata secara sektoral dan kondusif terhadap penciptaan lapangan kerja. Hubungan yang tidak otomatis ini sesungguhnya merupakan tantangan bagi pelaksanaan pemerintah untuk merancang kebijakan yang mantap sehingga hubungan keduanya bersifat saling memperkuat.

2.4 Hasil Penelitian Terdahulu

Aisyah (2004) melakukan penelitian tentang Keterkaitan Antara Indikator Pembangunan Ekonomi (PDRB) dan Indikator Pembangunan Manusia (IPM) dalam Perekonomian Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : (1) Melihat gambaran ketimpangan antarwilayah dari berbagai indikator pembangunan ekonomi dan IPM, dan (2) Menganalisis keterkaitan antar indikator pembangunan ekonomi dan IPM.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah yang kaya akan sumber daya alam dan daerah-daerah kantong-kantong industri, perdagangan, dan jasa memiliki nilai PDRB per kapita yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain yang tidak mempunyai kelebihan-kelebihan tersebut. IPM daerah yang


(34)

pembangunan ekonominya tinggi cenderung sama dengan daerah lain yang pembangunan ekonominya sedang. Hubungan pembangunan ekonomi dan indikator IPM pada tahun penelitian mempunyai nilai yang positif dan signifikan. Hubungan pembangunan ekonomi dan pengeluaran riil per kapita bernilai positif dan signifikan. Sedangkan hubungan antara pembangunan ekonomi dan rata-rata lama bersekolah bernilai negatif dan tidak signifikan.

Penelitian ini menyarankan bahwa untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, maka kebijakan pemerataan yang diambil sebaiknya kebijakan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dan perbaikan kualitas manusia secara beriringan. Selain itu, kebijakan tersebut harus dapat memberikan suatu standar kesejahteraan minimal yang disepakati bersama sebagai komitmen nasional (a minimum level of national standard of basic needs). Hal ini diperlukan untuk menjamin adanya kesempatan yang sama (equal opportunity) bagi semua warga negara Indonesia.

Rahmanta (2006) juga melakukan penelitian tentang Dampak Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan dan Distribusi Pendapatan di Sumatera Utara dengan Pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE). Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis : (1) Dampak pengeluaran pemerintah terhadap sektor produksi institusi rumah tangga, dan nilai tambah faktor produksi, (2) Distribusi pendapatan antarrumah tangga, (3) Keterkaitan antarsektor, (4) Jalur struktural sektor pemerintahan, dan (5) Simulasi kebijakan.

Hasil analisis pengganda menunjukkan bahwa setelah desentralisasi fiskal pengeluaran pemerintah memberikan dampak yang lebih besar terhadap sektor produksi, rumah tangga, dan nilai tambah faktor produksi dibandingkan sebelum


(35)

desentralisasi fiskal. Distribusi pendapatan menunjukkan terjadinya pengurangan ketimpangan pendapatan di antara golongan rumah tangga. Keterkaitan ke depan sektor pemerintahan lebih besar dibandingkan keterkaitan ke belakang. Analisis jaringan struktural pada sektor pemerintahan menunjukkan jalur melalui faktor produksi tenaga kerja memperoleh dampak yang lebih besar terhadap golongan rumah tangga dibandingkan melalui jalur modal.

Hasil simulasi menujukkan bahwa pengeluaran rutin, pengeluaran pembangunan, dan dana dekonsentrasi memberikan dampak positif terhadap sektor produksi, institusi rumah tangga, dan nilai tambah faktor produksi. Artinya peningkatan pegeluaran pemerintah diikuti peningkatan kinerja perekonomian daerah. Simulasi peningkatan pengeluaran pembangunan pemerintah dan investasi swasta (investasi) untuk sektor tanaman bahan makanan memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi dan sekaligus pemerataan pendapatan.

Simulasi peningkatan investasi untuk sektor perkebunan memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi, tetapi belum memberikan pemerataan pendapatan antar rumah tangga. Sedangkan sektor perikanan memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi yang rendah, dan belum mampu menjadikan sektor ini sebagai salah satu tulang punggung perekonomian. Simulasi subsidi langsung tunai ke rumah tangga miskin memberikan dampak peningkatan pendapatan rumah tangga miskin dan pertumbuhan ekonomi (pro poor growth).

Salah satu keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak menganalisis aspek IPM dan kaitannya dengan pengelolaan pengeluaran pemerintah. Hal ini perlu mendapat perhatian mengingat isu pembangunan manusia sekarang menjadi krusial akibat krisis ekonomi. Oleh karena itu, perlu penelitian lanjutan dengan


(36)

memasukkan aspek IPM sehingga dampak pengeluaran pemerintah terhadap variabel ekonomi dan non ekonomi dapat tergambar lebih jelas.

Ilmalia (2005) melakukan penelitian dengan judul Analisis Peranan Sektor Pendidikan terhadap Perekonomian Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) Melihat peranan sektor pendidikan terutama jasa pendidikan pemerintah terhadap perekonomian Indonesia dari sisi output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja, dan (2) Menganalisis dampak kenaikan pengeluaran pemerintah di sektor jasa pendidikan pemerintah terhadap pembentukan output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada tahun 2000, alokasi output sektor pendidikan terutama jasa, pengeluaran pemerintah lebih banyak digunakan untuk keperluan konsumsi dibandingkan dengan keperluan produksi. Sektor pendidikan memerlukan lebih banyak input dalam bentuk input primer (upah dan gaji), daripada input antara dan input yang diimpor. Dilihat dari nilai multipliernya, sektor jasa pengeluaran pemerintah cukup memiliki kemampuan untuk meningkatkan output, pendapatan, dan tenaga kerja sektor ekonomi lain. Simulasi kenaikan anggaran di sektor jasa pendidikan pemerintah menunjukkan bahwa sektor jasa pendidikan pemerintah ternyata mampu meningkatkan pembentukan output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja dalam perekonomian Indonesia.

