Tingkat Pengetahuan tentang Penanganan Awal Kegawatdaruratan pada Perawat dan Bidan di RSUP Haji Adam Malik Medan

(1)

Oleh : GIOVANI PURBA

110100214

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

KARYA TULIS ILMIAH

“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

Oleh : GIOVANI PURBA

110100214

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Tingkat Pengetahuan tentang Penanganan Awal

Kegawatdaruratan pada Perawat dan Bidan di RSUP Haji Adam Malik Medan

Nama : Giovani Purba NIM : 110100214

Pembimbing,

dr. RR. Sinta Irina, Sp.An NIP.19670927 201012 2 002

Penguji I,

dr. Rointan Simanungkalit, Sp.KK NIP:19630820 198902 2 001

Medan, Desember 2014 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH NIP.19540220 198110 1 001

Penguji II,

dr. Alya Amile Fitrie, M.Kes., Sp,PA NIP:1976 1004 2001 12 2002


(4)

ABSTRAK

Keadaan gawat darurat merupakan keadaan yang bermanifestasikan gejala-gejala akut dengan keparahan pada tingkatan tertentu, dimana bila tidak diberikan perhatian medis yang memadai, dapat membahayakan keselamatan ataupun menyebabkan kecacatan. Hal ini menjadi alasan pentingnya setiap orang memiliki kemampuan memberikan pertolongan pertama pada saat menghadapi keadaan demikian. Pertolongan pertama merupakan pertolongan secara cepat dan bersifat sementara waktu yang diberikan pada seseorang yang menderita luka atau terserang penyakit mendadak. Tujuannya adalah memberikan perawatan awal sebagai persiapan penanganan lebih lanjut. Setiap tenaga kesehatan sepantasnya memiliki pengetahuan yang adekuat tentang ini.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang penanganan awal kegawatdaruratan pada perawat dan bidan di RSUP Haji Adam Malik Medan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan

cross sectional. Pengambilan sampel pada kelompok perawat dilakukan dengan

teknik consecutive sampling, sedangkan untuk kelompok bidan dilakukan dengan metode total sampling. Kuesioner yang mengandung 15 butir soal didistribusikan kepada 120 responden, termasuk diantaranya 90 perawat dan 30 bidan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas dari perawat dan bidan memiliki tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 40 orang perawat (44.4%) dan 14 orang bidan (46.7%); 39 orang perawat (43.3%) dan 10 orang bidan (33.3%) memiliki tingkat pengetahuan dengan kategori baik dan sebanyak 11 orang perawat (12.2%) dan 6 orang bidan (20%) memiliki tingkat pengetahuan yang kurang.

Dari hasil penelitian tersebut, disarankan kepada perawat dan bidan untuk semakin meningkatkan pengetahuan mereka dalam penanganan awal kegawatdaruratan.


(5)

ABSTRACT

An emergency is defined as a situation manifesting as acute symptoms of such severity in certain degree, during which if not given adequate medical attention, could cause harm or make one become disabled. It is expected for everyone to have the ability in giving first aid when facing such situation. First aid is a quick and temporary aid given to someone who suffers from injury or have sudden disease. The importance of it is to give an initial treatment before later given further treatment. Every health care provider should have adequate knowledge about this.

The purpose of this study was to identify the level of knowledge about initial treatment in emergency among nurses and midwifes of RSUP Haji Adam Malik Medan. This study was conducted using descriptive method with cross-sectional approach. The sampling method used in collecting samples from the nurses and midwifes were consecutive sampling and total sampling, respectively. A questionnaire consists of 15 questions were distributed to each of the 120 respondents, including 90 nurses and 30 midwifes.

The results of the study showed that majority of the respondents have an average level of knowledge with total amount of 40 nurses (44.4%) and 14 midwifes (46.7%); 39 nurses (43.3%) and 10 midwifes (33.3%) have good level of knowledge and 11 nurses (12.2%) and 6 midwifes (20%) have poor level of knowledge.

Based on this study, it is advised to the nurses and midwifes to enhance their knowledge about initial treatment in emergency.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat dan kasih setia-Nya, penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini sebagai salah satu tugas akhir dalam menyelesaikan masa studi di Fakultas Kedokteran USU dan persyaratan kelulusan sarjana kedokteran.

Terimakasih banyak kepada keluarga penulis,

Orangtua yang sangat saya kasihi, Ayahanda Prof. Drs. Mauly Purba, MA, PhD. dan Ibunda Dra. Tetty Aritonang, kedua saudara saya Anastasia Purba, S.Psi. dan Frigga Purba, Nenek saya D. Rajagukuguk dan M. Hutabarat, atas dukungan, doa dan kasih sayang yang senantiasa penulis rasakan selama mengemban pendidikan di Fakultas Kedokteran USU hingga akhirnya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan baik.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar -besarnya kepada pihak pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini, di antaranya :

1. Kepada guru saya, dr. RR. Shinta Irina, Sp.An sebagai dosen pembimbing dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, saya berterimakasih atas setiap waktu dan pikiran yang diberikan, perhatian dan motivasi selama membimbing saya dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

2. Kepada dr. Rointan Simanungkalit, Sp.KK. dan dr. Alya Amila Fitrie, M.Kes. sebagai dosen penguji, saya berterimakasih atas segala kritik dan saran yang diberikan dalam perbaikan karya tulis ilmiah ini.

3. Kepada Zendy Choa, Yosafat Gultom, Lastri Hutapea, Riama Melisa, Lukita Tarigan, Theresa Shintauli dan Pieter Andreas, sahabat-sahabat saya yang secara langsung terlibat dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini. Terimakasih untuk setiap waktu, tenaga, dan pikiran yang diberikan. Kiranya Tuhan yang Maha Esa membalaskan kebaikan kalian.


(7)

4. Kepada Maria Fransisca, Widya Prawirani, Ulima Maria, Andre Sopacua dan grup “Cadok” yang telah menemani saya selama 3,5 tahun menempuh masa perkuliahan di Fakultas Kedokteran USU terimakasih untuk setiap doa dan dukungan yang diberikan kepada saya.

5. Kepada teman seperjuangan saya selama mengerjakan penelitian ini, M. Chairul Luthfi S, terimakasih untuk setiap bantuan dan dukungan yang diberikan selama penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

6. Semua pihak yang secara langsung dan tidak langsung telah mendukung, membantu dan mendoakan saya dalam menyelesaikan penelitian ini

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini jauh dari sempurna dan banyak kekurangan baik dari segi materi maupun tata cara penulisan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan karya tulis ilmiah ini di kemudian hari. Akhir kata, penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi dunia kesehatan, khususnya bagi pembaca karya tulis ilmiah ini.

Medan, Desember 2014


(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 3

1.3.Tujuan Penelitian ... 3

1.4.Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Pengetahuan ... 5

2.1.1. Definisi Pengetahuan ... 5

2.1.2. Manfaat Pengetahuan ... 5

2.2. Tingkat Pengetahuan ... 6

2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan ... 7

2.4. Kegawatdaruratan ... 8

2.4.1. Definisi Kegawatdaruratan ... 8

2.4.2. Keadaan-keadaan Kegawatdaruratan ... 9

2.5. Penanganan Awal Kegawatdaruratan ... 10

2.5.1. Pengertian Penanganan Awal Kegawatdaruratan... 10

2.5.2. Tujuan Penanganan Awal Kegawatdaruratan ... 10

2.5.2.1 Primary Survey ... 11

2.5.2.1.1 Airway ... 11

2.5.2.1.2 Breathing ... 18

2.5.2.1.3 Circulation ... 21

2.5.2.1.4 Disability ... 22

2.5.2.1.5 Exposure ... 24

2.6 Peran Perawat dan Bidan dalam Penanganan Awal Kegawatdaruratan ... 25

2.6.1 Peran Perawat ... 25


(9)

2.7 Aspek Hukum dan Medikolegal dalam Penanganan Awal

Kegawatdaruratan ... 26

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 28

3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 28

3.2 Definisi Operasional ... 28

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 30

4.1 Jenis Penelitian ... 30

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 30

4.2.1 Waktu Penelitian ... 30

4.2.2 Lokasi Penelitian ... 30

4.3 Populasi dan Sampel ... 30

4.3.1 Populasi ... 30

4.3.2 Sampel ... 30

4.4 Teknik Pengumpulan Data ... 32

4.4.1 Data Primer ... 32

4.4.2 Uji Validitas ... 32

4.4.3 Uji Reliabilitas ... 33

4.5 Pengolahan dan Analisis Data ... 34

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

5.1. Hasil Penelitian... 35

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 35

5.1.2. Deskripsi Karakteristik ... 35

5.2. Hasil Analisis Data...37

5.2.1. Distribusi Jawaban Responden Menurut Pertanyaan ... ..37

5.2.2. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden tentang Penanganan Awal Kegawatdaruratan ... ..40

5.2.3. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Airway dan Cara-cara Mempertahankan Airway ... ..40

5.2.4. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Breathing dan Ventilasi ... 41

5.2.5. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Circulation ... 41

5.2.6. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Disability ... 42

5.2.7. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Exposure/Environment ... 42

5.2.8. Distribusi Tingkat Pengetahuan berdasarkan Karakteristik Responden ... 43


(10)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

6.1. Kesimpulan ... 48

6.2. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 50 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Ciri-ciri Gejala yang sering muncul pada

Pemeriksaan Masalah Ventilasi Pasien... 20 Tabel 2.2 Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah Berdasarkan

Presentasi Penderita semula... 22 Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas untuk Tiap

Pertanyaan dalam Angket... 34 Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik... 36 Tabel 5.2 Distibusi Jawaban Responden menurut Pertanyaan... 37 Tabel 5.3 Distribusi Tingkat Pengetahuan Respoden tentang

Penanganan Awal Kegawatdaruratan... 40 Tabel 5.4 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Head Tilt, Chinlift Maneuver... 14

Gambar 2.2. Jaw-thrust maneuver dengan In-line Immobilization... 15

Gambar 2.3. Oropharyngeal airway... 16

Gambar 2.4 Nasopharyngeal airway... 17


(13)

DAFTAR SINGKATAN

ABCDE Airway, breathing, circulation, exposure, environment

AHA The American Hospital Association

ATLS Advanced Trauma Life Support

AVPU Alert, Verbal, Pain, Unresponse

CNS Central Nervous System

EMTALA The Emergency Medical Treatment and Labour Act

GCS Glasgow Coma Score

ICR Inter Costal Regio

IGD Instalasi Gawat Darurat

IV Intra Vena

RSUP Rumah Sakit Umum Pusat SDM Sumber Daya Manusia

SPSS Statistical Product and Service Solution


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Penjelasan Penelitian

Lampiran 2. Surat Persetujuan Menjadi Responden Dalam Penelitian Lampiran 3. Lembar Kuesioner

