33
Selain itu akad yang dibatasi untuk waktu tertentu, misalnya selama sebulan atau lebih, atau kurang, tidak dibolehkan, karena bertentangan dengan prinsip
perkawinan dalam Islam. Nikah untuk waktu tertentu disebut: “ Nikah Mut’ah” nikah senang-senang dan “ nikah muqathi “ nikah terputus . Kebanyakan fuqaha’
berpendapat bahwa nikah mut’ah itu haram, dengan berdasarkan antara lain hadist nabi riwayat Ibnu Majah yang mengajarkan: “wahai umat manusia, dulu aku
mengijinkan kamu kawin mut’ah, tetapi ketahuilah, Allah telah mengharamkannya sampai hari kiamat. “Ulama-Ulama Madzhab Syi’ah sampai sekarang masih
membolehkan kawin mut’ah itu dengan beberapa persyaratan yang ketat. Tetapi Ulama-Ulama Madzhab lain tidak dapat menyetujuinya.
58
2. Menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan Di Indonesia peraturan tentang perkawinan diatur dalam Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974, Bab 1 Dasar Perkawinan Pasal 1 Undang-Undang ini memberi pengertian perkawinan Pernikahan sebagai berikut
59
: Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.
Jadi menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara 2 dua orang yaitu antara pria dan wanita, sebagai ikatan lahir,
58
Ibid.
59
Pasal 1Bab 1 Dasar Perkawinan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974.
Universita Sumatera Utara
34
perkawinan merupakan hubungan hukum antara pria dengan seorang wanita untuk hidup bersama sebagai suami istri. Ikatan lahir ini merupakan hubungan yang formal
yang sifatnya nyata, baik bagi yang mengikatkan dirinya maupun bagi orang lain atau masyarakat. Sebagai ikatan batin, perkawinan merupakan pertalian jiwa yang terjalin
karena adanya kemauan yang sama dan ikhlas antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup bersama sebagai suami istri.
60
Perkawinan barulah sah apabila dilakukan antara seorang pria dan seorang wanita.
61
Dari pengertian tersebut unsur-unsur perkawinan adalah : 1. Adanya seorang pria dan wanita;
2. Ikatan lahir batin; 3. Adanya tujuan tertentu yaitu membentuk keluarga bahagia dan kekal;
4. Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari rumusan perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahaun
1974 tercantum tujuan perkawinan yaitu untuk membentuk keluarga rumah tangga yang
bahagia dan kekal. Ini berarti bahwa perkawinan dilangsungkan bukan untuk sementara atau untuk jangka waktu tertentu yang direncanakan tetapi untuk seumur
hidup atau selama-lamanya, dan tidak boleh diputuskan begitu saja.
62
Dalam rumusan perkawinan itu dinyatakan dengan tegas bahwa pembentukan keluarga rumah
tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, hal ini
60
Tan Kamelo, Hukum Perdata: Hukum Orang Dan Keluarga, Medan, USU Press 2011,hal.42.
61
Mega Magdalena, fungsi Pencatatan perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Medan : Tesis Pascasarjana USU, 2005 hal.15.
62
Ibid, hal. 43.
Universita Sumatera Utara
35
berarti bahwa perkawinan harus didasarkan pada agama dan kepercayaan. Dalam agama Islam, perintah religius merupakan sunnah Rasulullah. Keberadaan unsur
ketuhanan dalam sebuah perkawinan bukan saja peristiwa itu merupakan perjanjian yang sakral melainkan sifat pertanggungjawaban hukumnya jauh lebih penting yaitu
pertanggungjawaban kepada Tuhan sang pencipta Allah SWT. Dengan adanya unsur ketuhanan, maka hilanglah pandangan yang menyatakan bahwa perkawinan
adalah urusan manusia semata-mata.
63
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, dalam pasal 2 ayat 1 menyatakan
bahwa hukum Islam sebagai rujukan sah atau tidaknya suatu pernikahan, ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 terlihat bahwa perkawinan merujuk paham
relegius. Tujuan perkawinan bukan bersifat sementara, melainkan untuk kekal dan abadi, hidup bahagia kecuali putus hubungan karena kematian.