Hasil penelitian ini hanya mengkaji dampak kenaikan pengeluaran pemerintah di sektor jasa pendidikan pemerintah terhadap perekonomian tahun 2005. Penelitian ini belum menggambarkan dampak kenaikan anggaran terhadap


(37)

peningkatan kualitas sumber daya manusia serta kontribusinya bagi pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.

Riyanto (2003) melakukan penelitian dengan judul Analisis Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal terhadap Perekonomian Daerah dan Pemerataan Pembangunan Wilayah di Indonesia. Aliran dana perimbangan dari pemerintah pusat secara signifikan meningkatkan APBD, tetapi tidak berdampak secara signifikan dalam peningkatan perekonomian daerah. Hal ini disebabkan oleh masih cukup besarnya belanja rutin dalam komponen APBD, kualitas SDM yang rendah di daerah, dan tidak efisiennya birokrasi pemerintah, kelembagaan pemerintah yang lemah, serta tidak efektifnya proses perencanaan pembangunan di daerah karena derajat partisipasi masyarakat masih rendah.

Hasil analisis simulasi menunjukkan bahwa dana perimbangan dapat memperbaiki pemerataan pembangunan antarwilayah walaupun secara aktual pemerataan pembangunan wilayah pada tahun 2001 belum membaik. Pemerataan pembangunan wilayah tersebut akan lebih baik jika Dana Alokasi Umum (DAU) diterapkan secara konsisten dengan mengurangi peranan faktor penyeimbang (faktor politik).

Salah satu rekomendasi atau saran dari penelitian ini adalah bahwa pemerintah daerah seharusnya menciptakan iklim investasi yang kondusif sehinga dapat menarik investor dan meningkatkan perekonomian yang pada gilirannya dapat menyerap tenaga lokal sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diantaranya adalah dengan meningkatkan kualitas SDM lokal dengan meningkatkan anggaran sektor pendidikan.


(38)

Penelitian di Propinsi Jawa Timur terkait dengan pembangunan manusia pernah dilakukan oleh Soebeno (2005) dengan judul Analisis Pembangunan Manusia dan Penentuan Prioritas Pembangunan Sosial di Jawa Timur. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengkaji tingkat pembangunan manusia di wilayah Jawa Timur dan menelaah implikasi pembangunan di wilayah Jawa Timur serta mengidentifikasi ketimpangan relatif antarwilayah terhadap pembangunan sosial; (2) Mengkaji potensi sumberdaya wilayah (human, natural, man-made, dan social capital) di wilayah Jawa Timur terhadap pembangunan sosial; dan (3) Menentukan prioritas pembangunan sosial (manusia) berdasarkan hasil analisis dengan memperhitungkan perkembangan, hierarki, dan potensi sumberdaya wilayah.

Periode 1996-1999, terjadi kemunduran pembangunan manusia di Jawa Timur karena dalam pada tahun 1998 terjadi krisis ekonomi. Namun kemudian mengalami peningkatan pada tahun 1999-2002. Pembangunan manusia kabupaten/kota di Jawa Timur masih cukup rendah, karena status pembangunan manusia kabupaten/kota digo longkan pada tingkat mene ngah yang rendah. Sedangkan potensi sumberdaya di sebelah pantai utara Provinsi Jawa Timur, terutama wilayah Tapal Kuda yang relatif dekat dengan Kota Surabaya, merupakan wilayah yang mempuyai tingkat pembangunan manusia yang memprihatinkan dibandingkan dengan wilayah selatan.

Penelitian ini dilakukan dengan berdasarkan permasalahan, keterbatasan, dan saran dari penelitian-penelitian sebelumnya. Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu propinsi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun tingkat pembangunan manusianya masih tergolong rendah. Rendahnya


(39)

pembangunan manusia tersebut ditunjukkan oleh masih banyaknya penduduk miskin dan wilayah tertinggal yang tersebar di kabupaten/kota di Jawa Timur.

Oleh karena itu, dalam penelitian yang berjudul Analisis Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pembangunan Manusia Propinsi Jawa Timur ini, akan dibahas hubungan dan besarnya pengaruh dari pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan terhadap pencapaian pembangunan manusianya. Mengingat peran penting dari perempuan dalam kehidupan rumah tangga, maka akan dilihat hubungan dan besar pengaruhnya terhadap pembangunan manusia Jawa Timur.

Selain itu, berdasarkan saran dari penelitian terdahulu, akan dilihat pula hubungan dan besarnya pengaruh dari pengeluaran sosial pemerintah terhadap pembangunan manusia Jawa Timur. Dalam hal ini adalah pengeluaran pembangunan untuk sektor pendidikan dan kesehatan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setiap kabupaten/kota di Jawa Timur. Serta dengan adanya kebijakan otonomi daerah mulai 1 Januari 2001, akan dilihat hubungan dan besar pengaruhnya terhadap pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur.


(40)

3.1 Kerangka Konseptual

3.1.1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index

(HDI) mempunyai ruang lingkup yang lebih sempit, hanya mengukur sebagian dari keadaan pembangunan manusia yang meliputi indeks pendidikan, indeks kesehatan, dan indeks daya beli. Indikator tersebut dijadikan sebagai indikator indikator yang paling layak untuk mengukur tingkat kemajuan pembangunan jangka panjang (BPS-Bappenas-UNDP, 2001).