Lampiran 4. Uji Validitas dan Reliabilitas Lampiran 5. Daftar Riwayat Hidup Peneliti Lampiran 6. Data Induk

Lampiran 7. Output SPSS Lampiran 8. Ethical Clearance


(15)

ABSTRAK

Keadaan gawat darurat merupakan keadaan yang bermanifestasikan gejala-gejala akut dengan keparahan pada tingkatan tertentu, dimana bila tidak diberikan perhatian medis yang memadai, dapat membahayakan keselamatan ataupun menyebabkan kecacatan. Hal ini menjadi alasan pentingnya setiap orang memiliki kemampuan memberikan pertolongan pertama pada saat menghadapi keadaan demikian. Pertolongan pertama merupakan pertolongan secara cepat dan bersifat sementara waktu yang diberikan pada seseorang yang menderita luka atau terserang penyakit mendadak. Tujuannya adalah memberikan perawatan awal sebagai persiapan penanganan lebih lanjut. Setiap tenaga kesehatan sepantasnya memiliki pengetahuan yang adekuat tentang ini.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang penanganan awal kegawatdaruratan pada perawat dan bidan di RSUP Haji Adam Malik Medan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan

cross sectional. Pengambilan sampel pada kelompok perawat dilakukan dengan

teknik consecutive sampling, sedangkan untuk kelompok bidan dilakukan dengan metode total sampling. Kuesioner yang mengandung 15 butir soal didistribusikan kepada 120 responden, termasuk diantaranya 90 perawat dan 30 bidan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas dari perawat dan bidan memiliki tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 40 orang perawat (44.4%) dan 14 orang bidan (46.7%); 39 orang perawat (43.3%) dan 10 orang bidan (33.3%) memiliki tingkat pengetahuan dengan kategori baik dan sebanyak 11 orang perawat (12.2%) dan 6 orang bidan (20%) memiliki tingkat pengetahuan yang kurang.

Dari hasil penelitian tersebut, disarankan kepada perawat dan bidan untuk semakin meningkatkan pengetahuan mereka dalam penanganan awal kegawatdaruratan.


(16)

ABSTRACT

An emergency is defined as a situation manifesting as acute symptoms of such severity in certain degree, during which if not given adequate medical attention, could cause harm or make one become disabled. It is expected for everyone to have the ability in giving first aid when facing such situation. First aid is a quick and temporary aid given to someone who suffers from injury or have sudden disease. The importance of it is to give an initial treatment before later given further treatment. Every health care provider should have adequate knowledge about this.

The purpose of this study was to identify the level of knowledge about initial treatment in emergency among nurses and midwifes of RSUP Haji Adam Malik Medan. This study was conducted using descriptive method with cross-sectional approach. The sampling method used in collecting samples from the nurses and midwifes were consecutive sampling and total sampling, respectively. A questionnaire consists of 15 questions were distributed to each of the 120 respondents, including 90 nurses and 30 midwifes.

The results of the study showed that majority of the respondents have an average level of knowledge with total amount of 40 nurses (44.4%) and 14 midwifes (46.7%); 39 nurses (43.3%) and 10 midwifes (33.3%) have good level of knowledge and 11 nurses (12.2%) and 6 midwifes (20%) have poor level of knowledge.

Based on this study, it is advised to the nurses and midwifes to enhance their knowledge about initial treatment in emergency.


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kejadian gawat darurat diartikan sebagai keadaan dimana seseorang membutuhkan pertolongan segera karena apabila tidak mendapatkan pertolongan dengan segera maka dapat mengancam jiwanya atau menimbulkan kecacatan permanen (Nasution, 2013). Menurut EMTALA (The Emergency Medical

Treatment and Labor Act), keadaan gawat darurat merupakan keadaan yang

bermanifestasikan gejala-gejala akut akan adanya suatu keparahan pada tingkatan tertentu, dimana apabila pada keadaan tersebut tidak diberikan perhatian medis yang memadai, dapat membahayakan keselamatan individu bersangkutan, menyebabkan timbulnya gangguan serius fungsi tubuh, ataupun terjadinya disfungsi organ atau kecacatan.

Tanda-tanda keadaan gawat darurat yang paling sering terjadi menurut

American College of Emergency Physicians adalah perdarahan yang tidak

berhenti (trauma, kecelakaan), masalah pernapasan (sulit napas, napas pendek, henti napas), henti jantung, perubahan status mental, nyeri dada, tersedak, batuk atau muntah darah, hilang kesadaran, cedera kepala dan lain-lain. (Medline, 2013)

Kejadian gawat darurat bisa terjadi kapan dan di mana saja, bahkan di tempat yang dianggap aman sekalipun. Hal ini menjadi alasan pentingnya setiap orang memiliki kemampuan memberikan pertolongan pertama pada saat menghadapi keadaan demikian. Menurut Skeet (1995) dalam Nasution (2013), pertolongan pertama merupakan pertolongan secara cepat dan bersifat sementara waktu yang diberikan pada seseorang yang menderita luka atau terserang penyakit mendadak. Pertolongan ini menggunakan fasilitas dan peralatan yang tersedia pada saat itu di tempat kejadian. Tujuan yang penting dari pertolongan pertama


(18)

adalah memberikan perawatan yang akan menguntungkan pada orang-orang tersebut sebagai persiapan terhadap penanganan lebih lanjut.

Pengetahuan tentang bagaimana penanganan awal pada suatu kegawatdaruratan menjadi suatu hal yang perlu pada setiap orang di kalangan masyarakat dalam rangka menyelamatkan jiwa dan juga meningkatkan kualitas hidup. Dokter, perawat dan juga staf paramedis paling tidak harus memiliki pengetahuan yang adekuat tentang ini, mengingat seringnya mereka menghadapi keadaan gawat darurat. Pengetahuan yang baik akan hal tersebut tentunya akan sangat berguna pada saat praktik secara langsung (Chandrasekaran, 2010).

Penelitian-penelitian terdahulu mengenai tingkat pengetahuan, sikap maupun tindakan tenaga kesehatan tentang penanganan awal kegawatdaruratan menunjukkan hasil yang beragam. Pengetahuan mengenai resusitasi jantung paru pada tenaga kesehatan yang dilakukan di suatu rumah sakit anak di Poznan, termasuk diantaranya adalah dokter umum dan perawat, dinilai cukup baik, namun terdapat kekurangan yaitu pengetahuan mereka tentang algoritma penanganan keadaan gawat darurat tidak adekuat (Grzeskowiak, 2009). Pada penelitian lain yang dilakukan di suatu rumah sakit umum di Nepal, didapati bahwa rata-rata tingkat pengetahuan tenaga kesehatan di rumah sakit tersebut tentang resusitasi jantung paru dan bantuan dasar hidup masih tergolong kurang adekuat. (Roshana et al, 2012). Penelitian lain yang membandingkan tentang tingkat pengetahuan antara perawat dengan praktisi kiropraksi tentang bantuan dasar hidup, menunjukkan bahwa perawat masih lebih baik dan juga lebih terampil. (Josipovic et al, 2010).

Dari uraian hasil penelitian-penelitian tersebut, dapat dilihat adanya variasi hasil penilaian tingkat pengetahuan antara berbagai tenaga kesehatan. Hal ini menimbulkan suatu ketertarikan bagi peneliti untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang penanganan awal kegawatdaruratan pada beberapa tenaga kesehatan di RSUP Haji Adam Malik Medan. Tenaga kesehatan selain dokter yang termasuk sering terpapar dengan keadaan gawat darurat adalah perawat dan


(19)

bidan. Oleh karena itu, seorang perawat dan bidan sudah seyogyanya memiliki pengetahuan yang baik tentang penanganan awal kegawatdaruratan. Berdasarkan Standar Kompetensi Perawat Indonesia tahun 2013, seorang perawat harus mampu mengidentifikasi dan melaporkan situasi perubahan yang tidak diharapkan, meminta bantuan cepat dan tepat dalam situasi gawat darurat/bencana, dan menerapkan keterampilan hidup dasar sampai bantuan tiba. Sama halnya dengan perawat, di dalam Standar Kompetensi Bidan Indonesia tahun 2011 disebutkan bahwa salah satu kompetensi yang harus dikuasai seorang bidan adalah dapat mengakses asuhan dan bantuan yang diperlukan dalam melakukan tindakan kegawatdaruratan.

Dari uraian di atas, peneliti memutuskan ingin mengetahui bagaimana gambaran tingkat pengetahuan tentang penanganan awal kegawatdaruratan pada perawat dan bidan di RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan tentang penanganan awal kegawatdaruratan pada perawat dan bidan di RSUP Haji Adam Malik Medan?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan tentang penanganan awal gawat darurat pada perawat dan bidan di RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang penanganan awal kegawatdaruratan pada perawat di RSUP Haji Adam Malik Medan

2. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang penanganan awal kegawatdaruratan pada bidan di RSUP Haji Adam Malik Medan


(20)

3. Untuk menilai tingkat pengetahuan tentang penanganan awal kegawatdaruratan pada perawat dan bidan di RSUP Haji Adam Malik berdasarkan karakteristik responden (umur, tingkat pendidikan dan lama kerja).

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini, adalah : 1. Bagi Peneliti

a. Menambah pemahaman mengenai pengetahuan tentang penanganan awal kegawatdaruratan antara perawat dengan bidan.

b. Sebagai penerapan langsung teori pembuatan karya tulis ilmiah sesuai dengan yang diajarkan saat kuliah.

c. Sebagai salah satu persyaratan lulus Sarjana Kedokteran. 2. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

a. Sebagai data pembelajaran dan acuan pembelajaran dalam pendidikan pada mahasiswa.

3. Bagi RSUP Haji Adam Malik Medan

a. Sebagai bahan evaluasi Rumah Sakit dalam menilai tenaga kesehatan yang dipekerjakan berdasarkan tingkat pengetahuannya tentang penanganan awal kegawatdaruratan. 4. Bagi Pihak Lain

a. Sebagai sumber data dan acuan dalam melaksanakan penelitian-penelitian selanjutnya.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

2.1.1 Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo 2003).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan berarti segala sesuatu yg diketahui; kepandaian: atau segala sesuatu yg diketahui berkenaan dengan sesuatu hal (mata pelajaran).

2.1.2 Manfaat Pengetahuan

Menurut Notoatmojo (2007), pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri seseorang terjadi proses yang berurutan yakni:

a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam diri

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau obyek tersebut. Disini sikap subyek sudah mulai timbul.


