6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Landasan Teori
1. Pengertian Belajar
Banyak orang beranggapan bahwa belajar adalah hanya sekedar mencari ilmu di sekolah-sekolah saja. Namun yang sebenarnya arti
belajar itu sangatlah luas, sehingga banyak teori tentang belajar atau pengertian tentang belajar.
Hilgard dan Bower 1983 mengemukakan bahwa belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi
tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam suatu situasi Nana Syaodih, 2009:156.
Abu Ahmadi 1991:121 mendefinisikan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang barus secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.
Hintman dalam Muhibin Syah 1997:90 mengartikan belajar adalah sutu perubahan yang terjadi dalam diri organisme disebabkan
pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. Perubahan yang ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru
dapat dikatakan belajar apabila mempengaruhi organisme.
Belajar menurut Laster D. Crow and Alice Crow 1958 h.225 adalah upaya untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan
sikap-sikap Nana Syaodih, 2009:155. W.S. Winkel 1989:36 berpendapat bahwa belajar adalah suatu
aktivitas mentalpsikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan,
yang menghasilka
perubahan-perubahan dalam
pengetahuan - pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas.
Dari beberapa pengertian belajar, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu
melalui pengalaman yang diperolehnya, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang dipengaruhi oleh faktor dari luar
dan faktor dari dalam diri yang saling berinteraksi yang mengakibatkan perubahan tingkah laku dalam dirinya sehingga menghasilkan
perubahan berupa penambahan pengetahuan – pemahaman, kebiasaan-
kebiasaan dan sikap-sikap.
2. Hasil Belajar
Dr. Dimyati 2006:3 menyatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi
guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak
proses belajar.
Nana Sudjana 2010:22 berpendapat bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan
menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom dalam Nana Sudjana 2010:22 yang secara garis besar membagi tiga ranah
yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Herman Hudoyo 1988 dalam Ety Syarifah, Muh Doyin 2008:44
berpendapat bahwa hasil belajar adalah hasil yang diperoleh dari serangkaian usaha yang disengaja dalam rangka untuk memperoleh
pengalaman atau pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubah tingkah laku. Hasil belajar dapat berupa penguasaan terhadap suatu
materi. Nana Syaodih 2009:102 menyatakan bahwa hasil belajar atau
achevement merupakan realisasi atau penalaran dari kecakapan-
kecakapan operasional atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat dilihat dari perilakunya,
baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun keterampilan motorik.
Dari beberapa pendapat tentang hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah penguasaan kemampuan yang dimiliki siswa
setelah menerima pengalaman belajarnya yang terdiri dari penguasaan
kognitif, afektif dan psikomotor sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku.
3. Pembelajaran Matematika SD
a. Hakikat Matematika
Karso 1999:1.4 menyatakan hakekat matematika adalah ilmu deduktif, aksiomatik, formal, hierarkis, abstrak, bahasa simbol yang
padat arti dan semacamnya, sehingga para ahli matematika dapat mengembangkan sebuah sistem matematika. Dari dunia matematika
yang merupakan sebuah sistem deduktif mampu mengembangkan model-model matematika sehingga interpretasi dari sistem
matematik, ternyata dapat digunakan untuk mengatasi persoalan dunia nyata.
Menurut James Raodhatul Jannah. 2011:26 matematika diartikan sebagai ilmu logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan
konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lain dengan jumlah yang terbagi ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan
geometri. Johnson dan Rising dalam Russefendi 1972:6, Matematika
adalah pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat-sifat dalam teori-teori dibuat secra deduktif berdasarkan kepada unsur yang tidak
didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya adalah ilmu tentang keteraturan pola atau ide, dan
matematika itu adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada keteraturan dan keharmonisannya.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasi
mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lain dengan jumlah yang terbagi ke dalam
tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri yang bersifat deduktif, aksiomatik, formal, hierarkis, dan abstrak.
b. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika merupakan salah satu kajian yang selalu menarik untuk dikemukakan karena adanya perbedaan
karakteristik khususnya antara hakikat anak dengan hakikat matematika. Mengingat adanya perbedaan karakteristik itu, maka
diperlukan adanya kemampuan khusus dari seorang guru untuk menjembatani antara dunia anak yang belum berpikir secara deduktif
untuk dapat mengerti dunia matematika yang bersifat deduktif. Menurut Bruner dalam Karso, dkk; 1999:1.12 belajar
matematika terbagi menjadi 3 tahapan yaitu : a.