Pembangunan manusia cenderung untuk memperlakukan manusia sebagai input bagi proses produksi yang didekati secara bersama-sama dari produksi dan distribusi komoditas, serta peningkatan pemberdayaan manusia. Oleh karena itu, IPM mempunyai korelasi yang lebih tinggi terhadap masing- masing indikator sosial dan ekonomi secara individual daripada konsep-konsep lain yang telah digunakan sebelumnya (PDB/PDRB).

Apabila IPM hanya dilihat dari pendapatan per kapita saja, berarti hanya melihat kemajuan atau status ekonomi negara berdasarkan pendapatan per tahun. Sedangkan apabila melihat pada sisi sosial (pendidikan dan kesehatan), maka akan dapat dilihat dimensi yang jauh lebih beragam berkenaan dengan kualitas hidup masyarakat. Secara tidak langsung, IPM yang tinggi selalu berkorelasi dengan kesejahteraan dan kehidupan masyarakat yang lebih baik.


(41)

3.1.2 Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB sebagai indikator pembangunan ekonomi disebut juga dengan Pendapatan Regional. Lipsey (1995) menyatakan bahwa pendapatan suatu negara atau wilayah dapat diukur melalui 3 (tiga) pendekatan yaitu pendekatan produksi, pendapatan, dan pengeluaran. Manfaat PDRB adalah sebagai petunjuk atau indikator kemampuan sumber daya ekonomi, tingkat pendapatan penduduk, laju pertumbuhan ekonomi, dan strukur perekonomian yang menggambarkan peranan sektor ekonomi dalam suatu wilayah.

PDRB dihitung dengan 2 (dua) cara yaitu berdasar harga berlaku dan berdasar harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada setiap tahun. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah dari masing- masing sektor ekonomi dinilai atas dasar harga tetap pada tahun dasar.

Karena penggunaan harga tetap, maka perkembangan nilai tambah dari tahun ke tahun semata- mata karena perkembangan produksi riil dan bukan karena kenaikan harga. Oleh karena itu, melalui PDRB per kapita dapat dilihat rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk yang tinggal di suatu daerah selama periode waktu tertentu. PDRB per kapita atas dasar harga konstan dapat menunjukkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah yang sebenarnya.

3.1.3 Kemiskinan

Menurut Bappenas dalam Papalaya (2004), kemiskinan mencakup unsur-unsur: (a) ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, kerentanan, ketidakberdayaan, dan ketidakmampuan menyalurkan aspirasinya. Komite


(42)

Penganggulangan Kemiskinan dalam Papalaya (2004), mendefinisikan cir i-ciri masyarakat miskin, yaitu tidak mempunyai daya/kemampuan untuk : (a) memenuhi kebutuhan dasar kesehatan (basic need deprivation); (b) melakukan kegiatan usaha produktif; (c) menjangkau akses sumber daya sosial dan ekonomi (inaccessibility); (d) menentukan nasibnya sendiri; dan (e) membebaskan diri dari mental dan budaya miskin serta senantiasa merasa memp unyai martabat dan harga diri yang rendah.

Menurut Asian Development Bank dalam Papalaya (2004), kemiskinan adalah ketiadaan aset-aset dan kesempatan esensial yang menjadi hak setiap manusia. Kemiskinan lebih baik diukur dengan ukuran seperti pendidikan dasar, rawatan kesehatan, gizi, air bersih, dan sanitasi; di samping pendapatan, pekerjaan, dan upah. Ukuran ini digunakan untuk mewakili hal- hal yang tidak berwujud, seperti rasa ketidakberdayaan dan ketiadaan kebebasan untuk berpartisipasi. Sedangkan definisi kemiskinan menurut Bank Dunia (2004) adalah tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan pendapatan $ 1 perhari.

Pengurangan kemiskinan merupakan salah satu prioritas utama dalam pembangunan di Indonesia. Pembangunan yang tidak dikaitkan dengan masalah kemiskinan akan membuka peluang munculnya permasalahan-permasalahan jangka pendek dan jangka panjang yang akan membahayakan proses dan keberlanjutan pembangunan itu sendiri.

3.1.4 Indeks Pemberdayaan Jender (IDJ)

Pencapaian dalam IPM tidak memasukkan tingkat ketidakseimbangan gender dalam pencapaian-pencapaian pembangunan manusia. Oleh karena itu,


(43)

diperkenalkan konsep pembangunan dan pemberdayaan jender untuk meihat ketidaksetaraan pencapaian antara laki- laki dan perempuan (BPS-Bappenas-UNDP). Konsep tersebut memfokuskan pada peranan, hubungan dan tanggung jawab sistem sosial ekonomi jender pada tingkat makro (nasional dan internasional), tingkat intermediate (sektor), dan tingkat mikro (masyarakat atau keluarga /rumah tangga).

Upaya pengarusutamaan jender akan mempengaruhi IPM, dengan asumsi bahwa perubahan intervensi pembangunan yang tidak bias jender akan meningkatkan nilai kesejahteraan manusia secara keseluruhan. Dengan pengukuran ini dapat dilihat peran dan tanggung jawab perempuan pada kualitas hidupnya sendiri karena beban dan perannya sebagai pemelihara kesehatan keluarga, pengatur keuangan rumah tangga, kebebasan mengembangkan diri karena dibebani tanggung jawab pengasuhan anak, serta rasa aman dari kekerasan dalam rumah tangga.

Indeks pemberdayaan jender (IDJ) mengukur partisipasi perempuan di bidang ekonomi (perempuan dalam angkatan kerja dan rata-rata upah di sektor non-pertanian), politik (perempuan di parlemen) dan pengambil keputusan (perempuan pekerja profesional, pejabat tinggi, dan manajer). Adanya ketimpangan IDJ memperlihatkan masih rendahnya partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan di ranah publik.