(22)

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial (percobaan), sikap dimana subjek mulai mencoba melakukan

sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adaption (penyesuaian), dimana subjek telah berperilaku baru sesuai

dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Apabila penerimaan perilaku baru atau diadopsi perilaku melalui proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng.

2.2 Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmojo (2003), pengetahuan yang cukup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu :

1. Tahu (Know)

Kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau dirangsang yang telah diterima. Cara kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasikan dan mengatakan.

2. Memahami (Comprehension)

Kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Seseorang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan dan menyebutkan.

3. Aplikasi (Application)

Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai pengguna hukum-hukum, rumus, metode, prinsip-prinsip dan sebagainya.


(23)

4. Analisis (Analysis)

Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen–komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainnya.

5. Sintesis (Synthesis)

Kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi –formulasi yang ada. 6. Evaluasi (Evaluation)

Kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau objek. Penelitian –penelitian tersebut didasarkan pada suatu kriteria yang sudah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria –kriteria yang telah ada.

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan (Notoatmodjo, 2007):

1. Sosial ekonomi

Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang, sedangkan ekonomi dikaitkan dengan pendidikan, ekonomi baik tingkat pendidikan akan tinggi sehingga tingkat pengetahuan akan tinggi juga. Tingkat sosial ekonomi terlalu rendah sehingga tidak begitu memperhatikan pesan-pesan yang disampaikan karena lebih memikirkan kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih mendesak.

2. Kultur (budaya, agama)

Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahauan seseorang, karena informasi yang baru akan disaring kira-kira sesuai tidak dengan budaya yang ada dan agam yang dianut.


(24)

3. Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan maka ia akan mudah menerima hal-hal baru dan mudah menyesuaikan dengan hal yang baru tersebut. Pendidikan itu menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.

4. Pengalaman

Berkaitan dengan umur dan pendidikan individu, bahwa pendidikan yang tinggi maka pengalaman semakin luas, sedangkan semakin tua umur seseorang maka pengalaman akan semakin banyak.

2.4 Kegawatdaruratan

2.4.1 Definisi Kegawatdaruratan

Kegawatdaruratan merupakan keadaan yang bermanifestasikan gejala-gejala akut akan adanya suatu keparahan pada tingkatan tertentu, dimana apabila pada keadaan tersebut tidak diberikan perhatian medis yang memadai, dapat membahayakan keselamatan individu bersangkutan, menyebabkan timbulnya gangguan serius fungsi tubuh ataupun terjadinya disfungsi organ atau kecacatan.(ACEP, 2013).

Menurut The American Hospital Association (AHA) dalam Herkutanto (2007) pengertian gawatdarurat adalah: An emergency is any condition that in the opinion of the patient, his family, or whoever assumes the responsibility of bringing the patient to the hospital-requires immediate medical attention. This condition continues until a determination has been made by a health care professional that the patient’s life or well-being is not threatened. Akan tetapi, ternyata dalam praktek nyatanya, banyak keadaan yang dianggap gawat darurat, pada akhirnya setelah melalui proses observasi dan evaluasi yang memadai, dianggap bukan suatu keadaan gawat darurat. Maka perlu dibedakan keadaan false emergency dengan true emergency. A true emergency is any condition clinically determined to require immediate medical care. Such conditions range from those requiring extensive immediate care and admission to the hospital to those that are


(25)

diagnostic problems and may or may not require admission after work-up and observation.

2.4.2 Keadaan-keadaan kegawatdaruratan

Kegawatdaruratan dalam bidang medis dapat bermanifestasikan berbagai gejala dan tampilan yang beragam. Keadaan-keadaan gawat darurat yang dapat kita temukan sehari-hari adalah seperti (American College of Emergency Physicians, 2004) :

a. Nyeri dada

b. Sindroma Koroner Akut c. Diseksi Aorta

d. Nyeri Abdomen e. Aneurisma Aorta Akut f. Apendisitis Akut

g. Perdarahan subarahnoid h. Demam pediatrik i. Meningitis j. Masalah airway

k. Trauma

l. Cedera Kepala m. Cedera Spinal n. Luka

o. Fraktur

p. Torsi Testikular q. Kehamilan Ektopik r. Sepsis


(26)

2.5 Penanganan Awal Kegawatdaruratan

2.5.1 Pengertian Penanganan Awal Kegawatdaruratan

Penanganan awal ataupun sering disebut pertolongan pertama merupakan pertolongan secara cepat dan bersifat sementara waktu yang diberikan pada seseorang yang menderita luka atau terserang penyakit mendadak. Pertolongan ini menggunakan fasilitas dan peralatan yang tersedia pada saat itu di tempat kejadian. (Nasution, 2009)

2.5.2 Tujuan Penanganan Awal Kegawatdaruratan

Tujuan yang penting dari penanganan awal kegawatdaruratan adalah memberikan perawatan yang akan menguntungkan pada orang-orang tersebut sebagai persiapan terhadap penanganan lebih lanjut. Dalam penanganan pasien-pasien trauma, waktu menjadi hal yang sangat penting, maka diperlukan suatu cara penilaian yang cepat untuk menentukan tindakan perawatan yang harus diberikan sesegera mungkin dalam rangka menyelamatkan nyawa seseorang. Terdapat suatu pendekatan yang dikenal dengan Initial Assesment (Penilaian Awal)yang meliputi (ATLS, 2009) :

1. Persiapan 2. Triase

3. Primary survey (ABCDE) 4. Resusitasi

5. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi

6. Secondary survey, pemeriksaan head to toe dan anamnesis 7. Tambahan terhadap secondary survey

8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan 9. Penanganan definitif


(27)

Tahapan-tahapan penilaian awal ini merupakan suatu urutan kejadian progresif yang berjalan secara linier ataupun longitudinal. Dalam situasi klinis sesungguhnya, pelaksanaannya dapat berjalan secara paralel ataupun bersamaan. Prinsip dasar dalam ATLS adalah membantu dalam penilaian dan pemberian resusitasi pasien-pasien gawat darurat. Penilaian dibutuhkan untuk mengetahui prosedur mana saja yang perlu dilakukan, karena tidak semua pasien membutuhkan seluruh prosedur ini.

Primary Survey yang meliputi ABCDE (Airway, Breathing, Circulation,

Disability, dan Exposure/Environmental) adalah bagian awal dari penanganan

suatu kegawatdaruratan. Dalam proses ini, fungsi vital pasien gawat harus dinilai secara cepat dan segera diberikan perawatan untuk pertolongannya.

2.5.2.1 Primary Survey

Penanganan awal dalam Primary Survey membantu mengidentifikasi keadaan-keadaan yang mengancam nyawa, yang terdiri dari tahapan-tahapan sebagai berikut :

A : Airway, pemeliharaan airway dengan proteksi servikal B : Breathing, pernapasan dengan ventilasi

C : Circulation, kontrol perdarahan D : Disability, status neurologis

E : Exposure/Environmental control, membuka seluruh baju penderita, tetapi cegah hipotermia

2.5.2.1.1 Airway

Keadaan kurangnya darah yang teroksigenasi ke otak dan organ vital lainnya merupakan pembunuh pasien-pasien trauma yang paling cepat. Obstruksi

airway akan menyebabkan kematian dalam hitungan beberapa menit. Gangguan

pernapasan biasanya membutuhkan beberapa menit lebih lama untuk menyebabkan kematian dan masalah sirkulasi biasanya lebih memakan waktu


(28)

yang lebih lama lagi. Maka dari itu, penilaian airway harus dilakukan dengan cepat begitu memulai penilaian awal. (Greaves, 2006)

Menurut ATLS 2009, kematian-kematian dini yang disebabkan masalah

airway, dan yang masih dapat dicegah, sering disebabkan oleh : 1. Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan airway

2. Ketidakmampuan untuk membuka airway

3. Kegagalan mengetahui adanya airway yang dipasang secara keliru 4. Perubahan letak airway yang sebelumnya telah dipasang

5. Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan ventilasi 6. Aspirasi isi lambung

Tecapainya patensi airway merupakan hal yang sangat esensial dalam penanganan awal pasien-pasien gawat darurat. Penilaian tentang mampu atau tidaknya seseorang bernapas secara spontan harus dilakukan secara cepat. Menurut Bersten dan Soni (2009) dalam Higginson dan Parry (2013), untuk menilai patensi airway secara cepat dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada pasien. Respon verbal yang normal menandakan dengan cepat kepada penolong bahwa pasien memiliki airway yang paten, sudah bernapas, dan otaknya sudah dalam keadaan diperfusi. Namun begitu, penilaian airway tetap penting untuk dilakukan. Apabila pasien hanya dapat berbicara sepatah dua patah kata ataupun tidak respon, pasien kemungkinan dalam keadaan distress nafas dan membutuhkan pertolongan bantuan napas secara cepat.

Dalam mengatasi obstruksi airway, terlebih dahulu dilakukan suctioning

untuk mengeluarkan cairan saliva berlebih yang mungkin timbul akibat pangkal lidah yang terjatuh. (American College of Surgeons, 2009) Tindakan suctioning

yang tepat dalam pemeliharaan airway dapat secara signifikan menurunkan kejadian aspirasi dan lebih banyak lagi hasil positif yang didapatkan. (Walter, 2002) Pada keadaan tidak sadarkan diri, penyebab tersering terhambatnya airway


(29)

inspeksi tentang ada tidaknya benda-benda asing yang menghambat airway

ataupun kemungkinan terjadinya fraktur fasial, mandibular ataupun trakeal/laringeal yang juga dapat menghambat bebasnya airway. Pasien-pasien dalam keadaan penurunan kesadaran ataupun GCS (Glasgow Coma Score) yang nilainya 8 ke bawah perlu diberikan pemasangan airway definitif. Adanya gerakan-gerakan motorik tidak bertujuan juga biasanya mengindikasikan perlunya pemasangan airway definitif. (American College of Surgeons, 2009)

Tanda obstruksi jalan nafas antara lain : • Suara berkumur

• Suara nafas abnormal (stridor, dsb) • Pasien gelisah karena hipoksia

• Bernafas menggunakan otot nafas tambahan / gerak dada paradoks • Sianosis

Penilaian bebasnya airway dan baik-tidaknya pernafasan harus dikerjakan dengan cepat dan tepat. Berbagai bentuk sumbatan pada airway dapat dengan segera diperbaiki dengan cara mengangkat dagu (chin lift maneuver) dan memiringkan kepala (head tilt) maneuver), atau dengan mendorong rahang bawah ke arah depan (jaw thrust maneuver). Airway selanjutnya dapat dipertahankan dengan orofaringeal (oropharyngeal airway) atau nasofaringeal (nasopharingeal

airway). Tindakan-tindakan yang digunakan untuk membuka airway dapat

menyebabkan atau memperburuk cedera spinal. Adanya suspek cedera pada spinal mengindikasikan dilakukannya tindakan imobilisasi spinal (in-line immobilization) (Haskell, 2006).