Tahap Enaktif atau Tahap Kegiatan Tahap pertama anak belajar konsep adalah berhubungan dengan
benda-benda riil atau mengalami peristiwa di dunia sekitarnya. b.
Tahap Ikonik atau Tahap Gambar Bayangan
Pada tahap ini anak telah mengubah, menandai dan menyimpan peristiwa atau benda dalam bentuk bayangan mental. Dengan kata
lain anak dapat membayangkan kembali atau memberikan gambaran dalam pikirannya tentang benda atau peristiwa yang
dialami meskipun benda tersebut tidak lagi dihadapannya. c.
Tahap Simbolik Pada tahap terakhir ini anak dapat mengutarakan bayangan mental
tersebut dalam bentuk simbol dan bahasa. Anak sudah mampu memahami simbol-simbol dan menjelaskan dengan bahasanya
Karso, dkk; 2007:13. Menurut Dienes dalam Karso, dkk; 1999:1.17, ia memandang
matematika sebagai pelajaran struktur, klarifikasi struktur, relasi- relasi dalam struktur, dan mengklarifikasi relasi-relasi antar struktur.
Dienes membagi tahapan dalam belajar matematika yaitu : 1
Bermain Bebas Pada tahap awal ini anak-anak bermain bebas tanpa diarahkan
dengan menggunakan benda-benda konkrit. 2
Permainan Anak mulai mengamati pola dan keteraturan yang terdapat dalam
konsep. 3
Penelaahan Kesamaan Sifat Pada tahap ini siwa mulai diarahkan pada kegiatan menemukan
sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti.
4 Tahap Representasi
Pada tahap ini mulai belajar membuat pernyataan tentang sifat kesamaan konsep matematika yang diperoleh pada sifat tahap
ketiga. 5
Tahap Simbolis Selain perlu menciptakan simbol matematika atau rumusan verbal
yang cocok untuk menyatakan konsep yang reseprentasinya sudah diketahui pada tahap keempat.
6 Tahap Formalisasi
Merupakan tahap terakhir dan belajar konsep, anak bukan hanya sekedar mampu merumuskan teorema serta membuktikan secara
deduktif tetapi harus sampai pada sistem yang berlaku dan pemahaman konsep.
Yuniati dalam Raudhatul Jannah 2011:78 merumuskan setidaknya ada lima tujuan umum pembelajaran matematika, yakni
belajar untuk berkomunikasi mathematical communication, belajar untuk bernalar mathematical reasoning, belajar untuk memecahkan
maslah mathematical problem solving, belajar untuk mengkaitkan ide mathematical connection, dan pembentukan sikap positif
terhadap matematika positive attitude toward mathematics Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
matematika merupakan sistematika pembelajaran melalui tahapan- tahapan
dengan mempertimbangkan
tingkat perkembangan
intelektual atau berpikir siswa di sekolah dasar dalam pembelajaran matematika. Anak usia sekolah dasar pada umumnya berada pada
tahap berpikir operasional kongkrit, namun tidak menutup kemungkinan mereka masih berada pada tahap praoperasi, sehingga
dalam pembelajaran matematika perlu dikembangkan strategi pembelajaran dengan menggunakan media secara optimal.
c. Jaring-jaring Bangun Ruang
Siskandar 1990:381 menyatakan bahwa jaring-jaring adalah rangkaian sisi suatu bangun ruang yang dibuka direbahkan.