3.1.5 Pengeluaran Sosial Pemerintah

Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu kebijakan fiskal untuk mencapai keseimbangan dan stabilitas dalam perekonomian negara secara makro


(44)

yang dinamis dan berkembang. Dalam tinjauan ekonomi publik, belanja publik

(public expenditure) merupakan instrumen untuk penyelenggaraan aktivitas pemerintahan dan pengadaan barang dan jasa publik. APBD merupakan belanja publik yang berfungsi untuk mengatasi kegagalan pasar dalam penyediaan barang dan jasa publik (Stiglitz dalam Riyanto, 2005).

Menurut Jhingan (2003), investasi pembangunan manusia pada overhead

sosial dapat dikategorikan sebagai pengeluaran sosial oleh pemerintah. Oleh karena inti dari pembangunan manusia adalah pendidikan dan kesehatan, maka alokasi pengeluaran pemerintah seharusnya difokuskan pada pembangunan sosial kedua sektor tersebut.

Berdasarkan UUD 1945 dan UU 20/2003 tentang Sisdiknas, dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan mendapat alokasi minimal 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan daerah (APBN dan APBD). Sedangkan berdasar GBHN Tahun 2002, diamanatkan bahwa alokasi anggaran untuk sektor kesehatan sebesar 15 persen dari APBN. Bahkan organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan besarnya alokasi pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan 5 persen dari Produk Domestik Bruto4. Selain itu, dalam "Inisiatif 20:20" di Kopenhagen tahun 1995, mewajibkan semua negara kaya dan berkembang menggunakan 20 persen dari bantuan pembangunan atau anggaran belanja negara bagi kebutuhan pendidikan dan kesehatan5.

Permasalahan dalam pengalokasian anggaran, selain tidak berimbangnya alokasi antara bela nja rutin dan belanja pembangunan, juga ketidaktepatan dalam

4

www.kompas.com Pelayanan Kesehatan, Advokasi, dan Governance Reform (6 Mei 2007)

5


(45)

alokasi anggaran terhadap sektor-sektor yang seharusnya mendapatkan prioritas dalam pembangunan. Dari sisi kepentingan publik, pengalokasian tersebut dirasakan kurang adil dan kurang memihak pada kepentingan masyarakat. Hal tersebut akan menyebabkan inefisiensi sehingga tujuan pembangunan yang diharapkan tidak tercapai. Kebijakan pemerintah yang tepat dalam pengalokasian anggaran adalah lebih menitikberatkan pada belanja pembangunan (investasi) publik yang dapat menciptakan nilai tambah di dalam perekonomian wilayah.

3.1.6 Otonomi Daerah

Otonomi daerah (kebijakan desentralisasi) mulai berlaku sejak 1 Januari 2001 dengan berdasarkan UU 22/1999 jo UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU 25/1999 jo UU 33/ 2004 tentang Keuangan Pemerintahan Pusat dan Daerah. Otonomi daerah memberikan kewenangan yang sangat luas bagi daerah dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, dan bidang agama.

Desentralisasi (politik, administratif dan fiskal) adalah penyerahan kekuasaan, kewenangan, sumberdaya, keuangan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pemerintah daerah mempunyai “hak” jika berhadapan dengan pusat, sebaliknya ia mempunyai “tanggung jawab” mengurus barang-barang publik untuk dan kepada rakyat. Secara teoretis tujuan antara desentralisasi adalah menciptakan pemerintahan yang efektif-efisien, membangun demokrasi lokal dan menghargai keragaman lokal. Tujuan akhirnya adalah menciptakan kesejahteraan rakyat.


(46)

Menurut Riyanto (2003), desentralisasi fiskal dapat mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi daerah sehingga kesejahteraan masyarakat meningkat dan lebih merata. Dalam konteks pembangunan, kinerja pemerintah daerah ditentukan oleh kemampuan mendorong laju pertumbuhan ekonomi daerah. Keberhasilannya akan berdampak pada pencapaian tujuan pembangunan daerah, seperti peningkatan kualitas kehidupan, penurunan angka kemiskinan, peningkatkan daya beli masyarakat, tercapainya kemandirian perekonomian daerah, pengoptimalan pelayanan masyarakat, serta dalam mengurangi ketergantungan fiskal dan kesenjangan antarwilayah. Dengan berbagai macam keterbatasan sumber pendapatan untuk melaksanakan pembangunan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah maka perlu dikembangkan sistem anggaran yang mengacu pada kepentingan publik.

3.1.7 Analisis Panel Data

Data panel (pooled data) atau yang disebut juga sebagai data longitudinal merupakan gabungan antara data cross section dan time series. Data cross section

adalah data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu. Sedangkan data time series merupakan data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu terhadap suatu individu. Metode data panel merupakan suatu metode yang digunakan untuk melakukan analisis empirik yang tidak mungkin dilakukan jika hanya menggunakan data time series maupun cross section (Gujarati, 2003). Proses menggabungkan data cross section dan time series disebut dengan pooling.

Kelebihan penggunaan data panel (Baltagi, 2003) antara lain : 1. Dapat mengendalikan keheterogenan individu atau unit cross section.


(47)

2. Dapat memberikan informasi yang lebih luas, mengurangi kolinearitas di antara variabel, memperbesar derajat bebas, dan lebih efisien.

3. Panel data lebih baik untuk studi dynamics of adjustment.

4. Dapat lebih baik untuk mengidentifikasikan dan mengukur efek yang tidak dapat dideteksi dalam model data cross section maupun time series.

5. Lebih sesuai untuk mempelajari dan menguji model perilaku (behavioral models) yang kompleks dibandingkan dengan model data cross section

atau time series.