A. Teknik-teknik mempertahankan airway :

1. Head-tilt

Bila tidak sadar, pasien dibaringkan dalam posisi terlentang dan horizontal, kecuali pada pembersihan airway dimana bahu dan kepala pasien harus direndahkan dengan posisi semilateral untuk memudahkan drainase lendir, cairan muntah atau benda asing. Kepala diekstensikan dengan cara meletakkan satu tangan di bawah leher


(30)

pasien dengan sedikit mengangkat leher ke atas. Tangan lain diletakkan pada dahi depan pasien sambil mendorong / menekan ke belakang. Posisi ini dipertahankan sambil berusaha dengan memberikan inflasi bertekanan positif secara intermitten. (Alkatri, 2007)

2. Chin-lift

Jari - jemari salah satu tangan diletakkan bawah rahang, yang kemudian secara hati – hati diangkat ke atas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari tangan yang sama, dengan ringan menekan bibir bawah untuk membuka mulut, ibu jari dapat juga diletakkan di belakang gigi seri (incisor) bawah dan, secara bersamaan, dagu dengan hati – hati diangkat. Maneuver chin lift tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher. Manuver ini berguna pada korban trauma karena tidak membahayakan penderita dengan kemungkinan patah ruas rulang leher atau mengubah patah tulang tanpa cedera spinal menjadi patah tulang dengan cedera spinal. (Nasution, 2009)

Gambar 2.1. Head-tilt, chin-lift maneuver (sumber : European Resusciation Council Guidelines for Resuscitation 2010).

3. Jaw-thrust

Penolong berada disebelah atas kepala pasien. Kedua tangan pada

mandibula, jari kelingking dan manis kanan dan kiri berada pada


(31)

pada ramus mandibula sedangkan ibu jari kanan dan kiri berada pada

mentum mandibula. Kemudian mandibula diangkat ke atas melewati

molar pada maxila (Arifin, 2012).

Gambar 2.2 Jaw-thrust maneuver dengan in-line immobilization (sumber :

Advance Trauma Life Support – Student Course Manual, 2009)

4. Oropharyngeal Airway

Indikasi : Membebaskan sumbatan airway atas, mencegah pangkal lidah menyumbat airway, dan berfungsi sebagai bite-block pada penanganan jalan nafas yang lebih advance yakni proteksi pipa endotrakeal dan memfasilitasi suctioning oral dan faringeal. (Gausche-Hill, 2007)

Teknik : Posisikan kepala pasien lurus dengan tubuh. Kemudian pilih ukuran pipa orofaring yang sesuai dengan pasien. Hal ini dilakukan dengan cara menyesuaikan ukuran pipa oro-faring dari tragus (anak telinga) sampai ke sudut bibir. Masukkan pipa orofaring dengan tangan kanan, lengkungannya menghadap ke atas (arah terbalik), lalu masukkan ke dalam rongga mulut. Setelah ujung pipa mengenai palatum durum putar pipa ke arah 180 derajat. Kemudian dorong pipa dengan cara melakukan jaw thrust dan kedua ibu jari tangan menekan sambil mendorong pangkal pipa oro-faring dengan hati-hati sampai bagian yang keras dari pipa berada diantara gigi atas dan bawah,


(32)

terakhir lakukan fiksasi pipa orofaring. Periksa dan pastikan jalan nafas bebas (Lihat, rasa, dengar). Fiksasi pipa oro-faring dengan cara memplester pinggir atas dan bawah pangkal pipa, rekatkan plester sampai ke pipi pasien (Arifin, 2012)

Gambar 2.3 : Oropharyngeal Airway (Sumber : Advance Trauma Life

Support –Students Course Manual, 2009)

5. Nasopharyngeal Airway

Indikasi : Penggunaan nasopharyngeal airway optimal untuk pemeliharaan airway pada pasien-pasien setengah sadar ataupun tidak sadarkan diri. Alat ini lebih tidak mudah menyebabkan stimulasi gag


(33)

oropharyngeal airway dan tepat digunakan pada pasien yang giginya menggertak ataupun tidak mau membuka mulutunya. (Wilson, 2013) Teknik : Posisikan kepala pasien lurus dengan tubuh. Pilihlah ukuran pipa nasofaring yang sesuai dengan cara menyesuaikan ukuran pipa naso-faring dari lubang hidung sampai tragus (anak telinga). Pipa nasofaring diberi pelicin dengan KY jelly (gunakan kasa yang sudah diberi KY jelly). Masukkan pipa naso-faring dengan cara memegang pangkal pipa naso-faring dengan tangan kanan, lengkungannya menghadap ke arah mulut (ke bawah). Masukkan ke dalam rongga hidung dengan perlahan sampai batas pangkal pipa. Patikan jalan nafas sudah bebas (lihat, dengar, rasa) ( Arifin, 2012).

Gambar 2.4 : Nasopharyngeal Airway (Sumber : The McGraw-Hill Companies, Inc. 2006)

B. Airway definitif

Terdapat tiga macam airway definitif, yaitu : pipa orotrakeal, pipa nasotrakeal, dan airway surgikal (krikotiroidotomi atau trakeostomi). Penentuan pemasangan airway definitif didasarkan pada penemuan-penemuan klinis antara lain (Americann College of Surgeons, 2009) :

■Masalah-masalah Airway - Ketidakmampuan untuk memelihara patensi jalan napas dengan cara lain, dengan


(34)

bahaya yang potensial terjadi pada airway (mis : setelah cedera inhalasi, fraktur fasial, atau hematoma retrofaringeal).

■Masalah-masalah Pernapasan –Ketidakmampuan untuk memperthanakan oksigenasi yang adekuat dengan dukungan sungkup oksigen, dan adanya apnea.

■ Masalah-masalah Disabilitas – Adanya cedera kepala tertutup yang membutuhkan ventilasi bantuan (Skala Koma Glasgow bernilai 8 atau kurang), perlu melindungi bagian bawah airway

dari terjadinya aspirasi darah ataupun muntahan, atau adanya aktivitas kejang yang menetap.

Penilaian dari status klinis pasien dan penggunaan pulse oxymeter dapat membantu menentukan perlu atau tidaknya tindakan airway definitif. Dalam memberi tindakan orotrakeal ataupun nasotrakeal, harus selalu diperkirakan adanya cedera pada c-spine maka in-line mobilisation harus tetap dikerjakan saat memberikan tindakan. Ketidakmampuan melakukan intubasi trakea merupakan indikator jelas untuk melakukan airway surgical.

2.5.2.1.2 Breathing

Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang baik terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dari tubuh. (American College of Surgeons, 2009) Ventilasi adalah pergerakan dari udara yang dihirup kedalam dengan yang dihembuskan ke luar dari paru. Pada awalnya, dalam keadaan gawat darurat, apabila teknik-teknik sederhana seperti head-tilt maneuver dan chin-lift maneuver

tidak berhasil mengembalikan ventilasi yang spontan, maka penggunaan

bag-valve mask adalah yang paling efektif untuk membantu ventilasi (Higginson dan

Parry, 2013).

Teknik ini efektif apabila dilakukan oleh dua orang dimana kedua tangan dari salah satu penolong dapat digunakan untuk menjamin kerapatan yang baik


(35)

(American College of Surgeons, 2009). Berikut adalah cara melakukan pemasangan bag-valve mask (Arifin, 2012) :

1. Posisikan kepala lurus dengan tubuh

2.Pilihlah ukuran sungkup muka yang sesuai (ukuran yang sesuai bila sungkup muka dapat menutupi hidung dan mulut pasien, tidak ada kebocoran)

3.Letakkan sungkup muka (bagian yang lebar dibagian mulut)

4.Jari kelingking tangan kiri penolong diposisikan pada angulus mandibula, jari manis dan tengah memegang ramus mandibula, ibu jari dan telunjuk memegang dan memfiksasi sungkup muka.

5.Gerakan tangan kiri penolong untuk mengekstensikan sedikit kepala pasien

6.Pastikan tidak ada kebocoran dari sungkup muka yang sudah dipasangkan

7.Bila kesulitan, gunakan dengan kedua tangan bersama-sama (tangan kanan dan kiri memegang mandibula dan sungkup muka bersama-sama) 8.Pastikan jalan nafas bebas (lihat, dengar, rasa)

9.Bila yang digunakan AMBU-BAG, maka tangan kiri memfiksasi sungkup muka, sementara tanaga kanan digunakan untuk memegang bag

(kantong) reservoir sekaligus pompa nafas bantu (squeeze-bag).

Penilaian ventilasi yang adekuat atau tidak dapat dilakukan dengan melakukan metode berikut (American College of Surgeons, 2009) :

- Look : Lihat naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan dinding

dada yang adekuat. Asimeteri menunjukkan pembelatan (splinting) atau flail chest dan tiap pernapasan yang dilakukan dengan susah

(labored breathing) sebaiknya harus dianggap sebagai ancaman

terhadap oksigenasi penderita.

- Listen : Dengar adanya pergerakan udara pada kedua sisi dada.


(36)

hemitoraks merupakan tanda akan adanya cedera dada. Hati-hati terhadap adanya laju pernafasan yang cepat – takipnea mungkin menunjukkan kekurangan oksigen.

- Gunakan pulse oxymeter. Alat ini mampu memberikan informasi tentang saturasi oksigen dan perfusi perifer penderita, tetapi tidak memastikan adanya ventilasi yang adekuat.

Pada saat penilaian sebelumnya dilakukan, penolong harus mengetahui dan mengenal ciri-ciri gejala dari keadaan-keadaan yang sering muncul dalam masalah ventilasi pasien gawat darurat seperti tension

pneumothorax, massive hemothorax, dan open pneumothorax (Arifin,

2012).