Syarat sahnya perkawinan menurut Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 meliputi syarat-syarat materil dan formil. Syarat-syarat materil yaitu syarat-syarat
mengenai pribadi calon mempelai, sedangkan syarat –syarat formil menyangkut formalitas-formalitas atau cara yang harus dipenuhi
sebelum dan pada saat dilangsungkannya perkawinan, syarat-syarat materil dan formil dalam perkawinan
secara terperinci, yaitu:
64
a. Syarat Materil
Syarat-syarat yang termasuk dalam kelompok syarat materil adalah:
63
Ibid. hal
64
Ibid.hal.16
Universita Sumatera Utara
36
1. Harus ada persetujuan dari kedua calon mempelai pasal 6 ayat 1 Undang- Undang Nomor 1 tahun 1974 bahwa perkawinan harus didasarkan atas
persetujuan kedua calon mempelai.
65
Dimaksudkan agar supaya setiap orang dengan bebas memilih pasangannya untuk hidup berumah tangga dalam
perkawinan. Munculnya syarat persetujuan dalam Undang-Undang perkawinan, dapat dihubungkan dalam system perkawinan zaman dulu, yaitu seorang anak
yang hidup patuh pada orang tuanya. Sebagai anak harus mau dan tidak dapat menolak kehendak orang tuanya, walaupun kehendak anak tidak demikian.
Untuk menanggulangi kawin paksa, Undang-Undang perkawinan telah
memberikan jalan keluarnya, yaitu suami atau istri dapat mengajukan pembatalan perkawinan dengan menunjuk pasal 27 ayat 1 apabila paksaan untuk itu
dibawah ancaman yang melanggar hukum. 2. Usia calon mempelai pria harus mencapai umur 19 tahun dan wanita harus sudah
mencapai 16 tahun pasal 7 ayat 1
66
. Ayat 2 menetapkan tentang kemungkinan penyimpangan terhadap ketentuan tersebut di atas`dengan jalan
meminta terlebih dahulu pengecualian kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjukan oleh kedua orang tua meninggal dunia, maka pengecualian dapat
dimintakan kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjukan oleh orang tua yang masih hidup atau waliorang yang memeliharadatuk kakek dan nenek dari
pihak-pihak yang akan melakukan perkawinan dengan ketentuan bahwa segala
65
Pasal 6 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
66
Pasal 7 ayat 1-3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Universita Sumatera Utara
37
sesuatunya sepanjang hukum masing-masing agama dan kepercayaan yang bersangkutan tidak menentukan lain.
Izin kedua orang tua mereka yang belum mencapai umur 21 tahun. Bila salah satu orang tua telah meninggal dunia, maka izin dapat diperoleh dari orang tua yang
masih hidup. Bila itupun tidak ada, dari wali orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus keatas atau bisa juga
izin dari pengadilan, bila orang-orang tersebut juga tidak ada atau tidak mungkin diminta izinnya pasal 6 ayat 2,3,4, dan 5.
67
Mengenai syarat-syarat persetujuan kedua calon mempelai dan syarat harus adanya izin kedua orang tua bagi mereka yang belum berusia 21 tahun sebagaimana
diatur dalam pasal 6 Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974, berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak
menentukan lain. b.
Syarat Formil meliputi 1.Pemberitahuan
kehendak akan
melangsungkan perkawinan
kepada pegawai pencatat perkawinan,
2.Pengumuman oleh pegawai pencatat perkawinan, 3.Pelaksanaan perkawinan menurut agamanya dan kepercayaan masing-masing,
4.Pencatat perkawinan oleh pegawai pencatat perkawinan.
68
67
Ibid hal. 20.
68
Mega Magdalena, op.cit, hal.21
Universita Sumatera Utara
38
Mengenai pemberitahuan
kehendak akan melangsungkan perkawinan harus dilakukan sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelum perkawinan di
langsungkan, dilakukan secara lisan oleh calaon mempelai atau orang tua atau wakilnya yang memuat nama, agamakepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman calon
mempelai dan nama istrisuami terdahulu bila salah seorang atau keduanya pernah kawin pasal 3,4,,5 peraturan pemerintah nomor 9 Tahun 1975.