Terdapat tiga metode pada teknik estimasi model menggunakan data panel, yaitu metode kuadrat terkecil (pooled least square), metode efek tetap

(fixed effect), dan metode efek random (random effect). 1. Metode PooledLeast Square

Pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel adalah dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa yang diterapkan dalam data yang berbentuk pool. Misalkan terdapat persamaan berikut ini (Baltagi, 2001) :

Yit = α +βj xjit + εit untuk i = 1, 2, . . . , N dan t = 1, 2, . . ., T

Dimana N adalah jumlah unit cross section (individu) dan T adalah jumlah periode waktunya. Dengan mengasumsikan komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil biasa, kita dapat melakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap unit cross section. Untuk periode t = 1, akan diperoleh persamaan regresi

cross section sebagai berikut:

Yi1 = α + βj xjit + εi1 untuk i = 1, 2, . . . , N

yang akan berimplikasi diperolehnya persamaan sebanyak T persamaan yang sama. Begitu juga sebaliknya, kita juga akan dapat memperoleh persamaan deret


(48)

waktu (time series) sebanyak N persamaan untuk setiap T observasi. Namun, untuk mendapatkan parameter α dan β yang konstan dan efisien, akan dapat diperoleh dalam bentuk regresi yang lebih besar dengan melibatkan sebanyak NT observasi.

2. Metode Efek Tetap (Fixed Effect)

Masalah terbesar dalam pendekatan metode pooled least square adalah asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar individu maupun antar waktu yang mungkin tidak beralasan. Generalisasi secara umum sering dilakukan adalah dengan memasukkan variabel boneka (dummy variable) untuk menghasilkan nilai parameter yang berbeda-beda baik lintas unit cross section maupun antar waktu (Baltagi, 2001).

Secara umum, pendekatan fixed effect dapat dituliskan dalam persaman sebagai berikut :

yit = αi +βj xjit + eit

dimana :

yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i

αi = intersep yang berubah- ubah antar cross section unit

xjit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i

βj = parameter untuk variabel ke j

eit = komponen error di waktu t untuk unit cross section i

Dengan menggunakan pendekatan ini akan terjadi degree of freedom

sebesar sebesar NT-N-K. Keputusan memasukkan variabel boneka ini harus didasarkan pada pertimbangan statistik. Tidak dapat kita pungkiri, dengan melakukan penambahan variabel boneka ini akan dapat mengurangi banyaknya


(49)

degree of freedom yang pada akhirnya akan mempengaruhi keefisienan dari parameter yang diestimasi.

Pada metode fixed effect, estimasi dapat dilakukan dengan tanpa pembobot

(no weighted) atau Least Square Dummy Variable (LSDV) dan dengan pembobot

(cross section weight) atau General Least Square (GLS). Tujuan dilakukannya pembobotan adalah untuk mengurangi heterogenitas antar unit cross section. 3. Metode Efek Random (random effect)

Keputusan untuk memasukkan variabel boneka dalam model efek tetap tak dapat dipungkiri akan dapat menimbulkan konsekuensi (trade off). Penambahan variabel boneka akan dapat mengurangi banyaknya derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Berkaitan dengan hal ini, dalam model data panel dikenal pendekatan ketiga yaitu model efek acak (Baltagi, 2001).

Bentuk model efek acak ini dijelaskan pada persamaan berikut ini :

Yit = α1ι +βj xjit + uit

dimana α1ι diasumsikan sebagai variabel random dari rata-rata nilai intersep(α1). Nilai intersep untuk masing- masing individu dapat dituliskan:

α1ι = α1+ειt ι=1,2...N

dimana α1 adalah rata-rata dari seluruh intersep, ει adalahrandom error (yang tidak bisa diamati) yang mengukur perbedaan karakteristik masing- masing individu.

Bentuk model efek acak ini kemudian dapat ditulis dengan rumus:

Yit = α1 +βj xjit +ειt + uit


(50)

dimana : ωιt=ειt + uit

Bentuk ωιt terdiri dari dua komponen error term yaitu εi sebagai

komponen cross section error dan uit yang merupakan gabungan dari komponen

time series error dan komponen error kombinasi.

Bentuk model efek acak akhirnya dapat ditulis dengan rumus:

Yit = α1 +βj xjit +ωιtdengan

ωit = εi + vt + w it

Dimana : εi ∼N(0, δε2) = komponen cross section error

vt ∼N(0, δ v2) = komponen time series error wit∼ N(0, δ w2) = komponen error kombinasi.

Asumsinya adalah bahwa error secara individua l tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya.

Dengan menggunakan model efek acak, maka dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang dilakukan pada model efek tetap. Hal ini berimplikasi parameter yang merupakan hasil estimasi akan menjadi semakin efisien.

3.2 Kerangka Operasional

Konsep pembangunan selama ini hanya menekankan pada pertumbuhan ekonomi (economic growth). Padahal, pencapaian kesejahteraan masyarakat tidak cukup hanya dengan menekankan pada pembangunan ekonomi dan infrastruktur fisik, melainkan juga dengan pembangunan manusia (human development).

Adanya pergeseran paradigma pembangunan memerlukan interaksi antara pembangunan ekonomi dengan pembangunan manusia. Oleh karena itu,


(51)

keberhasilan pembangunan tidak hanya dilihat dari besarnya PDRB tetapi juga ditunjukkan oleh capaian IPM.