Tabel 2.1. Ciri-ciri Gejala yang sering muncul pada Pemeriksaan Masalah Ventilasi Pasien

Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi 1.Tension pneumothorax -ICR flat -Sesak nafas -Dilatasi vena jugularis -Deviasi trakea Stem fremitus menurun

Hipersonor Suara pernafasan menurun 2.Massive hemothorax -ICR flat -Sesak nafas -Pucat Stem fremitus meningkat

Beda Suara

pernafasan menurun 3.Open pneumothorax -ICR normal -Sesak nafas -Luka berlubang dinding toraks

(sucking chest

wound)

Suara fremitus menurun

Hipersonor Suara pernafasan menurun


(37)

Penanganan yang dapat dilakukan adalah :

a. Memberi oksigen dengan kecepatan 10-12 liter/menit

b. Tension pneumothorax : Needle Insertion (IV Cath No.14) di ICR

II-Linea midclavicularis

c. Massive haemothorax : Pemasangan Chest Tube

d. Open pneumothorax : Luka ditutup dengan kain kasa yang

diplester pada tiga sisi (flutter-type voice effect)

2.5.2.1.3 Circulation

Masalah sirkulasi pada pasien-pasien trauma dapat diakibatkan oleh banyak jenis perlukaan. Volume darah, cardiac outptut, dan perdarahan adalah masalah sirkulasi utama yang perlu dipertimbangkan. (American College of Surgeons, 2009)

Dalam menilai status hemodinamik, ada 3 penemuan klinis yang dalam hitungan detik dapat memberikan informasi tentang ini :

a. Tingkat Kesadaran

Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang, yang akan mengakibatkan penurunan kesadaran (jangan dibalik, penderita yang sadar belum tentu normovolemik).

b. Warna Kulit

Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia. Penderita trauma yang kulitnya kemerahan, terutama pada wajah dan ekstremitas, jarang yang dalam keadaan hipovolemia. Sebaliknya, wajah pucat keabu-abuan dan kulit ekstremitas yang pucat, merupakan tanda hipovolemia.


(38)

c. Nadi

Periksalah pada nadi yang besar seperti a. Femoralis atau a. Karotis (kiri-kanan) untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama. Nadi yang tidak cepat, kuat dan teratur biasanya merupakan tanda normovolemia (bila penderita tidak minum obat beta-blocker). Nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda hipovolemia, walaupun dapat disebabkan keadaan yang lain. Kecepatan nadi yang normal bukan jaminan bahwa normovolemia. Nadi yang tidak teratur biasanya merupakan tanda gangguan jantung. Tidak ditemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan tanda diperlukannya resusitasi segera.

Perdarahan eksternal harus cepat dinilai, dan segera dihentikan bila ditemukan dengan cara menekan pada sumber perdarahan baik secara manual maupun dengan menggunakan perban elastis. Bila terdapat gangguan sirkulasi harus dipasang sedikitnya dua IV line, yang berukuran besar. Kemudian lakukan pemberian larutan Ringer laktat sebanyak 2 L sesegera mungkin (American College of Surgeons, 2009).

Tabel 2.2. Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah Berdasarkan Presentase Penderita Semula

Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV Kehilangan Darah

(mL)

Sampai 750 750 - 1500 1500 - 2000 >2000

Kehilangan Darah (% volume darah)

Sampai 15% 15% – 30% 30% – 40% >40%

Denyut Nadi <100 >100 >120 >140

Tekanan Darah Normal Normal Menurun Menurun

Tekanan Nadi (mmHg)

Normal atau Naik Menurun Menurun Menurun

Frekuensi Pernafasan

14 – 20 20 - 30 30 - 40 >35

Produksi Urin (mL/jam)

>30 20 - 30 5 -15 Tidak berarti

CNS/Status Mental Sedikit cemas Agak cemas Cemas, bingung Bingung, lesu (lethargic)

Penggantian Cairan Kristaloid Kristaloid Kristaloid dan

darah

Kristaloid dan darah


(39)

2.5.2.1.4 Disability

Menjelang akhir dari primary survey, dilakukan suatu pemeriksaan neurologis yang cepat. Pemeriksaan neurologis ini terdiri dari pemeriksaan tingkat kesadaran pasien, ukuran dan respon pupil, tanda-tanda lateralisasi, dan tingkat cedera korda spinalis. (American College of Surgeons, 2009)

Tingkat kesadaran yang abnormal dapat menggambarkan suatau spektrum keadaan yang luas mulai dari letargi sampai status koma. Perubahan apapun yang mengganggu jaras asending sistem aktivasi retikular dan sambungannya yang sangat banyak dapat menyebabkan gangguan tingkat kesadaran. (Smith, 2010)

Cara cepat dalam mengevaluasi status neurologis yaitu dengan menggunakan AVPU, sedangkan GSC (Glasgow Coma Scale) merupakan metode yang lebih rinci dalam mengevaluasi status neurologis, dan dapat dilakukan pada saat survey sekunder.

AVPU, yaitu: A : Alert

V : Respon to verbal P : Respon to pain U : Unrespon

GSC (Glasgow Coma Scale) adalah sistem skoring yang sederhana untuk menilai tingkat kesadaran pasien.

1. Menilai “eye opening” penderita (skor 4-1) Perhatikan apakah penderita :

a. Membuka mata spontan

b. Membuka mata jika dipanggil, diperintah atau dibangunkan

c. Membuka mata jika diberi rangsangan nyeri (dengan menekan ujung kuku jari tangan)


(40)

d. Tidak memberikan respon

2. Menilai “best verbal response” penderita (skor 5-1) Perhatikan apakah penderita :

a. Orientasi baik dan mampu berkomunikasi b. Disorientasi atau bingung

c. Mengucapkan kata-kata tetapi tidak dalam bentuk kalimat d. Mengerang (mengucapkan kata -kata yang tidak jelas artinya) e. Tidak memberikan respon

3. Menilai “best motor respon” penderita (skor 6-1) Perhatikan apakah penderita :

a. Melakukan gerakan sesuai perintah b. Dapat melokalisasi rangsangan nyeri c. Menghindar terhadap rangsangan nyeri d. Fleksi abnormal (decorticated)

e. Ektensi abnormal (decerebrate) f. Tidak memberikan respon

Range skor : 3-15 (semakin rendah skor yang diperoleh, semakin jelek kesadaran)

2.5.2.1.5 Exposure

Merupakan bagian akhir dari primary survey, penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya, kemudian nilai pada keseluruhan bagian tubuh. Periksa punggung dengan memiringkan pasien dengan cara log roll. Selanjutnya selimuti penderita dengan selimut kering dan hangat, ruangan yang cukup hangat dan


(41)

diberikan cairan intra-vena yang sudah dihangatkan untuk mencegah agar pasien tidak hipotermi. (Nasution, 2009)

2.6 Peran Perawat dan Bidan dalam Penanganan Awal Kegawatdaruratan

2.6.1 Peran Perawat

Berdasarkan data dalam daftar dan unit kodifikasi mengenai standar kompetensi seorang perawat di dalam Standar Kompetensi Perawat Indonesia, dikatakan bahwa seorang perawat baik perawat vokasional, ners, ners spesialis, maupun ners konsultan, semuanya harus mampu mengidentifikasi dan melaporkan situasi perubahan ayng tidak diharapkan, meminta bantuan cepat dan tepat dalam situasi gawat darurat/bencana dan menerapkan keterampilan bantuan hidup dasar sampai bantuan tiba. Tambahan lain bagi seorang ners spesialis adalah berkemampuan mengambil peran kepemimpinan dalam triage dan koordinasi asuhan klien sesuai kebutuhan asuhan khusus. Sedangkan untuk sseorang ners konsultan harus juga mampu memobilisasi dan mengkoordinasikan sumber daya dan mengambil peran kepemimpinan dalam situasi gawat darurat dan/atau bencana.

2.6.2 Peran Bidan

Dalam Standar Kompetensi Bidan Indonesia, seorang bidan dituntut untuk mememiliki keterampilan dalam memberikan asuhan kegawatdaruratan terutama dalam kegawatdaruratan kebidanan, seperti prolaps tali pusat, distosia bahu, malpresentasi,dan keadaan gawat janin. Akan tetapi disebutkan juga bahwa bidan harus berkompetensi dalam memberikan pertolongan kegawatdaruratan terus menerus sesuai kebutuhan seperti melakukan resusitasi bayi baru lahir, kegawatdaruratan maternal seperti perdarahan, resusitasi jantung paru maupun keadaan gawat napas.


(42)

2.7 Aspek Hukum dan Medikolegal dalam Penanganan Awal Kegawatdaruratan

Pelayanan gawat darurat mempunyai aspek khusus karena mempertaruhkan kelangsungan hidup seseorang. Dipandang dari segi hukum dan medikolegal, pelayanan gawat darurat berbeda dengan pelayanan non-gawat darurat karena memiliki karakteristik khusus. Pada keadaan gawat darurat medik didapati beberapa masalah utama yaitu:

- Periode waktu pengamatan/pelayanan relatif singkat - Perubahan klinis yang mendadak

- Mobilitas petugas yang tinggi

Hal-hal di atas menyebabkan tindakan dalam keadaan gawat darurat memiliki risiko tinggi bagi pasien berupa kecacatan bahkan kematian. Situasi emosional dari pihak pasien karena tertimpa risiko dan pekerjaan tenaga kesehatan yang di bawah tekanan mudah menyulut konflik antara pihak pasien dengan pihak pemberi pelayanan kesehatan. (Herkutanto, 2007)

Pengaturan tindakan medis secara umum dalam UU No.23/1992 tentang

Kesehatan dapat dilihat dalam pasal 32 ayat (4) yang menyatakan bahwa

“pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang

mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu”. Ketentuan tersebut

dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari tindakan seseorang yang tidak mempunyai keahlian dan kewenangan untuk melakukan pengobatan/perawatan, sehingga akibat yang dapat merugikan atau membahayakan terhadap kesehatan pasien dapat dihindari, khususnya tindakan medis yang mengandung risiko. Pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan medik diatur dalam pasal 50 UU No.23/1992 tentang Kesehatan yang merumuskan bahwa “tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan”.

Pengaturan di atas menyangkut pelayanan gawat darurat pada fase di rumah sakit, di mana pada dasarnya setiap dokter memiliki kewenangan untuk


(43)

melakukan berbagai tindakan medik termasuk tindakan spesifik dalam keadaan gawat darurat. Dalam hal pertolongan tersebut dilakukan oleh tenaga kesehatan maka yang bersangkutan harus menerapkan standar profesi sesuai dengan situasi (gawat darurat) saat itu.


(44)

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Gambar 3.1. Skema Kerangka Konsep Penelitian

3.2 Definisi Operasional

Untuk menghindari perbedaan persepsi dalam menginterpretasi masing-masing variabel penelitian, maka perlu dijabarkan definisi operasional dari setiap variabel dalam penelitian.

1. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui perawat dan bidan sebagai responden mengenai penanganan awal kegawatdaruratan

2. Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki yang diperoleh melalui kependidikan keperawatan. Dalam penelitian ini adalah perawat yang bekerja di RSUP Haji Adam Malik Medan

3. Bidan adalah mereka yang lulus dari pendidikan kebidanan, memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan. Dalam penelitian ini adalah bidan yang bekerja di RSUP Haji Adam Malik Medan

4. Cara pengukuran dalam penelitian ini adalah dengan metode angket

5. Alat ukur berupa kuesioner yang berisikan daftar pertanyaan mengenai data identitas diri termasuk jenis pekerjaan masing-masing (perawat atau bidan) dan daftar pertanyaan tentang penanganan awal kegawatdaruratan sebanyak 15 pertanyaan

Perawat dan bidan di RSUP Haji Adam

Malik Medan

Pengetahuan tentang penanganan awal kegawatdaruratan


(45)

6. Hasil ukur dengan melakukan pengukuran tingkat pengetahuan perawat dan bidan mengenai penanganan awal kegawatdaruratan berdasarkan pertanyaan yang diberikan kepada responden dan dibagi menjadi 3 kategori yaitu :

a. Pengetahuan baik apabila jawaban responden yang benar lebih dari 75% dari nilai tertinggi.

b. Pengetahuan cukup apabila jawaban responden yang benar antara 56% hingga 75% dari nilai tertinggi.

c. Pengetahuan kurang apabila jawaban responden yang benar kurang dari 56% dari nilai tertinggi.


(46)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan perawat dan bidan tentang penanganan awal kegawatdaruratan. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan cross-sectional

yaitu pengamatan dilakukan sekali (pada saat penelitian itu dilaksanakan).

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian 4.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli hingga November 2014.

4.2.2 Lokasi Penelitian

Lokasi yang dipilih untuk melakukan penelitian adalah RSUP Haji Adam Malik Medan.

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat dan bidan yang bekerja di RSUP Haji Adam Malik Medan.

4.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti. Pengambilan sampel perawat sebagai responden dilakukan menggunakan metode consecutive

sampling di mana semua subjek yang datang secara berurutan dan memenuhi

kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi. Pengambilan sampel bidan sebagai responden dilakukan menggunakan metode total sampling dimana seluruh subjek dalam populasi yang


(47)

memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian, yaitu sebanyak 30 orang.

• Kriteria Inklusi

o Perawat/Bidan yang merupakan pegawai di RSUP Haji

Adam Malik Medan

o Perawat/Bidan yang bekerja di ruang rawat inap RSUP

Haji Adam Malik Medan

o Perawat/Bidan yang bekerja di ruang rawat jalan RSUP

Haji Adam Malik Medan

• Kriteria Eksklusi

o Perawat Anestesi

o Perawat IGD atau yang pernah bekerja di IGD

Untuk mendapatkan besar sampel perawat yang representatif, penarikan sampel dari populasi menggunakan Rumus Slovin :

Dimana :

n = Besar sampel minimal N = Besar populasi (629) α = Tingkat signifikansi (0.1)


(48)

Dari rumus didapatkan :

�= 629

1 + 629 (0.1)2)

n = 86,28≈ 90 orang

Maka jumlah responden yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 30 orang bidan dan 90 orang perawat.

4.4 Teknik Pengumpulan Data 4.4.1 Data Primer

Data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan data primer yang diperoleh melalui angket yang dibagikan kepada responden yang terpilih yang mana angket tersebut diuji validitas serta reabilitasnya terlebih dahulu sebagai instrumen penelitian. Setelah itu, angket tersebut diedarkan kepada sampel untuk menjawabnya. Beserta dengan angket tersebut, dilampirkan satu formulir yang terdiri dari:

Bagian I yang merupakan lembaran inform consent yang memuatkan penjelasan tentang penelitian yang dilakukan dan permintaan persetujuan daripada responden untuk mengisi kuesioner yang dibagikan.

Bagian II yang merupakan surat persetujuan dari responden yang menyatakan bahwa ia telah memahami dengan sepenuhnya tentang penjelasan yang telah diberikan tentang penelitian dan pernyataan persetujuan dari responden yang memuat tanda tangan responden.

4.4.2 Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur tersebut benar benar mengukur apa yang diukur. Angket yang telah selesai disusun akan diuji validitasnya dengan menggunakan program SPSS.


(49)

Angket penelitian telah disusun dengan jumlah pertanyaan sebanyak 21 buah. Telah dilakukan uji validitas pada 25 orang responden yang diambil dari beberapa rumah sakit umum di Medan pada bulan Agustus 2014.

Uji validitas dilakukan dengan korelasi Pearson, skor yang didapat dari pertanyaan dikorelasikan dengan skor total untuk setiap variabel. Setelah semua korelasi untuk setiap pertanyaan dengan skor total diperoleh, nilai-nilai tersebut dibandingkan dengan nilai r tabel. Nilai r tabel untuk jumlah responden 25 orang adalah 0.396. Jika nilai koefisien korelasi Pearson dari suatu pertanyaan tersebut berada diatas nilai r tabel, maka pertanyaan tersebut valid.

4.4.3 Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Setiap alat pengukur seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran relatif konsisten dari waktu ke waktu.

Angket penelitian ini yang disusun sebelumnya telah diuji reliabilitasnya. Sampel untuk uji reliabilitas adalah 25 orang respoden dilakukan pada beberapa rumah sakit umum di Medan pada bulan Agustus 2014.

Uji reliabilitas dilakukan pada seluruh pertanyaan yang valid dengan koefisien reliabilitas alpha pada program SPSS. Jika nilai alpha lebih besar dari nilai r tabel, maka pertanyaan tersebut reliabel.


(50)

Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas untuk Tiap Pertanyaan dalam Angket

Nomor Pertanyaan

Total Pearson Correlation

Status Alpha Status

Pengetahuan 1 0.427 Valid 0.684 Reliabel

2 0.657 Valid Reliabel

3 0.495 Valid Reliabel

4 0.756 Valid Reliabel

5 0.793 Valid Reliabel

6 0.556 Valid Reliabel

7 0.530 Valid Reliabel

8 0.399 Valid Reliabel

9 0.422 Valid Reliabel

10 0.342 Valid Reliabel

11 0.685 Valid Reliabel

12 0.696 Valid Reliabel

13 0.586 Valid Reliabel

14 0.621 Valid Reliabel

15 0.494 Valid Reliabel

4.5 Pengolahan dan Analisis Data

Data dikumpul dan diolah secara manual dengan langkah-langkah editing, pengkodean data (data coding), pemindahan data ke komputer (data entering), dan pembersihan data (data cleaning). Seterusnya data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Analisa dan pengolahan data dilakukan dengan bantuan


(51)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan yang berlokasi di Jalan Bunga Lau No. 17, kelurahan Kemenangan Tani, kecamatan Medan Tuntungan. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit kelas A dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990. Dengan predikat rumah sakit kelas A, RSUP Haji Adam Malik Medan telah memiliki fasilitas kesehatan yang standar dengan tenaga kesehatan yang kompeten. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI pada 6 September 1991 No. 502/Menkes/SK/IX/199, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

RSUP Haji Adam Malik Medan memiliki Ruang Rawat Inap Terpadu yang dibagi menjadi dua yaitu Ruang Rawat Inap Terpadu-A (Rindu-A) dan Ruang Rawat Inap Terpadu B (Rindu-B). Tenaga kesehatan seperti perawat dan bidan, yang merupakan responden dalam penelitian ini, bekerja tersebar di Rindu-A dan Rindu-B. Bagian tersebut merupakan lokasi pengambilan data pada penelitian ini.

5.1.2 Deskripsi Karakteristik

Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah perawat dan bidan di RSUP Haji Adam Malik Medan dengan total responden 120 orang. Karakteristik responden yang diamati adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan lamanya bekerja.


(52)

Tabel 5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik

Karakteristik Perawat Bidan

90 (100%) 30 (100%)

Kelompok Usia

20-30 37 (41.1%)

27 (30%) 25 (27.8%) 1 (1.1%) 5 (16.7%) 14 (46.7%) 10 (33.3%) 1 (3.3%) 31-40 41-50 >50 Jenis Kelamin

Perempuan 90 (100%)

0 (0%)

30 (100%) 0 (0%) Laki-laki

Tingkat Pendidikan

D1 0 (0%)

57 (63.3%) 0 (0%) 33 (36.7%) 2 (6.7%) 19 (63.3%) 7 (23.3%) 2 (6.7%) D3 D4 S1 Lama Bekerja

<5 tahun 29 (32.2%) 19 (21.1%) 38 (42.2%) 4 (4.4%) 3 (10%) 9 (30%) 12 (40%) 6 (20%) 5-10 tahun 11-20 tahun >20 tahun

Total 90 orang (100%) 30 orang (100%)

Pada tabel 5.1. dapat dilihat dari segi usia, paling banyak perawat berada pada kelompok usia 20-30 tahun yaitu sebanyak 37 orang (41.1%) dan bidan pada kelompok usia 31-40 tahun yaitu sebanyak 14 orang (46.7%). Sedangkan paling sedikit perawat dan bidan berada pada kelompok usia >51 tahun yaitu sebanyak 1 orang perawat (1.1%) dan 1 orang bidan (3.3%).


(53)

Dari tabel 5.1. dapat dilihat dari segi jenis kelamin , seluruh perawat dan bidan adalah perempuan yaitu 90 orang perawat (100%) dan 30 orang bidan (100%).

Pada tabel 5.1. dapat dilihat dari segi tingkat pendidikan, paling banyak perawat dan bidan berpendidikan D3 yaitu sebanyak 57 orang perawat (63.3%) dan 19 orang bidan (31.7%). Sedangkan paling sedikit perawat berpendidikan S1 yaitu sebanyak 33 orang (36.7%) dan paling sedikit bidan berpendidikan D1 sebanyak 2 orang (3.3%) dan S1 sebanyak 2 orang (3.3%).

Pada tabel 5.1. dapat dilihat dari segi lamanya bekerja, paling banyak perawat dan bidan bekerja selama 11-20 tahun yaitu sebanyak 38 orang perawat (42.2%) dan 12 orang bidan (40%), sedangkan paling sedikit perawat bekerja selama >20 tahun yaitu sebanyak 4 orang (4.4%) dan paling sedikit bidan bekerja selama <5 tahun yaitu sebanyak 3 orang (10%).

5.2. Hasil Analisis Data

5.2.1. Distribusi Jawaban Responden Menurut Pertanyaan

Hasil penelitian yang diperoleh dari 15 butir pertanyaan pada kuesioner yang merupakan pertanyaan mengenai pengetahuan perawat dan bidan tentang penanganan awal kegawatdaruratan terlihat pada Tabel 5.2. Data lengkap distribusi jawaban responden untuk setiap pertanyaan dapat dilihat pada Tabel 5.2.