69
Pengumuman tentang pemberitahuan kehendak nikah dilakukan oleh pegawai pencatat nikahperkawinan apabila telah cukup meneliti apakah syarat-syarat
perkawinan sudah dipenuhi dan apakah tidak terdapat halangan perkawinan. Pengumuman dilakukan dengan suatu formil khusus untuk itu, ditempelkan pada
suatu tempat yang sudah ditentukan dan mudah dibaca oleh umum dan ditandatangani oleh pegawai pencatat perkawinan. Pengumuman data pribadi calon mempelai dan
orang tua calon mempelai serta hari ini, tanggal, jam dan tempat dilangsungkannya perkawinan pasal 8 jo pasal 6,7 dan 9 peraturan pemerintah nomor 9 tahun 1975.
B. Hal-Hal Yang Memotivasi Seseorang Mau Menikahi Wanita Hamil Karena Zina.
Hukum perkawinan mempunyai kedudukan amat penting dalam Islam, sebab hukum perkawinan mengatur tata cara kehidupan keluarga yang merupakan inti
kehidupan masyarakat sejalan dengan kedudukan manusia sebagai mahkluk yang terhormat melebihi mahkluk-mahkluk yang lain. Hukum perkawinan Islam yang
dikenal dengan fiqh munakahat merupakan bagian dari ajaran agama Islam yang
69
Ibid,.hal.22.
Universita Sumatera Utara
39
wajib ditaati dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah.
70
Manusia adalah mahkluk yang lebih dimuliakan dan diutamakan allah dibanding dengan mahkluk –mahkluk lainnya. Allah telah menetapkan adanya aturan
tentang perkawinan bagi manusia dengan aturan –aturan yang tidak boleh dilanggar, manusia tidak boleh berbuat semaunya. Allah Swt tidak membiarkan manusia berbuat
semaunya seperti binatang, kawin dengan lawan jenis semaunya tanpa adanya ikatan perkawinan.
Melihat fakta sekarang, banyak wanita hamil diluar perkawinan, karena terlalu bebasnya pergaulan antara laki-laki dan wanita, tanpa berpikir, bagaimana jika
sekiranya kehamilan sampai terjadi.
71
Dalam hukum Islam, orang yang melakukan hubungan seksual antara pria dan wanita tanpa ikatan perkawinan yang sah disebut zina. Hubungan seksual tersebut
tidak dibedakan apakah pelakunya gadis, bersuami atau janda, jejaka, beristri atau duda sebagaimana yang berlaku pada hukum perdata.
72
Dalam hukum Islam Zina terbagi 2dua,yaitu:
73
a. Zina Muhson, yaitu zina yang dilakukan oleh orang yang telah atau pernah
menikah.
70
A. Hamid Sarong, Op Cit, hal. 2
71
Gatot Supramono, Segi-segi Hukum Hubungan Luar Nikah, Jakarta: Jambatan, 1998, hal. 77
72
Abdul Manan, Op Cit, hal 82
73
Abd.Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, Jakarta:PT.Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999, hal23
Universita Sumatera Utara
40
b. Zina Ghairu Muhson, yaitu zina yang dilakukan oleh orang yang belum pernah
menikah, mereka berstatus perjaka atau gadis. Hukum Islam tidak menganggap bahwa zina ghairu muhson sebagai perbuatan biasa, melainkan tetap dianggap
sebagai perbuatan zina yang harus dikenakan hukuman. Hanya saja hukuman itu kuantitasnya berbeda, bagi pezina muhson dirajam
sampai mati, sedangkan bagi pezina ghairu muhson dicambuk 100 kali. Anak yang dilahirkan sebagai akibat zina tersebut disebut anak luar kawin.
74
Dalam hukum Islam, pembuktian perbuatan berupa perzinaan bisa dilakukan melalui tiga cara:
75
1. Pengakuan dari
Pelaku. Dengan
syarat pelaku
saat menyatakan
pengakuannya: sudah baligh, tidak gila, tidak mabuk, dan tidak dalam paksaan.
2. Persaksian 4 empat orang saksi laki-laki. atau 8 delapan orang