Propinsi Jawa Timur merupakan propinsi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan PDRB yang tinggi. Namun keberhasilan dalam perekonomian di Jawa Timur tidak diikuti dengan kemajuan dalam pembangunan manusia. Selain itu, rendahnya PDRB per kapita dan tingginya angka kemiskinan menunjukkan belum berhasilnya kinerja pemerintah dalam mensinergiskan antara pembangunan ekonomi dengan pembangunan manusia di Propinsi Jawa Timur.

Pelaksanakan pembangunan manusia harus ditangani melalui pendekatan multidimensi, baik itu ekonomi, politik, sosial-budaya, kesehatan dan pendidikan. Hak dasar warga merupakan public goods dimana pemerintah wajib menyelenggarakannya. Dengan demikian, instrumen pembangunan manusia tidak hanya terdiri atas instrumen keuangan, tetapi juga meliputi instrumen kelembagaan, SDM, serta instrumen kebijakan dan perundangan.

Keberhasilan pembangunan ekonomi merupakan prasyarat bagi membaiknya kualitas kehidupan. Tanpa adanya kemajuan ekonomi secara berkesinambungan (sustainable), maka realisasi potensi manusia tidak mungkin berlangsung. Dengan demikian, kenaikan pendapatan per kapita, pengentasan kemiskinan absolut, penambahan lapangan kerja, dan pemerataan pendapatan, merupakan hal-hal yang harus ada (necessary conditions) bagi pembangunan, tapi tidak akan memadai tanpa adanya faktor-faktor positif yang lainnya (not sufficient conditions).

Dengan adanya perbaikan IPM, pembangunan ekonomi yang dihumaniskan dengan pembangunan manusia juga dapat ditunjukkan dengan


(52)

berkurangnya angka kemiskinan. Menurut Yudhoyono (2004), angka kemiskinan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, kebijakan fiskal, dan tingkat upah. Walaupun tidak mempengaruhi secara langsung, IPM yang baik dapat mendukung usaha dalam mengurangi angka kemiskinan.

Selain itu, pembangunan manusia juga terkait dengan peran perempuan dalam kehidupan sosial, ekonomi, bahkan politik, dari tingkat makro hingga rumah tangga. Kualitas hidup perempuan, mempunyai andil dalam perannya sebagai pendidik anak, perawat keluarga, pengatur kebutuhan dan pengeluaran rumah tangga.

Keberhasilan pembangunan manusia juga didukung oleh kebijakan pengeluaran pemerintah (expenditure policy) yang dialokasikan untuk subsektor sosial yang meliputi pendidikan dan kesehatan dasar. Besarnya pengeluaran tersebut mengindikasikan besarnya komitmen pemerintah terhadap pembangunan manusia. Peningkatan anggaran dapat meningkatkan rasio tingkat pendidikan dan kesehatan, pelayanan kesehatan, air bersih, dan sanitasi rumah tangga. Apabila kesemuanya itu berjalan dengan baik, maka pembangunan manusia yang ditunjukkan oleh peningkatan kemampuan, pekerjaan, kesehatan, pendidikan, ataupun kualitas gizi dapat tercapai.

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, dan kerangka teori sebelumnya, kerangka operasional dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.


(53)

Gambar 2. Bagan Kerangka Operasional Penelitian

3.3 Hipotesis

Hipotesis dari variabel- variabel bebas yang diduga mempengaruhi pembangunan manusia dijelaskan sebagai berikut :

1. Pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, peran perempuan, dan pengeluaran sosial untuk sektor pendidikan dan kesehatan mengalami penurunan pada kurun waktu 1996-1999 karena adanya krisis

Analisis Panel Data

Hasil Analisis

Perubahan paradigma pembangunan :

Interaksi antara pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur

Pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur masih rendah (secara nasional)

masih rendah rata-rata

Pengeluaran Sosial Pemerintah Pertumbuhan

Ekonomi

Tingkat Kemiskinan

Analisis Deskriptif

Random Effect Fixed Effect

Pooled Least Square

Peran Perempuan


(54)

ekonomi, dan membaik sejalan dengan masa pemulihan ekonomi pada kurun waktiu 1999-2002.

2. Pertumbuhan ekonomi, peran perempuan, pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan, pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan, dan kebijakan otonomi daerah mempengaruhi dan mempunyai hubungan yang positif dengan pembangunan manusia. Semakin tinggi kontribusi dari faktor- faktor tersebut, akan meningkatkan indeks pembangunan manusia. 3. Kemiskinan mempengaruhi dan mempunyai hubungan yang negatif

dengan pembangunan manusia. Semakin rendah tingkat kemiskinan, maka semakin besar peluang suatu individu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya yang pada akhirnya dapat mendukung pembangunan manusia.


(55)

METODE PENELITIAN

4.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Propinsi Jawa Timur. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) mengingat Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu propinsi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi ya ng cukup tinggi namun capaian pembangunan manusianya (IPM) masih di bawah rata-rata capaian pembangunan manusia secara nasional. Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 5 (enam) bulan, mulai bulan Januari hingga Mei 2007.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini, seperti Data-data PDRB, jumlah penduduk, tingkat kemiskinan, IPM, dan IDJ dikumpulkan dari Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat dan BPS Propinsi Jawa Timur. Sedangkan data pengeluaran pemerintah dari APBD tiap kabupaten/kota diperoleh dari situs Sistem Informasi Keuangan Pemerintah-Departemen Keuangan.

Selain itu, fasilitas internet juga banyak digunakan dalam pencarian data. Beberapa situs yang menjadi sumber utama dalam pencarian data yaitu situs Badan Pusat Statistik, Sistem Informasi Keuangan Daerah-Departemen Keuangan,

United Nation Development Programme (UNDP), dan World Bank. Serta hasil penelitian terdahulu, jurnal-jurnal, serta bahan literatur lainnya, untuk melengkapi data-data yang diperlukan.