(54)

Tabel 5.2. Distribusi Jawaban Responden Menurut Pertanyaan

No Pertanyaan Perawat Bidan

(n) (%) (n) (%)

1. Pengertian ABCDE

a. Benar 81 90 29 96.7

b. Salah 9 10 1 3.3

2. Cara memastikan patensi airway

a. Benar 85 94.4 29 96.7

b. Salah 5 5.6 1 3.3

3. 3 manuver tanpa alat bebaskan airway

a. Benar 85 94.4 22 73.3

b. Salah 5 5.6 8 26.7

4. Kontraindikasi headtilt

a. Benar 87 96.7 29 96.7

b. Salah 3 3.3 1 3.3

5. Tindakan awal sebelum periksa airway

a. Benar 60 66.7 28 93.3

b. Salah 30 33.3 2 6.7

6. Penanganan awal massive haematothorax

a. Benar 63 70 10 33.3

b. Salah 27 30 20 66.7

7. Cara menilai ventilasi adekuat

a. Benar 73 81.1 25 83.3

b. Salah 17 18.9 5 16.7

8. Nilai saturasi oksigen yang baik

a. Benar 55 61.1 18 60

b. Salah 35 38.9 12 40

9. Indikasi penggunaan plester tiga sisi

a. Benar 45 50 13 43.3

b. Salah 45 50 17 56.7

10. Cairan pengganti untuk perdarahan kelas I

a. Benar 44 48.9 17 56.7

b. Salah 46 51.1 13 43.3

11. Tindakan awal pasien perdarahan

a. Benar 52 57.8 22 73.3

b. Salah 38 42.2 8 26.7

12. Skala Koma Glasgow paling minimal

a. Benar 72 80 18 60

b. Salah 18 20 12 40

13. Cara melihat bagian punggung

a. Benar 84 93.3 25 83.3

b. Salah 6 6.7 5 16.7

14. Tindakan mencegah hipotermi

a. Benar 68 75.6 19 63.3

b. Salah 22 24.4 11 36.7

15. Nilai Skala Koma Glasgow sesuai kasus

a. Benar 11 12.2 16 53.3

b. Salah 79 87.8 14 46.7

Dari tabel 5.2. dapat dilihat bahwa pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan benar oleh perawat adalah pertanyaan “Kontraindikasi dalam melakukan manuver ekstensi kepala sebagai upaya pembebasan jalan napas


(55)

adalah?”, yaitu sebanyak 87 orang (96.7%), dan pertanyaan yang paling sedikit dijawab dengan benar oleh perawat adalah pertanyaan “(KASUS)-Skala Koma Glasgow berdasarkan kasus ialah?”, yaitu sebanyak 11 orang (12.2%). Sedangkan untuk pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan benar oleh bidan adalah pertanyaan “Primary Survey (Penilaian Awal) dalam penanganan keadaan gawat darurat secara berurutan meliputi?”, kemudian pertanyaan “Pada saat memeriksa apakah seseorang yang terlihat tidak sadarkan diri masih dapat bernapas atau tidak, kita dapat melakukan pemeriksaan Look, Listen and Feel. Pada saat pemeriksaan Look (Melihat), salah satu yang dapat kita lihat adalah?”, kemudian pertanyaan “Kontraindikasi dalam melakukan manuver ekstensi kepala sebagai upaya pembebasan jalan napas adalah?”, yaitu sebanyak 29 orang (96.7%), dan pertanyaan yang paling sedikit dijawab dengan benar oleh bidan adalah pertanyaan “Pada pasien trauma yang didiagnosa dengan hematotoraks masif, penanganan awal yang harus dilakukan adalah?”, yaitu sebanyak 10 orang (33.3%).

Berdasarkan hasil uji pengetahuan tersebut, maka tingkat pengetahuan diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu baik, cukup, dan kurang. Dari hasil penelitian, mayoritas perawat dan bidan memiliki pengetahuan tentang penanganan awal kegawatdaruratan dalam kategori cukup yaitu sebesar 43.3% perawat dan 33.3% bidan, sedangkan yang paling sedikit adalah yang berpengetahuan kurang yaitu sebesar 12.2% perawat dan 20% bidan. Sehingga, dari penelitian didapatkan tingkat pengetahuan perawat dan bidan RSUP Haji Adam Malik tentang penanganan awal kegawatdaruratan berada dalam kategori cukup. Untuk nilai mean didapati mayoritas perawat menjawab dengan skor 10.72 (71.49%) dan mayoritas bidan menjawab dengan skor 10.67 (71.10%), dan ini tergolong ke dalam tingkat pengetahuan yang cukup. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.3.


(56)

5.2.2. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden tentang Penanganan Awal Kegawatdaruratan

Tabel 5.3. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden tentang Penanganan Awal Kegawatdaruratan

Pengetahuan Perawat Bidan

Frekuensi (n) Persentase (%)

Frekuesi (n) Persentase 9%)

Baik 39 43.3 10 33.3

Cukup 40 44.4 14 46.7

Kurang 11 12.2 6 20

Total 90 100 30 100

5.2.3. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Airway dan Cara-cara Mempertahankan Airway

Distribusi pengetahuan responden tentang airway dan cara-cara mempertahankan airway dinilai pada pertanyaan kuesioner nomor 1, 2, 3, 4 dan 5. Distribusi pengetahuan responden tentang airway dan cara-cara mempertahankan

airway dapat dilihat pada Tabel 5.2

Berdasarkan hasil uji statistik tersebut, terdapat sebanyak 81 orang perawat (90%) dan 29 orang bidan (96.7%) yang memahami dengan baik pengertian dari Primary Survey yaitu ABCDE. Dalam menilai seseorang yang tidak sadarkan diri masih dapat bernapas atau tidak, dapat dilakukan pemeriksaan

Look, Listen and Feel dimana pada bagian Look, hal yang diperhatikan adalah

melihat ada tidaknya gerakan naik turun dada yang simetris, dan sebanyak 85 orang perawat (94.4%) serta 29 orang bidan (96.7%) berhasil menjawabnya dengan benar. Selanjutnya, terdapat sebanyak 85 orang perawat (94.4%) dan 22 orang bidan (73.3%) yang mengetahui bahwa salah satu manuver tanpa alat bantu yang dapat digunakan dalam membebaskan jalan napas pada pasien tidak sadarkan diri adalah manuver jaw-thrust. Disamping itu, sebanyak 87 orang


(57)

perawat (96.7%) dan 29 orang bidan (96.7%) mengetahui kontraindikasi dalam melakukan manuver ekstensi kepala yaitu risiko terjadinya cedera tulang leher. Pemahaman mengenai tindakan yang harus dilakukan sebelum menangani jalan napas ini sangatlah penting dalam rangka mencegah terjadinya cedera saraf spinal pada daerah tulang leher yang mungkin dialami pasien. Tindakan tersebut adalah imobilisasi satu garis lurus pada leher (ATLS, 2009), dan sebanyak 60 orang perawat (66.7%) serta 28 orang bidan (93.3%) mengetahui dengan benar hal tersebut.

5.2.4. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Breathing dan Ventilasi

Distribusi pengetahuan responden tentang breathing dan ventilasi dinilai pada pertanyaan kuesioner nomor 6, 7, 8 dan 9. Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang breathing dan ventilasi dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Berdasarkan hasil uji statistik tersebut, sebanyak 63 orang perawat (70%) dan 10 orang bidan (33.3%) menjawab dengan benar pertanyaan mengenai pemasangan chest-tube sebagai tindakan yang harus dilakukan dalam menangani pasien diagnosa hematotoraks masif. Penilaian ventilasi yang adekuat dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya gerakan naik turun dada pasien yang simetris saat bernapas, dan terdapat sebanyak 73 orang perawat (81.1%) dan 25 orang bidan (83.3%) yang mengetahui hal ini dengan benar. Dalam penatalaksanaan keadaaan open pneumothorax yang mengganggu adekuasi pasien dalam bernapas, tindakan utama yang perlu dilakukan adalah pemasangan plester tiga sisi, dan sebanyak 45 orang perawat (50%) serta 13 orang bidan (43.3%) berhasil menjawab dengan benar. Sebanyak 55 orang perawat (61.1%) dan 18 orang bidan (60%) menjawab dengan benar pertanyaan tentang nilai saturasi oksigen yang baik yaitu >95%.

5.2.5. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Circulation

Distribusi pengetahuan responden tentang circulation dinilai pada pertanyaan kuesioner nomor 10 dan 11. Distribusi pengetahuan responden tentang


(58)

Berdasarkan hasil uji statistik tersebut, terdapat sebanyak 44 orang perawat (48.9%) dan 17 orang bidan (56.7%) yang mengetahui dengan baik pilihan cairan yang harus digunakan ketika menghadapi pasien perdarahan kelas I. Selain mengetahui cairan pengganti yang harus dipakai, sebanyak 52 orang perawat (57.8%) dan 22 orang perawat juga menjawab dengan benar tindakan utama dalam menghadapi pasien-pasien dengan keadaan perdarahan yakni menghentikan perdarahan segera dengan bebat tekan manual sambil segera mencari akses intravena untuk segera diberikan cairan.

5.2.6. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Disability

Distribusi pengetahuan responden tentang disability dinilai pada pertanyaan kuesioner nomor 12 dan 15. Distribusi pengetahuan responden tentang

disability dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Berdasarkan hasil uji statistik tersebut, pada bagian pertanyaan mengenai Skala Koma Glasgow, terdapat 72 orang perawat (80 %) dan 18 orang bidan (60%) yang mengetahui skala yang menunjukkan trauma paling minimal yaitu berkisar antara 13-15, sedangkan pada suatu soal kasus yang ditanyakan nilai Skala Koma Glasgow pasiennya, hanya sebanyak 11 orang perawat (12.2%) dan 16 orang bidan (53.3%) yang menjawab dengan benar.