Cholis Sa’dijah 19981999:126 berpendapat bahwa jaring- jaring kubus merupakan bentuk khusus yang dapat digulung untuk
membentuk suatu benda yang berbentuk kubus. Demikian pula jaring-jaring balok. Kegiatan yang melibatkan pembuatan dan
penggunaan jaring-jaring adalah sangat baik untuk membantu anak- anak mengembangkan kemampuan visualisasi mereka mengenai
ruang. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jaring-jaring
adalah susunan dari beberapa bangun datar yang apabila digabungkan akan membentuk bangun ruang. Dari sebuah bangun
ruang dapat dibuat berbagai bentuk jaring-jaring yang berbeda. Pada umumnya siswa hanya dapat menemukan beberapa jaring-jaring dari
sebuah bangun ruang. Di kelas lima, jaring-jaring bangun ruang masuk dalam standar kompetensi memahami sifat-sifat bangun dan
hubungan antar bangun, dalam kompetensi dasarnya yaitu menentukan jaring-jaring berbagai bangun ruang sederhana. Di sini
peneliti hanya akan mengukur keberhasilan belajar matematika dalam menentukan jaring-jaring kubus dan balok.
Adapun gambar jaring-jaring kubus dan balok yang dimaksud sebagai contoh :
a Jaring – jaring kubus
b Jaring – jaring balok
4. Media Pembelajaran
a. Pengertian Media
Secara umum media pembelajaran merupakan wahana penyalur pesan pembelajaran melalui proses komunikasi pembelajaran. NEA
1969 mengartikan media pembelajaran sebagai sarana komunikasi, baik dalam bentuk cetak maupun pandang dengar, termasuk
perangkat kerasnya Asep Hery Hermawan, dkk; 2010:11.18.
Heinich, dkk. dalam Azhar Arsyad 2007:4 mengemukakan istilah medium sebagai perantara yang mengantar informasi antara
sumber dan penerima. Jadi televisi, film, foto, radio, gambar, bahan cetakan dan sejenisnya adalah media komunikasi.
Menurut Wilber Schramm 1977 mendefinisikan media pembelajaran sebagai teknologi pembawa pesan yang dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran Asep Heri Hermawan, dkk; 2010:11.18.
Miarso 1980 menegaskan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang pikiran,
perasaan, perhatian, dan kemauan anak didik sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa Asep Heri
Hermawan, dkk; 2010:11.18. Menurut Rossi dan Breidle 1966:3 mengemukakan bahwa
media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan seperti radio, televisi,
buku, koran, majalah, dan sebagainya Wina Sanjaya, 2006:161. Dari berberapa pendapat tentang media pembelajaran, dapat
dikatakan bahwa media pembelajaran adalah suatu sarana yang dapat digunakan untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada diri
siswa dan atau dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas kegiatan pembelajaran.
b. Macam-macam Media
Mengingat begitu banyak media pembelajaran yang dapat digunakan dalam kegiatan belajar mengajar, beberapa ahli mencoba
mengidentifikasi dan membuat klasifikasi media. Schramm dalam Asep Hery Hermawan, dkk; 2010:11.19
mengklasifikasikan media menjadi dua jenis, yaitu media sederhana papan tulis, gambar, poster, peta dan media canggih radio, film,
televisi, komputer. Bretz
dalam Asep
Hery Hermawan,
dkk; 2010:11.19mengklasifikasikan media berdasarkan tiga unsur yaitu :
suara, bentuk, dan gerak. Bretz diantaranya menggolongkan media ke dalam kelompok media cetak, media audio, media visual diam,
media visual gerak, media audiovisual diam, dan media audiovisual gerak.