(56)

4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data yang digunakan untuk menghasilkan seluruh analisis dalam penelitian ini menggunakan program software Microsoft Excel dan E-Views 4.1. Hasil pengolahan data disajikan pada bagian lampiran. Untuk menjelaskan hasil analisis, dikutip beberapa bagian dan dituliskan dalam bab hasil dan pembahasan.

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan dua metode analisis, yaitu analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, peran perempuan, dan pengeluaran sosial (sektor pendidikan dan kesehatan) pemerintah Propinsi Jawa Timur. Analisis deskriptif dilakukan dengan membaca tabel dan grafik untuk melihat kecenderungan dari perkembangan data-data komponen atau variabel yang digunakan dalam penelitian ini.

Karena data-data yang diperlukan dalam penelitian ini mengalami keterbatasan, analisis kuantitatif yang digunakan sebagai metode pengolahan data adalah teknik estimasi model dengan menggunakan data panel atau pooled data (pooling cross section-time series regression). Dengan unit cross section adalah 29 kabupaten dan 8 kota yang terdapat di Propinsi Jawa Timur dan tahun analisis pada 1996, 1999, dan 2002 sebagai unit time series- nya.

4.3.1 Spesifikasi Model Panel Data

Perumusan model estimasi hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia didasarkan pada alur hubungan antara kedua hal tersebut, seperti yang telah dijelaskan pada tinjauan pustaka dan tergambar pada Gambar 1.


(57)

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia dapat dijelaskan melalui 2 (dua) jalur yaitu kebijakan pengeluaran sosial pemerintah dan besarnya pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan dasar.

Pengeluaran sosial pemerintah ditunj ukkan dengan besarnya pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan dan sektor kesehatan dari total pengeluaran pembangunan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sedangkan pengeluaran rumah tangga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar, meliputi pengeluaran untuk kebutuhan makanan dan kebutuhan non makanan (pendidikan kesehatan, air bersih, dan sanitasi rumah tangga).

Diketahui bahwa dalam rumah tangga, perempuan mempunyai peran dan kontribusi besar dalam mengatur, merawat, dan mengelola rumah tangganya. Sehingga tingkat kemampuan perempuan dapat mempengaruhi kepandaiannya dalam mengatur keuangan dan pengeluaran rumah tangga, mendidik anak, dan merawat kesehatan keluarganya.

Untuk mempermudah dalam melakukan analisis, maka besarnya peran perempuan dalam rumah tangga dalam penelitian ini, digunakan proxy Indeks Pemberdayaan Jender (IDJ) yang mengukur besarnya peran dan partisipasi perempuan dalam kehidupan politik, sosial, dan ekonomi, dari tingkat makro sampai mikro (rumah tangga). Diasumsikan bahwa semakin tinggi IDJ, perempuan semakin pandai dalam mengatur kebutuhan dan pengeluaran rumah tangganya.

Berkaitan dengan berlakunya masa otonomi daerah sejak 1 Januari 2001, maka pengelolaan sektor pendidikan dan sektor kesehatan, baik itu pengelolaan


(58)

atau administrasi, keuangan, maupun manajemen kebijakannya, diserahkan sepenuhnya kepada daerah. Sebelum otonomi, anggaran yang ditujukan untuk sektor pendidikan dialokasikan kepada Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Sedangkan anggaran untuk sektor kesehatan dialokasikan kepada Departemen Kesehatan (Depkes). Dengan otonomi tersebut, daerah dapat menetapkan kebijakan dan mengelola anggaran belanjanya, khususnya untuk sektor pendidikan dan kesehatan, secara efektif, efisien, dan tepat sasaran.

Berdasarkan kerangka operasional yang dikemukakan sebelumnya, maka analisis data dibatasi pada 7 (tujuh) variabel, yaitu variabel pembangunan manusia (IPM), pertumbuhan ekonomi (PDRB), tingkat kemiskinan (K), peran perempuan (IDJ), pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan (PPP), dan pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan (PPK). Untuk menunjukkan adanya kebijakan desentralisasi fiskal, politik, dan administrasi, dimasukkan variabel dummy otonomi daerah (Dotda).

Secara ekonometrika, hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur dapat dianalisis dengan menggunakan persamaan berikut ini.

ln IPMit = a + ß1 ln PDRBit + ß2 ln Kit + ß3 ln IDJit + ß4 ln PPPit + ß5 ln PPKit + ß6 Dotdait + uit

Dimana :

ln = Logaritma Natural

IPM = Indeks Pembangunan Manusia

PDRB = Pendapatan Domestik Regional Bruto per Kapita (rupiah) K = Tingkat Kemiskinan (persen)


(59)

IDJ = Indeks Pemberdayaan Jender

PPP = Pengeluaran Pemerintah untuk Sektor Pendidikan (persen) PPK = Pengeluaran Pemerintah untuk Sektor Kesehatan (persen) Dotda = Dummy Otonomi Daerah

0 = masa sebelum Otonomi Daerah 1 = masa Otonomi Daerah

u = Variabel pengganggu (error term) i = Individu ke- i

t = Periode waktu ke-t

4.3.2 Uji Kesesuian Model

Untuk menguji kesesuaian atau kebaikan model dari ketiga metode pada teknik estimasi model dengan data panel digunakan Chow Test dan Hausman Test. Chow Test digunakan untuk menguji kesesuaian model antara model yang diperoleh dari metode pooled least square dengan model yang diperoleh dari metode fixed effect. Selanjutnya dilakukan Hausman Test terhadap model terbaik yang diperoleh dari hasil Chow Test dengan model yang diperoleh dari metde

random effect. 1. Chow Test

Chow Test (Uji Chow) atau beberapa buku menyebutnya pengujian F-statistik adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan pooled least square atau fixed effect. Pada beberapa ha l, asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat


(60)

dimungkinkan saja setiap unit cross section memiliki perilaku yang berbeda. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut :

H0 : Model pooled least square H1 : Model fixed effect

Dasar penolakan terhadap hipotesa nol adalah dengan me nggunakan rumus F-statistik biasa, yang dapat dituliskan seperti berikut (Ramanathan, 1998) :

) /( ) 1 /( ) ( 2 2 1 , 1 K N NT ESS N ESS ESS

FN NT N K

− − − − = − − − Dimana:

ESS1 = Error Sum Square dari model pooledleast square ESS2 = Error Sum Square dari model fixed effect

N = Jumlah data cross section

T = Jumlah data time series

K = Jumlah variabel bebas

Statitik Chow Test mengikuti distribusi F-statistik yaitu FN-1, NT-N-K. Jika nilai Chow Statistics (F-stat) hasil pengujian lebih besar dari F-tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect, begitu juga sebaliknya. Pengujian ini disebut sebagai Chow Test karena kemiripannya dengan Chow Test yang digunakan untuk menguji stabilitas dari parameter (stability test).

2. Hausman Test

Hausman Test (Uji Hausman) adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan dalam memilih apakah menggunakan model fixed effect atau model

random effect. Penggunaan model fixed effect mengandung suatu unsur trade off


(1)

Unweighted Statistics including Random

Effects

R-squared 0.951652 Mean dependent var 4.152241 Adjusted R-squared 0.948863 S.D. dependent var 0.094522 S.E. of regression 0.021375 Sum squared resid 0.047515 Durbin-Watson stat 2.940423


(2)

Lampiran 6. Uji Kesesuaian Model

1.

Chow Test

Uji Chow dapat dilakukan dengan perhitungan berdasarkan rumus uji F

sebagai berikut :

)

/(

)

1

/(

)

(

2 2 1 , 1

K

N

NT

ESS

N

ESS

ESS

F

N NT N K

=

− − −

(

) (

)

(

111

37

6

)

32

,

01426966

/

045193

,

0

1

37

/

045193

,

0

811157

,

0

68 , 36

=

=

F

Hipotesa pengujian model pada

Chow Test

adalah :

H

0

: Model

pooled least square

H

1

: Model

fixed effect

Dari perhitungan di atas, besarnya F hitung adalah 32,014. Sedangkan

nilai F tabel dengan derajat bebas N-1 dan NT-N-K sebesar 2,49 maka tolak

H

0

. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model

fixed effect

lebih

sesuai digunakan daripada metode

pooled least square.

2.

Hausman Test

Uji Hausman dilakukan dengan menggunakan

sofware Eviews 4.1

dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

1) Estimasi model

fixed effect

pada pool01 dan ikuti langkah- langkah berikut

vector beta = pool01.@coefs

matrix covar = pool01.@cov

2) Estimasi model

random effect

pada pool02 dan ikuti langkah berikut.

vector alpha = pool02.@coefs

matrix covarian = pool02.@cov


(3)

Hipotesa pengujian model pada

Hausman Test

adalah :

H

0

: Model

random effects

H

1

: Model

fixed effects

Dari proses perhitungan di atas, diperoleh nilai statistik uji Hausman

sebesar 17,41574. Karena nilai statistik uji Hausman lebih besar dari nilai

kritis sebaran ?

2

yang terdistribusi dengan derajat bebas 6 atau sebesar

12,5916 maka tolak H

0

. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa estimasi


(4)

Lampiran 7. Estimasi dengan menggunakan Model Fixed Effect

GLS

Dependent Variable: LOG(IPM?)

Method: GLS (Cross Section Weights) Date: 05/10/07 Time: 20:39

Sample: 2000 2002 Included observations: 3

Number of cross-sections used: 37 Total panel (balanced) observations: 111 One-step weighting matrix

White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LOG(PDRB?) 0.008065 0.002897 2.783585 0.0070

LOG(K?) -0.039634 0.002837 -13.96889 0.0000 LOG(IDJ?) 0.004980 0.007442 0.669208 0.5056 LOG(PPP?) 0.018955 0.001515 12.50993 0.0000 LOG(PPK?) -0.005997 0.002487 -2.411019 0.0186 DOTDA? 0.018184 0.002267 8.022196 0.0000 Fixed Effects

_PCT--C 4.223271 _PNG--C 4.175037 _TGL--C 4.255516 _TUL--C 4.239763 _BLI--C 4.217680 _KDR--C 4.273538 _MLG--C 4.194813 _LUM--C 4.275001 _JEM--C 4.201163 _BANY--C 4.256600 _BON--C 4.145009 _SIT--C 4.054023 _PRO--C 4.167812 _PAS--C 3.993485 _SID--C 3.989093 _MOJ--C 4.025071 _JOM--C 4.228476 _NGA--C 4.114479 _MDN--C 4.233165 _MAG--C 4.280330 _NGAW--C 4.248236 _BOJ--C 4.300562 _TUB --C 4.217859 _LAM--C 4.169847 _GRE --C 4.146025 _BANG--C 4.282458 _SAM--C 4.244455 _PAM--C 4.169921 _SUM --C 4.130470 _KKDR--C 4.084203 _KBLI--C 4.157733 _KMLG--C 4.185016 _KPRO--C 3.975607


(5)

Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics

R-squared 0.953579 Mean dependent var 4.152241 Adjusted R-squared 0.924906 S.D. dependent var 0.094522 S.E. of regression 0.025902 Sum squared resid 0.045622 Durbin-Watson stat 2.940650


(6)