5.2.7. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Exposure/Environment

Distribusi pengetahuan responden tentang exposure/environmental dinilai pada pertanyaan kuesioner nomor 13 dan 14. Distribusi pengetahuan responden tentang exposure/environment dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Berdasarkan hasil uji statistik tersebut, pada bagian pertanyaan tentang tindakan yang dilakukan menjelang akhir dari suatu primary survey, terdapat sebanyak 84 orang perawat (93.3%) dan 25 orang bidan (83.3%) yang menjawab dengan benar cara melihat bagian belakang pasien gawat darurat yaitu menggunakan metode log roll. Untuk mencegah terjadinya hipotermi, terdapat 68


(59)

orang perawat (75.6%) dan 19 orang bidan (63.3%) yang mengetahui bahwa pasien perlu diselimuti dengan selimut yang kering dan hangat

5.2.8. Distribusi Tingkat Pengetahuan berdasarkan Karakteristik Responden

Tabel 5.4 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden berdasarkan Karakteristik Responden

Perawat

20-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun >50 tahun Jumlah

n % n % n % n % n %

Baik 15 16.7 12 13.3 12 13.3 0 0 39 43.3%

Cukup 18 20 13 14.4 9 10 0 0 40 44.4%

Kurang 4 4.4 2 2.2 4 4.4 1 1.1 11 12.2%

Bidan 20-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun >50 tahun Jumlah n % n % n % n % n %

Baik 0 0 2 6.7 8 26.7 0 0 10 33.3%

Cukup 2 6.7 9 30 2 6.7 1 3.3 14 46.7%

Kurang 3 10 2 3 0 0 0 0 6 20%

Perawat D1 D3 D4 S1 Jumlah n % n % n % n % n %

Baik 0 0 28 31.1 0 0 11 12.2 39 43.3%

Cukup 0 0 23 25.6 0 0 17 18.9 40 44.4%

Kurang 0 0 6 6.7 0 0 5 5.6 11 12.2%

Bidan D1 D3 D4 S1 Jumlah

n % n % n % n % n %

Baik 0 0 4 13.3 5 16.7 1 3.3 10 33.3%

Cukup 2 6.7 9 30 2 6.7 1 3.3 14 46.7%

Kurang 0 0 6 20 0 0 5 5.6 6 20%

Perawat < 5 tahun 5-10 tahun 11-20 tahun >20 tahun Jumlah n % n % n % n % n %

Baik 13 14.4 7 7.8 18 20 1 1.1 39 43.3%

Cukup 13 14.4 10 11.1 15 16.7 2 2.2 40 44.4%

Kurang 3 3.3 2 2.2 5 5.6 1 1.1 11 12.2%

Bidan < 5 tahun 5-10 tahun 11-20 tahun >20 tahun Jumlah

n % n % n % n % n %

Baik 0 0 1 3.3 4 13.3 5 16.7 10 33.3%

Cukup 0 0 8 26.7 5 16.7 1 3.3 14 46.7%


(60)

Dari tabel 5.4. dapat kita lihat bahwa mayoritas kelompok perawat yang memiliki tingkat pengetahuan dengan kategori baik terdapat pada kelompok umur 20-30 tahun yaitu sebanyak 15 orang (16.7%) sedangkan mayoritas kelompok bidan yang memiliki tingkat pengetahuan dengan kategori baik terdapat pada kelompok umur 41-50 tahun yaitu sebanyak 8 orang (26.7%). Untuk karakteristik usia, belum ada penelitian yang dapat dikaitkan dengan temuan pada penelitian ini. Berdasarkan pendidikan, mayoritas perawat dengan tingkat pengetahuan yang baik berpendidikan D3 yaitu sebanyak 28 orang (31.1%) sedangkan mayoritas bidan dengan tingkat pengetahuan yang baik berpendidikan D4 yaitu sebanyak 5 orang (16.7%). Berdasarkan lamanya bekerja, dapat kita lihat bahwa mayoritas perawat yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik telah bekerja selama 11-20 tahun yaitu sebanyak 18 orang (20%) sedangkan mayoritas bidan yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik telah bekerja selama >20 tahun yaitu sebanyak 5 orang (16.7%).

5.3. Pembahasan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini adalah setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan ini dapat terjadi melalui panca indera manusia yakni melalui indra penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman dan perabaan (Notoadmojo, 2007). Dari hasil penelitian ini, sebanyak 120 responden yang terdiri dari 90 orang perawat dan 30 orang bidan mengisi kuesioner yang menilai tentang tingkat pengetahuan dalam penanganan awal kegawatdaruratan. Dari tabel 5.3. dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan perawat dan bidan tentang penanganan awal kegawatdaruratan berada pada kategori cukup. Hal ini menunjukkan bahwa dari 15 pertanyaan yang diberikan, mayoritas menjawab benar sebanyak 10 pertanyaan saja. Hal ini mungkin terjadi dikarenakan responden telah mendapatkan informasi yang benar baik itu dari materi kuliah di masa pendidikannya dahulu, pelatihan, seminar, informasi dari berbagai media massa seperti media elektronik, media cetak, maupun berbagai informasi dari internet, akan tetapi belum cukup mendalaminya


(61)

sehingga tidak mampu menjawab dengan benar seluruh pertanyaan yang diberikan.

Menurut Notoadmodjo (2011), pengetahuan dapat dipengaruhi oleh umur, pendidikan, pekerjaan, dan sumber informasi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas perawat yang berpengetahuan baik berada pada kelompok usia 21-30 tahun, berpendidikan D3 dan telah bekerja selama 11-20 tahun. Sedangkan mayoritas bidan yang berpengetahuan baik berada pada kelompok usia 41-50 tahun, berpendidikan D4 dan telah bekerja selama >20 tahun. Ditinjau dari segi usia, belum ada penelitian yang dapat mendukung adanya hubungan usia dengan tingkat pengetahuan yang baik, baik pada kelompok perawat maupun bidan. Ditinjau dari tingkat pendidikan, hasil yang didapat mendukung fakta bahwa kurikulum dalam pendidikan D3 maupun D4 lebih banyak berbasis keterampilan dibandingkan materi. Keterampilan yang lebih terasah sejak dari bangku pendidikan tentu akan memberikan retensi ilmu pengetahuan yang lebih baik, sehingga tenaga kesehatan yang lulus dari pendidikan D3 dan D4 memiliki retensi ilmu pengetahuan yang lebih baik dibandingkan dengan yang lainnya. Ditinjau dari lamanya bekerja, dalam penelitian ini, paling banyak responden yang memiliki tingkat pengetahuan kategori baik telah bekerja selama lebih dari 10 tahun untuk kelompok perawat, dan lebih dari 20 tahun untuk kelompok bidan. Keduanya melebihi jumlah responden dengan kategori tingkat pengetahuan baik yang hanya bekerja selama 5-10 tahun ataupun kurang dari 5 tahun. Menurut Ilyas et al (2014), salah satu faktor yang berperan penting dalam mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah sedikit banyaknya frekuensi seorang tenaga kesehatan diperhadapkan dalam keadaan-keadaan gawat darurat. Dikatakan bahwa seseorang yang lebih sering menghadapi keadaan-keadaan gawat darurat di rumah sakit, tentunya akan memiliki pengetahuan yang lebih baik terlepas dari ada tidaknya riwayat mengikuti program pelatihan dalam waktu dekat. Sering tidaknya seorang tenaga kesehatan terpapar keadaan gawat darurat, salah satunya dipengaruhi oleh lamanya bekerja di rumah sakit. Namun demikian, belum ada penelitian yang juga meninjau secara pasti hubungan lamanya bekerja seorang


(1)

Pertanyaan 15

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Salah 14 46.7 46.7 46.7

Benar 16 53.3 53.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Karakteristik Responden

Bidan

1.

Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Usia

Usia * TingkatPengetahuan Crosstabulation TingkatPengetahuan

Total BAIK CUKUP KURANG

Usia 20-30 Count 0 2 3 5

% of Total .0% 6.7% 10.0% 16.7%

31-40 Count 2 9 3 14

% of Total 6.7% 30.0% 10.0% 46.7%

41-50 Count 8 2 0 10

% of Total 26.7% 6.7% .0% 33.3%

>50 Count 0 1 0 1

% of Total .0% 3.3% .0% 3.3%

Total Count 10 14 6 30


(2)

2.

Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Lamanya Bekerja

LamanyaBekerja * TingkatPengetahuan Crosstabulation tingkatpengetahuan

Total BAIK CUKUP KURANG

LamanyaBekerja <5 tahun Count 0 0 3 3

% of Total .0% .0% 10.0% 10.0%

5-10 tahun Count 1 8 0 9

% of Total 3.3% 26.7% .0% 30.0%

11-20 tahun Count 4 5 3 12

% of Total 13.3% 16.7% 10.0% 40.0%

>20 tahun Count 5 1 0 6

% of Total 16.7% 3.3% .0% 20.0%

Total Count 10 14 6 30

% of Total 33.3% 46.7% 20.0% 100.0%

3.

Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Pendidikan Terakhir

PendidikanTerakhir * TingkatPengetahuan Crosstabulation TingkatPengetahuan

Total BAIK CUKUP KURANG

PendidikanTerakhir D1 Count 0 2 0 2

% of Total .0% 6.7% .0% 6.7%

D3 Count 4 9 6 19

% of Total 13.3% 30.0% 20.0% 63.3%

D4 Count 5 2 0 7

% of Total 16.7% 6.7% .0% 23.3%

S1 Count 1 1 0 2

% of Total 3.3% 3.3% .0% 6.7%

Total Count 10 14 6 30


(3)

Perawat

1.

Tingkat Pengetahua Berdasarkan Usia

Usia * Tingkatpengetahuan Crosstabulation Tingkatpengetahua

Total BAIK CUKUP KURANG

Usia 20-30 Count 15 18 4 37

% of Total 16.7% 20.0% 4.4% 41.1%

31-40 Count 12 13 2 27

% of Total 13.3% 14.4% 2.2% 30.0%

41-50 Count 12 9 4 25

% of Total 13.3% 10.0% 4.4% 27.8%

>50 Count 0 0 1 1

% of Total .0% .0% 1.1% 1.1%

Total Count 39 40 11 90

% of Total 43.3% 44.4% 12.2% 100.0%

2.

Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Lamanya Bekerja

LamanyaBekerja * TingkatPengetahuan Crosstabulation TingkatpengetahuanKel

Total BAIK CUKUP KURANG

LamanyaBekerja <5 tahun Count 13 13 3 29 % of Total 14.4% 14.4% 3.3% 32.2%

5-10 tahun Count 7 10 2 19

% of Total 7.8% 11.1% 2.2% 21.1%

11-20 tahun Count 18 15 5 38

% of Total 20.0% 16.7% 5.6% 42.2%

>20 tahun Count 1 2 1 4

% of Total 1.1% 2.2% 1.1% 4.4%

Total Count 39 40 11 90


(4)

3.

Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Pendidikan Terakhir

PendidikanTerakhir * TingkatPengetahuan Crosstabulation TingkatpengetahuanKel

Total BAIK CUKUP KURANG

PendidikanTerakhir D3 Count 28 23 6 57

% of Total 31.1% 25.6% 6.7% 63.3%

S1 Count 11 17 5 33

% of Total 12.2% 18.9% 5.6% 36.7%

Total Count 39 40 11 90


(5)

(6)