Tosti dan Ball dalam Asep Hery Hermawan, dkk; 2010:11.19 menyusun pengelompokan media menjadi enam kelompok media
penyaji, yaitu : a
Kelompok Kesatu : grafis, bahan cetak, dan gambar diam b
Kelompok Kedua : media proyeksi diam c
Kelompok Ketiga : media audio d
Kelompok Keempat: media gambar hidup film e
Kelompok Kelima : media televisi f
Kelompok Keenam : multi media.
Dari berbagai pengelompokkan media pembelajaran tersebut, secara garis besar media pembelajaran dapat dipilah menjadi tiga
bagian yaitu sebagai berikut : a
Media Visual Media visual adalah media yang hanya dapat dilihat dengan
menggunakan indera penglihatan. b
Media Audio Media audio adalah media yang mengandung pesan dalam
bentuk auditif yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa untuk mempelajari bahan ajar.
c Media Audiovisual
Media audiovisual yaitu yang merupakan kombinasi audio dan visual atau disebut media pandang dengar.
c. Media Puzzle
Puzzle adalah sebuah permainan dimana kamu harus menggabungkan potongan-potongan terpisah menjadi sebuah bentuk
Cambridge University Press, 2008. Media puzzle yang diterapkan dalam
pembelajaran matematika
siswa kelas
VA SD
Muhammadiyah Gunungpring merupakan puzzle yang berbentuk bangun datar. Puzzle termasuk salah satu alat permainan edukatif
yang dirancang untuk mengembangkan kemampuan anak belajar serjumlah keterampilan, misal melatik motorik halus, melatih anak
untuk memusatkan perhatian dan memahami konsep tertentu seperti bentuk, warna, ukuran dan jumlah. Media puzzle adalah media
visual dua dimensi yang mempunyai
kemampuan untuk menyampaikan informasi secara visual tentang segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk mempermudah penyampaian pesan yang dilakukan dari pengirim ke penerima pesan sehingga dapat
merangsang minat belajar siswa. Dalam pembelajaran, penyampaian informasi yan hanya melalui bahasa verbal selalu dapat
menimbulkan verbalisme, juga gairah siswa dalam menangkap pesan akan semakin berkurang, karena siswa akan kurang diajak berpikir
dan menghayati pesan yang disampaikan. Media puzzle terbuat dari bahan-bahan yang mudah dibongkar
pasang karton, plastik tebal, kayu tipis. Media puzzle yang peneliti rancang adalah permainan edukatif yang dapat merangsang siswa
untuk mengembangkan daya pikirnya untuk menemukan berbagai bentuk jaring-jaring kubus dan balok yang berbeda. Media puzzle
terbuat dari bahan plastik tebal yang berbentuk bangun-bangun datar yang dapat dirangkai dan dapat membentuk sebuah bangun ruang,
rangkaian yang dapat membentuk ruang tersebut merupakan jaring- jaring. Dengan cara bongkar pasang dapat ditemukan beberapa
rangkaian yang berbeda untuk dibuat sebuah bangun ruang. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan media
puzzle bangun datar dapat merangsang minat belajar siswa dan
mengembangkan kemampuan untuk memahami konsep jaring-jaring kubus dan balok.
5. Penggunaan Media Puzzle Dalam Pembelajaran Matematika
Menurut Yohannes dalam Raudhatul Jannah 2011:64, yang penting dalam pengajaran matematika adalah dilakukan dengan cara
asyik dan menyenangkan, sehingga membuat anak betah karena seperti sedang bermain.
Dalam penelitian ini penulis membuat sendiri media puzzle yang terbuat dari bahan sederhana dan berbentuk potongan-potongan bangun
datar persegi dan persegi panjang. Cara menggunakannya merangkai dan bongkar pasang bangung tersebut dengan bantuan selotif sehingga
membentuk sebuah jaring-jaring kubus atau balok, siswa melakukan berulang-ulang dengan cara asyik dan menyenangkan bersma
kelompoknya hingga memperoleh berbagai bentuk jaring-jaring kubus atau balok yang berbeda.
B. Penelitian yang Relevan